Anda di halaman 1dari 21

Jurnal Magenang, Agustus 2021, 2 (2), 128-148

Available online at http://ejournal-iakn-manado.ac.id/index.php/magenang

Jabatan Gerejawi: Kajian Biblis 1 Timotius 3:1-7


Terhadap Kualitas Pemimpin Kristen
Alon Mandimpu Nainggolan(¹), Elisabet Hia(²)
¹
Institut Agama Kristen Negeri Manado,²Gereja ONKP Sisobaoho
¹
nainggolanalon1008@gmail.com, ²elishia040713@gmail.com

Abstract
This article is a literary study with a biblical study which suggests the
concept of an ecclesiastical office based on 1 Timothy 3: 1-7 on the
Received: quality of Christian leaders. To describe this, the author presents
30 Mei 2021 various information from primary and secondary sources related to the
research topic which is then presented descriptively. From the
research carried out, the concept of the quality of Christian leaders
Revised: 20 based on 1 Timothy 3: 1-7 is important to be understood and
Juni 2021 demonstrated by Christian leaders today in order to be able to address
various challenges in the midst of his leadership. There are five
qualities that must be possessed by a Christian leader, among others;
Accepted: spiritual quality, personality quality, cognitive quality, social quality and
30 Juli 2021 professional quality. One factor that makes Christian leaders
ineffective, efficient and productive in their leadership practices is due
to lack of understanding and living the quality of Christian leaders
based on the Bible, specifically 1 Timothy 3: 1-7.

Keywords: Church office, quality, Christian leaders, and 1 Timothy 3: 1-7.

How to Cite: Nainggolan Alon Mandimpu, Hia Elisabet (2021). Jabatan Gerejawi: Kajian
Biblis 1 Timotius 3:1-7 Terhadap Kualitas Pemimpin Kristen. Jurnal Magenang, 2 (2): 128-
148.

INTRODUCTION
Tulisan ini dilatarbelakangi adanya asumsi bahwa banyak gereja-gereja
maupun para pejabat gereja belum bisa memenuhi persyaratan seorang pemimpin
Kristen secara ideal. Pemimpin Kristen perlu diperlengkapi oleh gereja agar mampu
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan berpusatkan pada Allah
Tritunggal dan firman-Nya. Pemilihan dan penetapan pemimpin Kristen seyogianya
melalui seleksi yang ketat serta upaya nyata untuk memberikan pelatihan kepada
mereka. Idealnya terpilih bukan karena faktor status sosial, jabatan, kedudukan di
dalam masyarakat semata dan bukan juga karena sebuah slogan “daripada tidak
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

ada pemimpin”, melainkan dipengaruhi sejauhmana mereka memiliki kualitas dalam


dimensi spiritualitas, kepribadian, kognitif, sosial, dan profesional. Hal ini bertujuan
agar orang Kristen yang dipimpinnya dapat bertumbuh dan berkembang secara
holistik, khususnya dalam iman yang sehat melalui pengajaran Alkitab (Ef. 4:11-16).
Alkitab sangat jelas memperhatikan pemimpin Kristen yang berkualitas (Kis.
2:2-7; 1 Pet. 5:1-4; 1 Tim. 3:1-7). Hal ini nampak dari tokoh-tokoh dalam Alkitab
yang terlibat dalam pekerjaan Tuhan senantiasa yang memenuhi standar tertentu.
Mereka haruslah menjadi orang yang patut diteladani (Mat. 7:28-29; 2 Tim. 4:12). Itu
sebabnya, gereja perlu memperlengkapi dan membenahi para pemimpin Kristen di
masa kini dan mendatang agar mampu melaksanakan peran, tugas dan tanggung
jawabnya dengan berkualitas. Memperlengkapi para pemimpin Kristen ini
merupakan tugas yang mendesak mengingat zaman senantiasa berubah,
kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh orang Kristen juga semakin kompleks.
Hanya pemimpin Kristen yang berkualitaslah yang tetap eksis, memberi sumbangsih
positif, dan bertahan di tengah derasnya arus zaman, era disrupsi, era 4.0 atau 5.0.
Yang menjadi pertanyaan pengarah dalam penelitian ini adalah apa ajaran 1
Timotius 3:1-7 tentang jabatan gerejawi dan relevansinya bagi kualitas pemimpin
Kristen masa kini? Diharapkan melalui tulisan ini pembaca memperoleh
pengetahuan, pemahaman dan wawasan luas tentang pemimpin Kristen yang
berkualitas. Pentingnya kualitas pemimpin Kristen untuk diperhatikan, karena turut
menentukan kualitas orang-orang yang dipimpinnya.

METHODS
Metode yang digunakan dalam pemecahan permasalahan adalah metode
studi literatur (library research) dengan kajian biblis. Penulis melakukan studi
dokumen terhadap sumber primer dan sekunder (buku, jurnal, dan lain-lain)
mengenai ajaran kitab 1 Timotius 3:1-7 tentang jabatan gerejawi dan relevansinya
terhadap kualitas pemimpin Kristen masa kini. Beberapa sumber literatur yang
digunakan berasal dari beberapa penulis yang telah memperoleh pengakuan
khususnya terkait pemimpin dan kepemimpinan Kristen di Indonesia. Selanjutnya
data yang telah terkumpul akan dianalisis penulis. Konsep-konsep dianalisis dengan

129
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

cara mencermati keterkaitan, kesamaan, dan kesesuaian dengan topik. Analisis


data dilakukan secara induktif, melalui beberapa tahapan yakni, reduksi data,
penyajian data, verifikasi dan penarikan kesimpulan (Sugiyono, 2011:339-343). Hal
senada dikemukakan oleh Nainggolan dan Labobar (2020: 113-125) bahwa
pengumpulan data ditempuh secara bertahap dan melalui studi dokumen oleh
peneliti dengan melaksanakan penelusuran dan penggalian terhadap jurnal,
laporan penelitian, dan buku-buku Pengantar, Studi, Teologi Perjanjian Baru yang
terkait dengan topik yang sedang diteliti. Hal ini bermanfaat untuk membangun
konsep tentang jabatan gerejawi dan relevansinya terhadap kualitas pemimpin
Kristen masa kini. Jika selanjutnya ada data yang kurang relevan atau tidak sesuai,
peneliti masih bisa menggunakan data utama dan pendukung lain yang ada.
Kemudian penulis akan membahas temuan penelitian, yakni kualitas
pemimpin Kristen. Di dalamnya penulis akan menguraikan hasil penelitian dan
mengambil relevansinya bagi kehidupan pejabat gereja dalam kepemimpinannya.
Kajian terhadap beberapa sumber literatur terpercaya dan relevan diperlukan untuk
dapat mengemukakan sebuah konsep baru. (Darmawan, 2018:14; Daniel Ronda,
2019:2) Akhirnya, penulis akan menyimpulkan seluruh rangkaian penelitian literatur
dengan kajian biblis sebagai jawaban atas rumusan masalah.

RESULTS & DISCUSSION


Results
Untuk dapat mengemukakan kualitas pemimpin Kristen berdasarkan 1
Timotius 3:1-7, maka penulis terlebih dahulu melakukan kajian mengenai konteks
dan teks 1 Timotius 3:1-7, kedudukan dan peran pemimpin Kristen, kemudian
mendeskripsikan analisis konseptual tentang indikator pemimpin Kristen yang
berkualitas dan relevansinya dengan pola dan perilaku kepemimpinan Kristen masa
kini.
Konteks dan Teks 1 Timotius 3:1-7
Surat Paulus yang pertama kepada Timotius (disingkat Surat 1 Timotius)
adalah salah satu kitab dalam Alkitab Kristen bagian Perjanjian Baru (Arnold,
1969:433-438). Timotius adalah seorang Kristen yang masih muda di Asia Kecil,

130
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

yang telah menjadi kawan dan pembantu Paulus dalam pekerjaan Paulus. Ayah
Timotius seorang Yunani dan ibunya Yahudi (W.R.F. Brown, 2007:447-448). Hal
senada dikemukakan oleh Samuel Benyamin mengungkapkan bahwa secara
tradisional, surat ini dipandang sebagai tulisan Paulus sesuai dengan nama pengirim
yang tertera pada masing-masing surat itu (1 Tim. 1:1; 2 Tim. 1:1; Tit.1:1).
Surat 1 Timotius bertujuan untuk menasehati Timotius sendiri mengenai
kehidupan pribadi dan pelayanannya, mendorong Timotius untuk mempertahankan
kemurnian Injil dan standarnya yang kudus dari pencemaran oleh guru palsu dan
memberikan pengarahan kepada Timotius mengenai berbagai urusan dan
persoalan gereja di Efesus (Samuel, 2010:246).Jadi, kitab Timotius adalah kitab
yang ditulis oleh seorang Kristen yang merupakan anak rohani Paulus dan
selanjutnya menjadi rekan sepelayanan Paulus. Apa yang menjadi teologi Paulus
menjadi teologinya Timotius.
Surat ini digolongkan surat-surat Pastoral yang meliputi juga Surat 2 Timotius
dan Surat Titus, dimana gaya bahasa maupun isinya berbeda dengan surat-surat
tulisan Paulus yang lain, tetapi satu sama lain sangat mirip, sehingga mungkin sekali
ditulis pada waktu yang hampir bersamaan (John Drane, 2005).Menurut Merrill C.
Tenney dalam buku Survei Perjanjian Baru bahwa Paulus dibebaskan dalam tahun
60 atau 61 setelah ia naik banding kepada kaisar, pada waktu itulah ia
menghidupkan lagi kegiatan pelayanannya. Alasan Paulus menulis surat ini adalah
Paulus menugaskan Timotius sebagai penerus pelayanannya. Surat ini merupakan
nasehat-nasehat Paulus kepada anaknya Timotius dalam menggembalakan warga
gerejanya (Merril, 2013:413).
Dalam ayat 1a ada kata pembukaan, benarlah perkataan ini. Kata
pembukaan bagian ini mungkin merupakan lanjutan dari pokok pembahasan terakhir
dari pasal 2. Semua pemakaian lain dari pernyataan tersebut (I Tim. 1:15; 1 Tim.
4:19; II Tim. 2:11; Tit. 3:8) tampaknya mengikuti atau mendahului berbagai
pernyataan penting tentang doktrin Injil. Demikian pula di sini jika melahirkan anak
dari I Timotius 2:15 dianggap mengacu kepada kelahiran sang Juruselamat.
Tampaknya inilah penafsiran yang lebih disukai. Paulus kemudian mengawali
pembahasan mengenai persyaratan bagi penatua yang dilakukannya secara

131
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

berurutan: persyaratan pribadi (ay. 2, 3). persyaratan menyangkut keluarga (ay. 4,


5), persyaratan mengenai sikapnya terhadap jemaat (ay. 5, 6), dan mengenai
hubungannya dengan dunia non-Kristen, ayat 7 (Ezra Tari, 2019:17).
Dalam 1 Timotius 3:1b dikatakan bahwa "Orang yang menghendaki jabatan
penilik (pejabat gereja) menginginkan pekerjaan yang indah." Dalam bahasa Yunani
penilik adalah episkopos. Secara harafiah berarti mengawasi. Wikipedia
menjelaskan arti Episkopos:Greek word “episkopos” was a common word in the
gree culture for any official who acted as a superintendent, manager, controller,
curator, guardian or ruler. It occurs only five times in the new testamen, once
referring to Christ (1 Peter 2:25) and the other four times to church leaders. The term
ephsizes the function of an elder as exercising authority and supervision “ by divine
placement, initiative and design.
Apabila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maka berbunyi demikian;
kata Yunani “episkopos” adalah sebuah kata yang biasa dipakai dalam budaya
Yunani untuk menjelaskan beberapa jabatan yang bertindak atau berfungsi sebagai
pengawas, manajer, pengontrol, kurator, penjaga. Kata ini hanya ditemui lima kali
dalam Perjanjian Baru, satu kali ditujukan kepada Kristus (1 Pet. 2:25) dan empat
kali ditujukan kepada pemimpin gereja. Istilah ini memberi penekanan pada fungsi
pemimpin sebagai latihan otoritas dan pengawasan oleh penetapan Ilahi, inisiatif
dan rancangan (Bangun, 2010:22).
Jadi, dalam konteks itu penilik gereja adalah salah satu pemimpin Kristen. Ia
memiliki banyak peran, seperti; sebagai manajer, pengontrol, penjaga, pemelihara
dan pengamat dinamika iman warga gerejanya. Penilik gereja berhak memimpin dan
mendidik warga gerejanya apabila kehidupan mereka mulai menyimpang dari jalan
kebenaran, ia yang menuntun dan yang mengontrol kehidupan warga gerejanya
dengan baik. Hal itu berimplikasi pada kualitas yang harus dipenuhi menjadi seorang
penilik atau pemimpin Kristen sangat berat.
Rasul Paulus menekankan bahwa orang yang menghendaki jabatan penilik
gereja sebagai pekerjaan yang indah, karena pada zaman itu warga gereja
cenderung berpikir materialistis dan hal ini juga berpengaruh kepada para guru-guru
gereja dan para pemimpin gereja pada saat itu (Budiman, 2011:26). Kedudukan

132
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

menjadi penilik gereja dianggap rendah dan tidak menguntungkan bagi mereka,
bahkan tidak menarik dan tidak bernilai. Paulus melawan pendapat itu dan
menandaskan, oleh sebab itu ia mengatakan bahwa jabatan penilik gereja
merupakan pekerjaan yang baik dan mulia di hadapan Allah.
Menurut Samuel Benyamin Hakh, gereja yang disapa dalam surat-surat pastoral
telah berkembang menjadi suatu gereja yang memiliki struktur organisasi, seperti
penilik warga gereja, penatua, dan diaken, serta memiliki peraturan-peraturan
pemilihan para pemimpin gereja itu (1 Tim. 3:1-3; Tit. 1:5-9). Tampaknya, gereja ini
juga memiliki penataan di bidang keuangan untuk mendukung pelayanan umat,
termasuk membayar para pejabat gereja. Berikut nilai-nilai yang harus dipenuhi oleh
pejabat gereja di jemaat Efesus, khususnya penilik gereja;
1. 1 Timotius 3:2, seorang yang tak bercacat
Istilah "tidak bercacat" ini adalah kualitas kunci dari keseluruhan konteks
untuk kepemimpinan di dalam gereja lokal. Frasa tersebut menyiratkan bahwa tidak
ada pegangan untuk bisa dikritik, baik di komunitas yang percaya (1 Tim. 3:2-6) dan
di komunitas yang tidak percaya (1 Tim. 3:7). Tema yang sama tentang tanpa cela
ini diulang dalam ayat 7,10; 5:7; dan 6:14. Tidak ada pemimpin yang sempurna,
namun ada orang-orang percaya yang saleh, terhormat, dan dapat diterima. Lihat
catatan di Titus 1:6 (Tari, 2019:17).
Dalam hal ini umat Allah dalam gereja mengharapkan seorang pemimpin
yang bisa menjadi teladan yang baik bagi mereka Pemimpin Kristen sebagai yang
bisa mereka tiru dalam kehidupan mereka sehari-hari. Tak bercacat berhubungan
dengan perilaku yang sudah terbukti benar yang tak bercacat dalam kehidupan
pernikahan, rumah tangga, kehidupan sosial, dan usaha. Secara sederhana seorang
pemimpin Kristen harus memiliki kualitas yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan
orang-orang yang dipimpinnya.
2. 1 Timotius 3:2 suami dari satu isteri
Roy B. Zuck mengemukakan bahwa frasa itu menyuruh seorang suami untuk
hanya fokus pada istrinya dan setia kepadanya. Seorang penilik gereja / pemimpin
Kristen dilarang untuk melakukan poligami, pernikahan kembali dengan cara yang
tidak sah sesuai Alkitab. Seorang yang sudah bercerai tidak memenuhi syarat

133
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

menjadi memimpin dalam gereja (Zuck, 2011:413). Bagi orang Kristen pernikahan
itu sangat sakral, apa yang telah dipersatukan oleh Allah tidak bisa dipisahkan oleh
manusia. Manusia dipandang sebagai sebuah perjanjian.
3. 1 Timotius 3:2, dapat menahan diri
Ia juga harus dapat menahan diri, (bukan peminum, serta semua pengertian
yang tercakup dalam pernyataan itu). Dapat menahan diri artinya tidak mudah
terseret oleh hawa nafsu. Sikap bijaksana adalah buah dari orang yang telah
dibaharui oleh Roh Kudus (bnd. Rm. 12:2). Peminum adalah seorang yang tidak
dapat menanggalkan kebiasaan minum anggur, dengan kemungkinan yang
bersangkutan akan mabuk dan berlaku tidak senonoh. Seorang yang mabuk ternoda
di mata masyarakat umum, apalagi di lingkungan gereja Kristen (Sander, 2017:33-
34). Secara sederhana dapat diartikan bahwa orang yang dapat menahan diri
adalah orang yang mampu menguasai dirinya sendiri, secara otonom mampu
menerima atau menolak sesuatu, memiliki pendirian teguh terkait apa yang menjadi
prinsip hidupnya, menjaga diri agar tidak terlibat dalam urusan yang tidak berfaedah
dan lainnya.
4. 1 Timotius 3:2, bijaksana
Bijaksana adalah selalu menggunakan akal budi (pengalaman dan
pengetahuan lainnya), arif, tajam pikiran, pandai dan hati-hati apabila menghadapi
kesulitan (KBBI, 2013). Seorang penilik gereja / pemimpin Kristen harus memiliki
sikap yang bijaksana dalam mengambil keputusan dan bijaksana dalam segala hal
karena dia adalah seorang teladan bagi semua orang yang ia pimpin. Bijaksana
merupakan sikap yang telah diperbaharui Roh kudus (1 Kor.:12:1-11). Bagi orang
Kristen bijaksana adalah buah dari ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan (Ams.
1:7).
5. 1 Timotius 3:2, sopan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sopan adalah hormat dan takzim,
beradab (tingkah laku, tutur kata, pakaian) baik budi bahasanya, baik kelakuannya,
tidak lacur, tidak cabul (KBBI, 2013). Dalam bahasa Yunani sopan disebut kosmian,
yang berarti tertib dan sesuai dengan apa yang Paulus tulis di bagiannya tentang
bagaimana gereja harus dikelola. Tentu seorang pejabat gereja hidup di tengah

134
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

masyarakat, komunitas yang mengedepankan adat-istiadat, moral, kesusilaan, etika


dan lainnya; maka menjadi sebuah keharusan baginya untuk mendemonstrasikan
kehidupan yang memiliki sopan santun agar dapat mempengaruhi orang lain kepada
kebenaran sejati. 1 Petrus 3:15 menjadi bukti pentingnya seorang pejabat gereja
memiliki karakter sopan santun dalam mempertanggungjawabkan imannya kepada
orang lain baik yang seiman maupun yang tidak seiman.
6. 1 Timotius 3: 2, suka memberi tumpangan
Suka memberi tumpangan merupakan kebajikan yang dijunjung tinggi
dalam kehidupan Kristen zaman itu. Sikap ini merupakan bentuk kasih yang nyata
dari kasih di tengah-tengah situasi masyarakat (solidaritas). Seorang penilik gereja
diharuskan menjadi teladan yang membuktikan kasih kepada orang lain baik itu
warga gereja yang berkeadaan maupun warga gereja yang biasa dan terpinggirkan.
Seorang pejabat gereja terpanggil untuk mendemonstrasikan simpati dan empati
yang murni terhadap orang-orang yang membutuhkan.
7. 1 Timotius 3:2, cakap mengajar orang
Menurut Roy B. Zuck bahwa, tanggung jawab mengajar dari seorang penilik
gereja mengharuskan agar dia berpegang pada perkataan yang benar yang sesuai
dengan ajaran yang sehat. Untuk menekankan kemampuan yang penting untuk
menangani Firman Allah, yang menjadi penuntun untuk semua khotbah, pengajaran
dan nasehat (Zuck, 2011:415) Seorang yang cakap mengajar artinya seorang yang
mempunyai pengetahuan mengajar, menasehati, memberi kesaksian tentang Injil
yang lebih dari warga gerejanya karena dia adalah salah satu sumber dari
pengajaran yang akan diterima oleh warga gerejanya (Yakob Tomatala). Cakap
mengajar orang berarti ia harus memiliki kompetensi profesionalitas sebagai pejabat
gereja.
8. 1 Timotius 3:3, bukan peminum
R. Budiman (surat-surat Pastoral 1 dan 2 Timotius dan Titus) mengatakan
bahwa pemabuk merupakan dosa yang merajelela di Asia kecil dan Yunani pada
saat itu, oleh karena itu rasul Paulus mengharapkan supaya pemimpin gereja bisa
menjadi teladan kehidupan yang baik bagi warga gereja dan orang lain, oleh karena

135
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

itu seorang penilik gereja adalah seorang yang bukan peminum, karena dapat
menjadi batu sandungan di dalam warga gereja.
Salah satu penyebab seseorang mabuk adalah alkohol. Alkohol yang dibuat
menjadi minuman keras mengandung gula, lipid dan asam amino yang sudah
mengalami proses fermentasi. Sehingga kalau diminum terus menerus dan melebihi
kebutuhan, maka berakibat pada semua sel tubuh. Karena itu minuman keras
langsung berdampak pada tubuh seseorang yakni ia merangsang perilaku dan
depresi (Tulus, 2010:69). Alkitab dengan tegas memperingatkan para pemimpin
Kristen tentang bahaya Alkohol (bnd. Ams. 31: 4-5). Semua perilaku kecanduan
yang mungkin menjauhkan seseorang dari penggilan kepemimpinan harus dihindari
(Zuck, 2011:414). Sampai saat ini sudah terbukti bahwa seseorang yang
dipengaruhi atau dikuasai oleh minuman keras maka ia akan berpotensi untuk
melakukan hal-hal buruk / tindak kejahatan.
9. 1 Timotius 3:3 bukan pemarah melainkan peramah
Seorang pemimpin gereja tidak boleh pemarah. Alkitab menyebut kemarahan
sebagai dosa ketika ia dengan cepat bangkit, sesuatu yang meragukan, melahirkan
kepahitan berpusat pada manusia atau ingin membalas dendam (Bdk. Yak. 1:20, Ef.
4:26-27; Kol. 3:8). Dalam pelayanan, orang bisa menguji kesabaran seorang
penatua (Zuck, 2011:413). Menurut R. Budiman seorang pemimpin gereja
diharapkan memiliki komunikasi yang baik dengan warga gereja. Menurut Yakob
Tomatala, salah satu karakter pemimpin Kristen adalah, memiliki keterampilan
dalam menahan emosi, di sinilah seorang pemimpin harus mengendalikan diri dalam
menghadapi setiap situasi yang ada (Yakob Tomatala). Seorang pemimpin tidak
boleh dikuasi oleh emosi / perasaannya, melainkan dialah yang harus menguasai
emosi / perasaannya.
10. 1 Timotius 3:3, pendamai
Seorang pemimpin umat Allah tidak boleh suka berkelahi, atau cepat terlibat
dalam percecokan. perdebatan yang terus-menerus menghalangi kedamaian yang
mencerminkan hikmat yang saleh (Zuck, 2011:415). Seorang pejabat gereja
idealnya telah berdamai dengan Allah, berdamai dengan sesama dan berdamai
dengan dirinya sendiri. Dengan demikian kehadirannya di tengah jemaat adalah

136
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

untuk membawa damai sejahtera. Salah satu tugas pejabat gereja yang paling
penting adalah tugas pendamaian, sama seperti kehadiran Yesus yang membawa
damai bagi umat manusia di dunia.
11. 1 Timotius 3:3, bukan hamba uang
Keserakahan atau diperhamba uang merupakan faktor yang tidak
memungkinkan seseorang menjadi pemimpin rohani. Dalam pelaksanaan pelayanan
rohaninya, seorang pemimpin tidak boleh dipengaruhi oleh keinginan untuk mencari
untung. Ia harus menerima tugas dengan sukarela, baik dibayar dengan gaji rendah
maupun dengan gaji tinggi (Sanders, 2017:37-38). 1 Tim 6. 10 menekankan bahwa
cinta uang adalah akar dari segala kejahatan. Cinta uang menunjuk pada
keserakahan, ambisius dan tindakan yang menghalalkan segala cara untuk
memperoleh keuntungan. Segalanya memang butuh uang, namun segala-galanya
bukan uang. Hal ini yang harus dipahami seorang pejabat gereja agar dapat menjadi
pelayan Tuhan yang berdampak positif bagi umat-Nya. Lihat, juga 1 Petrus 5:1-4
yang menekankan tentang sikap, tujuan, motivasi dan tindakan seorang pelayan
Tuhan dalam menggembalakan umat-Nya.
12. 1 Timotius 3:4-5, mampu memimpin, mendidik anggota keluarganya
Menurut Roy B. Zuck, seorang pemimpin dalam gereja adalah seorang
kepala keluarga yang baik. Kepemimpinan dalam keluarga khususnya yang
berkaitan dengan anak-anak, membantu menunjukkan apakah seorang pemimpin
sanggup memimpin anak-anak Allah dalam keluarganya (Zuck, 2011:413). Perilaku
Kristen: harus dijaga dengan baik, terutama hubungan keluarga (1 Tim. 6:1-2).
Seorang pejabat gereja harus menyadari bahwa kedudukan, peran dan fungsinya
sangat strategis sebagai pendidik bagi anak-anaknya (Ul. 6:4-9).
13. 1 Timotius 3:6-7, bukan orang yang baru saja menjadi Kristen
Kedewasaan rohani sangat diperlukan untuk kepemimpinan yang baik.
seorang Kristen yang masih petobat baru hendaknya tidak diberi kedudukan yang
menuntut tanggung jawab besar untuk memimpin umat Allah. Alasan yang
dikemukakan Paulus, berkaitan dengan persyaratan itu, memang benar dan kuat,
yaitu “agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman iblis”. Seorang petobat
baru masih belum dewasa kerohaniannya. Padahal, kestabilan sangat penting bagi

137
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

pemimpin yang bijaksana. "Janganlah ia seorang yang baru bertobat," Ini


ditinggalkan di Titus. 1 Timotius ditulis ke Efesus, yang merupakan sebuah gereja
yang mapan, sementara Titus ditulis ke Kreta, yang merupakan sebuah pekerjaan
baru. "Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat," Kepemimpinan
harus dipandang sebagai orang yang jujur dan tulus oleh orang yang tidak percaya,
yang oleh gereja dicoba dibawa kepada iman dalam Kristus (1 Tim. 5:14; 6:1; Titus
2:5,6,10; 1 Kor 10:32; Kol 4:5; 1 Tes 4:12; Ezra Tari, 2017, h. 17). Idealnya pejabat
gereja adalah orang yang telah berakar, bertumbuh dan berbuah di dalam dan
melalui Tuhan Yesus Kristus, sehingga ia dapat menjadi pelayan Tuhan yang efektif,
efisien dan produktif bagi orang-orang yang dilayaninya.
14. 1 Timotius 3:6-7, mempunyai nama baik di tengah masyarakat
Ia juga harus memiliki nama baik di antara orang-orang yang ada di luar
gereja. Orang-orang yang berhubungan dengan orang Kristen dalam kehidupan
sehari-hari atau dalam kegiatan di luar gereja biasanya berkesempatan mengamati
keaslian kekristenan yang bersangkutan. Perilaku Kristen: harus dijaga dengan baik
dalam hubungan dengan jemaat (1 Tim. 5:1-6:2). Amsal 22:1-25 mengingatkan para
pejabat gereja bahwa nama baik (reputasi) lebih berharga daripada kekayaan besar,
dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas.

Discussion
Relevansinya dengan Kehidupan Pemimpin Kristen di Masa Kini
Hampir semua pemimpin Kristen mau dan berharap menjadi pemimpin
Kristen yang berkualitas. Namun, ada kalanya mereka mengalami kebingungan
karena ketidaktahuan tentang bagaimana cara menjadi pemimpin Kristen yang
berkualitas dan apa indikator pemimpin Kristen yang berkualitas. Cara yang
ditempuh oleh pemimpin Kristen adalah dengan mencari dan menemukan seorang
figur apakah dari tokoh sekuler atau Alkitab, mencari dan menggali mengenai
pemimpin dan kepemimpinan melalui buku sekuler atau buku Kristen, dan lain-lain.
Pada dasarnya, hal itu ada benarnya. Namun, satu hal yang tidak boleh dilupakan
oleh pemimpin Kristen adalah dengan menggali kualitas pemimpin yang
berdasarkan Alkitab, sebagai hal utama dan pertama dalam kehidupan Kristen,

138
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

khususnya ajaran 1 Timotius 3:1-7. Diharapkan bahwa pandangan 1 Timotius 3:1-7


menjadi pola, model, patokan dalam dimensi kualitas spritualitas, kepribadian,
kognitif, sosial, dan profesional.
Ezra Tari, et.al, mengemukakan bahwa instruksi Paulus untuk pekerjaan
yang diinginkan, harus dilihat sebagai panggilan tanpa pamrih dan pengorbanan
untuk melayani orang lain. Selain itu, pemimpin sepatutnya disiplin dalam karakter,
mempertahankan tinggi standar moral. Kepemimpinan ini diidentifikasi dengan
komitmen untuk mengendalikan diri dan penguasaan nafsu; dan mempraktekkan
pengendalian diri terkait dengan uang, anggur, atau amarah yang keras. Pemimpin
Kristen juga harus memiliki rekam jejak yang terbukti baik di rumah maupun di arena
publik. Tentu saja ada kebutuhan untuk menguji pernyataan ini untuk menentukan
kebenaran empiris mereka. Jangan sampai jatuh ke dalam jurang kaum realis yang
percaya bahwa sifat manusia adalah egois dan orang akan berperilaku sesuai
dengan pencarian kepentingan diri yang rasional (Tari, 2017:17). Tari et.al
memandang bahwa seorang pejabat gereja harus memenuhi kualifikasi tertentu
agar dapat disebut sebagai pelayan Tuhan yang berhasil. Menjadi pejabat gereja,
harus siap mempersembahkan seluruh hidupnya bagi Tuhan (Rm.12:1-2). Menjadi
pejabat gereja bukanlah pekerjaan mudah, namun membutuhkan perjuangan.
Perjuangan untuk senantiasa melakukan apa yang baik, yang berkenan kepada
Tuhan dan yang sempurna (Sine dan Nainggolan, 2021: 104-117).
Bagi beberapa orang kualitas yang ditawarkan oleh Alkitab, khususnya 1
Timotius 3:1-7 terlalu sulit/tinggi untuk dipenuhi. Namun, jika mengacu pada
banyaknya kualitas yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin sekuler.
Berlebihankah jika gereja menetapkan standar mutu bagi para pemimpin gereja
masa kini?. Dunia banyak mencari pemimpin yang ideal dengan berbagai kriteria,
contohnya dalam mencari pemimpin untuk Indonesia, apakah pemerintah pusat atau
pemerintah daerah, yang lebih banyak dicari adalah pribadi yang mempunyai
elektabilitas, kredebilitas dan kompetensi yang jauh lebih baik dari orang-orang di
sekitarnya. Sekalipun memang dalam praktiknya terdapat penyelewengan dalam
usaha menduduki sebuah jabatan tertentu. Dalam sepanjang sejarah, kualitas
pemimpin merupakan faktor penentu dalam keberhasilan suatu organisasi, baik

139
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

dalam dunia bisnis, pendidikan, pemerintahan, politik, kesehatan, dan agama,


khususnya agama Kristen. Organisasi apa pun di dunia ini pasti pernah mengalami
kegagalan. Salah satu penyebabnya adalah faktor pemimpin yang kurang memadai
(Jermia, 2009:16).
Osonander, seorang non Kristen, sebagaimana dikutip William Barclay,
memberikan gambaran tentang pemimpin ideal, “Dengan kebijaksanaannya, ia
harus dapat mengendalikan diri, sadar, hemat, tekun bekerja, cerdas, tidak
mencintai uang, tidak muda dan tidak pula tua. Jika memungkinkan, ia adalah
seorang ayah dari satu keluarga, cakap berbicara, dan memiliki nama baik. Jika
diperhatikan nampak jelas kemiripannya dengan apa yang dikemukakan dalam 1
Timotius 3:1-7. Memang ini adalah sebuah keharusan bagi pemimpin Kristen jika
hendak memberikan pengaruh yang lebih besar dan positif bagi orang-orang yang
dipimpinnya.
Itu sebabnya, kualitas dari seorang pemimpin Kristen perlu diperhatikan
dalam sebuah gereja karena pemimpin Kristen adalah seorang teladan yang baik
bagi jemaatnya, jika pemimpin Kristen tidak berkualitas, maka dengan demikian bisa
dikatakan bahwa kualitas anggota jemaatnya tidak jauh berbeda dengan
pemimpinnya. Seorang anak itu adalah seorang pelajar atau pembelajar cepat. Ia
sangat cepat dalam menangkap contoh, model, pola, atau teladan. Sebenarnya
setiap anak memang mudah menyerap contoh dan cepat belajar dari contoh. Ia
belajar dengan menggunakan pancainderanya, apa yang dia lihat, apa yang dia
dengar, apa yang dikecap. Bahkan sebenarnya hidup manusia adalah proses
panjang tentang ditiru dan meniru.Kecenderungan meniru teladan banyak berkurang
pada usia dewasa. Tetapi itu bukan berarti bahwa orang dewasa tidak menyerap
teladan. Teladan memang mempunyai daya yang kuat baik bagi anak kecil maupun
orang dewasa. Teladan memang mudah menular. Apapun yang kita perbuat bisa
jadi diamati dan ditiru oleh orang lain. Kalau kita tahu begitu, kita akan berhati-hati
supaya yang kita tularkan itu bukan teladan yang buruk (Ismail: 2014). Hal ini
menunjukkan bahwa sebagai pribadi yang otoritatif bagi orang yang dipimpinnya
haruslah ia memperhatikan segala tindak tanduk hidupnya agar berkenan di

140
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

hadapan Tuhan, menjadi saluran berkat bagi sesama dan menjadi sukacita bagi
dirinya sendiri.
Agar pemimpin Kristen dapat menjadi teladan, maka perlu memusatkan hati
dan pikiran kita pada Tuhan Yesus. Di dalam kitab Injil, Yesus meninggalkan teladan
sebuah gaya hidup yang luhur. Selama tiga puluh tiga setengah tahun Ia hidup
bukan untuk kepentingan-Nya sendiri, melainkan untuk kepentingan orang banyak.
Yesus berkata, “Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu
juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh. 13:15). Kualitas
pemimpin Kristen sangat menentukan kualitas orang yang dipimpinnya. Seorang
penilik jemaat bukan tugas yang mudah menurut Rasul Paulus, karena bagi dia
seorang penilik jemaat merupakan suatu pekerjaan indah dan mulai di hadapan
Allah, sekalipun tidak “di hadapan manusia” (dalam konteks tertentu). Hal ini
senada dengan konsep Macarthur, bahwa kepemimpinan itu berkaitan dengan
pengaruh, pemimpin yang ideal adalah seseorang yang memiliki hidup dan karakter
yang dapat mendorong orang lain untuk meneladaninya (MacArthur, 2011: ix).
Penegasan serupa disampaikan oleh Jeff Hammond,: “Seorang pemimpin
(dalam hal ini pejabat gereja) wajib mempengaruhi sikap dan tindakan orang yang
dipimpinnya, seorang pemimpin adalah seorang yang orang lain mau ikuti”. Kalau
pemimpin tidak memiliki kemampuan / kompetensi untuk memberikan dorongan /
motivasi kepada yang lain untuk mengikut dia, maka sejatinya pemimpin tersebut
adalah pemimpin yang tidak berhasil. Pemimpin harus mampu mengarahkan orang
lain mengikut dia tanpa ada unsur paksaan, baik itu melalui iming-iming hadiah,
maupun ancaman namun karena wibawa / otoritas dan cara hidup yang benar dan
layak diteladani dari pemimpin tersebut. Jadi, jelas kepemimpinan adalah karakter,
bukan karena penampilan atau gaya atau teknik (F. Tambunan, 2018:87-88).
Pemimpin Kristen adalah seorang pribadi yang mempunyai tujuan yang jelas (yaitu
tujuan dari Allah) dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang-
orang lain sehingga mereka rela memikul tanggung jawab dan melaksanakan tugas-
tugas demi mencapai tujuan bersama (Lay:2001).Teladan yang harus
didemontrasikan pemimpin Kristen masa kini dalam kepemimpinannya adalah
teladan dalam hal relasinya dengan Tuhan, konsepnya tentang diri sendiri, relasinya

141
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

dengan keluarga, relasinya dengan sesama; yang secara singkat dapat diringkaskan
dalam 5 (lima) K, yaitu kualitas spiritual / kerohanian, kualitas kepribadian, kualitas
kognitif, kualitas sosial, dan kualitas profesional.
Menurut Yakob Tomatala ada beberapa karakter yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin Kristen yaitu: Pertama, memiliki kerendahan hati, di sinilah
seorang pemimpin perlu berhikmat dalam mempengaruhi warga gereja untuk tidak
membedakan antara warga gereja miskin dan warga gereja bodoh maupun warga
gereja yang rendah kedudukannya. Kedua, memiliki kelemahlembutan, di sinilah
seorang pemimpin Kristen perlu meneladani sikap kelemahlembutan Tuhan Yesus
dalam melayani murid-murid, sekalipun dia dikhianati dan disangkali oleh murid-Nya
sendiri. Ketiga, memiliki keterampilan dalam menahan emosi, di sinilah seorang
pemimpin harus mengendalikan diri dalam menghadapi setiap situasi yang ada.
Keempat, seorang yang sopan (1 Kor. 14), seorang pemimpin adalah seorang yang
mengerti bagaimana cara bergaul dengan baik, karena dia merupakan sorotan dari
warga gerejanya. Kelima, seorang yang suka memberi tumpangan, yaitu seorang
yang suka membantu dan suka akan hal-hal yang baik. Keenam, seorang yang
cakap mengajar artinya seorang yang mempunyai pengetahuan mengajar,
menasehati, memberi kesaksian tentang Injil yang lebih dari warga gerejanya karena
dia adalah salah satu sumber dari pengajaran yang akan diterima oleh warga
gerejanya. Ketujuh, seorang yang bukan pemarah melainkan peramah artinya
seorang yang memiliki kepribadian yang baik di tengah warga gerejanya seorang
yang suka akan kedamaian.
Adapun kualifikasi panggilan sebagai pemimpin Kristen, pertama seorang
pemimpin Kristen sebagai seorang yang telah ditebus Allah, memiliki keyakinan
bahwa ia dipilih Allah, dan secara langsung bertanggung jawab atas umat Allah
dalam suatu kelompok (Kej. 12; Kel. 2-7; 18; Rom. 12:8, dsb). Kedua, dasar
teologis-filosofis yang harus dipahami dan harus ada pada seorang pemimpin
Kristen adalah: pemimpin Kristen harus memahami bahwa ia terpanggil sebagai
pelayan / hamba (Mrk. 10:42-45) artinya bukan mengutamakan posisi dan jabatan
melainkan tugas sebagai pelayan / hamba, pemimpin Kristen memiliki motif dasar
“membina hubungan” (Mrk. 3:13-19; Mat. 10:1-4; Luk. 6:12-16) dan “mengutamakan

142
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

pengabdian” (Luk. 17:7-10) menekankan bahwa “kerja” adalah fokus, prioritas,


sikap, serta tekanan utama. Ketiga, pemimpin Kristen harus memahami proses
kepemimpinan (Tomatala, 1996:45-47). Ketika di sana terdapat pemimpin yang
berkualitas, maka sesuatu yang penting akan terjadi.
Selain itu, menurut Yusuf dan Nainggolan (2021:1-13) salah satu kualitas
yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah kualitas manajerial. Para pemimpin
gereja hendaknya memahami pentingnya fungsi pengorganisasian yang
dilakukan dengan serius dalam manajemen gereja. Banyak ditemukan di
lapangan bahwa tidak sedikit dari para pemimpin gereja tidak mengerti dan
memahami sepenuhnya detil-detil dari fungsi pengorganisasian hingga
akhirnya berdampak pada kinerja orang-orang yang mereka pimpin. Selanjutnya,
ketika sudah memahami detil-detil dari fungsi pengorganisasian maka penulis
mendorong setiap pemimpin gereja untuk melakukan fungsi ini secara maksimal
dan berkelanjutan. Sebab kinerja orang-orang yang dipimpin atau kinerja staf
gereja ditentukan dari sejauh mana para pemimpin gereja memberdayakan
staf gereja menuju suatu kesatuan mengerjakan visi dan misi gereja, dan juga
harus memperhatikan proses di dalamnya.
Keindahan dan kemuliaan status, peran, tugas dan tanggung jawab seorang
episkopos membawa implikasi bahwa yang dapat menduduki posisi tersebut adalah;
Tabel 1. Pemimpin Kristen yang Berkualitas
(1) (2) (3) (4) (5)
Kualitas Kualitas Kualitas Kualitas Kualitas
Spritualitas Kepribadian Kognitif Sosial Profesional
(Etika /
moral)
Tidak petobat Sopan Bijaksana Tak bercacat Cakap
baru cela mengajar
orang
Tidak Dapat Cakap Memiliki Memiliki nama
bercacat / menahan diri mengajar nama baik baik
saleh orang
Suami dari Peramah
satu isteri
Tidak Pendamai
pemarah
Tidak Seorang
bercacat / kepala
saleh keluarga

143
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

yang baik,
disegani dan
dihormati
Suka memberi
tumpangan
Tidak serakah
/ hamba uang
Seorang
kepala
keluarga yang
baik, disegani
dan dihormati
Bukan
peminum

Bagaimana relevansi identitas pemimpin Kristen di atas bagi Generasi


digital? Sebagai generasi yang hidup di era globalisasi dan yang sangat melek
teknologi, tentulah tidak sulit bagi mereka untuk memperoleh pengetahuan dan
menilai kebenaran. Ini bisa dipandang sebagai peluang, namun juga sebagai
tantangan. Sebagai peluang maka kondisi ini dapat memperkaya, mempertajam dan
memperlengkapi generasi digital, namun di sisi lain sebagai tantangan dapat
mengikis nilai-nilai spritualitas dan moral jika tidak ada pembinaan yang memadai.
Generasi digital memerlukan pemimpin yang menjadi teladan, bukan dengan
kepemimpinan yang diktator. Tidak ada cara lain agar dapat menjadi pemimpin
Kristen yang berkualitas selain mengandalkan Tuhan dan seraya mengupayakan
yang terbaik melalui karya, karsa dan cipta.
Sebagai perbandingan, penulis mengajak para pemimpin Kristen di masa kini
untuk melihat kualitas yang terpatri dalam diri Epafras sebagai pemimpin Kristen
(Kol. 1:7, Kol. 4:12, dan Fil. 1:23), antara lain;
Pertama, seseorang yang sangat dikasihi (Agapetou) oleh rekan
sepelayanannya, khususnya mentornya. Artinya, ia adalah seorang yang bisa
bekerja sama dalam sebuah tim. Ia bisa menjadi pimpinan dan bawahan yang baik.
Ini adalah pengakuan dari Paulus. Kedua, seseorang yang setia (pistos-seseorang
yang bisa dipercaya). Komitmennya dalam pelayanan tidak pernah berubah
walaupun banyak hambatan / tekanan. Berdasarkan pengakuan Paulus ia telah
menjadi model yang diteladani oleh jemaat. Ketiga, ia mempunyai kepribadian

144
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

sangat rendah hati. Kerendahan hati Epafras nampak ketika dia mengalami
kesulitan dalam merawat jemaat Kolose, dia meminta tolong/meminta
nasihat/berkonsultasi kepada Paulus. Ia merasa perlu untuk menerima nasihat dari
seseorang yang lebih berpengalaman. Keempat, ia seorang yang rela berkorban
bagi kemajuan Injil. Kerelaannya dalam berkorban nampak ketika dia menjumpai
Paulus di Penjara (menempuh perjalanan jauh ke Roma), dan rela di penjara demi
kemajuan Injil (Flm. 1:23). Kelima, Hamba Tuhan yang memiliki kepedulian atas
kerohanian yang dilayaninya. Dalam Kolose 4:12 dikatakan bahwa ia selalu
bergumul dalam doanya. "Bergumul" (Yun. agonizo) menunjukkan keinginan yang
kuat, berjuang atau berusaha keras dalam doa.
Sejatinya Pemimpin Kristen / pejabat gereja harus menjadikan Yesus
sebagai teladan dalam kepemimpinannya. Yesus adalah pemimpin yang sempurna
secara insani dan ilahi. Berdasarkan penelitian Weol dan Nainggolan (2020:38-55)
terhadap teks Injil Yohanes pasal 20-21 ditemukan bahwa: Pertama,
kepemimpinan Tuhan Yesus adalah memulihkan (recovery). Kedua,
kepemimpinan Tuhan Yesus adalah memperdamaikan (rekonsiliasi). Ketiga,
kepemimpinan Tuhan Yesus adalah mengkonsolidasi. Keempat, kepemimpinan
Tuhan Yesus adalah mendelegasikan tugas. Gaya kepemimpinan Tuhan Yesus
dalam Alkitab merupakan acuan kepemimpinan Kristen di segala abad dan tempat.
Diyakini bahwa jika Yesus dan firman-Nya dijadikan sebagai pedoman
kepemimpinan para pejabat gereja secara teoritis dan pragmatis, maka mereka
akan mendemonstrasikan gaya kepemimpinan yang berkualitas, tentunya dapat
memenuhi kualifikasi seorang pemimpin yang mempuni.

CONCLUSION
Kualitas pemimpin Kristen yang dipaparkan dalam 1 Timotius 3:1-7 adalah
standar mutu yang masih relevan dan kontekstual untuk diterapkan oleh pemimpin
Kristen di masa kini dan mendatang. Pejabat gerejawi yang adalah pemimpin
Kristen merupakan pekerjaan indah dan mulia, maka ia haruslah memiliki 5 (lima) K,
kualitas spritualitas, kepribadian, kognitif, sosial dan profesionalisme agar mampu
memimpin orang yang dipimpinnya ke dalam kedewasaan secara holistik,

145
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

khususnya dalam kedewasaan spritualitas. Seorang pemimpin Kristen, sejatinya


tidak hanya berbagi ilmu, pemahaman, keterampilan, pengalaman dan karya semata
bagi orang yang dipimpinnya, namun harus mampu menjadikan diri sebagai model
untuk diteladani dalam pelbagai dimensi hidup. Pemimpin adalah unsur / komponen
penting dalam sebuah organisasi. Itu sebabnya, sangat penting dan mendesak
untuk lebih selektif dalam menetapkan pemimpin Kristen dengan mengacu pada
kualitas yang ideal.

CONFLICT OF INTEREST
Penulis menyatakan bahwa dalam penerbitan artikel ini pada Jurnal
Magenang tidak memiliki konflik kepentingan antara penulis dengan pengelola
jurnal. Semua proses, mulai dari submit, review, copyediting dan publikasi
dilaksanakan bersesuaian dengan kaidah yang berlaku. Baik pengelola jurnal
Magenang dan peneliti / penulis artikel tetap menjaga kejujuran akademis.

ACKNOWLEDGEMENT
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pengelola perpustakaan IAKN
Manado dan pengurus perpustakaan Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP) Nias
yang telah memfasilitasi penulis untuk memperoleh sumber primer dan sekunder
dalam penelitian dan penulisan artikel ini. Penulis juga berterima kasih kepada rekan
kerja yang tidak dapat disebutkan satu persatu sebagai pribadi yang memperkaya,
memperlengkapi dan mempertajam pikiran penulis sehingga karya ilmiah ini dapat
diselesaikan dengan baik.

REFERENCES
Airhart, E, A. (1969). Beacon Bible Commentary, Vol. IX. USA, Beacon Hill Press.
Lay, A,(2001). Kepemimpinan yang Efektif dalam Pelayanan. Bandungan: Yayasan
PESAT. Makalah Persekutuan dan Pelatihan Pelayanan PESAT
Bangun, Y, (2010). Integritas Pemimpin Pastoral. Yogyakarta: Yayasan Andi.
Brown, W. R. F. Kamus Alkitab. Jakarta: Gunung Mulia.
Budiman, R. (2011). Surat-Surat Pastoral 1 & 2 Timotius dan Titus. Jakarta: BPK

146
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

Gunung Mulia.
Darmawan, I, P,A, & Asriningsari, . (2018). Buku Ajar Penulisan Karya Ilmiah,
Ungaran. SekolahTinggi Teologi Simpson.
Djadi, J. (2009). Kepemimpinan Kristen Yang Efektif‟,Jurnal Jaffray: vol. 7, no. 1, h.
16-30.
Drane, J. (2005). Introducing the New Testament,Memahami Perjanjian Baru:
Pengantar Historis-Teologis, Jakarta: Gunung Mulia.
Gangel, , K. (2001). Membina Pemimpin Pendidikan Kristen. Malang: Gandum Mas.
Hakh, S, B. (2010). Perjanjian Baru. Bandung: Bina Media Informasi.
Hammond, J. (2003). Leader Kepemimpinan Yang Sukses. Jakarta: Metanoia.
Sine, H., & Nainggolan, A. M. . (2021). Menelaah Kehendak Allah Bagi Orang
Percaya Berdasarkan Roma 12:2. Tumou Tou , 8(2), 104-117.
https://doi.org/10.51667/tt.v8i2.501.
Yusuf Slamet Handoko, & Alon Mandimpu Nainggolan. (2021). Peran Fungsi
Pengorganisasian dalam Peningkatan Kinerja Staf Gereja di GPDI Mahanaim
Tegal (Sebuah Kajian Teologis). DA‟AT : Jurnal Teologi Kristen, 2(2), 1-13.
Retrieved from https://ejournal-iakn-
manado.ac.id/index.php/daat/article/view/519.
Harrison, F, E. (1988). Baker‟s Dictionary of Theology. Michigan: Baker Book House.
Lembaga Alkitab Indonesia. (2010). Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan.
Malang: Gandum Mas.
MacArthur, J. (2011). Kitab Kepemimpinan. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Nainggolan, Alon Mandimpu, Labobar Feni Yuni (2021). Menggagas
Penggunaan Benih dalam Perayaan Paskah: Analisis Biblikal
Yohanes 12:20-26. Epigraphe: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani.
Vol. 5 No. 1.
http://www.stttorsina.ac.id/jurnal/index.php/epigraphe/article/view/239.
http://dx.doi.org/10.33991/epigraphe.v5i1.239.
Weol, Wolter, Nainggolan, Alon M., Perilaku Kepemimpinan Tuhan Yesus

147
Alon Mandimpu Nainggolan, Elisabet Hia, 2 (2), 128-148

Pasca Kebangkitan Berdasarkan Injil Yohanes Pasal 20-21. http://ejournal-


iakn-manado.ac.id/index.php/daat/article/view/85. Jurnal Da‟at, Volume
1,Nomor 1, Januari 2020, 38-55.
Ronda, D. (2019). „Kepemimpinan Kristen Di Era Disrupsi
Teknologi‟,Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat,
vol.3, no. 1, hh. 1-8.
Sanders, O, O. (2017). Kepemimpinan Rohani. Bandung: Kalam Hidup.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.
Tambunan, F. (2018). „Karakter Kepemimpinan Kristen Sebagai Jawaban
Terhadap Krisis Kepemimpinan Masa Kini‟. Iluminate, Jurnal Teologi
dan Pendidikan Kristiani,vol.1, no. 1, h. 81-104 .
Tari, E, Mosooli, A, E, dan Tulaka, E, E. 2019. „Kepemimpinan Kristen
Berdasarkan 1 Timotius 3:1-7‟. Jurnal Teruna Bhakti, vol.2, no. 1, hh.
16-21.
Tenney, C, M. (2013). Survey Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas.
Tomatala, Y. (1993). Penatalayanan Gereja Yang Efektif Di Dunia Modern, Malang:
Gandum Mas.
________, (1997).Kepemimpinan yang Dimanis, Malang: Gandum Mas.
________, (2006). Diktat Sifat-sifat/ Karakter Kepemimpinan Kristen, Jakarta: IFTK
Jaffray.
Tu‟u, T, (2010). Pemimpin yang Berhasil. Bandung: Bina Media Informasi.
Zuck & Roy B, A. (2011). Biblical Theology OF The Testament. Malang: Gandum
Mas.

148

Anda mungkin juga menyukai