Anda di halaman 1dari 76

PERENCANAAN SISTEM PENYALIRAN TAMBANG

DI BUKIT TLF TAMBANG TENGAH


PT. ANEKA TAMBANG TBK, UNIT BISNIS PERTAMBANGAN NIKEL
SULAWESI TENGGARA

TUGAS AKHIR

PAULUS BORO

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2011
PERENCANAAN SISTEM PENYALIRAN TAMBANG
DI BUKIT TLF TAMBANG TENGAH
PT. ANEKA TAMBANG TBK, UNIT BISNIS PERTAMBANGAN NIKEL
SULAWESI TENGGARA

PAULUS BORO

Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Ahli Madya Teknik dari Universitas Negeri Papua

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PAPUA
MANOKWARI
2011
ABSTRAK
Paulus Boro. Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang Di Bukit TLF
Tambang Tengah PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi Tenggara.

PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi Tenggara merupakan salah satu
perusahaan milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang pertambangan, yang
dalam kegiatannya melakukan panambangan nikel di Kecamatan Pomalaa,
Kabupaten Kolaka, Propinsi Sulawesi Tenggara.
Sistem penambangan yang diterapkan PT. Aneka Tambang adalah sistem
tambang terbuka dengan metode open cut dengan cara selective mining. Dengan cara
selective mining ini maka akan mengakibatkan lokasi kerja yang tidak teratur dan
bentuk topografi yang bergelombang. Sehingga pada saat hujan sangat berpotensi
menjadi tempat berkumpulnya air. Jika terjadi genangan air yang membanjiri front
penambangan maka akan berakibat gangguan pada kegiatan penambangan.
Untuk mengatasi dan mengurangi air limpasan, maka perlu adanya sistem
penyaliran pada lokasi penambangan dengan cara membuat saluran terbuka berbentuk
trapesium dan pembuatan dump sebagai kolam pengendapannya dengan penentuan
daerah tangkapan hujan dan luasannya.
Dari hasil perhitungan diperoleh luasan Cacthment Area A yaitu: 9.629,019 m2
dengan debit air 305,172 m3/jam. Dimensi saluran yaitu lebar atas 0,694m, lebar
bawah 0,42 m, kedalaman 1,14 m dengan panjang saluran 114,741 m, sedangkan
dimensi dump berbentuk setengah bola dengan jari-jari 7 m. Cacthment Area B
dengan luasan 4.525,1742 m2 dengan debit air 143,424 m3/jam. Dimensi saluran yaitu
lebar atas 0,95 m, lebar bawah 0,35 m, kedalaman 1,3 m dengan panjang saluran
83,456 m, sedangkan dimensi dump dengan jari-jari 5 m.

Kata Kunci : Selective Mining, Air limpasan, Cacthment Area, Dimensi Saluran,
Dimensi Dump
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang di Bukit TLF


Tambang Tengah PT. Aneka Tambang Tbk, Unit Bisnis
Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara
Nama : Paulus Boro
Nim : 200840040
Jurusan : Teknik
Program Studi : D3 Teknik Pertambangan

Disetujui,

Pembimbing I

Hendri Prananta P, ST.MT

Diketahui,

Ketua Jurusan Dekan Fakultas MIPA

Adhelhard Reihara, ST.MCSE Ir. Benidiktus Tanujaya, M.Si

Tanggal Lulus : 26 Juli 2011


RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Paulus Boro beragama Kristen Protestan dilahirkan pada


tanggal 02 September 1989 di Biak, sebagai putra ke empat dari empat bersaudara
dari ayah bernama Yohanis Lolo dan ibu Dina Salamba.
Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas
(SMA) Negeri 1 Biak dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008 terdaftar sebagai
Mahasiswa Program Studi D3 Teknik Pertambangan, Jurusan Teknik, Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Papua Manokwari.
Penulis juga mendapatkan beasiswa PPA dari Universitas selama tiga tahun, Penulis
terdaftar sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan UNIPA.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis penjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha Kuasa Karena
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan, judul yang
dipilih dalam penelitian yang di laksanakan sejak bulan Januari 2011 ini ialah
Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang di Bukit TLF Tambang Tengah PT. Aneka
Tambang Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara.
Penyusunan tugas akhir ini dimaksudkan agar dapat memenuhi persyaratan
untuk memperoleh gelar Ahli Madya Teknik Universitas Negeri Papua.
Dengan selesainya Tugas akhir ini, Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Indra Birawaputra,ST sebagai pembimbing I dan bapak Hendri
Prananta P.ST.MT, sebagai pembimbing II, dan dosen program studi teknik
pertambangan. Disamping itu juga penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Budi Purwana, ST selaku Manager Tambang PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN
Sulawesi Tenggara, Bapak Rory Basriyan Putra, ST selaku pembimbing teknis
dilapangan, Bapak Yunus Dingin selaku Kepala Garasi Wilayah Tambang Utara Dan
Tambang Tengah PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sultra. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Ibu, serta seluruh keluarga, sahabat atas segala doa
dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan ,maka
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga Tugas
Akhir ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik
pertambangan.

Manokwari, Juli 2011

Paulus Boro
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ……………………………………………………….... i
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………..…. ii
DAFTAR TABEL ……………………………………………..…….. iii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………... iv
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN.………………………….. v
I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………... 1
1.2 Tujuan Penelitian ………………………….…………………... 2
1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah ………………………… 2
1.4 Metode Penelitian ……………………………………………... 3
1.5 Sistematika Penulisan …………………………………………. 5
II TINJAUAN UMUM…...……………….…………………………. 6
2.1 Sejarah Singkat PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sultra.…….. 6
2.2 Lokasi Kesampaian Daerah……………………………………. 8
2.3 Topografi………………………………………………………. 9
2.4 Morfologi………………………………………………………. 10
2.5 Keadaan Vegetasi………………………………….................... 10
2.6 Keadaan Geologi Daerah Penelitian………………………….... 12
III TINJAUAN PUSTAKA……….……………………………….. .... 16
3.1 Sistem Penyaliran Tambang ……………………………........... 16
3.2 Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang…...……………..…... 21
IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………... 32
4.1 Hasil…….. ………………………………………….…............. 32
4.2 Pembahasan…………….………………………..……………... 46
V PENUTUP………..……………………………..…………………... 50
5.1 Kesimpulan……………………………..………………………. 50
5.2 Saran………………………………...…………………………... 51
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………. 52
LAMPIRAN………………………………………………………….... 53

i
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1 Diagram Alir Penelitian…………………………………………...…. 5
2.1 Peta Kesampaian Daerah Lokasi Penelitian…………………………. 8
2.2 Peta Daerah Pertambangan PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN
Sulawesi Tenggara.............................................................................. 9
2.3 Keadaan Morfologi Daerah Penambangan………………………….. 10
2.4 Gambaran umum vegetasi daerah penambangan................................. 11
2.5 Peta Geologi daerah Pomalaa………………………………………... 13
3.1 Sistem adit………………………………………………………………... 17
3.2 Penyaliran dengan cara sumuran ( sump )………………………….. 17
3.3 Metode Siemens……………………………………………………... 18
3.4 Metode Deep well pump……………………………………………. 19
3.5 Metode electro osmosis……………………………………………… 19
3.6 Metode Small Pipe With Vacuum Pump……………………………. 20
3.7 Penampang Segitiga............................................................................ 28
3.8 Penampang Segi Empat........................................................................ 29
3.9 Penampang Trapesium.......................................................................... 30
4.1 Dimensi Saluran Trapesium………………………………………….. 37
4.2 Peta DTH dan Perencanaan Sistem Penyaliran Bukit TLF..………… 45
4.3 Dimensi Saluran dan Ukurannya……………………………………. 47
4.4 Dimensi Dump...................................................................................... 48

ii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Data Curah Hujan Rata-rata Pertahun ……………………………….. 14
3.1 Beberapa Harga Koefisien Limpasan....................………………… 22
3.2 Beberapa Harga n……………………………….…………………. 23
4.1 Panjang Aliran Darat……………………………………………….. 32
4.2 Standar Deviasi…………………………………………………….. 33
4.3 Koreksi Variansi……………………………………………………. 34
4.4 Koreksi Variansi rata-rata ( Yn), dan Koreksi Deviasi ( Sn )……… 35
4.5 Perbandingan dasar saluran dengan kedalaman air menurut
Manning…………………………………………………………… 38
4.6 Luas Daerah Tangkapan Hujan dan Debit Air ……………………. 46

iii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Data Curah Hujan Tahunan…………………………………………… 53
2 Data Curah Hujan Maksimum Bulanan dan Data Hari Hujan ………. 63
3 Dokumentasi lapangan………………………………………………… 64

iv
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

Singkatan / Simbol Pemakaian pertama


Singkatan Nama Satuan kali pada halaman
PT Perseroan Terbatas 1
Tbk Terbuka 1
UBPN Unit Bisnis Pertambangan Nikel 1
Sultra Sulawesi Tenggara 1
Fe-Ni Feronikel 7
Antam Aneka Tambang 7
LS Lintang Selatan 8
BT Bujur Timur 8
KP Kuasa Pertambangan 9
Dpl Diatas permukaan laut 9
Ni Nikel 15
Co Kobalt 15
Mn Mangan 15
Ca Kalsium 15
Mg Magnesium 15
Fe Besi 15
DTH Daerah tangkapan hujan 37
Simbol
Q Debit Air m3/jam 22
I Intensitas curah hujan mm/jam 22
Tc Waktu terkumpul air jam 24
V Volume m3 43

v
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam penambangan adalah masalah
penanganan air, atau lebih umum disebut dengan istilah penirisan tambang. Dengan
adanya perbedaan antara tambang terbuka dan tambang bawah tanah, maka cara
penirisan tambangnya juga berbeda. Sebagai contoh pada tambang terbuka yang
membedakannya dengan tambang bawah tanah adalah pengaruh iklim, pada kegiatan
penambangan. Elemen-elemen iklim seperti hujan, panas/temperatur, dan lain-lain
dapat mempengaruhi kondisi tempat kerja, unjuk kerja alat, dan kondisi kerja, yang
selanjutnya dapat mempengaruhi produktivitas alat penambangan. Demikian juga
dengan tambang bawah tanah, masalah air tanah akan lebih dominan dibandingkan
dengan air permukaan.

Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan menjadi
dua yaitu:
Mine Drainage yang merupakan upaya untuk mencegah masuk mengalirnya air
ketempat pengaliran. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah
dan air yang berasal dari sumber air permukaan ( sungai, danau, dan lain-lain ).
Mine Dewatering yang merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah
masuk ke dalam penggalian terutama untuk penanganan air hujan.
( Rudy Sayoga Gautama,1995 )

Pada PT.Aneka Tambang Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Nikel ( UBPN )


Sultra yang dalam proses penambangannya menerapkan sistem tambang terbuka
dengan metode open cut dengan cara selective mining. Dengan cara selective mining
ini maka akan mengakibatkan lokasi kerja yang tidak teratur dan bentuk topografi
yang bergelombang. Curah hujan pada suatu tambang terbuka akan berakibat menjadi
daerah tangkapan hujan yang sangat berpotensi mengalirkan air ke area tambang
sehingga pada saat hujan akan sangat berpotensi menjadi tempat berkumpulnya air.

Jika terjadi genangan air yang membanjiri front penambangan maka akan
berakibat pada kegiatan penambangan seperti terhambatnya pekerjaan yang secara
otomatis juga menghambat produksi dan juga berakibat pada kondisi alat mekanis
atau terjadi kerusakan.

1.2 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menghitung curah hujan yang terjadi dilokasi penelitian
2. Merencanakan suatu sistem penyaliran tambang dan mendesain saluran drainage,
dan dump

1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah


Lokasi penambangan PT. Aneka Tambang Tbk, Sultra di Bukit TLF yang tidak
teratur mengakibatkan terjadinya genangan air pada daerah penambangan pada saat
hujan yang dapat menghambat kegiatan penambangan. Sehingga perlu adanya suatu
sistem penyaliran tambang yang dapat mengatasi masalah air yang masuk pada
lokasi penambangan tersebut.
Penelitian ini hanya dibatasi pada perencanaan sistem penyaliran tambang
seperti:
1. Menghitung curah hujan meliputi: perhitungan intensitas curah hujan, dan debit
air limpasan
2. Desain saluran drainage
3. Desain Dump

2
1.4 Metode penelitian
Dalam penyusunan tugas akhir ini, metode penelitian yang digunakan adalah
metode penelitian deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang
bertujuan untuk memberikan gambaran dengan teliti ciri-ciri sesuatu.

1.4.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan mulai tanggal 11 Januari sampai
dengan tanggal 11 Februari 2011 di PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi
Tenggara, yang berlokasi di kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka Provinsi
Sulawesi Tenggara.

1.4.2 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang kami lakukan meliputi :
1. Observasi/orientasi lapangan, melakukan pengamatan langsung dilapangan dan
pengambilan data meliputi data curah hujan, dan peta topografi lokasi penelitian.

2. Inteview adalah suatu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan


yang berkisar tentang objek yang diamati.

3. Studi pustaka, bacaan dari berbagai sumber (buku/referensi) yang dipakai untuk
melengkapi dalam penyusunan laporan Tugas Akhir.

Adapun jenis data yang di dapat yaitu:


1. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli dan
kemudian akan diolah.
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data-data penunjang yang digunakan dalam pembuatan
tugas akhir.

3
1.4.3 Tahapan Penelitan
Adapun tahapan penelitian sebagai berikut :

Studi pustaka

Orientasi Lapangan

DATA SEKUNDER
DATA PRIMER
- SEJARAH
PERUSAHAAN Pengumpulan Data - PETA
- KEADAAN UMUM Lapangan TOPOGRAFI
DAERAH
- KEADAAN
GEOLOGI DAERAH

Pengolahan Data

Penyusunan Laporan
Tugas Akhir

Gambar 1.1 Diagram Alir Penelitian

4
1.5 Sistematika Penulisan
1.5.2 Pendahuluan
Bab ini memuat tentang latar belakang mengapa penelitian dilakukan, tujuan
penelitian, ruang lingkup dan batasan masalah, metode penelitian, waktu dan tempat
penelitian.

1.5.3 Tinjauan Umum


Bab ini berisi tentang keadaan umum daerah penelitian meliputi : sejarah
perusahaan, lokasi kesampaian daerah, keadaan geologi, morfologi, iklim dan curah
hujan, vegetasi serta topografi.

1.5.4 Tinjauan Pustaka


Tinjauan pustaka berisi tentang teori dan konsep yang mendasari dan
mendukung penelitian yang akan dilakukan. Tinjauan yang digunakan adalah desain
sistem penyaliran tambang dan penanganannya.

1.5.5 Hasil dan Pembahasan


Hasil dan Pembahasan disajikan secara sistematis dan diperjelas dengan uraian,
memberikan tabel, gambar atau lainya dan ditafsirkan dengan memperlihatkan hasil
yang didapat dan pembahasannya.

1.5.6 Penutup
Terdiri dari kesimpulan dan saran hasil penelitian. Kesimpulan memuat
ringkasan yang berupa poin-poin dalam paragraf dengan rangkaian kalimat yang
memuat uraian dan mudah dipahami. Saran berisi pendapat atau argumen untuk
penelitian ini kedepannya dapat di perbaiki.

5
II TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah Singkat PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sultra

Bijih Nikel Hidrosilikat di daerah Pomalaa pertama kali ditemukan oleh E.C
Abendanon sekitar tahun 1909. Kegiatan Eksplorasi pertama kali di daerah ini oleh
Oose Borneo Maaschappij yang berhasil menemukan endapan bijih Nikel yang cukup
kaya disekitar Tanjung Pakar pada tahun 1934 dengan kadar rata-rata 3.00 – 3.50 %
dan mulai diproduksi sekitar tahun 1938.
Sekitar tahun 1939 sampai 1942 penambangan dilakukan oleh Oose Borneo
Maaschappij (OBM) sebanyak 150.000 ton dan diekspor ke Jepang. Pada tahun 1942
– 1945 penambangan bijih Nikel dilanjutkan oleh Sumitomo Metal Mining Co
(SMM) dan berhasil membangun sebuah pabrik pengolahan yang menghasilkan
Nikel Matte. Dari jumlah tersebut 30 ton berhasil dikapalkan dan sisanya
ditinggalkan di Pomalaa. Hal ini terjadi karena pengolahan Nikel di Pomalaa hancur
oleh serangan sekutu, sehingga seluruh instalasi yang ada pada saat itu hancur.
Pada tahun 1957 usaha pertambangan dimulai oleh NV.PERTO. mula-mula
dikerjakan hanya dengan mengekspor ke jepang, yaitu stok bijih Nikel yang
ditinggalkan dari jaman Jepang.
Kemudian berdasarkan PP No.22 tahun 1968, PT. Pertambangan Nikel
Indonesia bersama BPU Pertambun beserta PT/PN dan proyek di jajarannya
disatukan menjadi PN. Aneka Tambang di Pomalaa selaku unit produksi dengan
nama Unit Pertambangan Nikel Pomalaa. Pada tanggal 30 Desember 1974, status PN
berubah menjadi PT. Aneka Tambang (Persero).
Untuk memperpanjang jangka waktu penambangan Nikel di Pomalaa, serta
mengingat cadangan bijih Nikel Laterit kadar rendah (<1.82 %) yang dapat
dimanfaatkan cukup besar. Sedangkan bijih Nikel Laterit yang berkadar tinggi
(>2.30% Ni) semakin menipis jumlah cadangannya. Agar bijih Nikel kadar rendah
tersebut dapat bernilai, kemudian didirikan pabrik peleburan bijih Nikel menjadi
produk logam Fe-Ni.
Pelaksanaan pembangunan pabrik unit 1 dimulai pada tanggal 12 Desember
1973 dan selesai dua tahun kemudian. Pada tanggal 14 Agustus 1976 dapur listrik
unit 1 dengan daya 20 MVA (18 MW) mulai berproduksi secara komersial dan
selanjutnya pabrik Fe – Ni diresmikan pada tanggal 23 Oktober 1976 oleh wakil
presiden RI Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sampai saat ini PT. Aneka Tambang
Tbk. UBPN Pomalaa telah berhasil membangun 3 unit pabrik Fe-Ni. Pabrik unit II
dibangun pada tanggal 2 November 1992 dan sekitar bulan Februari 1995 sudah
mulai berproduksi. Pabrik Fe-Ni II diresmikan oleh Presiden RI Soeharto pada
tanggal 11 Maret 1996. Sedangkan pabrik Fe-Ni III mulai dibangun pada buulan
Oktober 2003 dengan kepala proyek pembangunan pabrik Feronikel III adalah Ir.
Martinur Rongre dan selesai dibangun pada bulan februari 2006, tapi FeNi III resmi
beroperasi pada 29 Januari 2007. Rentang waktu sekian lama yang dibutuhkan dari
perbaikan tanur itu bukan karena perbaikannya yang makan waktu, melainkan karena
proses pengiriman material bata tahan api. “Perbaikan cuma perlu waktu dua minggu.
Tapi material yang dipesan dari Austria itu tidak ready stock, jadi menunggu
dipabrikasi dulu selama tiga bulan, plus waktu pengiriman satu bulan,” ujar
Marthinus. Dengan beroperasinya pabrik FeNi III, Antam bisa meningkatkan
kapasitas produksi feronikel, hingga 24.000 ton per tahun dan selangkah lagi lebih
maju. Dan untuk mendapatkan pasokan listrik yang lebih handal bagi FeNi I, II, dan
III, Antam merangkul PT.Wartsila Indonesia, sebuah perusahaan pembangkit listrik
asal Finlandia yang akan membangun pembangkit listrik bertenaga diesel dengan
kekuatan 102 MW di Pomalaa. Pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 102
MW terdiri dari 6 generator. Kontrak EPC dengan Wartsila ditandatangani pada
bulan November 2003, yang disusul dengan ditandatanganinya perjanjian
pengoperasian dan pemeliharaan berjangka 10 tahun, pada bulan Juni 2004.
(Empat Dasawarsa PT.Antam Tbk.2008)

7
2.2 Lokasi Kesampaian Daerah

Daerah pomalaa terletak pada garis lintang 4°13’ - 4°17’ LS dan 121°35’ -
121°47’ BT. PT. Aneka Tambang Tbk, Unit Bisnis Pertambangan Nikel ( UBPN )
Sulawesi Tenggara, terletak di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Provinsi
Sulawesi Tenggara.
Pomalaa dapat dicapai dengan kendaraan darat dari Kolaka selama satu jam.
Perjalanan dari Makassar ke Pomalaa dapat ditempuh dengan Pesawat udara
berukuran kecil yaitu dari Makassar langsung ke lapangan udara Pomalaa, atau dapat
ditempuh melalui jalan darat dari Makassar Ke Bajoe Bone (±4 jam) yang dilanjutkan
dengan kapal ferry ke Kabupaten Kolaka ± 9 Jam, dan ke Pomalaa + 1 jam.

Lokasi PT.ANTAM di
Kec. Pomalaa Kab.
Kolaka Prop.
Sulawesi Tenggara

Gambar 2.1 Peta Kesampaian Daerah Lokasi Penelitian

8
2.3 Topografi

Daerah Kuasa Pertambangan (KP) PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi
Tenggara terletak antara 3°3’ - 4°30’ LS dan 120° - 122° BT, sedangkan luas daerah
konsesi adalah 8999,92 Ha. Daerah pertambangan terdiri dari dua posisi, yaitu
sebagian berupa pulau-pulau disekitar Teluk Mekongga, antar lain Pulau Maniang,
Pulau Lemo, Pulau Buaya, Pulau Lambasina kecil, Pulau Lambasina besar, dan Pulau
Padamaran. Sedangkan yang berupa daratan di Sulawesi Tenggara adalah Pomalaa,
Tambea, Sapura, Tanjung Pakar dan Batu Kilat.

Bentuk topografi daerah-daerah dataran adalah berbukit-bukit dengan


kemiringan 10° - 30° yang merupakan perangkap bagi endapan bijih nikel ditambah
dengan adanya struktur geologi lain seperti rekahan dan patahan, dengan ketinggian
daerah berkisar 50 – 200 m dpl, sedangkan daerah kepulauan Teluk Mekongga dapat
dipisahkan oleh laut dangkal. (PT.Aneka Tambang Tbk,UBPN Sultra,2008)

Gambar 2.2 Peta Daerah Pertambangan PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi
Tenggara ( Sumber : PT. Antam Tbk, UBPN Sultra )

9
2.4 Morfologi
Daerah kuasa PT. Aneka Tambang pada umumnya merupakan daerah
perbukitan yang landai, memanjang dari arah utara ke selatan sepanjang pantai. Pada
bukit-bukit tersebut didapati adanya punggung-punggung utama yang kemudian
bercabang sehingga pada musim penghujan berfungsi sebagai jalan pengaliran air.
Bukit-bukit ini merupakan bagian dari pegunungan Mekongga yang memanjang dari
arah tenggara. (PT.Aneka Tambang Tbk,UBPN Sultra,2008)

Gambar 2.3 Keadaan Morfologi Daerah Penambangan

2.5 Keadaan Vegetasi


Vegetasi daerah pomalaa terdiri dari hutan, semak-semak dan tumbuhan rawa-
rawa di pesisir. Hutan tersebut banyak dijumpai pepohonan seperti pohon kayu besi,
pohon kayu angin, belimbing bajo, pohon melinjau dan lain-lain.

10
Terdapat dua jenis tumbuhan diwilayah tersebut yaitu tumbuhan primer dan
tumbuhan bukan asli. Tumbuhan asli merupakan tumbuhan-tumbuhan yang belum
mendapat gangguan baik oleh perusahaan maupun oleh penduduk setempat.
Tumbuhan tersebut antara lain cemara, kayu besi, pude, walakopa, dan kalepi.
Sedangkan tumbuhan yang bukan asli meliputi keseluruhan vegetasi yang tumbuh
menyebar keseluruh daerah dataran sekitar pemukiman penduduk. Tumbuhan ini
meliputi tanaman pangan dengan sedikit variasi tanaman rumput-rumput dan semak.
( Endang Tahang, 2010)

Gambar 2.4 Gambaran umum vegetasi daerah penambangan

11
2.6 Keadaan Geologi Daerah Penelitian
2.6.1 Geologi Daerah Penelitian
Berdasarkan cara terbentuknya endapan bijih nikel dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian , yaitu :
1. Bijih nikel sulfida, yang terbentuk sebagai endapan primer. Deposit mineral
ini terbentuk selama periode pendinginan magma gabro dan norit.
2. Bijih nikel laterit, yang terakumulasi sebagai endapan sekunder. Deposit
mineral ini merupakan hasil proses pelapukan batuan peridotit, pada
umumnya mengandung unsur besi, kobalt, dan chromium.
Endapan bijih nikel di PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi tenggara
merupakan endapan bijih nikel laterit, dimana sebaran bijih nikelnya tidak merata dan
endapan pada umumnya ditemukan pada lereng landai dibagian pematang yang
merupakan punggung penghubung antara bukit.
Batuan induk yang terdapat di wilayah pertambangan nikel PT. Aneka
Tambang Tbk, Pomalaa ini adalah peridotit ( batuan ultrabasa ). Batuan ini banyak
mengandung olivin, magnesium silikat dan besi silikat.
Singkapan batuan ultra basa umumnya telah mengalami pelapukan, berwarna
kuning coklat berbintik hitam atau abu-abu putih dengan warna kehijauan pada
bagian tepi luar atau pinggirnya.
Batuan ultabasa pomalaa timur terbagi menjadi dua bagian yaitu tipe
serpentinisasi dan tipe tidak serpentinisasi ( dunit ). Batuan tipe serpentinisasi
mempunyai karakteristik : mudah terlapukkan, mempunyai derajat serpentinisasi
tinggi, mempunyai saprolit tebal, bedrock relatif dalam dan mempunyai topografi
landai. Sedangkan tipe yang tidak serpentinisasi mempunyai karakteristik : sukar
terlapukkan, saprolit umumnya tipis tapi kadar nikelnya tinggi, bedrock relatif
dangkal dan mempunyai topografi terjal.

12
Gambar 2.5 Peta Geologi daerah Pomalaa

2.6.2 Iklim, Cuaca dan Curah Hujan


Daerah PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Sulawesi Tenggara merupakan daerah
yang beriklim tropis, dimana hanya terdapat dua musim yaitu musim kemarau dan
musim hujan.

Kegiatan penambangan bijih nikel pada PT. Aneka Tambang UBPN Sultra,
Pomalaa sangat dipengaruhi iklim. Di mana pada musim kemarau, kegiatan
penambangan dapat dilakukan secara optimal, sedangkan pada musim hujan
penambangan tidak dapat dilakukan secara optimal karena terhambat oleh kondisi
jalan yang buruk akibat genangan air hujan. Daya dukung material pada daerah
penambangan bijih nikel unit pomalaa kurang baik pada musim penghujan,
disebabkan materialnya merupakan material hasil pelapukan yang lunak, yang
menyebabkan alat-alat berat tidak dapat bekerja secara optimal

13
Tabel 2.1 Data Curah Hujan Rata-Rata Pertahun

BULAN
Tahun
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
2001 6.36 4.36 4.13 12.36 5.484 4.8 0.858 1.032 2.53 3.419 6.157 4.568
2002 8.18 7.94 6.4 10.82 11.21 4.937 0.929 0 0.76 0.748 5.023 4.877
2003 11.9 5.41 6.6 6.073 8.235 4.49 5.909 3.69 1.26 4.261 3.823 8.871
2004 3.36 7.63 12.8 6.21 5.881 1.56 913 0 0.53 0.39 4.463 5.19
2005 7.94 4.58 12.3 14.06 6.132 3.803 5.477 1.645 0.07 10.6 2.44 7.787
2006 3.69 9.87 4.95 5.927 12.31 6.36 0.8 0.871 0.36 0 4.047 3.568
2007 5.32 9.73 7.91 9.455 6.84 7.145 2.561 0.883 1.52 4.677 9.442 7.135
2008 4.27 2.15 8.7 8.09 6.203 7.158 2.474 5.452 5.39 6.532 10.55 3.006
2009 3.46 5.48 6.2 6.993 6.132 3.006 4.987 0.745 0.07 3.5 7.1 7.868
2010 4.87 7.72 7.25 7.077 9.241 10.06 11.06 8.806 15.2 11.27 10.13 8.348

Sumber : PT. Antam Tbk, UBPN Sultra

2.6.3 Genesa Endapan Bijih Nikel

Endapan bijih nikel yang terdapat di Pomalaa termasuk dalam jenis nikel laterit
yang terjadi sebagai konsentrasi residu dan hasil pelapukan batuan asal yaitu batuan
ultra basa seperti batuan peridotit dan serpentinit.

Batuan induk Peridotit terdiri dari mineral utama Olivine dan Piroksin, serta
beberapa jenis mineral tambahan seperti kromit, magnetit dan kobalt. Akibat dari
intrusi larutan hidrotermal yang terjadi pada akhir pembekuan magma, maka terjadi
perubahan batuan induk menjadi serpentinit. batuan serpentinit kemudian mengalami
proses pelapukan dan pengendapan sehingga terbentuk mineral-mineral sekundar
terutama oksida besi dan hidroksida besi ( limonit ). Proses ini disebut serpentinisasi
dan merupakan awal dari pada proses terbentuknya endapan residu bijih Nikel.
Dalam hal ini pelapukan kimiawi memegang peranan penting, dimana larutan yang
mengandung silika dan karbon dioksida sangat berpengaruh.

14
Akibat dari proses pelapukan yang terjadi pada kondisi dimana curah hujan
cukup tinggi sehingga membentuk air tanah dan perubahan suhu antara siang dan
malam, maka batuan tersebut mengalami dekomposisi dan menghasilkan tanah laterit
yang kaya dengan unsur-unsur Fe serta silika yang mengandung unsur-unsur Ni, Co,
Mn, dan Ca. Proses ini disebut laterisasi dimana pelapukan mekanis memegang
peranan penting, bersama sirkulasi air yang berasal dari hujan atau air yang
mengandung unsur-unsur Mg, Fe, Ca, akan terbawa dan larut. Daerah ini dianggap
sebagai batas zona batuan segar yang mana sebagian dari unsur Ni mengalami
leaching dan dalam larutan membentuk partikel koloid yang kemudian mengendap
sebagai urat-urat garnerite dan krisoprass.

15
III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sistem Penyaliran Tambang

Penyaliran tambang adalah suatu usaha yang diterapkan pada daerah


penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengeluarkan air yang masuk
kedalam lokasi penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah
terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam tambang yang
berlebihan terutama pada musim hujan. Selain itu sistem penyaliran tambang ini juga
dimaksudkan untuk mencegah kerusakan alat, serta mempertahankan kondisi kerja
yang aman. (http://www.senyawa.com/2011/01/metode-penyaliran.hmtl)

3.1.1 Sistem Penyaliran pada Tambang Terbuka

Secara garis besar, sistem penyaliran pada tambang terbuka dibagi menjadi dua
golongan besar, yaitu :

Sistem Penyaliran Langsung ( konvensional ) / Mine Dewatering


Sistem Penyaliran Tak Langsung ( inkonvensional ) / Mine Drainage

1. Sistem Penyaliran Langsung ( Konvensional ) / Mine Dewatering

Adalah sistem penyaliran dengan cara mengeluarkan air yang sudah masuk ke
dalam tambang. Sistem ini dapat dibagi menjadi yaitu:

 Penyaliran dengan terowongan ( tunnel ) atau terowongan buntu ( adit ).


Cara penyaliran ini hanya bisa diterapkan pada tambang yang terletak didaerah
pegunungan atau berbentuk bukit. Air yang masuk ke dalam tambang
dikeluarkan dengan cara mengalirkan air dari dasar tambang melalui terowongan
keluar tambang
Gambar 3.1 Sistem adit
 Cara Paritan
Penyaliran dengan cara paritan ini merupakan cara yang paling mudah, yaitu
dengan pembuatan paritan ( saluran ) pada lokasi penambangan. Pembuatan parit
ini bertujuan untuk menampung air limpasan yang menuju lokasi penambangan.
Air akan masuk ke saluran-saluran yang kemudian dialirkan ke suatu kolam
penampungan atau dibuang langsung ke tempat pembuangan dengan
memanfaatkan gaya gravitasi.

 Penyaliran dengan sumuran ( sump ).


Cara penyaliran ini sangat umum diterapkan ditambang terbuka. Air yang masuk
ke dalam tambang dikumpulkan ke suatu sumuran yang biasanya dibuat didasar
tambang dan dari sumuran tersebut air dipompa keluar tambang.

Gambar 3.2 Penyaliran dengan cara sumuran ( sump )

17
2. Sistem Penyaliran Tak Langsung ( Inkonvensional ) / Mine Drainage

Merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah penambangan. Hal


ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air yang berasal dari sumber
air permukaan.
Beberapa metode penyaliran Mine drainage :

 Metode Siemens. Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang
bor kemudian ke dalam lubang bor dimasukan pipa dan disetiap bawah pipa
tersebut diberi lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam lapisan akuifer,
sehingga air tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas
dan dibuang ke luar daerah penambangan.

Gambar 3.3 Metode Siemens

 Metode Pemompaan Dalam (Deep Well Pump). Metode ini digunakan untuk
material yang mempunyai permeabilitas rendah dan jenjang tinggi. Dalam
metode ini dibuat lubang bor kemudian dimasukkan pompa ke dalam lubang bor
dan pompa akan bekerja secara otomatis jika tercelup air. Kedalaman lubang bor
50 meter sampai 60 meter.

18
Gambar 3.4 Metode Deep well pump

 Metode Elektro Osmosis. Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda.
Bilamana elemen-elemen dialiri arus listrik maka air akan terurai, H+ pada
katoda (disumur besar) dinetralisir menjadi air dan terkumpul pada sumur lalu
dihisap dengan pompa.

Gambar 3.5 Metode electro osmosis

19
 Small Pipe With Vacuum Pump. Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang
inpermiabel (jumlah air sedikit) dengan membuat lubang bor. Kemudian
dimasukkan pipa yang ujung bawahnya diberi lubang-lubang. Antara pipa isap
dengan dinding lubang bor diberi kerikil-kerikil kasar (berfungsi sebagai
penyaring kotoran) dengan diameter kerikil lebih besar dari diameter lubang. Di
bagian atas antara pipa dan lubang bor di sumbat supaya saat ada isapan pompa,
rongga antara pipa lubang bor kedap udara sehingga air akan terserap ke dalam
lubang bor.

Gambar 3.6 Metode Small Pipe With Vacuum Pump

3.1.2 Sistem Penyaliran pada Tambang Bawah Tanah

Penanganan masalah air pada tambang bawah tanah umumnya dilakukan


dengan cara-cara sebagai berikut :

1. Dengan “Tunnel” (Terowongan). Penyaliran dengan cara ini adalah dengan


membuat “tunnel” atau “adit” bila topografi daerahnya memungkinkan, dimana
terowongan atau “adit” ini dibuat sebagai level pengeringan tersendiri untuk

20
mengeluarkan air tambang bawah tanah. Cara ini relatif murah dan ekonomis bila
dibandingkan dengan sistem penyaliran menggunakan cara pemompaan air ke
luar tambang.
2. Dengan Pemompaan. Penyaliran tambang bawah tanah dengan sistem
pemompaan adalah untuk mengeluarkan air yang terkumpul pada dasar “shaf”
atau sumuran bawah tanah yang sengaja dibuat untuk menampung air dari
permukaan maupun air rembesan air bawah tanah.
(http://www.senyawa.com/2011/01/metode-penyaliran-tambang.hmtl)

3.2 Perencanaan Sistem Penyaliran Tambang

Ada beberapa tahapan dalam merencanakan suatu dimensi saluran:

1. Membaca peta untuk menentukan daerah tangkapan hujan (catchment area)


adalah daerah yang diperkirakan berpotensi untuk mengalirkan air limpasan
menuju suatu daerah kerja, atau dengan kata lain curah hujan yang jatuh dalam
daerah tersebut dapat berkumpul dalam suatu tempat terendah dari daerah
tersebut. Penetuan daerah tangkapan hujan didasarkan pada peta topografi daerah
yang akan diteliti, daerah tangkapan hujan dibatasi oleh punggung bukit. Setelah
ditentukan (catchment area) maka dihitung luasanya
2. Buat jalur saluran dari masing-masing catchment area
3. Hitung waktu konsentrasi dengan menggunakan rumus Kirpich
4. Hitung intensitas curah hujan rencana dengan menggunakan metode Gumbel
5. Tentukan koefisien material yang sesuai dengan kondisi lapangan
6. Hitung debit rencana dengan menggunakan rumus Rasional.
7. Dimensi saluran menggunakan persamaan Manning

21
3.2.1 Curah Hujan

Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh kebumi persatu satuan luas
permukaan pada suatu jangka waktu tertentu.

Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang jatuh dalam areal tertentu dalam
jangka waktu yang relatif singkat dinyatakan dalam mm/s.

 Rumus Rasional (Rudy Sayoga Gautama,1995)


Q = 0,278 x C.I.A …………………………..(Persamaan 3.1)

Ket : Q = debit air ( m3/s )

C = koefisien Limpasan

I = intensitas curah hujan terencana (mm/jam)

A = Luas cacthment area

Tabel 3.1. Beberapa Harga Koefisien Limpasan ( Rudy Sayoga Gautama,1995 )

Kemiringan Tutupan Koefisien Limpasan

Sawah, rawa. 0,2

‹3% Hutan, perkebunan 0,3

Perumahan dengan kebun 0,4

Hutan, perkebunan 0,4

Perumahan 0,5

3 % - 15 % Tumbuhan yang jarang 0,6

Tanpa tumbuhan, daerah 0,7

22
penimbunan

Hutan 0,6

Perumahan, Kebun 0,7


› 15 %
Tumbuhan yang jarang 0,8

Tanpa tumbuhan, daerah 0,9


tambang

Tabel 3.2. Beberapa Harga n ( Rudy Sayoga Gautama,1995 )

Tipe dinding saluran N

Semen 0,010 – 0,014

Beton 0,011 – 0,016

Bata 0,012 – 0,020

Besi 0,013 – 0, 017

Tanah 0,020 – 0,030

Gravel 0,022 – 0, 035

Tanah yang ditanami 0,025 – 0,040

23
 Waktu Konsentrasi Hujan ( Rudy Sayoga Gautama,1995 )
Rumus Kirpich : Tc = 0,0195 x L0,77 x S-0,385 ……………..(Persamaan 3.2)
Ket: Tc = waktu terkumpulnya air (jam)

L = jarak terjauh sampai titik pengaliran (Km)

S = gradien/beda tinggi (%)

Faktor-faktor yang mempengaruhi air limpasan antara lain:

1) Faktor meteorologi
Intensitas curah hujan yang bergantung kepada kapasitas infiltrasi, dimana
jika air hujan yang jatuh kepermukaan tanah melampaui kapasitas infiltrasi
maka besar air limpasan akan meningkat.
Lamanya curah hujan dalam waktu yang panjang akan memperbesar air
limpasan.
2) Faktor fisik
 Kondisi penggunaan tanah misalnya air yang jatuh didaerah vegetasi yang
kurang lebar kemudian mengisi rongga – rongga tanah yang terbuka akan
cepat mengalami infiltrasi dan apabila daya tampung dalam lekukan
permukaan tanah telah penuh maka selisih antara curah hujan dan kapasitas
infiltrasi akan menyebabkan limpasan air hujan mengalir di permukaan tanah.
 Faktor lain yang mempengaruhi limpasan yaitu pola aliran sungai dan daerah
pengaliran secara tidak langsung serta drainase buatan lain.

24
Dari sekian banyak faktor yang berpengaruh adalah kondisi penggunaan lahan
dan kemiringan (gride) atau perbedaan ketinggian hulu dan hilirnya faktor ini dapat
dinyatakan dalam angka yang disebut koefisien limpasan.

(http://mheea-nck.blogspot.com/2011/01/sistem-penirisan-tambang.hmtl)

 Standar Deviasi (Waterman Sulistyana, 2010)

∑( Xi – X)2 1/2

Standar Deviasi (S) = ………………(Persamaan 3.3)


n-1

dimana :
Xi = Curah hujan maksimum perhari dalam tiap bulan
X = Curah hujan rata-rata
n = Jumlah tahun

 Penentuan curah hujan maksimum menurut Gumbel


S
Xr = X + ( Yt – YN) ………………………………..(Persamaan 3.4)
Sn
Ket :
X = Curah hujan rata-rata
S = Standar Deviasi
Sn = Koreksi Deviasi
Yt = Koreksi Variansi
YN = Koreksi Variansi rata-rata

25
 Intensitas curah hujan Mononabe
I = Xr/24 + (24/tc)2/3 ……………………………….(Persamaan 3.5)

Ket : I = intensitas curah curah hujan (mm/jam)

Xr = curah hujan harian maksimum (mm/jam)

Tc = waktu konsentrasi (24 jam/ hari hujan )

3.2.2 Catchment Area (Area Tangkapan Hujan)


Suatu area ataupun daerah tangkapan hujan dimana batas wilayah tangkapannya
ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon
tertutup, yang mana polanya disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan mengikuti
arah aliran air.

Air hujan yang mempengaruhi secara langsung suatu sistem drainase tambang
adalah air hujan yang mengalir diatas permukaan tanah atau air permukaan (run off)
di tambah sejumlah pengaruh air tanah.

Air hujan atau air permukaan yang mengalir ke area penambangan tergantung
pada kondisi daerah tangkapan hujan yang dipengaruhi oleh daerah disekitarnya.
Luas daerah tangkapan hujan dapat ditentukan berdasarkan analisa peta topografi.
Berdasarkan kondisi daerahnya seperti adanya daerah hutan, lokasi penimbunan,
kepadatan alur drainase, serta kondisi kemiringan (gride).

Sumber utama air limpasan permukaan pada suatu tambang terbuka adalah air
hujan, jika curah hujan yang relatif tinggi pada daerah tambang maka perlu
penanganan air hujan yang baik (sistem drainase) yang tujuannya agar produktivitas
tidak menurun.

(http://mheea-nck.blogspot.com/2011/01/sistem-penirisan-tambang.hmtl)

26
3.2.3 Saluran Drainase
Saluran pada tambang untuk menampung limpasan permukaan pada suatu
daerah dan mengalirkannya ke tempat penampungan air seperti : dump, settling pond,
sedimen pon dan lain – lain.

Dalam merancang dimensi saluran perlu di lakukan analisis pada daerah lokasi
penambangan sehingga saluran air tersebut dapat memenuhi hal – hal sebagai berikut

1. Dapat mengalirkan debit air yang di rencanakan


2. Kecepatan air yang tidak merusak saluran.
3. Kecepatan air yang tidak menyebabkan terjadinya pengendapan.
4. Kemudahan dalam penggalian atau pembuatan.
5. Kemudian dalam hal pemeliharaan

Menurut konstruksi, saluran terbagi 2 :

1. Saluran tertutup yaitu saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk aliran air
yang kotor (air yang menganggu kesehatan / lingkungan).
2. Saluran terbuka yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang
terletak didaerah yang mempunyai luasan yang cukup ataupun untuk drainase air
non hujan yang tidak membahayakan kesehatahan atau yang mengganggu
lingkungan. Efektifitas penggunaan dari berbagai bentuk penampang saluran
drainase yang dikaitkan dengan fungsi saluran
(http://mheea-nck.blogspot.com/2011/01/sistem-penirisan-tambang.hmtl)
Bentuk-bentuk penampang saluran terbuka :

a. Bentuk penampang segitiga

Bentuk ini biasanya dipergunakan untuk saluran dangkal. Saluran bentuk ini
tidak mudah digerus oleh air. Kelemahannya adalah membutuhkan waktu yang cukup
lama dalam pembuatannya.

27
Sudut tengah = 90° → z = 1

A = h2

P = 2h 2

R=

2 2

Gambar 3.7 Penampang Segitiga

b. Bentuk penampang segiempat

Bentuk saluran ini digunakan untuk debit air yang besar kelebihannya yaitu
mudah dalam pembuatannya dan biasanya dibangun pada bahan yang stabil misalnya
kayu, batu dan lain-lain. Kelemahannya adalah mudah terjadi pengikisan sehingga
terjadi pengendapan pada dasar saluran.

B=2h

A = 2 h2

28
P=4h

1
R=2h

Gambar 3.8 Penampang Segi Empat

c. Bentuk penampang trapesium

Salah satu bentuk saluran yang sering digunakan pada perusahaan tambang
yaitu bentuk saluran trapesium

Keuntungan dari bentuk penampang trapesium :

1. Dapat mengalirkan debit air yang besar


2. Tahan terhadap erosi
3. Tidak terjadi pengendapan didasar saluran
4. Mudah dalam pembuatan

Bentuk penampang ini adalah bentuk kombinasi antara segitiga dan segiempat.
Biasanya digunakan untuk saluran yang berdinding tanah dan tidak dilapisi sebab
stabilitas kemiringan dinding dapat disesuaikan. Bentuk ini sering digunakan pada
daerah tambang karena tahan terhadap pengikisan dan mudah dalam pembuatannya

29
serta cocok untuk debit air yang besar. Dan untuk menghitung dimensi saluran yang
optimum dapat digunakan persamaan efisiensi hidrolis:

Q = 45° → z = 1

B = 2 ( 𝑧2 + 1 − 𝑧 ) h
A = ( B + zh ) h

R=2

Gambar 3.9 Penampang Trapesium

 Perhitungan kapasitas pengaliran dengan Persamaan Manning (Waterman


Sulistyana, 2010)
1
Q=Ax x R2/3 x S1/2 ……………………………..(Persamaan 3.6)
𝑛

Ket :

Q = Debit (m3/detik)

n = Koefisien kekasaran Manning

S = Kemiringan rata-rata

A = Luas Penampang

30
R = Jari-jari hidrolis (A/p)

3.2.3 Dump
Dump dibuat dengan fungsi sebagai penampung air sebelum dipompa keluar
tambang, untuk mengendapakan partikel-partikel atau lumpur yang ikut bersama air
hasil dari saluran tambang sebelum air lumpur di buang. Ukuran dump dibuat dengan
mempertimbangkan volume air yang akan ditampung atau masuk ke dump.

31
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)

Dari hasil penggambaran peta dan penentuannya maka daerah tangkapan hujan
di bagi menjadi dua daerah yaitu:

 Daerah tangkapan hujan A dengan luas daerah 9629,0190 m2


 Daerah tangkapan hujan B dengan luas daerah 4525,1742 m2

4.1.2 Perhitungan Data Curah hujan

 Waktu Konsentrasi Hujan


Untuk menghitung waktu konsentrasi hujan digunakan Persamaan 3.2 yaitu :
Tabel 4.1 panjang Aliran Darat
Catchment Area Panjang Aliran Darat
A 114,741 m
B 83,456 m
Rata-rata 99,1 m

Elevasi maksimum bukit TLF = 244 m


Elevasi minimum bukit TLF = 227 m
Beda elevasi 244 m - 227 m = 17 m
Kemiringan rata-rata bukit TLF :
17 m
S =
99,1 m

S = 0,172 atau 17,2 %


Tc = 3,97 x (0,0991)0,77 x (0,172)-0,385
= 1.2 jam

 Standar Deviasi,
Menghitung standar deviasi menggunakan persamaan 3.3

Tabel 4.2 Standar Deviasi

Tahun Xi X ( Xi - X) (Xi-X)2
2001 370.8 361.67 9.13 83.357
2002 347.6 361.67 -14.07 197.965
2003 368.6 361.67 6.93 48.025
2004 384 361.67 22.33 498.629
2005 421.7 361.67 60.03 3603.6
2006 381.6 361.67 19.93 397.205
2007 301.6 361.67 -60.07 3608.4
2008 327.2 361.67 -34.47 1188.18
2009 243.9 361.67 -117.77 13869.8
2010 469.7 361.67 108.03 11670.5
Jumlah 35165.6

1/2
35165,6
Maka Standar Deviasi (S) =
10-1

= 62.508

33
 Koreksi Variansi (Yt), Koreksi Variansi Rata-rata (YN), dan Koreksi
Deviasi (Sn)
 Koreksi Variansi (Yt)

( T-1)
Koreksi Variansi (Yt) = -In -In[ ]
T
Dimana T = Periode Ulang Hujan

Tabel 4.3 Koreksi Variansi

Tahun -In[-In(T-1)/T
1 -
2 0,3665
3 0,9027
4 1,2459
5 1,4999

Periode ulang hujan yang digunakan adalah 4 tahun, maka Koreksi Variansi
(Yt) = 1,2459
 Koreksi Variansi Rata-rata (YN), dan Koreksi Deviasi (Sn)
( n+1 ) - m
Koreksi Variansi rata-rata pertahun (Yn) = -In -In[ ]
n+1
(𝑌𝑛)
Koreksi Variansi rata-rata (YN) = 𝑛

∑ (Yn – YN)2 1/2

Koreksi Deviasi (Sn) =


n-1
dimana :
n = Jumlah Tahun
m = Urutan Tahun

34
Tabel 4.4 Koreksi Variansi rata-rata ( Yn), dan Koreksi Deviasi ( Sn )

M Yn YN Yn-YN (Yn-YN)2
1 2.351 0.4952 1.8558 3.444
2 1.606 0.4952 1.1108 1.234
3 1.144 0.4952 0.6488 0.421
4 0.794 0.4952 0.2988 0.089
5 0.501 0.4952 0.0058 0.000
6 0.238 0.4952 -0.2602 0.068
7 -0.012 0.4952 -0.5072 0.257
8 -0.262 0.4952 0.7572 0.573
9 -0.533 0.4952 -1.0282 1.057
10 -0.875 0.4952 -1.3702 1.877
∑ 4.952 9.020
4,952
Koreksi Variansi rata-rata (YN) = = 0,4952
10
1/2
9,020
Koreksi Deviasi (Sn) = = 1,00
10-1

 Curah Hujan Rencana Maksimum (Xr) menggunakan persamaan 3.4


62,508
Xr = 361,67 + (1,2459 – 0,4952 )
1,00
= 408,595 mm/hari
 Intensitas Curah Hujan (I) menurut Mononabe menggunakan persamaan 3.5

Jadi.
2/3
408,595 24
I =
24 1,2

= 126,698 mm/jam
= 0,00003519 m/s

35
 Debit Limpasan, menggunakan persamaan 3.1 dengan koefisien limpasan (c)
dapat dilihat pada tabel 3.1 dengan besar koefisien 0,9, sehingga di dapat hasil :
Perhitungan debit limpasan untuk DTH A :

Q = 0,278 x 0,9 x 0,00003519 m/s x 9629,0190 m2

Q = 0,08477 m3/s

Q = 305.172 m3/jam

Perhitungan debit limpasan untuk DTH B :

Q = 0,278 x 0,9 x 0,00003519 m/s x 4525,1742 m2

Q = 0,03984m3/s

Q = 143,424 m3/jam

36
4.1.3 Dimensi Saluran Drainase dan Dimensi Dump

1. Kapasitas dan Profil Melintang Saluran.

Kapasitas saluran sangat menentukan keberhasilan suatu perencanaan sistem


drainase. Dimensi saluran ditentukan dari debit air yang akan dialirkan.

Gambar 4.1 Dimensi Saluran Trapesium

Perencanaan saluran untuk DTH A

 Tinggi air (h)


Untuk tinggi saluran dapat ditentukan dengan h = 0,775 x Q0,248
h = 0,775 x (0,0848) 0,248
h = 0,42 m
 Lebar dasar saluran (b)
Untuk lebar dasar saluran = n.h dimana n adalah konstanta perbandingan
antara lebar dasar saluran dengan kedalaman air

37
Tabel 4.5 perbandingan dasar saluran dengan kedalaman air menurut Manning
(Jumarland, 2008)
Debit pada Saluran Lebar Dasar Saluran
0,00 – 0,5 1,00
0,5 – 1,00 1,50
1,00 – 1,50 2,00
1,50 – 3,00 2,50
3,00 – 4,50 3,00
4,50 – 6,00 3,50

Sehingga di dapat
b = 1,00 x 0,42
= 0,42 m
 A = ( b+ z.h ) h dimana z = tan 45° = 1
A = ( 0,42 + (1 x 0,42) ) 0,42
= 0,84 x 0,42
= 0,3528 m2
 Lebar permukaan saluran (B)
2A = ( B + b ) h
2 x 0,3528 = ( B + 0,42 ) 0,42
0,7056 = 0,42B + 0,1008
0,7056 – 0,1008 = 0,42B
0,6048 = 0,42B
B = 0,694 m
 Daerah Jagaan air / keliling basah (w)
w=B–b+h
w = 0,694 – 0,42 + 0,42
w = 0,694 m

38
 Kedalaman Saluran (H)
H=h+w
H = 0,694 + 0,42
H = 1,114 m

Untuk menghitung kapasitas pengaliran menggunakan persamaan manning

1
Q = A x V dan V = 𝑛 x R2/3 x S1/2

Dimana :

Q = Debit (m3/jam)

A = Luas Penampang Basah (m2)

V = Kecepatan Aliran (m/s)

R = Radius Hidrolik (A/W)

= 0,3528m2/ 0,694m = 0,51

W = Daerah jagaan Air (m)/ keliling basah

S = Kemiringan Dasar Saluran

n = Koefisien kekasaran Manning (0,025)

5 % (jumarlad,2008)

Diket : A = 0,3528 m2

R = 0,51 m

n = 0,025

S = 5%/ 0,5 ketetapan Manning (Jumarland, 2008)

Dit : V=?

Q=?

39
1
Maka, V = 𝑛 x R2/3 x S1/2

1
V = 0,025 x (0,51)2/3 x (0,5)1/2

V = 18,0908 m x 24 jam

V = 434,1792 m/jam

V = 0,1206 m/s

Sehingga,

Q=AxV

Q = 0,3528 m x 0,1206 m/s

Q = 0,0425 m3/s

untuk Volume saluran = ½ ( B + b ) H x L(panjang Saluran)

= ½ ( 0,694m + 0,42m ) 1,114 m x 93,4134 m

= 57,963 m3

Perencanaan saluran untuk DTH B

 Tinggi air (h)


Untuk tinggi saluran dapat ditentukan dengan h = 0,775 x Q0,248
h = 0,775 x (0,0398) 0,248
h = 0,35 m
 Lebar dasar saluran (b)
b = 1,00 x 0,35
= 0,35 m

40
 A = ( b+ z.h ) h dimana z = tan 45° = 1
A = ( 0,35 + 1.0.35 ) 0.35
= 0,70 x 0,35
= 0.245 m2
 Lebar permukaan saluran (B)
2A = ( B + b ) h
2 x 0,245 = ( B + 0,35 ) 0,35
0,49 = 0,35B + 0,1225
0,49 – 0,1225 = 0,35B
0,3678 = 0,35B
B = 0,95 m
 Daerah Jagaan air / keliling basah (w)
w=B–b+h
w = 0,95 – 0,35 + 0,35
w = 0,95 m
 Kedalaman Saluran (H)
H=h+w
H = 0,35 + 0,95
H = 1,3 m

Untuk menghitung kapasitas pengaliran menggunakan persamaan manning

1
Q = A x V dan V = 𝑛 x R2/3 x S1/2

Dimana :

Q = Debit (m3/jam)

A = Luas Penampang Basah (m2)

V = Kecepatan Aliran (m/s)

41
R = Radius Hidrolik (A/W)

= 0,245m2/ 0,95m = 0,258

W = Daerah jagaan Air (m)/ keliling basah

S = Kemiringan Dasar Saluran

n = Koefisien kekasaran Manning (0,025)

5 % (jumarlad,2008)

Diket : A = 0,3528 m2

R = 0,258 m

n = 0,025

S = 5%/ 0,5 ketetapan Manning (Jumarland, 2008)

Dit : V=?

Q=?

1
Maka, V = 𝑛 x R2/3 x S1/2

1
V = 0,025 x (0,258)2/3 x (0,5)1/2

V = 11,445 m x 24 jam

V = 274,685 m/jam

V = 0,076 m/s

Sehingga,

Q=AxV

Q = 0,245 m x 0,076 m/s

42
Q = 0,0186 m3/s

untuk Volume saluran = ½ ( B + b ) H x L(panjang Saluran)

= ½ ( 0,95m + 0,35m ) 1,3 m x 82,3045 m

= 69,547 m3

2. Volume dan Dimensi dump


Untuk pembuatan dump diharapkan dapat menampung air lebih dari 1,5 debit
air yang akan masuk kedalam dump. Sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut:

 Daerah Tangkapan Hujan A

V = 1,5 x Q x t

Dimana :

Q = debit air (m3/jam)

t = waktu hujan (jam)

v = 1,5 x 305.172 m3/jam x 1,2 jam

= 549,31 m3

Untuk dimensi dump dibuat dapat menampung debit air 549,31 m3 sehingga
ukuran yang tepat untuk debit tersebut adalah r 7 m

jadi, V dump DTH A

V = 4/6 π r3

= 4/6 x 3,14 x 73

= 718,013 m3

43
 Daerah Tangkapan Hujan B

V = 1,5 x Q x t

Dimana :

Q = debit air (m3/jam)

t = waktu hujan (jam)

v = 1,5 x 143,424 m3/jam x 1,2 jam

= 258,163 m3

untuk dimensi dump dibuat dapat menampung debit air 258,163 m3 sehingga ukuran
yang cocok untuk debit air tersebut adalah r =5 m

jadi, V dump DTH B

V = 4/6 π r3

= 4/6 x 3,14 x 53

= 262,975 m3

44
4.2 Pembahasan

4.2.1 Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)

Penentuan daerah tangkapan hujan pada bukit TLF adalah dengan melihat
kondisi topografi bukit TLF, dimana dari peta dapat diperkirakan arah aliran air akan
tertampung di daerah tersebut.

Dari hasil maka daerah tangkapan hujan dibagi menjadi dua yaitu DTH A dengan
luas daerah 9.629,0190 m2 dan daerah tangkapan hujan B dengan luas daerah
4.525,1742 m2

Gambar 4.2 Peta DTH dan Perencanaan Sistem Penyaliran Bukit TLF

4.2.2 Curah Hujan

Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatuan luas
permukaan pada jangka waktu tertentu. Curah hujan merupakan salah satu faktor

45
terpenting dalam suatu drainase, karena besar kecilnya curah hujan akan
mempengaruhi besar kecilnya air limpasan.

Satuan curah hujan adalah mm, yang berarti jumlah air hujan yang jatuh pada
satuan luas tertentu. Jadi 1mm curah hujan berarti pada luasan 1m2 jumlah air hujan
yang jatuh adalah sebanyak 1 liter (1000cm3).

Data curah hujan yang dianalisis adalah curah hujan maksimum selama 10
tahun. Analisi data ini meliputi:

1. Curah Hujan Rencana Maksimum


Perhitungan curah hujan maksimum dihitung dengan metode Gumbel dan
diperoleh curah hujan maksimum sebesar 408,595 mm/jam

2. Intensitas Curah Hujan


Intensitas curah hujan adalah derajat curah hujan dinyatakan dalam curah
hujan per satuan waktu (mm/jam). Intensitas curah hujan dihitung menggunakan
rumus Mononobe. Berdasarkan perhitungan didapat intensitas curah hujan
sebesar 126,698 mm/jam

3. Debit Limpasan

Debit air limpasan dipengaruhi oleh luas area tangkapan hujan. Debit air
dihitung dengan persamaan Rasional. Area tangkapan hujan dibagi menjadi dua
daerah jadi debit limpasan terdiri dari daerah tangkapan hujan.

Tabel 4.6 Luas Daerah tangkapan Hujan dan Debit Air

DTH LUAS(m2) DEBIT AIR(m3/jam)


A 9.629,0190 305,172
B 4.525,1742 143,424

46
4.2.3 Saluran Penyaliran

Penyaliran dibuat berdasarkan topografi bukit TLF, umumnya bentuk saluran


mengikuti kaki lereng sehingga terbentuk saluran air yang berkelok-kelok mengikuti
kaki lereng. Pembuatan saluran ini bertujuan agar mengalirkan air secara teratur ke
daerah yang lebih rendah.

Kapasitas saluran adalah daya tampung suatu saluran untuk menampung air
yang mengalir pada suatu daerah. Kapasitas saluran sangat menentukan keberhasilan
dari perencanaan sistem penyaliran. Bentuk penampang saluran air ditentukan
berdasarkan debit air. Bentuk penampang saluran air yang digunakan adalah bentuk
penampang trapesium karena tahan terhadap pengikisan serta cocok untuk debit air
yang besar.

Dari hasil perhitungan di peroleh dimensi dan kapasitas saluran sebagai berikut:

 DTH A dengan panjang saluran 93,4134 m, volume saluran 69,547 m3, lebar atas
0,694 m, lebar bawah 0,42 m, daerah jagaan 0,694 m, kedalaman 1,14 m dan
Q = 0,0425 m3/s.
 DTH B dengan panjang saluran 82,3045 m, volume saluran 69,547 m3, lebar atas
0,95 m, lebar bawah 0,35 m, daerah jagaan 0,95 m, kedalaman 1,3 m dan
Q = 0,0186 m3/s

Gambar 4.3 Dimensi Saluran dan Ukurannya

47
4.2.4 Dump

Pada umumnya air dari sistem drainase tambang banyak mengandung lumpur,
bahkan lumpur tersebut sangat pekat sehingga bila terjadi genangan air lumpur pada
daerah penambangan akan menimbulkan gangguan pada proses penambangan. Dalam
upaya untuk mengatasi genangan air ini maka dibuat dump yang berfungsi untuk
mengendapkan lumpur tersebut.

Dimensi Dump dapat ditentukan berdasarkan debit air yang di tampung.


Sehingga untuk mencegah debit air yang lebih dari perhitungan maka dibuat dump
dengan volume lebih dari 1,5 debit air yang akan ditampung, sehingga didapat
dimensi dump dengan bentuk setengah bola dengan jari-jari untuk DTH A adalah 7 m
dengan volume 718,013 m3 dan untuk DTH B dengan jari-jari 5 m, volume
262,975m3.

Pada setiap DTH dibuat 3 dump untuk pemurnian air sebelum di alirkan ke
saluran di sepanjang jalan tambang.

Gambar 4.4 Dimensi Dump

48
V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa :

1. Luas Daerah Tangkapan Hujan A (DTH A) adalah 9.629,0190 m2 dan luas Daerah
Tangkapan Hujan B adalah 4.525,1742 m2
2. Berdasarkan perhitungan data curah hujan daerah penelitian,dengan periode ulang
hujan 4 tahun diperoleh intensitas hujan 126,698 mm/jam.
3. Perhitungan debit air hujan pada bukit TLF tergantung pada luasan daerah
tangkapan hujannya. Hasil perhitungan yaitu :
 DTH A dengan luasan 9.629,0190 m2 dan curah hujan 0,08477 m3/s.
 DTH B dengan luasan 4.525,1742 m2 dan curah hujan 0,03984 m3/s.
4. Dimensi saluran berbentuk trapesium dengan dimensi yaitu
 DTH A dengan panjang saluran 93,4134 m, volume saluran 57,963 m3, lebar
atas 0,694 m, lebar bawah 0,42 m, daerah jagaan 0,694 m, kedalaman 1.14 m.
 DTH B dengan panjang saluran82,3045 m, volume saluran 69,547 m3, lebar
atas 0,95 m, lebar bawah 0,35 m,daerah jagaan 0,95 m, kedalaman 1.3 m.
5. Dimensi Dump dibuat berbentuk setengah bola dengan ukuran :
 DTH A, jari-jari 7 m dengan volume 718,031 m3 .
 DTH B, jari-jari 5 m dengan volume 262,975 m3 .
5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan maka saran penulis sebagai berikut :

1. Perlunya pembuatan dan perawatan sistem penyaliran berupa saluran dan dump.
2. Pada saat musim hujan perlu adanya pengontrolan pada sistem drainasse
sehingga sistem dapat berfungsi dengan baik.

50
DAFTAR PUSTAKA

Empat Dasawarsa PT.Antam Tbk.2008. Memaknai Alam Melintas Masa

Gautama R.S. 1995. Hidrologi dan hidrogeologi. Jurusan Teknik Pertambangan,


ITB. Bandung.
Jumarland. 2008. Perencanaan Sistem Penirisan Dengan Metode Saluran
Terbuka Pada Kegiatan Penambangan Batubara PT. Hasta Mulia Jaya,
Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Tugas Akhir Program Studi Teknik
Pertambangan Jurusan Teknik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Papua Manokwari.
Sulistyana, W. 2010. Perencanaan Tambang. Anugrah print. Jogjakarta.
Tahang, E. 2009. Studi Kegiatan Penambangan Bijih Nikel pada Bukit III,
Tambang Utara PT. Aneka Tambang Tbk, UBPN Operasi Pomalaa,
Sultra. Laporan Kerja Praktek Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas 19 November Kolaka.
http://mheea-nck.blogspot.com/2010/06/genesa-nikel.html (11 Maret 2011)

http://www.senyawa.com/2011/01/metode-penyaliran.hmtl (7 April 2011)

http://mheea-nck.blogspot.com/2011/01/sistem-penirisan-tambang.hmtl
(9 April 2011)
http://mheea-nck.blogspot.com/2010/04/konsep-dasar-perencanaan-tambang.html
(9 April 2011)

51
52
Lampiran 1 Data Curah Hujan Tahunan

DATA CURAH HUJAN TAHUNAN


TAHUN 2001

BULAN
Tgl
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
1 2 4 2 95 1 5 9.2 17.8
2 1 8 19 16 2 35.2 14.3 0.4
3 35 1 TTU 0.6 37.9
4 7 0.3
5 26 15 8 8 22 18 4.7
6 37 1 TTU TTU 1.2
7 5 13 3 8 0.6 32 1 12.2
8 6 18 1 1 1.4
9 7 7 TTU 5 14
10 2 10 9 1.2
11 23 1 51 13 3.1 15.8
12 TTU 2 5 0.5 19.2
13 TTU 4.2 1
14 3 1 11 6 7 0.3
15 5 1 25 9 8 5
16 5 18 TTU 2.8 9.2
17 9 TTU 36 2.1
18 TTU 17 36 5 0.1 4.6
19 1 1 2 7.5 44 0.2 2.6
20 20 TTU 7 4
21 1 34 7
22 7 0.3 7 4.2 5 0.4 60.2 4.4
23 TTU 0.3 2 44 10 16 0.7
24 11 31 85 26 3 13.4
25 12 18 0.7 50 2 2.1 2 0.7 2.7
26 1 0.2 1 3 3.2
27 3 3 3 0.6 2.5 9.4
28 9 5 17 33 6 6 10.3 40.3
29 1 17
30 TTU 8 3 4 1 5.7 0.2
31 7 5 0.6
Jumlah 197 122 128 370.8 170 144 66.2 32 76 106 184.7 141.6
Rata-rata 6.355 4.357 4.129 12.36 5.484 4.8 0.858 1.032 2.533 3.419 6.157 4.568
HH 23 14 19 21 16 16 8 1 10 10 20 16
Ket HH : Jumlah Hari Hujan

TTU : Jumlah Curah Hujan Tidak Terukur (< 0,1)

53
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN
TAHUN 2002

BULAN
Tgl
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
1 0.4 0.9 17.2 29.2 1 1
2 3.6 23.3 50.2 41.4 4.2 14 3.1 3.1
3 16.8 3.9
4 4.1 0.6 1.7 62.8 3.2 9.2
5 14.6 0.5 33.9 8.6 14.2 20
6 8.4 0.3 5.4 11.3 10.8 TTU 3.8 3.8
7 4.5 2.8 60.4 11.4 5.7 5.7
8 27.2 0.6 0.2 1.2 1.2
9 10.1 51.2 33.2 14.7 46.6 0.2 0.2
10 24.2 34.4 30.4 15.8 1.2 2.4 2.4
11 0.4 0.4 13.5 65.6 1.2
12 3.1 0.4 9
13 0.6 21.7 10.6 0.3 0.3
14 0.3 0.3 3.5 6 4.1 12.6 12.6
15 3.9 28.6 14 0.5 2.7 TTU TTU
16 1.7 1.1 6.9 37.2 1.3 10.2 10.2
17 0.5 1.6 3.4 15.6 5.2 0.4 31.1 31.1
18 3.1 4.5 0.2 2 2
19 1.3 12.4 17.7 11.2 11.2
20 7.3 10.2 1.2 1.2 35.4 6.3 6.3
21 11.1 2.2 11 0.3
22 37.2 5.6 TTU 16.4
23 3.1 0.8 3.8 1
24 TTU 11.8 6.4 2.4
25 1.4 9.6 22.6
26 4.8 80.2 TTU 3.3 0.2 1.9 1.9
27 16 3.2 28
28 40.4 47.8 0.9 46.2 46.2
29 6.6 12.8
1.4
30 11.6 4.6 5.1 11.5 11.5
31 11.7 0.8 0.5
Jumlah 253.6 222.4 198.4 324.6 347.6 148.1 28.8 0 22.8 23.2 150.7 151.2
Rata-rata 8.181 7.943 6.4 10.82 11.213 4.937 0.929 0 0.76 0.748 5.023 4.877
HH 26 16 21 24 12 19 5 1 2 2 18 19
Ket HH : Jumlah Hari Hujan

TTU : Jumlah Curah Hujan Tidak Terukur (< 0,1)


54
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN
TAHUN 2003

BULAN
Tgl
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
1 0.9 0.3
2 55.3 1.8 TTU 1.1 8.6 1 6.8 1.3
3 0.6 1 0.8 0.2 13.7 5.5 2.3 0.2
4 33.5 4.8 1.6 1 57.1
5 5 21.4 12.6 4 8 24.2 1.9 1.1
6 3.5 11.5 12 3.8 1.2 0.8
7 3.3 3.8 23
8 1 2.2 0.2 0.8 6.3 19.9 0.4 28.4 3.9
9 1.1 1 1.6 71 44 25
10 3.4 12.9 20.9 16.3 5.2 2.8 28.5 9.1
11 39.8 26.2 7.5 21.5 5.8 14.4 3
12 0.4 6.8 44 100.4 3.6 2.4
13 0.1 3.2 18.4 11.4 3.4 12.8 34.4
14 TTU 1.8 15.3 0.3 34.6 3.2 18.4
15 1.5 7.8 4 12 1.3 8.5
16 4.8 4.9 0.5 1.3 34.3 25.3
17 26.8 2.6 40.6 23.9 1.4 13.4
18 17.2 TTU 16.4 TTU 0.7 82.2 24.8
19 21.2 21.4 9.6 5 2 0.3
20 2.2 8.1 3.4 4.1 0.1 0.7
21 10 TTU TTU 1.6 2.2 0.5
22 5 TTU 5.9 0.2 2.3 2.3 6.4 1.8
23 1.4 7.7 4.6 0.2 6.4 0.2 1
24 4.2 4.2 67.9 0.6 22.4 8 2.8 6.4
25 29 8.1 17.3 10.3 0.2
26 8.2 1.2 2.7
27 10.6 6.3 4.1 7.7 0.8 3.2 14.2
28 124.7 1 3 1.1 0.2
29 16.2 14.8 10.9
30 34.2 3.3 11.2 10.3 0.2 0.3
31 33.6 4 64 4.5 2.8
Jumlah 368.6 151.6 204.6 182.2 255.3 134.7 183.2 114.4 37.8 132.1 114.7 275
Rata-rata 11.89 5.414 6.6 6.073 8.235 4.49 5.909 3.69 1.26 4.261 3.823 8.871
HH 20 16 20 21 15 12 15 13 10 8 15 26
Ket HH : Jumlah Hari Hujan

TTU : Jumlah Curah Hujan Tidak Terukur (< 0,1)


55
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN
TAHUN 2004

BULAN
Tgl
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
1 4.7 0.6 10.4 7.3 20.3
2 0.1 30.2 18.8 8.2 8.3 25.2
3 25.1 TTU 0.1
4 0.4 35 12.9 1.4 4.8
5 14.6 9.8 3 3.4 1.7 8.7 2.8
6 4.1 3.2 24.4 8.8 10.9 TTU
7 0.4 29.4 14.8 8.6 32.4 0.5
8 0.2 18.1 8.6 24 38.6 8.4 0.4 3.8 4.8
9 0.1 34.8 19.5 1.8
10 0.6 2.8 2.3 2.8
11 5.8 1.8
12 1.5 0.4 40.1 2.2 2.9 0.3
13 9.2 24.7 2.3 2.1
14 19.3 0.8 0.1
15 73.1 5.1 0.5 TTU
16 2 13.2 7
17 3 1.7 1.4 0.4 15.8
18 0.6 3 1.1
19 11.2 19.5 7.1 4 22.7 1.2
20 2.4 1.2 11.8 13.8 2.1
21 6.8 46 20.2 3.3 0.2
22 1.8 33.2 0.7 1.1 7.6
23 2.3 39.5 0.8
24 24.4 1.4 38
25 1.4 1.1 0.3 4.6 0.3 13.3
26 6.4 13 7.2 7.5 0.5 4.2
27 11.1 0.3 14.7 16.2 0.4 1.6 7.2
28 9.4 0.2 19.8 1 16 3.2
29 14.6 23.6 1 7.6 3.2
30 4 62.9 1.2 19 20.3 7.3
31 16.5 7.3
Jumlah 104 221.4 384 192.5 182.3 46.8 28.3 0 15.8 12.1 133.9 160.9
Rata-rata 3.355 7.634 12.8 6.21 5.881 1.56 913 0 0.527 0.39 4.463 5.19
HH 18 18 21 13 15 11 13 0 6 2 16 17
Ket HH : Jumlah Hari Hujan

TTU : Jumlah Curah Hujan Tidak Terukur (< 0,1)


56
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN
TAHUN 2005

BULAN
Tgl
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
1 6.2 3.7 22.5 TTU TTU 1.7
2 21.2 0.3 0.2 3.2 0.1 0.5
3 14.6 25.5 0.7 7.8 9.6 6
4 52.2 3.8 9 14.8 TTU 0.8 4
5 3.7 1.3 13.3 1 0.1 3.1 6.8
6 1 1 65.4 2 0.1
7 20.9 0.8 60.4 5.8 89.7 4.2 1.6
8 9.8 17.4 3.8 10 4.6
9 0.2 34 26 15.1
10 39.8 44.2 0.8 35
11 TTU 0.8 2.3 3.4 13.9 10.2 30 13.4 2
12 6.6 10.7 2.1 36.9 4.4 0.5
13 3.6 15.5 53.4 2.7 TTU 14.1 19 1
14 TTU 4.3 1.2 5.6 49.4 3 1.4 20.4 1 0.5
15 48.6 9.2 30.1
16 10.3 8.4 12.6 26.2
17 0.2 5.7 7.1 13.4 0.5 10
18 6.8 10.1 1.6 6.7 6 4.7
19 14.2 25 1.7 55.3 48.2 27.5
20 52 48.7 0.8 1.6 3 54
21 0.4 1.1 34 5.2 0.5 4.1 2.4 0.5
22 1.8 107.7 5.6 10.1 24
23 37.2 6.7 0.4 5.7 0.5 TTU 4.1 1 13.3
24 0.5 4.2 0.5 12
25 2.9 25.4 1.6 4.4 0.5 2.7
26 0.2 2.7 0.8
27 2.1 0.4 9.6 3.2 66
28 69.1 0.1 49.6 6.8 71.6 0.3
29 30.9 1.4 2.8 28 1 25
30 20.2 0.5 2
31 18.9
Jumlah 246.1 128.1 382.8 421.7 190.1 114.1 169.8 51 2 328.7 73.2 241.4
Rata-rata 7.939 4.579 12.35 14.06 6.132 3.803 5.477 1.645 0.067 10.6 2.44 7.787
HH 18 16 20 21 16 12 10 6 5 19 12 23
Ket HH : Jumlah Hari Hujan

TTU : Jumlah Curah Hujan Tidak Terukur (< 0,1)


57
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN
TAHUN 2006

BULAN
Tgl
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
1 1.4 1.2 0.8 14
2 15.3 18.6 82.3
3 39.7 6.6 3
4 0.6 2.9 9
5 13 13.6 2.8
6 30 0.2 2.4 3.1
7 52 0.9 1.2 0.7
8 9 107.6 2.1 TTU
9 0.6 0.3
10 12.9 28 TTU
11 27 TTU 2.3 0.3 TTU
12 3 TTU 18.5 0.3 6.6
13 5 9 4.7 31.7 0.3 9 5.5
14 41 2.4 7.8 TTU 13
15 2.7 22 4.6 TTU
16 12 21.5 0.7 2 8 1.9 TTU
17 7.4 19 4 0.4 20.9 TTU
18 1 19 31.1 27.1 0.1 14 3
19 TTU 27.1 2 48.3 7.3 2 1 8.2
20 TTU 0.5 22.9 2.4 4.6
21 1 0.5 4.4 32.8 1.4 11.2
22 56.3 30.8 14.1 22
23 7 5 21 4.9 51.1
24 10 7.5 48.5 TTU 0.8 21.6 10.2
25 18.5 7.3 TTU 21 6.6
26 1.4 1 54.2 0.6 TTU
27 28.5 0.5 TTU 3 TTU
28 5 2.4 TTU 0.4 0.6 2.4
29 1 22.7 0.7 12.7 TTU 2.5 2 0.8
30 16.9
31 0.8 0.3 TTU 1.4
Jumlah 114.4 276.4 153.5 177.8 381.6 190.8 24.8 27 10.9 0 121.4 110.6
Rata-rata 3.69 9.871 4.952 5.927 12.31 6.36 0.8 0.87 0.363 0 4.047 3.568
HH 14 17 15 19 19 19 7 5 4 1 12 16
Ket HH : Jumlah Hari Hujan

TTU : Jumlah Curah Hujan Tidak Terukur (< 0,1)


58
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN
TAHUN 2007

BULAN
Tgl
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
1 3.2 7.4 23.5
2 54.1 67.9 TTU 7.3 TTU 7.2 1.2 TTU
3 0.5 19.8 14.4 18 TTU 6.5 2.7
4 3.2 3.4 36.6 9.8 11.8 7.4 11.2 1.3 3
5 0.2 9.4 24.4 58.2 TTU 14.1 TTU
6 0.9 TTU 0.9 3.8 8.1 2.2 11.6
7 5 1.2 2.9 4.5 1.9 0.2 4.1 2.5
8 21.4 48 6.1 23 32.9 TTU TTU
9 16.7 3.8 1.9 23.4 0.5 0.6 2.9 24.4 30 7
10 30.5 TTU 48.4 3.8 TTU 43.4 14
11 0.2 0.6 10.5 13.8 TTU TTU 16.3 1.4
12 TTU 9.8 1.8 0.1 2.6 7
13 TTU TTU 6 1.1 TTU 4.5
14 9.4 20.7 9.1 1.3
15 TTU 0.4 16.1 TTU TTU 31.5
16 2.6 4.4 8.5 24.2 22.9 2
17 26 0.5 48.7 4.1 10.7 15 8.4
18 TTU TTU 57 0.2 5.3 0.1 0.2 14.6 TTU 1
19 1 0.6 99.9 8.8 23.2 0.1 1 TTU 6.4
20 3.1 0.3 4.6 18.9 7 2 12.8 28.8
21 TTU 9.8 0.2 TTU 11.2 TTU 2.4 22.3 5.2
22 9.8 18.4 5.7 1.2 2 TTU 7.8 21.4 1
23 4.8 2.5 3.1 0.3 3.3 1.8 1.8 54.2 8.8
24 31 26.5 1.5 0.1 0.9 48.3
25 25 43 2.6 TTU TTU 18.5 TTU 0.4 1
26 2.8 7.2 TTU 10.4 2.4 0.8 TTU 53.6 14
27 2.9 TTU 0.7 0.8 10.6 TTU 2.2 TTU 6.6
28 1 TTU 4 TTU 54 27.6 0.2 0.9 38.2 5.5
29 1 1.4 0.7 4.9 2.8 28
30 11.4 TTU TTU 8 0.5 13.4
31 1.6 23.6 10.9
Jumlah 165 301.6 245.2 293.1 212 221.5 79.4 27.9 47.1 145 292.7 221.2
Rata-rata 5.322 9.729 7.91 9.455 6.84 7.145 2.561 0.883 1.519 4.677 9.442 7.135
HH 21 20 21 23 20 23 14 17 7 17 19 24
Ket HH : Jumlah Hari Hujan

TTU : Jumlah Curah Hujan Tidak Terukur (< 0,1)


59
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN
TAHUN 2008

BULAN
Tgl
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
1 8.2 19.6 16.5 3.2 8.5
2 1.3 15.9 15.3 20.7 9.1 0.8 12.1 TTU
3 9.5 0.3 3.6 74.3
4 0.5 1.2 TTU 14.4 18 9.9 4.6 2 6
5 2.4 3.9 0.3 5.4 0.2 2.6 31.4 TTU 3.8
6 TTU TTU 2.2 45.4 17.1 4.3 20.4 4.9
7 26.7 1 3.2 16.1 1 7.1 14.2 1.6
8 5.7 5.7 TTU 3.7 33 11.8 0.6 0.5 2.3 4.6
9 4.9 1.3 1.2 7 17 11.4 20.3 8.4
10 TTU 3.6 10.4 1 17.6 2.7 5.2
11 2 0.5 25.1 25.4 6.9 1.7 18
12 15.2 51.4 1.4 6.7 13.1 13 0.3 6.3 20.8
13 2.4 4.1 0.5 5.7 16.6 0.2
14 0.4 0.4 25.2 20.7 42 TTU 2.1 1.4 4.8
15 15.4 TTU 48.7 14.4 3 2.6
16 8.4 6.4 14.5 14.7 0.2 0.2 28 4.2 6 0.8
17 5.4 5.4 1 0.2 7.7 21.8 8.8 0.1
18 0.4 2.3 0.4 0.1
19 4.1 25 2.8 3.4 9.6 9.5
20 7.5 7.5 18 4.6 0.4 2 0.5 TTU
21 9.6 9.6 1.4 TTU 3 12.6 23.4
22 1.1 1.3 1 15.4 30.1 7.4 22.8
23 TTU 2.3 2.6 43.7
24 1.8 1.8 27.3 20.2 TTU 1 2 2.8 11.6 1.6
25 45.7 1.3 95.5 TTU 9 14.6
26 5.6 3 25 TTU 0.1 1 0.2 3.4 29.5 TTU
27 1.2 0.4 14.9 0.9 4 14.6 3.6 63.6 1
28 3.8 1.6 2 2.3 1 0.2 59 TTU
29 TTU 0.3 2.5 19.7 5.4 24
30 12.9 16.5 10.2 0.4 4.4
31 31.2 24.8 30.8
Jumlah 132.5 66.6 269.7 250.8 192.3 221.9 76.7 169 167 202.5 327.2 93.2
Rata-rata 4.274 2.148 8.7 8.09 6.203 7.158 2.474 5.45 5.387 6.532 10.55 3.006
HH 16 19 20 22 18 17 15 22 12 21 25 17
Ket HH : Jumlah Hari Hujan

TTU : Jumlah Curah Hujan Tidak Terukur (< 0,1)


60
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN
TAHUN 2009

BULAN
Tgl
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
1 1 9 1.8 0.1 1.4
2 0.5 0.3 0.3 0.2 1
3 2.6 2.6 0.9
4 35 0.6 TTU 1 17.3
5 0.3 9.4 3.2 12 8
6 TTU 21.6 7.7 TTU 9.4
7 0.6 3.4 2 1.4 17.8 TTU 0.6 14 10.2 8.4
8 5.2 4.5 44.9 2.2 0.2 0.2 28 41.5
9 15.9 21.5 28.7 7.3 7
10 5.4 22.2 16.1
11 0.4 40.5 7.6 1.4 TTU 14.5 0.8 8.3
12 4 TTU 0.6 3 30.5
13 TTU 19.4 44.2 5.7 71.4 7.9 TTU 15.5
14 TTU 6.8 17.3 1.5 19 8.9
15 0.5 0.6 2.2 8.2 32.9 TTU TTU 11.4
16 0.2 0.8 11.4 15.7 1.5 15.3
17 4.2 0.3 37.4 38.8 11.8 2.1 2.8
18 TTU 16.8 0.5 6.5 14.2 0.4
19 1 39.6 0.1 6.3 6.4 3 3.8 TTU
20 TTU 1.8 3.2 51.8 20.8
21 2 5.7 TTU 1 14.2 3.4 45.2
22 15.5 33 TTU 12.4 5.5 0.2 18 32.4 TTU
23 1.8 11 0.3 0.4 21.7 1.1 31.3 TTU
24 2.6 42 TTU 15.7 TTU TTU
25 3.6 3 TTU 0.1 0.2 4.2
26 28 5 0.2 TTU 62.5 1.3
27 12 3.6 0.6 28 17.7 16.4 30.7
28 0.8 TTU 0.6 35 1 23.9
29 TTU 18.3
30 3.4 8 15.1 TTU 1.8
31 0.4 TTU 1
Jumlah 107.3 169.8 192.2 216.8 271.1 93.2 154.6 23.1 2.1 108.5 220.1 243.9
Rata-rata 3.461 5.477 6.2 6.993 6.132 3.006 4.987 0.745 0.067 3.5 7.1 7.868
HH 22 16 20 20 23 15 13 5 7 10 14 21
Ket HH : Jumlah Hari Hujan

TTU : Jumlah Curah Hujan Tidak Terukur (< 0,1)


61
DATA CURAH HUJAN TAHUNAN
TAHUN 2010

BULAN
Tgl
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
1 5.5 11.2 112.1 0.1 67.6 TTU 6.4 4.8 17.5 38.5
2 17.2 7 15.6 4.3 47.7 TTU TTU 0.3 0.5
3 1.8 1.7 1.7 1.5 16.7 TTU 6.6 0.4 26.3 8 3.9
4 12.6 5.3 1 44.3 TTU 24.8 1.2 0.5 2 16.8
5 1 0.1 3 2.5 10.1 109.4 41.8 21.5 5.8 6.4 7.9
6 13.9 10.8 96.7 5.5 1.6 0.3 TTU 13.5 21.8 13.2 40.4
7 5 0.2 32.2 TTU 0.6 12.3 9.7 0.2
8 5 6.9 5.2 9.5 40.2 5.9 0.1 3.2 36.8 TTU 2.6
9 11.3 96.6 37.5 1.6 4.2 9.7 3 6.8
10 15.8 30.3 5.6 1.2 34.6 58 16.6 31.5 7 0.3 0.1
11 3.2 1.1 2.5 TTU 5 2 16.4 7.7
12 0.9 4.3 4.9 12.5 12.4 4.6 98.8 30.2
13 0.2 20.7 TTU 10.6 TTU 0.1 TTU 2.1
14 6.2 26.7 1.1 3.2 16.2 8.1 0.2
15 0.5 11 3.6 8.6 33.9 10.6 2.2 6.1 134.3 10.6 12.6
16 TTU TTU 1.3 22.5 3.7 11.2 1
17 0.1 0.5 3.6 1.1 21 TTU
18 8.7 5.4 0.3 7.4 TTU 0.3 7 10.9 8.6 0.5 0.8
19 12.8 0.4 6 0.1 5.2 9.3 55 TTU TTU
20 4.7 10 0.8 12.9 3.8 43.9 63 0.2
21 1.9 0.8 0.1 2.9 2.2 26.1 9.5 25.2 7.5
22 0.7 0.9 11.5 TTU 0.7 30 1.8 0.2 1.5
23 1 TTU 60.5 19.8 TTU 1.9 5.5 17.4 TTU 19.2
24 0.6 TTU 0.7 1.8 9.5 4.7 TTU 3.4 TTU 48.3
25 39.1 2.5 10.8 17.4 21 19.9 19.2
26 1.5 TTU 0.9 3.3 50.2 0.4 6 1.1 162.7
27 0.5 0.1 1.1 36.1 28.5 29.5 7.4 2.7 5.6
28 TTU 1.3 8.8 3 0.9 TTU 5 21.8 1.5 4.3
29 2.4 TTU 2.8 13 TTU 7.3 16.9 11.2 3.2 4
30 12.3 3.6 14 3.4 0.9 2.3 31 12 2.6 0.1
31 25.7 0.4 14.8 0.2 36.5
Jumlah 150.9 239.3 224.8 219.4 286.5 311.9 342.8 273 469.7 349.5 314 258.8
Rata-rata 4.868 7.719 7.252 7.077 9.241 10.06 11.06 8.81 15.15 11.27 10.13 8.348
HH 22 18 22 21 27 23 24 26 30 25 22 21
Ket HH : Jumlah Hari Hujan

TTU : Jumlah Curah Hujan Tidak Terukur (< 0,1)


62
Lampiran 2 Data Curah Hujan Maksimum Bulanan dan Data Hari Hujan.

Data Curah Hujan Maksimum Bulanan

Bulan
THN Maks
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOV DES
2001 197 122 128 370.8 170 144 66.2 32 76 106 184.7 142 370.8
2002 253.6 222.4 198.4 324.6 347.6 148.1 28.8 0 22.8 23.2 150.7 151 347.6
2003 368.6 151.6 204.6 182.2 255.3 134.7 183.2 114.4 37.8 132.1 114.7 275 368.6
2004 104 221.4 384 192.5 182.3 46.8 28.3 0 15.8 12.1 133.9 161 384
2005 246.1 128.1 382.8 421.7 190.1 114.1 169.8 51 2 328.7 73.2 241 421.7
2006 114.4 276.4 153.5 177.8 381.6 190.8 24.8 27 10.9 0 121.4 111 381.6
2007 165 301.6 245.2 293.1 212 221.5 79.4 27.9 47.1 145 292.7 221 301.6
2008 132.5 66.6 269.7 250.8 192.3 221.9 76.7 169 167 202.5 327.2 93.2 327.2
2009 107.3 169.8 192.2 216.8 271.1 93.2 154.6 23.1 2.1 108.5 220.1 243.9 243.9
2010 150.9 239.3 224.8 219.4 286.5 311.9 342.8 273 469.7 349.5 314 259 469.7
RATA-RATA 361.67

Data Hari Hujan

Bulan
Thn Total
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2001 23 14 19 21 16 16 8 1 10 10 20 16 174
2002 26 16 21 24 12 19 5 1 2 2 18 19 165
2003 20 16 20 21 15 12 15 13 10 8 15 26 191
2004 18 18 21 13 15 11 13 0 6 2 16 17 150
2005 18 16 20 21 16 12 10 6 5 19 12 23 178
2006 14 17 15 19 19 19 7 5 4 1 12 16 148
2007 21 20 21 24 20 23 14 17 7 17 19 24 227
2008 16 19 20 22 18 17 15 22 14 21 25 17 226
2009 16 19 21 22 23 15 13 5 7 10 14 21 186
2010 22 18 22 21 27 23 24 26 30 25 22 21 281

63
Lampiran 3. Dokumentasi lapangan

Lokasi Penelitian Bukit TLF Wilayah Tambang Tengah

Lokasi yang cocok untuk pembuatan dump sebagai kolam pengendapan

64
Daerah genangan air pada bukit TLF

Penempatan sump yang tidak sesuai pada lokasi penambangan

65

Anda mungkin juga menyukai