Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalh ini tepat pada waktunya yang berjudul “JIHAD”
Dengan selesainya makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terimakasih.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari makalah ini, baik
dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari makalah ini.

Tasikmalaya, November 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian Jihad.................................................................... 2
B.  Argument Pengusung Pihak Pro Jihad.................................. 6
C.  Argumen Pihak Kontra Jihad................................................ 11
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.......................................................................... 17
B.     Kritik dan Saran ................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam diri manusia, kebajikan dan keburukan itu sama-sama bersanding.
Oleh sebab itu, setiap manusia pasti memiliki potensi kebaikan dan juga
keburukan. Keburukan itu mendorong manusia pada perilaku ketdaksewenang-
wenangan, sedangkan kebajikan selalu mengantarkan kepada sebuah
keharmonisan. Ketika keburukan itu mendorong pada kesewenang-wenangan,
kebajikan merintih dan berseru untuk menceganhnya. Dengan demikian, lahirlah
sebuah perjuangan, baik di tingkat individu maupun masyarakat dan negara. Perlu
kita ketahui bahwa agama Islam datang dengan membawa nilai-nilai kebaikan dan
menganjurkan manusia agar memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan.
Namun, hal tersebut tidak dapat terlaksana dengan sendirinya, kecuali melaui
perjuangan (jihad) dalam menghadapi musuh.
Dalam Al-Qur’an, istilah Jihad sering kali disalahpahami sebagai salah satu
ajaran Islam yang merupakan simbol kekerasan, kekejaman, dan terorisme.
Padahal sebenarnya bukan itu maksudnya. Maksud jihad di sini adalah sebuah
perjuangan untuk menuju kebaikan (di jalan Allah). Jika hal tersebut terus-terusan
salah paham, maka semua itu akan menimbulkan sebuah kekerasan di tengah
masyarakat. Padahal Islam datang itu merupakan rahmat bagi seluruh alam. Dan
juga jihad di sini tidaklah identik dengan teroris, melainkan sebuah perjuangan
untuk memerangi keburukan. Untuk lebih jelasnya, dalam makalah ini akan
membahas sedikit tentang jihad.

B.  Rumusan Masalah


a)    Apa yang dimaksud dengan jihad?
b)   Bagaimana argumen para ulama’ tentang pro kontra Jihad?

C.  Tujuan
a)    Untuk mengetahui makna Jihad
b)   Untuk mengetahui argumen ulama’ tentang pro kontra jihad

1
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Jihad
Sebelum kita beranjak pada pembahasan argument para kaum pro kontra
jihad, alangkah baiknya kita mengetahui apa itu jihad, agar seseorang tidak
salahpaham mengenai jihad. Karena biasanya, jihad itu diartikan sebagai perang,
padahal sebenarnya jihad itu berarti perjuangan untuk melawan keburukan sesuai
dengan ajaran Islam.
Kata Jihad berasal dari bahasa arab dari kata kata jâhada, yujâhidu, jihad,
yang artinya saling mencurahkan usaha. Menurut Imam an-Naisaburi dalam kitab
tafsirnya menjelaskan bahwa jihadsecara bahasa, yaitu mencurahkan segenap
tenaga untuk memperoleh maksud tertentu, atau mengeluarkan segenap pikiran,
tenaga, harta dan apapun yang dimiliki dan mampu dilakukan. Kata jihad dalam
Al Quran terulang sebanyak 41 kali dengan berbagai bentuknya Mu’jam Al
Maqayis fi Al Lughah, “ semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d, pada awalnya
mengandung arti kesulitan atau kesukaran yang mirip dengannya.1[1]Sementara
dalam literatur yang lain penulis menemukan kata jihad terambil dari kata jahd
yang berarti “letih/sukar”. Di sisi lain, jihad juga berarti kemampuan yang
menuntut seorang mujtahid untuk mengeluarkan segala daya dan kemampuannya
dalam mencapai sebuah tujuan. Menurut mazhab Maliki, jihad berarti peperangan
kaum Muslim melawan orang-orang kafir dalam rangka menegakkan kalimat
Allah hingga menjadi kalimat yang paling tinggi.Para ulama mazhab Syafi’i juga
berpendapat bahwa jihad berarti perang di jalan Allah.
Sedangkan dalam agama Islam jihad berarti bekerja dengan sepenuh hati.
Akan tetapi melalui tiga tahap dan syarat yang harus ditempuh yang salah satu
diantaranya adalah:
*      Adanya roh suci yang menghubungkan makhluk dengan khaliknya
*      Roh suci menimbulkan tenaga dinamis aktif yang tahu berbuat sesuai dengan
tempat, waktu dan keadaan
*      Dimulai dengan ilmu yakin, yang dengan peningkatan iman sampai kepada
haqqul yakin

1[1] Quraisys Shihab. Wawasan Al Quran. Hlm 501

2
Dalam Islam kata jihad biasa disebut dengan dzanni (ragu).Ada dzanni yang
terlepas daripada waham dan syak.Maka dzanni ini mengandung arti sesuatu yang
lebih memberatkan adanya daripada tidak ada.Sebab, tanda-tanda dan dalil-dalil
yang menyatakan atau menerangkan adanya (benarnya) sesuatu tersebut.
Untuk dapat mengetahui pertempuran tersebut termasuk fi sabilillah ataukah
bukan (termasuk dalam makna jihad diatas) ataukah hanya sekedar peperangan
yang didasari ambisi golongan semata, maka perlu kita tilik fakta-fakta
peperangan dalam Islam yakni :
1.    Jihad melawan orang-orang murtad
2.    Perang melawan para pengikut bughat, perang ini tidak dikatakan jihad Fi
sabilillah karena :
      Yang telah diperangi adalah orang-orang muslim
      Orang yang mati dalam perang ini bukan termasuk kategori mati syahid
3.    Jihad melawan para pemberontak (pengacau), misalnya yang berniat
menganiaya, menyamun, merampok, memperkosa dan lain-lain. Perang fi
sabilillah jika yang termasuk dalam kelompok ini adalah : orang kafir
musta’man, orang murtad, Ahlu Dzimmah, adapun jika menghadapi orang
islam maka tidak termasuk kategori tersebut.
4.    Perang mempertahankan kehormatan secara khusus (jiwa, harta benda, dan
keluaraga) atau yang biasa disebut As Siyal, islam sangat mensyariatkan
seseorang agar senantiasa menjaga kehormatan, harta benda dan jiwanya,
masuk dalam kategori jihad jika sasarannya adalah kaum-kaum selain muslim.
5.    Perang mempertahankan kehormatan secara umum (Membela hak Allah,
membela kepentingan dan hak-hak masyarakat umum). Sekalipun objeknya
sama dengan perang sebelumnya, namun yang dimaksud dengan harta benda
dan kehormatan disini adalah dalam kategori miliknya sendiri, misalnya:
sekelompok pelacur, penjudi serta kelompok yang melakukan pembunuhan
terhadap dirinya sendiri. Inilah yang dimaksud hak-hak Allah dan masyarakat
karna dapat merusak tatanan nilai yang ada dalam masyarakat serta merusak
kesuciannya. Beperang untuk membersihkan pelanggaran terhadap hak Allah
ini disebut dengan Taghyir Al Munkar. Perang dalam konteks ini disebut
dengan jihad.

3
6.    Perang menentang penyelewengan Negara, Peperangan jenis ini, dalam fiqih
Islam dikenal dengan beberapa istilah, seperti al-khurûj (pemisahan diri), ats-
tsaurah (pemberontakan atau kudeta), an-nuhûdl (kebangkitan), al-fitnah
(fitnah), qitâl azh-zhulmah (memerangi kezhaliman), qitâl al-umarâ
(memerangi penguasa), inqilâb (revolusi), harakat tahririyah li tashîh al-auda
(gerakan pembebasan untuk perbaikan), harb ahliyah (perang saudara), dan
lain-lain
7.    Perang fitnah (perang saudara), yaitu perang yang melibatkan dua bersaudara
antar sesame muslim, islam sangat melarang hal ini dan mengancam akan siksa
neraka pada pelakunya.
8.    Perang melawan perampas kekuasaan, demokrasi berperan dalam hal ini karna
telah lahir konteks tersebut pada zaman Rasulullah sehingga kelompok yang
telah menjungjung penguasa tanpa alih tangan rakyat masuk dalam kategori
perampas kekuasaan. Terdapat dua pendapat dalam hal ini, dimana Ali bin Abi
Thalib memasukkannya dalam konteks jihad dengan bukti dia tidak
memandikan mayat saudara muslim ketika dalam perang siffin, dan tidak pada
asma binti abu bakar pada perang melawan perampas kekuasaan yakni Marwan
bin Hakam.
9.    Perang melawan Ahlu Dzimmah, yaitu para orang-orang kafir yang
dibebaskan memeluk agamanya dalam sebuah Negara islam dan diberikan
jaminan untuk dapat menjaga ketentraman dan ketenangan penduduk muslim
didalamnya, akan gugur dzimmahnya apabila telah melanggar apa yang telah
diaturkan oleh Negara, dalam perang ini masuk konteks fi sabilillah.
10.     Perang ofensif untuk merampas harta benda musuh,
11.     Perang untuk menegakkan Daulah Islam, untuk menilik kategori perang ini
apakah masuk dalam jihad fi sabilillah atau bukan, maka perlu kita lihat fakta
sasaran yang terjadi, yakni :pertama, jika sasaran perang ini adalah orang-
orang muslim yang tidak menghendaki berdirinya Daulah Islamiyah maka
termasuk dalam perang melawan kaum bughat. Kedua, jika sasarannya adalah
kaum kafir (Ahlu Dzimmah) yang tidak mau tunduk serta tidak menghendaki
berdirinya Daulah Islamiyah maka perang tersebut menunjukkan jihad
melawan kaum kafir harby. Ketiga, jika sasarannya adalah para penjajah yang

4
tidak mau memerdekakan Negara jajahannya yang ingin menjadi Daulah
Islamiyah maka perangnya masuk jihad.
12.     Perang untuk menyatukan negeri-negeri islam,Perang untuk menyatukan
negeri-negeri Islam pada dasarnya tergolong perang untuk menegakkan kalimat
Allah. Meskipun demikian, perlu dicermati sasarannya. Jika yang diperangi
adalah orang-orang kafir atau ahlu dzimmah yang telah mencampakkan
perjanjiannya, maka melawan mereka dikategorikan sebagai jihad. Akan tetapi,
jika yang diperangi adalah sesama kaum Muslim yang teguh pada nasionalisme
atau kebangsaannya, sementara mereka dijadikan alat oleh negara-negara kafir
untuk melawan sesama kaum Muslim, maka perang melawan mereka tidak
dikategorikan sebagai jihad fi sabilillah2[2]
Dari beberapa fakta-fakta perang dalam islamdi atas, tentunya kita akan
dapat menilik secara teliti pada suatu perselisihan apakah masuk dalam perang fi
sabilillah atau bukan. Penulis menanggapi dan tersirat opini bahwasanya tidak
serta merta adanya perang dapat dikategorikan dalam konteks jihad, dan tidak
sepatutnya kita sebagai umat muslim tergesa-gesa untuk terhelak melakukan
perang yang mengatas namakan jihad fi sabilillah sebelum mengkaji dan
menghidupkan observasi apa, siapa, motiv ambisi dan sasaran yang akan dihadapi,
apakah termasuk jihad ataukah bukan. Karna sampul konteks jihad dalam islam
tidak serta merta terlahir, dan pada zaman Rasulullah tidak ada keabu-abuan yang
sehingga jihad tersebut diragukan karna Rasulullah pada masa hidupnya tidak
akan berperang kecuali dengan visi mengembangkan, mensyiarkan islam, serta
menghilangkan kaum-kaum yang melakukan penghalangan terhadap tujuan
beliau.
Sebelum menginjak pembahasan pihak pro jihad, maka lebih baik lagi jika
penulis sedikit mengungkapkan prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi ketika
hendak merealisasikan perang bagi seorang mujahid, di antaranya adalah :
1.    Orang muslim: orang kafir tidak diperintahkan untuk berjhad, jihad hanya
berlaku untuk orang muslim karna selain agama tersebut tidak ada pelaksanaan
jihad.

2[2] DR. syeikh Abdullah Azzam. Jihad membela negeri Kaum


Muslimin.Islmabad. Hlm 97

5
2.    Mukallaf (berakal, dan sudah baligh): anak kecil dan orang gila tidak
berkewajiban untuk berjihad.
3.    Mampu secara fisik dan materi: orang yang lagi sakit tidak berkewajiban untuk
berjihad begitu juga orang yang tidak mempunyai harta untuk bekal jihad.
4.    Orang laki-laki: bagi perempuan tidak wajib jihad
5.    Mendapat izin dari orang tuanya. Hal ini di karenakan dalam peperangan
terdapat bahaya yang sangat besar bahkan sampai bisa merenggut nyawa,
sehingga ketika tidak mendapat izin dari orang tuanya seorang tidak boleh ikut
berperang.
Kelima syarat yang sudah disebutkan di atas, hanya berlaku ketika kaum
kafir belum memasuki daerah-daerah Daulah Islamiyah, jika telah berada dalam
daulah Islamiyah, maka wajib bagi seluruh orang muslim untuk menyerukan jihad
tanpa melihat syarat diatas. Setelah kita mengetahui syarat-syarat yang
menentukan kategori seorang mujahid, maka selanjutnya kita akan mengulas
syarat-syarat yang berhubungan dengan orang kafir, di antaranya adalah:
1.    Tidak berstatus Musta’min (diberi suaka), Mu’ahid (mengadakan perjanjian
damai), atau Dzimmi (dilidungi penguasa dengan membayar jizyah untuk
bertempat di Negara Islam). Karena darah mereka dijaga dalam Islam dan
diakui keberadaannya.
2.    Mereka sudah menerima ajakan dan pengertian tentang Islam dan mengerti
akan sebab-sebab diperanginya musuh islam.

B.  Argument Pengusung Pihak Pro Jihad


Beberapa hadist yang akan kita bahas dibawah ini akan membuka cakrawala
pengetahuan kita tentang pentingnya jihad serta kuatnya dasar norma Islam baik
Al Quran ataupun hadist . Hemat penulis dapat mengerti bahwa jihad merupakan
sesuatu yang diwajibkan dan keharusan yang mutlak karena islam terbentuk atas
penyatuan hati, jiwa dan fisiologi kaum muslim yang selalu mengharapkan
adanya ketentraman bersama dan kedamaian yang abadi, sehingga selalu
terbentuk keimanan yang bertambah di hati para kaum muslimin karna telah
mencapai ketenangaan dalam beribadah. Adapun argumen, asumsi serta

6
paradigma pihak pihak pro terhadap jihad adalah seperti yang telah terungkap
dibawah ini :
َ ‫ َأي اَأل ْع َما ِل َأ ْف‬, ‫ يَا رسول هللا‬: ُ‫ قُ ْلت‬: ‫َوعَنْ َأبِى َذ ٍر رضي هللاُ عنه قال‬
‫ َوا ْل ِج َها ُد‬, ِ‫ اِإل ْي َمانُ بِاهلل‬: ‫ض ُل ؟ قَا َل‬
‫ متفق عليه‬. ِ‫سبِ ْي ِل هللا‬
َ ‫فِى‬
“Abu Dzarr r.a berkata: Ya Rasulullah amal apakah yang terutama
(terbaik) ? Jawab Nabi : Iman, percaya kepada Allah dan berjuang untuk
menegakkan agama Allah. (Buchari Muslim”)3[3]
Hadist diatas merupakan sekilas pembuka dari hadist Nabi Muhammad
saw yang telah dikutip oleh penulis, di riwayatkan oleh shahihain yang telah
termasyhur sebagai Rawi hadist dan tidak diragukan lagi keahliannya dalam hal
ikhwal hadist Nabi saw. Dalam hadist tersebut Nabi Muhammad saw
memasukkan jihad dalam Fadhoilul ‘Amal setelah iman kepada Allah swt. Jika
kita teliti dari sosiohistoris zaman yang terjadi pada masa Rasulullah adalah
merupakan masa pelik penyebaran islam dimana Nabi beserta kaumnya selalu
dihadapkan pada penentangan, kekejaman, hegemoni, serta anarkis kaum kafir
Quraisy yang tidak senang pada agama yang telah diwahyukan pada Nabi yakni
Ad Din Al Islam. Jelas saja jika jihad di jalan menegakkan agama Allah beliau
perintahkan ketat demi menjaga keutuhan ummat islam serta menyebarkan agama
Allah sesuai yang telah diamanatkan kepada beliau. Jihad adalah cirri keagungan
islam. Jihad adalah perisai kebenaran (yang menghalangi kejahatan dan
kemungkaran untuk merusaknya).Jihad adalah akidah atau keyakinan, dan jihad
adalah penolong prinsip-prinsip humanisme (rasa kemanusiaan). Dalam konteks
itu Allah swt berfirman dalam surat Al Baqarah : 251, yang artinya :
“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan
sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini, Tetapi Allah mempunyai karunia ini
yang dicurahkan atas semesta alam.”
Dalam ayat di atas, sudah jelas bahwa Allahtelah menjamin seseorang
yang keluar rumah untuk berjihad dengan dorongan hanya iman kepada Allah swt,
meyakini kitab Al Quranul karim, dan membenarkan para rasul Allah, disamping
itu ia juga berharap rahmat, karunia dan pahala dari Nya. Dia akan mendapatkan
pahala yang besar, kedudukan yang mulia, mati syahid dan masuk surga, atau

3[3] Bahreisy, Salim .Terjemah Riyadlus Shalihin karya Imam Nawawi.Hlm . 270

7
mungkin juga dia dapat kembali lagi kepada keluarganya dengan membawa
kemenangan dan harta rampasan serta pahala yang besar.
Dalam riwayat sanad hadist yang lain juga disebutkan tentang jihad :
‫سبِ ْي ِل هللاِ َخ ْي ٌر ِمنَ الد ْنيَا َو َما َعلَ ْي َها‬ َ ‫فى‬ِ ‫ ِربَاطُ يَ ْو ِم‬. ‫ صلعم‬. ِ‫َوعَنْ س ْه ٍل ا ْبن س ْع ِد رضي هللا عنه َأن رسول هللا‬
‫الى َأ ِو‬cc‫بِ ْي ِل هللاِ تَ َع‬c ‫س‬ َ ‫س ْو ِط َأ َح ِد ُك ْم ِمنَ ْا‬
َ ‫ َوال َر ْو َحةُ يَ َرو ُه َها ا ْل َع ْب ُد فِى‬, ‫لجنَ ِة َخ ْي ٌر ِمنَ ال ُد ْنيَا َو َما َعلَ ْي َها‬ َ ‫ض ُع‬
ِ ‫ َو َم ْو‬,
‫ متفق عليه‬. ‫ ا ْل َغد َْوةُ َخ ْي ٌر ِمنَ الد ْنيَا َو َما َعلَ ْي َها‬.
Sahl bin Sa’ad r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: penjaga garis
depan perjuangan fi sabilillah sehari saja lebih baik dari keuntungan dunia
seisinya. Dan tempat pecut salah seorang dari kamu di sorga lebih berharga dari
dunia seisinya.Dan pergi berjuang pada pagi hari atau sore fi sabilillah lebih
baik dari kekayaan dunia seisinya.( Buchari, Muslim ). 4[4]
Nabi mengilustrasikan shaf terdepan ketika perang di jalan Allah yakni
bagaikan keuntungan yang melimpah melebihi dunia dan seisinya. Berbeda
dengan melimpahnya harta dan kekayaan duniawi yang akan habis dengan kuasa
Allah ketika Allah telah berkehendak untuk kenudian diambil dari tangan
pemiliknya, akan tetapi tidak pada pahala serta derajat mujahid disurga yang
melebihi apapun berharganya dan telah dijanjikan Allah kepada hambaNya. Perlu
diketahui masih banyak hadis-hadist Nabi saw yang menguraikan adanya
perintah, keutamaan, serta imbalan pahala yang besar bagi seorang mujahid yang
ikhlas berperang mengorbankan nyawa, harta, serta kehormatan dan apapun yang
dimilikinya demi kepentingan umat islam berperang dijalan Allah. Kemudian,
selanjutnya akan diuraikan kembali salah satu dari sekian banyak hadist tentang
jihad, yakni:
ُ‫سبِ ْي ِل هللاِ ِإال َجا َء يَ ْو ُم ا ْلقِيَا َم ِة َو َك ْل ُمه‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫َو َع ْنهُ قَا َل‬
َ ‫ َما ِمنْ َم ْكلُ ْو ٍم يُ ْكلَ ُم فِى‬. ‫س ْول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
ْ ‫ َوال ِر ْي ُح ِر ْي ُح ِم‬, ‫اللونُ لَ ْونُ د ٍَم‬
‫ متفق عليه‬. ‫س ٍك‬ ْ ‫ يَ ْد ِمى‬.
Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah saw bersabda: Tiada orang terkena
luka fisabilillah, melainkan dating pada hari kiamat sedang lukanya masih
berdarah, warnanya merah darah dan bau kasturi.( Buchari, Muslim ).
Huruf Nafi ( ma ) dalam pengertian bahwa mentiadakan sesuatu atas yang
lain menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu yang lain yang diibaratkan oleh yang
ditumpu, yakni seseorang yang telah berjihad di jalan Allah melainkan dia datang

4[4]Ibid. hlm. 271

8
pada yaumul akhirdengan wangi darahnya bagaikan minyak kasturi serta
berwarna merah segar yang penulis asumsikan bahwa itu merupakan bentuk darah
semangat serta rasa pasrah dalam bingkai pengorbanan dimana tidak ada visi serta
misi lain selain berperang melawan kaum yang telah menentang agama Allah dan
kaum-kaum yang mengolok-olok, dan tidak mau diajak pada jalan yang lurus.
Mungkin pembaca bertanya, “Apa keistimewaan orang yang mati syahid itu jika
mengingat bahwa orang-orang saleh lain pun akan masuk surga ?” salah satu
keistimewaannya, adalah orang yang mati syahid itu akan dijamin masuk surga
begitu dia mati. Hal itu sebagai suatu kemuliaan baginya. Nabi sendiripun
menerangkan mengenai kedudukan orang yang mati syahid tersebut dengan
sabdanya yang diriwayatkan oleh ibnu majah :
“Bumi itu tidak akan kering dari darah orang yang mati syahid, sampai dia
diburu oleh kedua bidadari, yang keduanya seakan-akan yang menyusui mereka,
melindungi dan menyayangi anak asuhnya disuatu tanah yang luas, sedang pada
tangan keduanya terdapat pakaian yang lebih baik daripada dunia dan isinya. “
Hadist tersebut menunjukkan bahwa mati syahid itu akan langsung masuk
surga begitu dia mati. Nabi Muhammad saw pun pernah memberitahukan, bahwa
dimuktah orang-orang yang mati syahid itu terlihat oleh beliau berada di ranjang-
ranjang surge yang terbuat dari emas.
Dari ketiga hadist di atas yang diriwayatkan oleh muttafaqun ‘alaih,
tentunya kita sebagai calon-calon pakar hadist sudah mengetahui kehebatan
beliau-beliau sehingga para Ulama menjadikan hadist-hadistnya sebagai rujukan
keilmuan, pengetahuan serta asumsi hukum terhadap sesuatu baik yang ada pada
zaman kontemporer maupun klasik. Jika pembaca memerlukan literature untuk
membuktikan pernyataan penulis diatas maka dapat disuguhkan kata-kata Ibn
Katsir, bahwa :
ْ ‫صحةَ َما فِ ْي ِه اَ ْه ُل ا ِال‬
‫سالَ ِم‬ ِ ‫ َواَ ْج َم َع َعلَى قَبُ ْولِ ِه َو‬, ‫سقِ ْى بِقِ َراءتِ ِه ا ْل َغ َم ِام‬
ْ َ ‫ست‬ ِ ‫َاب ا ْلبُ َخا ِري الص ِح ْي‬
ْ َ‫ ي‬, ‫ح‬ ُ ‫ِكت‬
. “Kitab Shahih Bukhari itu dapat dipakai meminta hujan dengan
membacanya, dan para pakar islam sepakat untuk menerima dan menyatakan
keshahihannya”.5[5]

5[5] Al Baisyuni, Syeh ahmad. Syarah Hadist: Sunnah Nabi Muhammad saw.
Hlm. 27

9
‫سلِ ٍم‬
ْ ‫ب ُم‬ َ َ‫س َما ِء ا‬
ِ ‫صح ِمنْ ِكتَا‬ َ ‫َما تَحتَ اَ ِد ْي ِم ال‬
“Tak ada dibawah peta langit suatu kitab yang lebih shahih dari pada kitab
shahih muslim. “6[6]
Tidak sekedar mengusung hadist serta mengutip makna yang tersirat,
penulis juga ingin memaparkan pendapat terkait peletakan makna jihad serta
asumsi apakah harus benar-benar dilaksanakan dan cocok untuk di aktualisasikan
dalam kehidupan ini ataukah sebaliknya. Menurut kita sebagian ummat Nabi
yang telah mendukung sepenuhnya terhadap perlakuan yang membenarkan jihad
untuk membela agama islam yakni ibadah jihad mempunyai nilai yang tidak
tertandingi oleh ibadah lainnya. Disisi Allah, ibadah jihad mempunyai timbangan
amal yang sangat berat. Abu Hurairah ra mengatakan tentang seorang laki-laki
Sahabat Rasulullah saw yang melewati suatu daerah yang pada tempat itu terdapat
sebuah mata air kecil yang mengandung air yang segar. Dia berkata “Mungkin ada
baiknya aku berdiam seorang diri di sini, tidak bercampur dengan orang lain ?
Akan tetapi aku tidak akan melakukan ini tanpa meminta izin terlebih dahulu
kepada Rasulullah saw.” Lalu orang itu dilaporkan kepada Rasulullah saw maka
bersabdalah Rasulullah saw :
“Jangan kamu lakukan itu, sebab makom dari salah seorang dari kamu di
jalan Allah Fi sabilillah lebih utama dari pada shalat dirumah sebanyak 70
tahun.Apakah kamu sekalian tidak ingin diampuni dosa oleh Allah swt. Dan
dimasukkaan kedalam surge ?pergilah berperang dijalan Allah selama
berhentinya anak sapi menyusui (sebentar saja) maka wajib baginya masuk
surge.” (HR. Imam Tirmidzi, menurutnya hadist ini hasan. Dalam riwayat imam
hakim, disebutkan bahwa hadist ini Shahih sesuai dengan syarat keshahihan Imam
Muslim)
Jihad memerlukan kekuatan mental serta kesiapan jiwa untuk dapat
dijadikan pondasi serta dasar utama dalam perjuangan serta pengorbanan yang
besar tersebut menurut penulis, melihat sikap para kaum muslim yang telah
mengidap penyakit Wahn akut, yakni cinta mati terhadap harta, duniawi, serta
mengabaikan jauh kepentingan ummat islam dan perkembangan islam sendiri.
Sejarah telah mencatat adanya hal tersebut sekarang dan masa depan dibuktikan

6[6] Ibid hlm 27

10
dengan adanya hadist Nabi yang mengisyaratkan Bahwa ummat islam akan
diibaratkan buih ditengah lautan diamana penyakit cinta dunia akan diutamakan
dan diunggulkan dibandingkan dengan pembelaan terhadap islam.

C.  Argumen Pihak Kontra Jihad


Dalam konteks ini penulis juga memaparkan ketidaksetujuan terhadap
jihad serta diharuskan untuk menunjukkan kecondongan-kecondongan kepada
pihak kontra jihad dengan melontarkan argumentasi-argumentasi yang juga sama
kuat dengan pihak pro. Penulis disini mengutip makna hadist yang berbunyi :
Al sukuni meriwayatkan dari Abu ‘Abdillah Al Shadiq (a.s.): ketika Rasulullah
saw, melihat pasukan* yang kembali dari sebuah peperangan beliau bersabda:
“selamat dating, wahai orang-orang yang telah melaksanakan jihad kecil, dan
masih harus melaksanakan jihad akbar.” Ketika orang-orang tengah bertanya
tentang makna jihad akbar itu, Rasul saw menjawab: “Jihad melawan diri sendiri
(jihad al nafs).”7[7]
Dari hadist diatas, kita dapat mengetahui bahwa manusia mempunyai dua
dunia dan kehidupan yakni dunia duniawi yang melibatkan kegiatan-kegiatan
jasmaniyah dan yang kedua, adalah dunia batiniyah yang tak tampak oleh alat
indera.Dalam kebatiniahan ini manusia mempunyai beberapa pembagian maqam
yang salah satunya terdapat penjaga yang mendorong kepada daya-daya
intelektualitas dan keilahiyan, daya ini akan membawa manusia pada husnul
akhlaq dan perbuatan-perbuatan agung dalam dunia. Ada juga kelompok maqam
yang lain yang buruk dan hina sehingga mengundang menuju dunia kegelapan
paling rendah dan tercela. Selalu ada pertempuran antara kekuatan-kekuatan
tersebut yang telah menjadikan eksistensi manusia sebagai medan pertempuran
antara kedua kubu tersebut, jika dalam diri seseorang eksistensi kebaikan ilahiyah
dan intelektualis menguasai jiwa atau pola pikir seseorang maka akan
menghasilkan kekuatannya sebagai makhluk yang mulia, bijak, mencapai tinggi
derajat orang sukses dalam mendidik dirinya sendiri, namun apabila sebaliknya
kekuatan kegelapan dan kebodohan menyelimuti sampul pribadi seseorang maka
ia akan terbentuk menjadi makhluk yang keji, pembangkang syari’at serta dekat

7[7] Imam Khomeini. 40 hadist. Hlm 11

11
dengan pola pikir orang-orang kafir quraiys, setidaknya ini adalah seklumit
pendapat penulis.
Selanjutnya penulis akan mengungkapkan derajat-derajat pada bentuk
adanya manusia yang telah diciptakan oleh Allah swt untuk setiap jiwa-jiwa
manusia, yaitu :
1.    Derajat pertama: Jihad Diri dalam Dunia Lahir
Ketahuilah bahwa tahapan terendah adalah eksistensi lahiriyah dan duniawi
yang mencakup tingkat-tingkat awal perkembangan manusia, dari sini lah dalam
tubuh manusia terlahir pasukan kebaikan dan keburukan. Kompetensi kedua
kelompok akan menentukan hasil yang positif ataukah negativ pada diri
seseorang, tempatnya ada tujuh yang merupakan penginderaan dari sebagiannya
yakni : telinga, mata, mulut, perut, alat kelamin, tangan dan kaki. Seluruh Fakultas
tersebut tersebar dalam tubuh manusia. Kemampuan imajinasi (daya khayal)
adalah fakulltas jiwa yang paling penting dan paling urgen, karna fikiran dan
imajinasi sangat berperan pada tindakan dan sikap emosi dalam diri seseorang
baik yang terlihat atau tidak. Jika fakultas pemikiran itu mengendalikan seluruh
fakultas yang lain pada keburukan, maka semuanya akan mengarahkan pada
syetan dan seluruh eksistensi kehidupan manusia akan menjadi pergaulan syetan
seluruh kekuatan-kekuatan kebaikan akan tunduk pada penguasaannya sehingga
tak terbuka pengaruh-pengaruh baik sekalipun disadari karna telah
menghambakan keburukan. Namun, jika kekuatan-kekuatan kebaikan, keimanan
serta kebajikan menjadi penguasa bagi fakultas yang lain, maka dapat kita ketahui
seluruh bentuk aturan syar’i dan keilahiyan yang akan berdominasi dalam akal.
Maka, dari situlah kita dapat memahami bahwa kepentingan jihad diri
seseorang lebih penting daripada mati dijalan Allah, karna kesulitan derajat jihad
fi sabilillah berlipat ganda dari jihad dari jihad diri. Sehingga, penulis di sini dapat
mengungkapkan, «bertindaklah pada hal kecil dan maksimalkanlah diri sendiri
sehingga membuka kesiapan diri untuk yang lebih besar ».
Tahapan untuk mengoptimalkan jihad diri, antara lain dapat ditempuh
langkah berikut8[8] :
a)    Perenungan (tafakur)

8[8] Ibid hlm 12

12
Disini tafakkur digunakann dalam arti meluangkan waktu walaupun hanya
sedikit untuk sejenak merenung tentang tugas-tugas kita sebagai Hamba Allah,
tentang kodrat kita sehingga diciptakan sebagai manusia, tentang maksud Allah
menganugerahkan kita berbagai kenikmatan lahir dan batin, telah
menganugerahkan kita kelengkapan kebutuhan dalam hidup seperti kelengkapan-
kelengkapan fasilitas tubuh dan lain sebagainya. Selain itu, tafakkur terhadap
pengutusan Nabi dan Rasul, yang telah mengajarkan kita arti dari islam dan cara
memporeloh rahmat Allah swt, karna tanpa hal itu akan menjadikan kita manusia
yang tak ber etika dan ber estetika. Maka apakah kewajiban kita terhadap Allah
sang maha agung dari segalanya ? apakah seluruh hamba-hamba pilihan Allah
yang mulia tersebut yang memerintahkan kita untuk mengerjakan perintahNya
dan meninggalkan sifat-sifat hewaniyah tersebut adalah musuh manusia ?
Wahai para pembaca, pada dasarnya kita harus merenungkan bahwa tujuan
hidup untuk memperoleh kehidupan dunia adalah sangat rendah derajatnya, karna
pada hakikatnya anugerah dan rahmat Allah swt kita akan lebih bermakna untuk
penggunaan maslahat-maslahat perintah dan kesejahteraan kita dirumah yang
sebenarnya yakni didalam akhirat. Sepatutnya kita berkata pada diri kita :  ‘wahai
kau tubuh yang berlumur lumpur dosa, kau telah menyia-nyiakan hidupmu sekian
umurmu yang singkat hanya untuk mengejar kesenangan duniawi yang tak abadi
diiringi hawa nafsu yang membuatmu lupa akan adanya banyak penyesalan atas
perbuatan-perbuatanmu selama ini, kau harus memulai perjalanan baru kearah
tujuan yang telah digariskan oleh Nya, pergunakan waktumu untuk kehidupan
yang menjanjikan kenikmatan, kesenangan, keindahan hidup yang sangat abadi.
Tidak usah membeli kenikmatan-kenikmatan singkat, karna kau tau ? kenikmatan
itu tidak akan sebanding dengan penyiksaan dan penderitaan yang kau terima
kelak .
b)   Tekad atau kehendak (‘Azm) dan kesungguhan
Langkah selanjutnya yang harus dilewati oleh orang yang berjuang untuk
mencapai kebaikan ruhaniyah adalah tekad atau kesungguhan.Ini berbeda dari
karsa (iradah), yang oleh Syeikh Al Rais Ibnu Sina dalam Al Isyarat, dianggap
sebagai langkah pertama ‘Irfan. Beberapa Ulama besar kita juga menyatakan
nahwa: ‘kehendak dan kesungguhan adalah esensi kemanusiaan dan criteria

13
kebebasan manusia. Perbedaan tingkat derajat manusia adalah sesuai tingkat
kesungguhannya masing-masing individu.’
Langkah Ini adalah sama dengan meletakkan fondasi yang baik bagi setiap
manusia, semisalkan: kesungguhan untuk menghilangkan dosa-dosa dimasa lalu,
memperbaiki kualitas keimana diri, melaksanakan seluruh kewajiban dan
meningkatkan pekerjaan yang dianjurkan, dan akhirnya kesungguhan untuk
bersikap layaknya manusia yang berakal, yaitu ia harus berpeilaku sesuai hokum
yang berlaku sehingga ia mencapai derajat manusia yang sejati.
c)    Pengkondisian diri (‘Musyarathah), penkondisian diri, perenungan, dan
penilaian-penilaian diri adalah prasyarat-prasyarat utama sebagai seorang
mujahid pencari kebenaran dalam dirinya. Pengkondisisn diri maksudnya adalah
ketetapan hati untuk tidak melakukan apapun yang dilarang Allah swt. Disebut
musyarathah, misalnya “aku tidak akan melanggar hokum Allah swt hari ini”.
Suatu bentuk tipu muslihat iblis hari ini, cobalah untk bersungguh-sungguh
menerapkan hal itu selamanya, Inilah bentuk perlawanan terhadap iblis yang
berusaha mempengaruhi kita, sehingga sedikit-demi sedikit kita dapat
mengendalikan pasukan-pasukan iblis penghuni neraka.
d)   Menjaga diri dari keburukan (muraqabah), dalam tahap musyarathah, seorang
mujahid terpusat pada setiap perbutan-perbuatnnya, perjuangan yang harus terus
berlanjut untuk dapat menepati janji memperbaiki diri, menganggap bahwa
bisikan iblis selalu dating tanpa henti dalam proses hidup. Dengan mengakui
seluruh anugerah dan rahmaNya, seorang mujahid tidak akan pernah benhenti
beribadah karna ia menngaggap pemberianNya lebih dari apapun yang dia
lakukan. Suatu pembuktian apakah dia telah jujur atau tidak pada sang Khaliq
yang hanya kepadanya setiap manusia bertanggung jawab. Dan sadarlah bahwa
kau telah maju satu langkah derajat kemuliaan yang menjadi perhatianNya. Hal
ini akan membawanya pada kebiasaan-kebiasaan orang shaleh. Jika sekali dia
tergelincir oleh bisikan iblis, semoga secepatnya Allah kembali meluruskanmu.
e)    Mengingat Allah ( Tadzakkur ), satu hal yang perlu diingat oleh mujahid nafs
ketika ia tengah mendengar bisikan iblis adalah mengingat Allah swt secara
terus menerus. Mengingat Allah adalah mengingat dan menyadari seluruh
pemberianNya sehingga ia menguatkan keinginan untuk berterimakasih yang

14
pada dasrnya itu adalah ungkapan alamiyah yang telah ada dalam setiap
manusia.
Medan perang yang lebih besar dari menghadapi 1000 musuh didepan
mata yang tengah menggilas pedangnya, adalah perang melawan dirimu sendiri,
dunia gaib dalam diri dan tingkat kedua jihad ini.
2.    Derajat Kedua : Jihad Diri dalam Dunia Batin
Jiwa manusia memiliki wilayah kekuasaan spesifik dan memiliki dimensi
yang spesifik pula yang menempati derajat lebih tinggi. Eksistensi kekuatan-
kekuatan lahiriyah yang disana merupakan medan pertempuran dan seleksi alam
antara kekuatan-kekuatan ilahiah dan kekuatan setan yang powernya akan
menentukan mana yang akan mendominasi. Semua yang lahir dari dunia lahiriyah
mengalir ke dunia gai bini dan diaktualisasikan disini. Kekuatan apapun yang
menang disini entah itu kekuatan kebaikan atau setan pasti akan menang didunia
lahir pula. Karena itu, jihad diri sendiri sekali ditekannkan lebih penting bagi
seorang pemikir besar. Disinilah tempat penentu dari adanya kebahagiaan,
kesedihan, sumber kenaikan dan kemuliaan atau kerendahan dan kerusakan diri.
Maka, dalam hal ini manusia mesti benar-benar sadar diri selama melaksanakan
jihad ini.Ketika kekuatan ilahiyah telah tunduk dan takluk, serta kekosongan diri
telah diisi oleh pasukan iblis, maka saat itulah manusia telah mengalami kerugian
yang tak akan pernah diperbaiki lagi. Bahkan syafaat pun tidak dapat
menolongnya, sehingga bisa jadi ia akan memusuhi orang-orang yang
memintakan ampun.
Seluruh bentuk siksaan didunia ini bukanlah apa-apa dibandingkan dengan
penderitaan yang harus dialami di hari akhir kelak. Pandangan yang biasa terjadi
pada manusia bahwa setiap perbuatan baik tidak akan langsung terlihat sehingga
membuat mereka menyepelekan kebaikan yang benar-benar nyata.
Sesungguhnya adalah surge dan neraka bagi segala macam perbuatan itu ada
dan lebih penting dari jannah liqa’ (surge pertemuan dengan Nya) dan jahannam
al firaq (neraka pemisahan dariNya), ini dianggap penting namun tersembunyi
dari dari pandangan mata kita.Semua riwayat mengenai perbincangan tentang
surge dari moralitas dan perbuatan baik, dan juga neraka dari moralitas perbuatan
buruk dan benar adanya tentang keadaan-keadaan lain disini.

15
Mintalah perlindungan dari Allah, yang maha pengasih lagi maha penyayang
dengan doa dan ratapan rendah menyadari akan kodratmu yang benar-benar
terlihat hina sehingga Dia melindungimu dalam perang suci melawan diri
jasmaniyah mu hingga dirimu memperoleh kenikmatan, serta kemenangan, dan
wilayah-wilayah hatimu terbebas dari pengaruh-pengaruh buruk.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Jihad merupakan aktivitas yang unik, menyeluruh, dan tidak dapat
dipersamakan dengan aktivitas lain sekalipun sama-sama aktivitas keagamaan,
karna penulis mengaganggap jihad mempunyai nilai tersendiri. Tidak ada satu
amalan keagamaan yang tidak disertai dengan jihad. Dan jihad paling kecil
yang wajib dilakukan oleh setiap orang mukmin adalah jihad melawan hawa
nafsunya sendiri yang mengajak pada kecelakaan dan kesengsaraan hidup.
 Seorang mukmin pastilah mujahid, dan tidak perlu izin atau restu untuk
melakukannya. Ini berbeda dengan orang munafik. Seperti keterangan dalam
surat QS At Taubah ayat 44 dan ayat 81 dimana terdapat penjelasan
bahwasanya mukmin adalah mujahid, karena jihad merupakan perwujudan
identitas kepribadian muslim.
 Janganlah terlalu memperbesar pendugaan bahwa yang meninggal dimedan
juang sebagai orang-orang mati. Tetapi mereka hidup memperoleh rezekinya
disisi Allah swt.( QS. 3. : 169). Karena jihad adalah perwujudan
kepribadian.Amaka tidak dibenarkan adanya jihad yang bertentangan dengan
fitrah kemanusiaan.Bahkan bila jihad dipergunakan untuk memaksa berbuat
kebatilan. Harus ditolak sekalipun diperintahkan oleh kedua orang tua.
 Mareka yang berjihad pasti akan diberi petunjuk dan jalan untuk mencapai cita-
citanya.

B. Kritik Dan Saran


Kritik dan saran sangat dibutuhkan oleh penulis semata-mata untuk perbaikan
dan evaluasi ilmiah karya selanjutnya.Kami sebagai penulis mengharapkan saran
yang sangat membangun, bukan hanya sekedar ocehan tanpa rasional.

17
DAFTAR PUSTAKA

Khomeini, Imam. 1989. 40 Hadist Nabi saw atas Hadis-hadist Mistis dan Akhlaq.
Bandung: Mizan IKAPIhah,
Abazhaah, Nizar. 2010. Sekolah Cinta Rasulullah (Kisah Suka Duka
Generasi Muslim Pertama). Jakarta: Zaman
Syafe’I, Rahmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung : CV. Pustaka Setia
Al Baisyuni, Ahmad. 1994. Syarah Hadist, Cuplikan dari Sunnah Nabi
Muhammad saw. Bandung: Trigenda Karya
Azzam, Abdulllah. 2001. Membela negeri Kaum muslimin.Islamabad: Dar Al
Aman
Nasib Ar Rifa’I, Muhammad. 1989.Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir.Jakarta: Gema
Insani.
Syihab, Qurays. 1996. Wawasan Al Quran. Bandung : mizan

18

Anda mungkin juga menyukai