Anda di halaman 1dari 17

TEORI BELAJAR

(DEFINISI BELAJAR DAN CIRI KHAS PERILAKU BELAJAR)

Disusun untuk memenuhi tugas kuliah Mata kuliah Psikologi


Pendidikan

Dosen Pembimbing :

Dini Permana Sari, S.Psi, M.M.,

Disusun Oleh:

Muhammad Fauzi

Semester IV

Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Karimiyah

Jurusan Pendidikan Agama Islam

Jl. H. Maksum No.23 Rt.04/02 Sawangan Baru Kec. Sawangan


Kota Depok Jawa Barat Indonesia 16511.
Tahun 2021

0
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga kami mendapatkan kemudahan dan
kekuatan untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul “Teori Belajar
(Definisi belajar & ciri khas perilaku belajar)” disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Psikologi Pendidikan..

Sholawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada junjungan alam, Nabi
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW, sebagai figur teladan dalam dunia
pendidikan yang patut diteladani dan seorang suri tauladan yang mulia beserta
keluarga, sahabat, serta umatnya yang setia kepada ajarannya hingga akhir zaman.

Terima kasih kami haturkan kepada Ibu Dini Permana Sari, S.Psi, M.M.,
yang senantiasa membimbing kami didalam kelas dan penyusunan makalah ini.
Tanpa adanya bimbingan beliau kami kiranya tidak akan mampu menyelesaikan
makalah ini.

Adapun, penyusunan makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna.
Kami menghaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah
ini. Untuk itu kami mengharap saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Depok, 12 September 2021


Penulis

Muhammad Fauzi

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................1
Daftar Isi..........................................................................................................2

Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang......................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..................................................................................3

Bab II Pembahasan
A. Definisi belajar......................................................................................4
B. Ciri khas perilaku belajar......................................................................10

Bab III Penutup


A. Kesimpulan...........................................................................................15

Daftar Pustaka................................................................................................16

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses menuju hal yang belum anak
ketahui dengan cara berinteraksi dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan
maupun lingkungan secara alami. Disanalah anak akan mendapatkan pengalaman-
pengalaman yang akan membentuk suatu konsep dalam pikiran anak itu sendiri. Ada
beberapa ciri-ciri yang menandakan bahwa seorang anak telah melakukan aktivitas
belajar yaitu diantaranya akan terjadi perubahan tingkah laku pada diri anak yang
meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik; perubahan yang terjadi merupakan
buah dari pengalaman yaitu interaksi antara dirinya dengan lingkungan; dan
perubahan tersebut relative menetap.
Serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses
belajar pada anak untuk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman disebut
Pembelajaran. Di sinilah, pendidik merancang tentang strategi, materi, media,
lingkungan belajar, tujuan serta kegiatan apa saja yang akan dilakukan untuk belajar
bagi anak. Pembelajaran yang menyenangkan dan melibatkan keaktifan anak serta
adanya permainan di dalamnya akan membuat proses belajar menjadi aktif dan tidak
membosankan. Lebih dari itu, pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh anak akan
bertahan lama dan membentuk konsep pada diri anak bahwa belajar adalah hal yang
asyik dan menyenangkan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi belajar?
2. Apa saja ciri khas perilaku belajar?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi belajar.
2. Mengetahui ciri khas perilaku belajar.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI BELAJAR
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini
berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada
disekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala
aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperluksn oleh para pendidik
khususnya para guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap
proses belajar dan hal-hal yang berkaitan dnegannya mungkin akan
mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang akan di capai peserta
didik.1
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata
mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk
informasi/materi pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya akan
segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali
secara lisan (verbal) sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau
yang diajarkan oleh guru.
Berikut ini adalah definisi-definisi dari belajar menurut para pakar :
Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational
Psychology: The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar
adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang
berlangsung secara progresif.
Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua
macam rumusan. Rumusan pertama ialah, belajar adalah perolehan
perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat praktik dan
pengalaman. Rumusan kedua ialah, belajar merupakan proses memperoleh
respons-respons sebagai akibat adanya pelatihan khusus.

1
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi ke- 19, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014), hlm 87

4
Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory
berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri
organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat
mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. 2
Wittig dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar
sebagai perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam
segalamacam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil
pengalaman.
Reber dalam kamus susunannya yang tergolong modern, Dictionary of
Psychology membatasi belajar dengan dua macam definisi. Pertama, belajar
adalah proses memperoleh pengetahuan. Kedua, belajar adalah suatu
perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil praktik
yang diperkuat.
Dalam definisi ini terdapat empat macam istilah yang esensial dan perlu
disoroti untuk memahami proses belajar.
a. Relatively permanent, yang secara umum menetap.
b. Response potentiality, kemampuan bereaksi.
c. Reinforcel, yang diperkuat.
d. Practice, praktik atau latihan.
Biggs dalam pendahuluan Teaching for Learning mendefinisikan belajar
dalam tiga rumusan, yaitu rumusan kuantitatif, rumusan institusional, dan
rumusan kualitatif. Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar
berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta
sebanyak-banyaknya. Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar
dipandang sebagai “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas
materi-materi yang telah dipelajari. Secara kualitatif (tinjauan mutu), belajar
adalah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-
cara menafsirkan dunia di sekeliling.
Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan tadi, secara umum dapat
dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif
menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang
melibatkan proses kognitif. Sehubungan dengan pengertian itu perlu diutarakan
sekali lagi bahwa perubahan tingkah laku yang timbul akibat proses kematangan,
2
Ibid,. 88

5
keadaan gila, mabuk, lelah dan jenuh tidak dapat dipandang sebagai proses
belajar.3
Untuk lebih memperjelas pengertian kita tentang apakah belajar itu, dan
bagaimana proses belajar itu terjadi, berikut ini akan dikemukakan beberapa teori
belajar, yang merupakan hasil penyelidikan para ahli psikologi sesuai dengan
aliran psikologinya masing-masing. Teori belajar yang terkenal dalam psikologi
antara lain ialah:
a. Teori conditioning
1) Teori classical conditioning (Pavlov)
Dapat dikatakan bahwa pelopor dari teori conditioning ini adalah pavlov
seorang ahli psikologi – refleksologi dari Rusia. Ia mengadakan
percobaan-percobaan dengan anjing. Secara ringkas percobaan-percobaan
pavlov dapat kita uraikan sebagai berikut:
Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga kelenjar
ludahnya di luar pipinya, di masukan ke kamar gelap. Di kamar itu
hanya ada sebuah lubang yang terletak didepan moncongnya, tempat
menyodorkan makanan atau cahaya pada waktu diadakan percobaan-
percobaan. Pada moncongnya yang telah dibedah itu dipasang sebuah pipa
(selang) yang dihubungkan dengan sebuah tabung diluar kamar. Dengan
demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari moncong anjing itu
pada waktu diadakan percobaan-percobaan. Alat-alat yang digunakan
dalam percobaan-percobaan itu adalah makanan lampu senter untuk
menyorotkan bermacam-macam warna, dan sebuah bunyi-bunyian.
Perhatikan gambar dibawah ini:

3
Ibid,. 89-90

6
Dari percobaan-percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov
mendapatkan kesimpulan bahwa gerak-gerakan refleks itu dapat dipelajari;
dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dapat dibedakan dua
macam refleks, yaitu refleks wajar (keluar air liur ketika melihat makanan
yang lezat), dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajar (keluar air
liur karena menerima atau beraksi terhadap warna sinar tertentu, atau
terhadap suatu bunyian tertentu.
Kelemahan dari teori conditioning ini ialah, teori ini menganggap
bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis; keaktifan dan
penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan/kebiasaan
terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tahu bahwa dalam bertindak san
berbuat sesuatu, manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh
dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih
dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori
conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan
binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal
belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang mengenai skills
(kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada anak-anak
kecil.4
2) Teori Conditioning dari Guthrine
Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara
keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang
terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi/respons
dari perangsang/stimulus sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi
stimulus yang kemudian menimbulkan respons bagi unit tingkah laku yang
berikutnya. Demikianlah seterusnya sehingga merupakan deretan-deretan
unit tingkah laku yang terus menerus. Jadi pada proses conditioning ini
pada umumnya terjadi proses asosiasi antara unit-unit tingkah laku satu
sama lain yang berurutan. Ulangan-ulangan/latihan yang berkali-kali
memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku yang satu
dengan unit tingkah laku yang berikutnya.5

4
Ibid,. 90
5
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi ke- 19, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014), hlm 99

7
Salah satu metode yang digunakan Guthrie dalam mengubah tingkah
laku atau kebiasaan-kebiasaan pada hewan maupun pada manusia ialah
Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method) : Manusia
itu adalah suatu organisme yang selalu mereaksi kepada perangsang-
perangsang tertentu. Contoh: Umpamanya seorang anak takut kepada
kelinci. Waktu anak takut pada kelinci, berilah anak itu makanan yang
disukainya supaya anak itu merasa senang. Lakukanlah usaha ini berkali-
kali, akhirnya anak tersebut tidak takut lagi kepada kelinci.6
b. Teori connectionism (Throndike)
Menurut teori trial and error (mencoba –coba dan gagal) ini, setiap
organisme jika dihadapkan dengan situasi baru akan melakukan tindakan-
tindakan yang sifatnya coba-coba secara membabi buta. Jika dalam usaha
mencoba-coba itu secara kebetulan ada perbuatan yang dianggap memenuhi
tuntutan situasi, maka perbuatan kebetulan itu cocok “dipegangnya”.
Karena latihan yang terus menerus maka waktu yang dipergunakan untuk
melakukan perbuatan yang cocok itu makin lama makin efisien.7

Sebagai contoh kami kemukakan di sini percobaan Thorndike dengan


seekor kucing yang dibuat lapar dimasukkan kedalam kandang. Pada kandang
itu dibuat lubang pintu yang tertutup yang dapat terbuka jika suatu pasak di
pintu itu tersentuh. Di luar kandang diletakkan sepiring makanan (daging).
Bagaimana reaksi kucing itu ? Mula-mula kucing itu bergerak ke sana - ke
mari mencoba-coba hendak keluar melalui berbagai jeruji kandang itu. Lama
kelamaan pada suatu ketika secara kebetulan tersentuhlah pasak lubang pintu

6
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hlm 94
7
Ibid,. 98

8
oleh salah satu kakinya. Pintu kandang terbuka, dan kucing itupun keluarlah
menuju makanan.8
Percobaan diulang lagi. Tingkah laku kucing itupun pada mulanya
sama seperti pada percobaan pertama: Hanya yang diperlukan untuk bergerak
kesana kemari sampai dapat terbuka lubang pintu semkin singkat. Setelah
diadakan percobaan berkai kali, akhimya kucing itu tidak perlu lagi kian
kemari mencoba-coba, tetapi langsang menyentuh pasak pintu dan terus keluar
mendapatkan makanan.
Jadi, proses belajar menurut Thorndike prodes.
1) trial and error (mencoba-coba dan mengalami kegaglan)
2) law of effect, yang berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan
suatu keadaan yang memuaskan, ( cocok dengan tuntutan situasi ) akan
diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
Sedangkan segala tingkah laku yang berakibat tidak menyenangkan akan
dihilangkan atau dilupakannya. Tingkah laku ini terjadi secara otomatis.
otomatisme dalam belajar itu dapat dilatih dengan syant-syarat tertentu, pada
binatang juga pada manusia.
Thorndike melihat bahwa organisme itu (juga manusia) sebagai
mekanisme, hanya bergerak/bertindak jika ada perangsang yang
mempengaruhi dirinya. Terjadinya otomatisme dalam belajar menurut
Thorndike disebabkan adanya law of effect itu.
Dalam kehidupan sehar-hari law of effect itu dapat terlihat dalam hal
member penghargaan/ganjaran dan juga dalam hal memberi hukuman dalam
pendidikan. Akan tetapi menurut Thorndike yang lebih memegang peranan
dalam pendikan ialah hal memberikan penghargaan/ganjaran dan itulah yang
di anjurkan.
Karena adanya law of effect terjadilah hubungan (connection) atau
asosiasi antara tingkah laku/reaksi yang dapat mendatangkan sesuatu dengan
hasilnya (effect). Karena adanya koneksi antara reaksi dengan hasilnya itu
maka teori Thorndike disebut juga Connectionism.
Kelemahan dari teori ini ialah:
- terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka
disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang
8
Ibid,. 99

9
otomatis, tetapi tidak selalu bahw atingkah laku manusia itu dapat
dipengaruhi secara trial and error. Trial and error tidak berlaku mutlak bagi
manusia
- memandang belaja hanya merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan
respons. Sehingga yang dipentingkan dalam belajar ialah memperkuat
asosiasi tersebut dengan latihan-latihan, atau ulangan-ulangan yang terus
menerus.
- Karena proses belajar berlangsung secara mekanistis, maka “pengertian”
tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka
mengabaikan “pengertian” sebagai unsur pokok dalam belajar.9
c. Teori menurut psikologi Gestalt.
Teori ini seringkali pula disebut field theory atau insight full learning.
Melihat kepada nama teori ini dan kepada aliran psikologi yang mendasarinya,
yakni psikologi Gestalt, jelaslah kiranya bahwa pendapat teori ini berbeda
dengan pendapat teori-teori yang telah diuraikan terdahulu.
Menurut para ahli psikologi gestalt, manusia bukan hanya sekedar
makhluk reaksi yang hanya berbuat atau bereaksi jika ada perangsang yang
mempengaruhinya.
Manusia itu adalah individu yang merupakan kebulatan jasmani dan
rohani. Sebagai induvidu, manusia bereaksi atau lebih tepat berinteraksi
dengan dunia luar dengan kepribadiannya dan dengan caranya yang unik
pula. Tidak ada dua orang yang mempunyai pengalaman yang benar-benar
sama atau identik terhadap objek atau realita yang sama.10
Sebagai pribadi, manusia tidak secara langsung bereaksi kepada suatu
perangsang, dan tidak pula reaksinya itu dilakukan secara membabi buta atau
secara trial and error seperti dikatakan oleh para penganut teori conditioning
dan connectionism. Reaksi manusia terhadap dunia luar tergantung kepada
bagaimana ia menerima stimuli dan bagaimana serta apa motif-motif yang ada
padanya. Manusia adalah makhluk yang mempunyai kebebasan. Ia bebas
memilih cara bagaimana ia bereaksi dstimuli mana yang diterimanya dan
mana yang ditolaknya. Dengan demikian maka belajar menurut psikologi
Gestalt bukan hanya sekedar merupakan proses asosiasi antara stimulus-

9
Ibid,. 99-100
10
Ibid,. 100 - 101

10
respon yang makin lama makin kuat karena adanya latihan-latihan atau
ulangan-ulangan.
Dengan singkat,belajar menurut psikologi gestalt dapat diterangkan
sebagai berikut : pertama, dalam belajar faktor pemahaman atau pengertian
(Insight) merupakan faktor yang penting. Dengan belajar kita akan dapat
memahami atau mengerti hubungan antara pengetahuan dan pengalaman.
Kedua, dalam belajar, pribadi atau organisme memegang peranan yang sangat
sentral. Belajar tidak hanya dilakukan secara relative-mekanistic, tetapi
dilakukan dengan sadar, bermotif dan bertujuan.

B. CIRI KHAS PERILAKU BELAJAR


Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik.
Karakteristik perilaku belajar ini dalam psikologi pendidikan Menurut Surya
(1982) yang dikutip oleh Muhibbin Syah disebut juga sebagai prinsip-prinsip
belajar. Diantara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku
belajar yang terpenting adalah:11
1. Perubahan Intensional (disengaja)
Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau
praktik yang dilakukan dengan sengaja dan disadari, atau dengan kata lain
bukan kebetulan. Karakteristik ini mengandung konotasi bahwa siswa
menyadari akan adanya perubahan yang dialami atau sekurang-kurangnya ia
merasakan adanya perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan,
kebiasaan, sikap dan pandangan sesuatu, keterampilan dan seterusnya.
Namun demikian, menurut Anderson (1990) yang dikutip oleh
Muhibbin Syah perlu pula dicatat bahwa kesengajaan belajar itu tidak penting,
yang penting cara mengelola informasi yang diterima siswa pada waktu
pembelajaran terjadi. Disamping itu, dari kenyataan sehari-hari juga
menunjukkan bahwa tidak semua kecakapan yang kita peroleh merupakan
hasil kesengajaan belajar yang kita sadari. Sebagai contoh, kebiasaan bersopan
santun dimeja makan dan bertegur sapa dengan orang lain, guru, dan orang-
orang baik disekitar kita tanpa disengaja tanpa disadari. 12
2. Perubahan positif dan aktif
11
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi ke-19, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014), hlm 114
12
Ibid,. 115

11
Perubahan terjadi karena proses belajar bersifat positif dan aktif.
Positif artinya baik, bermanfaat serta sesuai dengan harapan. Hal ini juga
bermakna bahwa perubahan tersebut senantiasa merupakan penambahan,
yakni diperolehnya sesuatu yang baru (seperti pemahaman dan keterampilan
baru) yang lebih baik dari pada apa yang telah ada sebelumnya. Adapun
perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya. Seperti karena proses
kematangan (misalnya, bayi yang bisa merangkak setelah bisa duduk), tetapi
karena usaha siswa itu sendiri.13
3. Perubahan efektif dan fungsional
Perubahan yang timbul karena proses bersifat efektif, yakni berhasil
guna. Artinya, perubahan tersebut membawa pengaruh, makna, dan manfaat
tertentu bagi siswa. Perubahan dalam proses belajar bersifat fungsional dalam
arti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan
tersebut dapat diproduksi dan dimanfaatkan.
Selain itu, perubahan yang efektif dan fungsional biasanya bersifat
dinamis dan mendorong timbulnya perubahan-perubahan positif lainnya.
Sebagai contoh. Jika seorang siswa belajar menulis, maka disamping akan
mampu merangkaikan kata dan kalimat dalam bentuk tulisan ia juga akan
memperoleh kecakapan lainnya seperti membuat catatan, mengarang surat dan
bahkan menyusun karya sastra atau karya ilmiah.14
Perwujudan Perilaku Belajar
Dalam memahami arti belajar dan esensi perubahan karena belajar,
para ahli sependapat atau sekurang-kurangnya terdapat titik terang diantara
mereka mengenai hal-hal yang prinsipal. Akan tetapi, mengenai apa yang
dipelajari siswa dan bagaimana perwujudannya.
Muhibbin Syah 2008; 118 menjabarkan perwujudan perilaku belajar
biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut:
1. Kebiasaan
Setiap siwa yang telah mengalami proses belajar, kebiasaan- kebiasaannya
akan tampak berubah. Menurut Bhurgardt dalam Syah 1973, kebiasaan itu
timbul karen proses penyusutan kecenderungan respon dengan
menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. dalam proses belajar,

13
Ibid.,
14
Ibid,. 116

12
pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan.
Karena proses penyusutanpengurangan inilah, muncul satu pola bertingkah
laku baru yang relatif menetapdan otomatis.
2. Keterampilan
Keterampilan adalah kegiatan yang berhubungan dengan urat- urat syaraf
dan otot-otot neuromuscular yang lazimnya tampak dalam kegiatan
jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga, dan sebagainya. Meskipun
sifatnya moyotik, namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak
yang teliti dan kesadaran tinggi. Dengan demikian, siswa yang
mengeluarkan gerakan motorik degan koordinasi dan kesadaran yang
rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.
3. Pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti
rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan telinga.
Berkat pengalaman belajar seorang siswa akan mampu mencapai
pengamatan yang benar-benar obyektif sebelum mencapai pengertian.
Pengamatan yang salah akan mengakibatkan timbulnya pengertian yang
salah pula.
4. Berpikir asosiatif dan daya ingat
Secara sederhana berfikir asosiatif adalah berfikir dengan cara
mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berfikir asosiatif itu merupakan
proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan respon. Dalam
hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan
asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau
pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar.

5. Berpikir rasional dan kritis


Berfikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama
yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang
berfikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar- dasar
pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana dan mengapa”.
6. Sikap
Dalam arti yang sempit sikap adalah pandangan atau kecenderungan
mental. Menurut Bruno dalam Syah 1987, sikap adalah kecenderungan
13
yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap
orang atau barang tertentu.
7. Inhibisi
Secara ringkas inhibisi adalah upaya pengurangan atau pencegahan
timbulnya suatu respon tertentu karena ada proses respon lain yang sedang
berlangsung Reber dalam Syah, 1988. Dalam hal belajar, yang dimaksud
dengan inhibisi adalah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau
menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan
tindakan lainnya yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan
lingkungannya.
8. Apresiasi
Pada dasarnya, apresiasi berarti sesuatu pertimbangan judgment mengenai
arti penting atau nilai sesuatu Chaplin, 1982. Dalam penerapannya,
apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap
benda-benda baik yang abstrak maupun yang kongkrit yang memiliki nilai
luhur. Apresiasi adalah gejala ranah afektif yang pada umumnya ditujukan
pada karya-karya seni budaya seperti: seni sastra, seni musik, seni lukis,
drama, dan lain sebagainya.
9. Tingkah laku efektif
Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut
keanekaragaman perasaan seperti: takut, sedih, gembira, kecewa, senang,
benci, was-was, dan sebagainya. Tingkah laku seperi ini tidak terlepas dari
pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya, ia juga dapat dianggap
sebagai perwujudan perilaku belajar. Berdasarkan pemaparan di atas dapat
disimpulkan bahwa perilaku belajar merupakan kebiasaan atau tindakan
yang dilakukan oleh peserta didik dalam belajar. Indikator yang digunakan
untuk mengukur perilaku belajar terhadap prestasi akademik yaitu
kebiasaam mengikuti pelajaran, sikap dalam menerima pelajaran, tingkah
laku efektif, kunjungan ke perpustakaan.15

15
Ibid,. 116-119

14
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman;
dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan
tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada
diri seorang bayi. Teori belajar yang terkenal dalam psikologi antara lain ialah:
a. Teori conditioning
1)Teori classical conditioning (Pavlov)
2) Teori Conditioning dari Guthrine
b. Teori connectionism
c. Teori menurut psikolog gestalt

15
Ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yang
terpenting adalah Intensional, Positif dan aktif, Efektif dan fungsional. Perwujudan
perilaku belajar tampak dalam perubahan-perubahann sebagai berikut: 1) kebiasaan,
2) keterampilan, 3) pengamatan, 4) berfikit asosiatif dan daya ingat, 5) berfikir
rasional dan kritis, 6) sikap, 7) inhibisi, 8) apresiasi, 9) tingkah laku afektif.

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto Ngalim. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Syah Muhibbin. 2014. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Edisi revisi ke-19.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

16

Anda mungkin juga menyukai