Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jika tempat kerja aman dan sehat, setiap orang dapat melanjutkan pekerjaan
mereka secara efektif dan efisien. Sebaliknya, jika tempat kerja tidak terorganisir dan
banyak terdapat bahaya, kerusakan dan absen sakit tak terhindarkan, mengakibatkan
hilangnya pendapatan bagi pekerja dan produktivitas berkurang bagi perusahaan.
Meskipun kenyataannya, para pengusaha di seluruh dunia telah secara hati-hati
merencanakan strategi bisnis mereka, banyak yang masih mengabaikan masalah
penting seperti keselamatan, kesehatan dan kondisi kerja. Biaya untuk manusia dan
finansial dianggap besar.
Menurut ILO, setiap tahun ada lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat kerja
danlebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja. Terlebih
lagi, 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan sakit di tempat kerja. Angka
menunjukkan, biaya manusia dan sosial dari produksi terlalu tinggi.
Dalam istilah ekonomi, diperkirakan bahwa kerugian tahunan akibat
kecelakaankerja dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan di beberapa
negara dapat mencapai 4 persen dari produk nasional bruto (PNB). Biaya langsung dan
tidak langsung dari dampak yang ditimbulkannya meliputi: biaya medis, Kehilangan hari
kerja, Mengurangi produksi, Hilangnya kompensasi bagi pekerja, Biaya waktu / uang
dari pelatihan dan pelatihan ulang pekerja, kerusakan dan perbaikan peralatan,
Rendahnya moral staf, Publisitas buruk, Kehilangan kontrak karena kelalaian.
Di masa lalu, kecelakaan dan gangguan kesehatan di tempat kerja dipandang
sebagai bagian tak terhindarkan dari produksi. Namun, waktu telah berubah. Sekarang
ada berbagai standar hukum nasional dan internasional tentang keselamatan dan
kesehatan kerja yang harus dipenuhi di tempat kerja. Standar-standar tersebut
mencerminkan kesepakatan luas Antara pengusaha/pengurus, pekerja dan pemerintah
bahwa biaya sosial dan ekonomi dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja harus
diturunkan.

1
Sekarang dipahami bahwa semua biaya ini memperlamban daya saing bisnis,
mengurangi kesejahteraan ekonomi negara dan dapat dihindari melalui tindakan di
tempat kerja yang sederhana tetapi konsisten.
Tindakan untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja ditempat
kerjatidak harus mahal. Namun, seperti perbaikan dalam operasional atau penjualan,
hal itu perlu dilakukan sebagai komitmen jangka panjang oleh para pekerja, manajer
dan perwakilan mereka. Hal ini tidak bisa hanya ditangani dalam seminggu sebelum
inspeksi pabrik atau kunjungan oleh Pengawasan Ketenagakerjaan. Juga tidak
bisadiabaikan begitu saja karena resesi. Pencegahan gangguan kesehatan kerja yang
terkait cedera, sakit dan kematian adalah bagian kontinuitas dari hari-hari kegiatan
usaha.
Selain membutuhkan perhatian yang terus menerus, tindakan efektif pada
keselamatan dan kesehatan kerja menuntut komitmen bersama dari pekerja dan
pengusaha. Pekerja dan pengusaha harus siap untuk menghormati prinsip-prinsip
keselamatan dan kesehatan kerja yang diakui dengan baik. Mereka juga harus
menjaga, mengikuti dan terus mengevaluasi kebijakan dan praktek-praktek yang
ditetapkan. Tingkat komitmen hanya dapat dibangun jika pekerja, supervisor dan
manajer bekerja sama untuk menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan
kerja yang mereka mengerti dan percaya.

1.2 Waktu dan Tempat Observasi


Observasi dilakukan di bengkel reparasi kereta api dengan uraia sebagai berikut
A. Identitas Perusahaan
1. Nama Perusahaan :
2. Jenis Perusahaan :
3. Alamat Perusahaan :
4. Jumlah Tenaga Kerja :
5. Tanggal Kunjungan :

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran


Keselamatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan beserta prakteknya
yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif
dan kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor
pekerjaan dan lingkungan serta terhadap penyakit umum. Undang-Undang No. 1 Tahun
1970 dalam menerangkan bahwa keselamatan kerja yang mempunyai ruang lingkup
yang berhubungan dengan mesin, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta
cara mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, memberikan
perlindungan sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
produktifitas.

Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu


keilmuwan multidisiplin yang menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi
lingkungan kerja, keamanan kerja, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, serta
melindungi tenaga kerja terhadap resiko bahaya dalam melakukan pekerjaan serta
mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja,
kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja.

Sementara itu tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Agar setiap pegawai/tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan
kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya, selektif
mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai/tenaga kerja.
e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

3
f. Agar tehindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau
kondisi kerja.
g. Agar setiap pegawai/tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

2.1.1. Keselamatan Kerja


Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko
kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi
bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.

Kondisi bangunan adalah tempat atau bangunan yang digunakan untuk tempat
bekerja apakah telah memenuhi kriteria keselamatan bagi penghuni bangunan tersebut.
Kondisi mesin yang ada di perusahaan juga harus baik sehingga harus ada
penjadwalan perawatan mesin-mesin untuk proses produksi. Hal ini bertujuan untuk
mencegah kerusakan mesin yang dapat membahayakan operator.

Kondisi pekerja sangat menentukan terjadinya kecelakaan kerja. Faktor-faktor


yang menentukan kondisi pekerja yaitu :

a. Kondisi mental dan fisik


Kondisi tersebut sangat berpengaruh dalam menjalaankan proses produksi
karena dengan kondisi mental dan fisik yang buruk dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja.

b. Kebiasaan kerja yang baik dan aman


Pada saat melakukan pekerjaan, pekerja harus dapat dituntut untuk bekerja
secara disiplin agar tidak lalai yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.

c. Pemakaian alat-alat pelindung diri


Kurangnya kesadaran dalam pemakaian alat-alat pelindung karena dirasa
tidak nyaman oleh pekerja dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.

2.1.2. Kesehatan Kerja

4
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,
mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya.

Sejak beberapa abad yang lalu, melakukan suatu pekerjaan atau bekerja
hakikatnya merupakan sumber kepuasan manusia yang paling mendasar, katalis
sosial dan sekaligus juga pelengkap status serta martabat manusia.

Bila konsep tersebut dikaitkan dengan perubahan global pada berbagai


sektor dan perkembangan teknologi dewasa ini, maka semakin jelaslah bahwa
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan manusia harus dilakukan melalui
pekerjaan yang diselaraskan dengan lingkungaan yang aman, nyaman dan
higienis sehingga kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja
senantiasa terjamin.

Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat


tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan
gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang
kesehatan lebihditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya
penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.

Status kesehatan seseorang, menurut Blum ditentukan oleh empat faktor yakni:

1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik/anorganik,


logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, mikroorganisme) dan ssosial
budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan dan tingkah laku.
3. Pelayanan kesehatan: promotif, preventif, perawatan, pengobatan,
pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan;
4. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Interaksi dari berbagai faktor tersebut sangat mempengaruhi tingkat


kesehatan seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di tempat kerja.

5
Dengan demikian, dalam pengelolaan kesehatan keempat faktor tersebut perlu
diperhatikan, khususnya dalam aspek lingkungaan dan pelayanan kesehatan.

Hubungan antara pekerjaan dan kesehatan seseorang mulai dikenal sejak


beberapa abad yang lalu, antara lain dengan didapatkannya penyakit akibat
cacing atau gejala sesak napas akibat timbunan debu dalam paru pada pekerja
pertambangan.

Kaitan timbal balik pekerjaan yang dilakukan dan kesehatan pekerja


semakin banyak dipelajari dan terus berkembang sejak terjadinya revolusi
industri. Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi
sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan
kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan
pekerja sangat mempengaruhi produktivitaskerjanya. Pekerjaan yang sehat
memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan
pekerja yang terganggu kesehatannya.

Sebagai bagian spesifik keilmuwan dalam kesehatan masyarakat,


kesehatan kerja lebih memfokuskan lingkup kegiatannya pada peningkatan
kualitas hidup tenaga kerja melalui penerapan upaya kesehatan yang bertujuan
untuk:

1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja


2. Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat
lingkungan kerja atau pekerjaannya.
3. Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental dan
pendidikan atau keterampilannya.
4. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas pekerja.

Sedangkan rekomendasi sidang bersama ILO/WHO pada tahun 1995,


menekankan upaya pemeliharaan, peningkatan kesehatan dan kapasitas kerja,
perbaikan lingkungan dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan
kesehatan pekerja serta mengembangkan organisasi dan budaya kerja agar

6
tercapai iklim sosial yang positif, kelancaran produksi dan peningkatan
produktivitas.

Kesehatan kerja mencakup kegiatan yang bersifat komprehensif berupa


upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif berupa
penyuluhan, pelatihan dan peningkatan pengetahuan tentang upaya hidup sehat
dalam bekerja, disamping kegiatan pencegahan (preventif) terhadap risiko
gangguan kesehatan, lebih mengemuka dalam disiplin kesehatan kerja.

Kesehatan kerja diartikan sebagai spesialis ilmu kesehatan yang


menganalisa akibat praktek dan cara kerja terhadap derajat kesehatan pekerja
yang bersangkutan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental, serta
menganalisa alternatif usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit atau
gangguan kesehatan akibat kerja dan lingkungan kerja. Kesehatan kerja bersifat
medis dan sasarannya adalah manusia atau pekerja. Kesehatan kerja adalah
kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan para pekerja seperti:

1. Kurangnya pencahayaan yang mengakibatkan sakit mata.


2. Tidak adanya sistem sirkulasi udara sehingga debu-debu atau partikel-
partikel kecil akan mengganggu sistem pernapasan pekerja.
3. Pekerja yang bekerja dengan menggunakan bahan-bahan kimia
berbahaya.
4. Tingkat kebisingan yang melebihi batas ambang pendengar yang
dapat mengakibatkan ketulian pada pekerja.

Kondisi di atas memerlukan pencegahan dengan melakukan tindakan-tindakan sebagai


berikut:

1) Pemeriksaan pekerja secara berkala.


2) Memberikan keterangan prosedur kerja sebelum bekerja.
3) Pembuatan ventilasi yang baik.
4) Mengubah cara-cara kerja yang dapat menyebabkan penyakit kerja.
5) Pemakaian alat-alat pelindung diri secara teratur dan disiplin untuk menghindari
resiko kecelakaan kerja.

7
2.1.3. Indikator-indikator dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Indikator Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), meliputi:
a) Faktor manusia/pribadi (personal factor)
Faktor manusia disini meliputi, antara lain kurangnya kemampuan fisik, mental
dan psikologi, kurangnya pengetahuan dan keterampilan/keahlian, dan stress
serta motivasi yang tidak cukup.

b) Faktor kerja/lingkungan
Meliputi, tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, rekayasa,
pembelian/pengadaan barang, perawatan, standar-standar kerja dan
penyalahgunaan.

Dari beberapa uraian di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai indikator


tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meliputi: faktor lingkungan dan faktor
manusia.

2.1.4. Aspek-aspek dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3)
Aspek-aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) meliputi:
a) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan dalam
beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja,
seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.

b) Alat kerja dan bahan


Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh
perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alat-alat kerja
sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan kegiatan proses
produksi dan disamping itu adalah bahan-bahan utama yang akan dijadikan barang.

c) Cara melakukan pekerjaan


Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan yang
berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya dilakukan oleh
karyawan dalam melakukan semua aktifitas pekerjaan, misalnya menggunakan

8
peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri secara tepat dan mematuhi
peraturan penggunaan peralatan tersebut dan memahami cara mengoperasionalkan
mesin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain:

a) Beban kerja
Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya penempatan
pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.

b) Kapasitas kerja
Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
c) Lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun
psikososial.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Aspek dan Faktor yang
mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain lingkungan kerja,
alat kerja dan bahan, cara melakukan pekerjaan, beban kerja, kapasitas kerja, dan
lingkungan kerja.

2.2. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Manajemen sebagai satu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosial dan
eksak tidak terlepas dari tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja, baik
dari segi perencanaan maupun pengambilan keputusan dan organisasi.
Manajemen seharusnya menyadari :

1. Adanya biaya pencegahan


2. Kerugian akibat kecelakaan menimpa karyawan dan peralatan
3. Antara biaya pencegahan dan kerugian akibat kecelakaan terdapat selisih
yang sukar ditetapkan
4. Kecelakaan kerja selalu menyangkut manusia, peralatan, dan proses.
5. Manusia merupakan faktor dominan dalam setiap kecelakaan.

9
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu masalah penting dalam
setiap masalah operasional, baik di sektor tradisional maupun sektor modern. Masalah
yang terjadi khususnya dalam masyarakat yang sedang beralih dari satu kebiasaan
kepada kebiasaan lain, perubahan-perubahan pada umumnya menimbulkan beberapa
permasalahan yang jika tidak ditanggulangi secara cermat dapat membawa berbagai
akibat buruk bahkan fatal.

Permasalahan yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja memerlukan


manajemen keselamatan dan kesehatan kerja komprehensif antara lain dengan:

a) Menghimpun informasi dan data kasus kecelakaan secara periodik


b) Mengidentifikasi sebab-sebab kasus kecelakaan kerja
c) Menganalisa dampak kecelakaan kerja bagi pekerja sendiri, bagi pengusaha dan
bagi masyarakat pada umumnya.
d) Merumuskan saran-saran bagi pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk
menghindari kecelakaan kerja.
e) Memberikan saran mengenai sistem kompensasi atau santunan bagi mereka
yang menderita kecelakaan kerja.
f) Merumuskan sistem dan sarana pengawasan, pengaman lingkungan kerja,
pengukuran tingkat bahaya, serta kampanye menumbuhkan kesadaran dan
penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja.

Pemerintah mengajak pengusaha dan serikat pekerja untuk menyusun


kebijaksanaan dan program yang melindungi pekerja, masyarakat dan lingkungan dari
kecelakaan kerja. Pengusaha diwajibkan menyusun sistem pencegahan kecelakaan
kerja termasuk identifikasi dan analisis sumber kecelakaan, cara mengurangi akibat
kecelakaan, perencanaan dan pemasangan instalasi pengaman, penugasan tenaga
khusus dan ahli di bidang keselamatan kerja, melaksanakan inspeksi secara regular,
serta menyusun program penyelamatan darurat bila terjadi bencana atau kecelakaan
kerja. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja.

10
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja: PER. 05/MEN/1996, penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dibagi menjadi tiga tingkatan yang kemudian
akan digunakan sebagai dasar audit internal perusahaan yaitu:

a. Tingkat awal adalah perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat resiko rendah
harus menetapkan sebanyak 64 kriteria.

b. Tingkat transisi adalah perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat resiko
menengah harus menetapkan sebanyak 122 kriteria

c. Tingkat lanjutan adalah perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko
tinggi harus menetapkan sebanyak 166 kriteria.

Dalam penentuan kriteria perusahaan juga dapat ditentukan melalui kriteria


kebakaran suatu perusahaan, sebagai contoh apabila perusahaan tersebut
berhubungan dengan logam maka perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai
perusahaan dengan kategori sedang dua, dan disimpulkaan bahwa perusahaan
tersebut perusahaan menengah

2.2.1. Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja adalah kecelakaan atau penyakit yang diderita oleh seseorang
akibat melakukan suatu pekerjaan atau ditimbulkan oleh lingkungan kerja.Terdapat
banyak faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja. Kecelakaan dan
penyakit kerja dapat terjadi pada saat seseorang mengoperasikan alat kerja atau
produksi, antara lain karena:

1) Pekerja yang bersangkutan tidak terampil atau tidak mengetahui cara


mengoperasikan alat-alat tersebut.

2) Pekerja tidak hati-hati, lalai, terlalu lelah atau dalam keadaan sakit.

3) Tidak tersedia alat-alat pengaman.

4) Alat kerja atau produksi yang digunakan dalam kesedaan tidak baik atau tidak layak
pakai lagi.

11
Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat pula terjadi karena kondisi dan
lingkungan kerja yang tidak aman, misalnya dalam bentuk ledakan, kebakaran, dan
kebocoran atau perembesan unsur-unsur kimia berbahaya. Bencana kecelakaan kerja
tersebut dapat menimbulkan korban dan kerugian dalam bentuk:

1. Pekerja dan atau orang lain meninggal atau luka

2. Alat-alat produksi rusak

3. Bahan baku dan bahan produksi lainnya rusak

4. Bangunan terbakar atau roboh

5. Proses produksi terhenti atau terganggu

Kecelakaan kerja dapat dikategorikan dalam beberapa akibat yang ditimbulkannya


seperti:

a) Meninggal dunia, termasuk kecelakaan yang paling fatal yang menyebabkan


penderita meninggal dunia walaupun telah mendapatkan pertolongan dan perawatan
sebelumnya.

b) Cacat permanen total adalah cacat yang mengakibatkan penderita secara permanen
tidak mampu lagi melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak
berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh, seperti: kedua mata, satu mata dan satu tangan
atau satu lengan atau satu kaki. Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada satu ruas
tubuh.

c) Cacat permanen sebagian adalah cacat yang mengakibatkan satu bagian tubuh
hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi.

d) Tidak mampu bekerja sementara, dimaksudkan baik ketika dalam masa pengobatan
maupun karena harus beristirahat menunggu kesembuhan, sehingga ada hari-hari kerja
hilang dalam arti yang bersangkutan tidak melakukan kerja produktif.

Penyakit akibat kerja disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :

1) Faktor biologis

12
2) Faktor kimia termasuk debu dan uap logam

3) Faktor fisik termasuk kebisingan/getaran, radiasi, penerangan, suhu, dan


kelembaban.

4) Faktor fisiologis

5) Faktor tekanan mental/stress.

2.2.2. Penyakit Akibat Kerja (PAK)

2.2.2.1. Definisi Penyakit Akibat Kerja (PAK)


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja
merupakan penyakit yang artificial atau man made disease.

WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja :

a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya pneumoconiosis.

b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya karsinoma


bronkhogenik.

c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor


penyebab lainnya, misalnya bronchitis kronis.

d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya,
misalnya asma.

Menurut Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit yang


Timbul karena Hubungan kerja, terdapat 31 jenis penyakit yang timbul karena
hubungan kerja, antara lain:

1. Pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut


(silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberculosis yang silikosisnya
merupakan factor utama penyebab cacat atau kematian.

2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu
logam keras.

13
3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu
kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).

4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang
yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.

5. Alveolitis alergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan
debu organik.

6. Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaan yang beracun.

7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaan yang beracun.

8. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaan yang beracun.

9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaan yang beracun.

10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaan yang beracun.

11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaan yang beracun.

12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaan yang beracun.

13. Penyakit yang disebabkan oleh timbale atau persenyawaan yang beracun.

14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaan yang beracun.

15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.

16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon
alifatik atau aromatik yang beracun.

17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.

18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.

19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.

20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.

14
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas tau uap penyebab asfiksia atau keracunan
seperti karbon monoksida hidrogensianida, hidrogensulfida atau derivatnya yang
beracun, amoniak seng, braso dan nikel.

22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.

23. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan otot-otot,
urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi).

24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.

25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang mengion.

26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi, atau
biologik.

27. Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh pic, bitumen, minyak mineral,
antrasena atau persenyawaan, produk atau residu zat tersebut.

28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.

29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapatkan
dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.

30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi.

31. Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk obat.

2.2.2.2. Faktor penyebab penyakit akibat kerja


Dalam ruang atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang menjadi
sebab penyakit akibat kerja, antara lain:

1. Golongan fisik, seperti:

a. Suara, yang bisa menyebabkan pekak/tuli.


b. Radiasi sinar-sinar radioaktif dapat menyebabkan penyakit susunan darah dan
kelainan kulit.

15
c. Suhu, apabila terlalu tinggi dapat menyebabkan heat stroke, heat cramps, atau
hyperpyrexia. Sedangkan suhu-suhu yang rendah dapat menimbulkan frostbite,
trenchfoot, dan hypothermia.
d. Tekanan tinggi dapat menyebabkan caisson disease.
e. Penerangan lampu yang kurang baik misalnya dapat menyebabkan kelainan
pada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya
kecelakaan.

2. Golongan kimia (chemis), yaitu:

a. Debu yang menyebabkan pneumoconioses, diantaranya silicosis, asbestosis,


dan lainnya.
b. Uap yang diantaranya menyebabkan metal fume fever, dermatitis atau
keracunan.
c. Gas, misalnya keracunan oleh CO dan H2S.
d. Larutan yang dapat menyebabkan dermatitis.
e. Awan atau kabut, misalnya racun serangga, racun jamur dan lainnya yang dapat
menimbulkan keracunan.

3. Golongan infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax, brucella, AIDS, dan lainnya.

4. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh keselahan-kesalahan konstruksi mesin,


sikap badan yang kurang baik, salah cara melakukan suatu pekerjaan dan lain-lain
yang kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun dapat
menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja.

5. Golongan mental-psikologis, yang terlihat misalnya pada hubungan kerja yang tidak
baik, atau keadaan pekerjaan yang monoton yang menyebabkan kebosanan.

Sedangkan upaya untuk mencegah penyakit akibat kerja ada bermacam-macam,


yakni: (a) substitusi, (b) ventilasi umum, (c) ventilasi keluar setempat, (d) isolasi, (e)
pakaian pelindung, (f) pemeriksaan kesehatan, (g) penerangan, dan (h) pendidikan
kesehatan.

2.2.3. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

16
Pedoman Penerapan
Kecelakaan kerja tidak dapat dielakkan secara menyeluruh. Namun
demikian setiap perencanaan, keputusan, organisasi harus mempertimbangkan
aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam perusahaan. Berikut merupakan
beberapa pedoman penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

Komitmen dan kebijaksanaan


Penerapan keselamatan dan kesehatan kerja haris memiliki komitmen
dan kebijaksanaan. Komitmen keselamatan dan kesehatan kerja dapat
membantu perusahaan dalam bekerja sama dengan pekerja. Tinjauan awal
keselamatan dan kesehatan kerja merupakan kerja sama yang dilakukan yaitu
yang berkaitaan dengan:

a. Identifikasi kondisi dan sumber daya


b. Pengetahuan dan peraturan perundangan K3
c. Membandingkan penerapan
d. Meninjau sebab-akibat
e. Efisiensi dan efektifitas

Perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja


yang diwujudkan dalam (PER. 05/MEN/1996):

a) Menempatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja K3 pada posisi yang


dapat menentukan keputusan perusahaan.

b) Menyediakan anggaran, tenaga kerjaa yang berkualitas dan sarana-sarana lain yang
diperlukan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.

c) Menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawab, wewenang, dan kewajiban


yang jelas dalam penanganan keselamatan dan kesehatan kerja.

d) Perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi

e) Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan dan


kesehatan kerja.

17
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pernyataan tertulis
yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan visi
dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan keselamataan dan
kesehatan kerja, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan
secara menyeluruh yang bersifat umum dan atau operasional.

Perencanaan
Dalam perencanaan keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan susunan
system keselamatan dan kesehatan kerja yang terkoordinasi dengan baik.
Perencanaan K3 meliputi beberapa komponen yaitu:

a. Menentukan tingkat resiko untuk setiap bagian tertentu yang mempunyai potensi
kecelakaan atau gangguan kesehatan.

b. Meneliti setiap peraturan pemerintah dan standar industri yang dapat dilaksanakan.

c. Menetapkan tujuan yang hendak dicapai dan sasaran K3 secara jelas.

Perusahaan yang memiliki perencanaan yang efektif maka akan mencapai


keberhasilan dalam penerapan K3. Tujuan dari pencegahan kecelakaan kerja adalah
untuk melindungi para pekerja, masyarakat dan lingkungaan dari bencana kecelakaan
yaitu dengan :

a) Mempersiapkan, menyediakan dan memasang sarana pencegahan kecelakaan dan


alat-alat pelindung diri.

b) Mengadakan pemeriksaan dan inspeksi dini untuk mengetahui potensi atau


kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja sehingga dapat dicegah.

c) Menyusun organisasi sistem pencegahan bencana kecelakaan, termasuk


menyediakan tenaga ahli keselamatan kerja.

d) Meminimumkan dampak bencana kecelakaan terhadap masyarakat, antara lain


dengan menempatkan instalasi berisiko tinggi terpisah dengan perumahan dan tempat-
tempat konsentrasi penduduk seperti rumah sakit, sekolah-sekolah, dan pasar.

e) Menyusun rencana penyelamatan darurat.

18
Penerapan
Kegiatan yang dilakukan dalam menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja
adalah mengaudit sistem keselamatan dan kesehatan kerja pada perusahaan sesuai
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 05/1996. Dalam
menerapkan terdapat kegiatan yang mendukung yaitu komunikasi, pelaporan,
pendokumentasian, dan pengendalian dokumentasi. Penerapan yang dilakukan tidak
hanya meliputi pengauditan melainkan juga mengidentifikasi bahaya, penilaian, dan
pengendalian resiko.

Penerapan K3 memiliki 5 komponen yang perlu dibentuk yaitu:

a. Struktur organisasi dan pembagian tanggung jawab. Struktur organisasi harus


ditetapkan secara jelas dengan setiap posisi di dalam organisasi.

b. Pemberian pelatihan K3 yaitu pelatihan secara umum yang diberikan kepada seluruh
karyawan dan pelatihan keahlian secara khusus yang diberikan kepada karyawan yang
bekerja di lokasi kerja yang memiliki potensi bahaya yang tinggi atau karyawan yang
memiliki tugas khusus di bidang K3.

c. Komunikasi K3 yang dilakukan dalam kelompok besar maupun kelompok kecil


ditujukan untuk meningkatkan kesadaran K3 pada seluruh karyawan dan memotivasi
penerapan K3.

d. Sistem dokumentasi dan pengontrolan dokumen

e. Tenaga ahli K3

Pengukuran dan evaluasi penerapan K3

Pemantauan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendukung kegiatan


selanjutnya yaitu evaluasi. Pemantauan dapat berupa memantau apakah terjadi
pertimpangan dalam melaksanakan prosedur kerja. Setelah dilakukan pemantauan,
dievaluasi dengan mengukur hasil yang telah dicapai dari pelaksanaan prosedur kerja.

Hasil pemantauan dan evaluasi menghasilkan catatan dan penyimpanan data


yang merupakan tindakan untuk perbaikan dan pencegahan. Pencatatan dan
penyimpanan data berguna sebagai bahan untuk membuat perencanaan selanjutnya.

19
Tinjauan ulang terhadap penerapan K3
Kegiatan untuk meninjau ulang penerapan K3 biasanya dilakukan untuk menilai
kesesuaian dan keefektifitasan penerapan K3 secara keseluruhan. Peninjauan yang
dilakukan berdasarkan hasil akhir evaluasi penerapan K3. Apabila hasil akhir tidak
sesuai dengan target K3 maka perlu dilakukan tinjauan ulang K3.

Tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 meliputi (PER. 05/MEN/1996):

a) Evaluasi terhadap penerapan kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja

b) Tujuan, sasaran, dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja

c) Hasil temuan audit Sistem Manajemen K3

d) Evaluasi efektivitas penerapan Ssistem Manajemen K3 dan kebutuhan untuk


mengubah Sistem Manajemen K3 sesuai dengan:

1. Perubahan peraturan perundangan


2. Tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar
3. Perubahan produk dan kegiatan perusahaan
4. Perubahan struktur organisasi perusahaan
5. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi.
6. Pengalaman yang didapat dari insiden keselamatan dan kesehatan kerja
7. Pelaporan
8. Umpan balik khususnya dari tenaga kerja.

2.2.3.2. Tujuan Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan
kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti
apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.

Tujuan dari penerapan keselamatan dan kesehatan kerja adalah:

1) Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia

2) Meningkatkan komitmen pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga kerja

20
3) Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi
perdagangan global

4) Proteksi terhadap industri dalam negeri

5) Perlunya upaya pencegahan terhadap masalah sosial dan ekonomi yang terkait
dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

2.4 Perlengkapan daan Peralatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

1. Alat Pelindung Diri


Alat pelindung diri selanjutnya disebut APD adalah seperangkat alat yang
digunakan tenaga kerja seluruh atau sebagian dari adanya kemungkinan potensi
bahaya dan kecelakaan kerja (Peraturan Menteri Tenaga erja dan Transmigrasi
Republik Indonesia No. Per.08/MEN/VII/2010)
a. Pakaian Kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusi
terhadap pengaruh yang kurang sehat atau yang melukai badan
b. Sepatu Kerja
Sepau kerja merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap
perkerja perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya
bebas berjalan dan terlindung dari barang-barang berbahaya
c. Kacamata Kerja
Kacamata pengaman digunakan untuk melindungi mata dari debu,
serpih besi yang berterbangan dan tertiu angin. Mengingat partikel-
partikel debu yang berukuran sangat kecil terkadang tidak terlihat
oleh mata, oleh karena itu mata perlu diberikan perlindungan.
Biasanya pekerjaan yang membutuhkan kacamata adalah menglas
d. Sarung Tangan
Sarung tangan sangat dibutuhka untuk beberapa jenis pekerjaan.
Tujuan utama penggunaan sarung tangan adalah melindungi
tangan dari benda-benda keras, tajam dan cairan kimia berbahaya
selama menjalankan tugas
e. Helm

21
Helm sangat penting digunakan sebagai pelindung kepala dan
sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja untuk
menggunakannya dengan benar sesuai aturan. Helm ini digunakan
untuk melindungi kepala dari bahaya benda jatuh
f. Penutup telinga
Alat ini dgunakan untuk melindungi dari bunyi-bunyi yang
dikeluakan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup
keras dan bising. Terkadang efeknya untuk jangka panjang, bila
setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup telinga
g. Masker
Pelindung bagi pernafasan sangat diperlukan untuk pekerja
mengingat lokasi itu sendiri

22

Anda mungkin juga menyukai