Anda di halaman 1dari 86

BAB 14.

STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN


A. LATAR BELAKANG
Masalah kematian dan kesakitan Ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar. Angka
kematian ibu (AKI) yang menurut SKRT 1986 dalah 450 per 100.000 kelahiran hidup, mengalami
penurunan yang lambat, yaitu menjadi 373 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT 1995). Angka ini 3-
6 kali lebih besar dari negara wilayah ASEAN dan lebih dari 50 kali dari angka di negara maju.
Di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB), menurut hasil survey Demografi Kesehatan
Indonesia 1997 adalah 52 per 1000 kelahira hidup, dengan Angka Kematian Nasional 25 per 1000
kelahiran hidup. Dibandingkan negara ASEAN lainnya, AKB Indonesia 2-5 kali lebih tinggi. Menurut
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, gangguan perinatal merupakan penyebab utama
kematian bayi (33,5%) di Pulau Jawa - Bali dan merupakan penyebab kematian ke dua (26,9%) di
luar Jawa-Bali.
Salah satu Upaya yang dilakukan Depkes dalam mempercepat penurunan AKI adalah
mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap Ibu yar membutuhkannya. Untuk itu sejak tahun
1990 telah ditempatkan bidan desa, yang pada tahun 1996 telah mencapai target 54.120 bidan.
Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa hampir semua desa di wilayah Indonesia mempunyai
akses untuk pelayanan kebidanan.
WHO, melalui suatu pertemuan konsultasi regional Asia Tenggara pada tahun 1993,
merekomendasikan agae bidan dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan pertolongan
pertama/penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu, pada pertengahan
tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96, yang memberikan
wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melakukan tindakan penyelamatan jia ibu dan
janin/bayi baru lahir. Di samping itu, sejak tahun 1995 telah dikembangkan mekanisme pembinaan
teknis bidan oleh bidan koordinator.
Selanjutnya, pada pertemuan pengelolaan program Safe Motherhood dari negara-negara di
wilayah SEARO/Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan
yang diberikan kepada setiap ibu yang memrlukannya perlu diupayakan agar memengaruhi
standar tertentu agar aman dan efektif. Sehingga tindak lanjutnya, WHO SEARO mengembangkan
Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia,
khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat,
standar ini diberlakukan bagi semua pelaksanaan kebidanan.

192
B. MANFAAT PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN.
Standar pelayanan berguna dalam penerapan norma dan tingkat kinerja yang diperlukan
untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penerapan standar pelayanan akan sekaligus melindungi
masyarakat, karena penilaian terhadap proses dan hasil pelayanan bisa dilakukan dengan dasar
yang jelas. Dengan adanya standar pelayanan, yang dapat dibandingkan dengan pelayanan yang
diperoleh, maka masyarakat akan memiliki kepercayanaan yang lebih mantap terhadap
pelaksanaan pelayanan.
Suatu akan efektif bila bisa diobservasi dan diukur,realistik, mudah dilakukan dan dibutuhkan.
Jika setiap ibu diharapkan memiliki akses terhadap pelayanan kebidanan, maka diperlukan standar
pelayanan kebidanan untuk penjagaan kualitas. Pelayanan berkualitas bisa dikatakan sebagai
tingkat pelayanan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan sebagai tingkat pelayanan yang
memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dengan demikian, standar penting untyk pelaksanaan,
pemeliharaan dan penilaian kualitas pelayanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa standar
pelayanan perlu similiki setiap pelaksaan pelayanan.
Masalah yang ditetapkan dalam penyusunan standar pelayanan kebidanan yaitu bahwa di
antara apa yang telah bisa diterapkan dalam praktik. Sebenarnya hanya tindakan ritualistik, yang
tidak didasarkan pada pengalaman praktik terbaik. Dalam standar ini tindakan yang bersifat
ritualistik, seperti melakukan episiotomi secara rutin dan memandikan bayi segera setelah lahir,
tidak dianjurkan lagi. Perubahan standar pelayanan seperti itu didasarkan pada pengalaman
praktik terbaik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia.
Standar pelayanan kebidanan bisa pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang
diperlukan bidan dalam menjalani praktik sehari-hari. Standar ini juga bida digunakan untuk dasar
menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan kurikulum pendidikan. Selain
itu juga, standar pelayanan bisa membantu menentukan kebutuhan operasional untuk
penerapannya, misalnya kebutuhan dan pengorganisasian, mekanisme, peralatan dan obat yang
diperlukan. Ketika ada audit terhadap pelayanan kebidanan dilakukan, maka berbagai
kekurangannya berkaitan dengan hal-hal tersebut akan ditemukan sehingga perbaikannya bisa
dilakukan secara lebih spesifik.

193
C. FORMAT STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN.
Dalam membahas setiap standar pelayanan kebidanan digunakan format bahasan sebagai
berikut.
1. Tujuan : merupakan tujuan standar;
2. Pernyataan standar : berisi pernyataan tentang pelayanan kebidanan yang dilakukan, dengan
penjelasan tingkat kompetensi yang diharapkan;
3. Hasil : hal yang akan dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk
yang bisa diukur;
4. Prasayat : hal-hal yang diperlakukan (misalnya: alat, obat, keteramilan) agar pelaksanaan
pelayanan bisa menerapkan standar; dan
5. Prose : birisi langkah-langkah poko yang perlu didikuti untuk penerapan standar.
Penjelasan tambahan dicetak miring. Hak-hal yang perlu diingat, ringkasan dan hasil
penelitian yang berpengaruh terhadap pelayanan kebidanan ditulis.
Telah disadari bahwa pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal
merupakan komponen penting dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelayanan kebidanan di
setiap tingkat pelayanan. Bila hal tersebut bisa diwujudkan, maka angka kematian ibu bisa
diturunkan. Berdasarkan itu, satandar pelayanan kebidanan ini mencakup standar untuk
penanganan kebidanan tersebut, di samping standar untuk pelayanan kebidanan dasar.
Dengan demikian ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang
dikelompokkan sebagai berikut:
A. Standar Pelayanan Umum (2 standar).
B. Standar Pelayanan Antenatal (6 standar).
C. Standar Pertolongan Persalinan ( 4 standar).
D. Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
E. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri-neonatal (9 standar).

A. Standar Pelayanan Umum


Terdapat dua standar pelayanan umum sebagai berikut.
1. Standar 1: Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Pernyataan standar:
Bidan memberikan penyuluhan oleh nasehat kepada perorangan keluarga dan

194
masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk penyuluhan
kesehatan umu, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam menghadap kehamilan dan
menjadi calon orangtua, menghindari kebiasaan yang tidak baik dan mendukung
kebiasaan yang baik.
2. Standar 2 : Pencatatan dan Pelaporan
Pernyataan standar:
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya, yaitu registrasi.
Semua ibu hamil di wilayah kerja, rincian pelayanan yang diberikan kepada setiap ibu
hamil/bersalin/nifas dan bayi baru lahir, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada
masyarakat. Di samping itu, bidan hemdaknya mengikutsertakan kader untuk mencacat
semua ibu hamil dan meninjau upaya masyarakat yang berkaitan dengan ibu dan bayi
baru lahir. Bidan meninjau secara teratur catatan tersebut untuk menilai kinerja dan
penyusunan rencana kegiatan untuk meningkatkan pelayanannya.

B. STANDAR PELYANAN ANTENATAL


Terdapat enam standar dalam standar pelayanan antenatal seperti berikut
1. Standar 3 : Indentifikasi Ibu Hamil
Pelayanan Standar:
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara
berkala untuk memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota
keluarganya agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan
secara teratur.
2. Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Pelayanan Standar:
Bidan memberikan sedikitnya 4x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi
anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah
perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan risti/kelainan,
khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS/Infeksi HIV; memberikan pelaynan
imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait-lainnya yang diberikan
oleh puskesmas. Mereka harus mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila
ditemukan kelainan, mereka harus mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan

195
menunjukkan untuk tindakan selanjutnya.
3. Standar 5 : Palpasi Abdominal
Pernyataan standar:
Bidan melakukan Pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi
untuk memperkirakan usia kehamilan; serta jika usia kehamilan bertambah memeriksa
posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul,
untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
4. Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan.
Pernyataan standar :
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan/atau rujukan
semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan.
Pernyataan standar :
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan
mengenali tanda serta gejala preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat
dan merujuknya.
6. Standar 8 : Persiapan Persalinan
Pernyataan standar :
Badan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya
pada trimester ketiga, untuk memastikan bahwa periapan persalinan yang bersih dan
aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan dengan baik, di samoing
persiapan transportasi dan biaya unyuk merujuk, jika tiba-tiba terjadi keadaan gawat
darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjukan rumah untuk hal ini.

C. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN


Terdapat empatstandar dalam standar pertolongan persalinan seperti berikut ini:
1. Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I
Pernyataan standar:
Badan menilai secarabtepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian, memberikan
asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan kebutuhan klien,
selama proses persalinan berlangsung.

196
2. Standar 10 : Persalinan Kala II Yang Aman
Pernyataan standar:
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan, dan
penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
3. Standar 11 : Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala III
Pernyataan standar:
Bidan melakukan penanganan tali pusat dengan benar untuk membantu
pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
4. Standar 12 : Penanganan Kala II dengan Gawat Janin Melalui Episiotomi.
Pernyataan standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada Kala II yang lama, dan
segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti
dengan penjahitan perineum.

D. STANDAR PELAYANAN NIFAS


Terdapat tiga standar dalam standar pelayanan nifas seperti berikut ini
1. Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
Pernyataan standar:
Bidan memeriksakan dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan
spontan mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan, dan melakukan tindakan
atau rujukan sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau menangani
hipotermia.
2. Standar 14 : Penanganan pada Dua Jam Pertama Setelah Persalinan.
Pernyataan standar:
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam
dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Di samping itu,
bidan juga memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang mempercepat pulihnya
kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk memulai pemberian ASI.
3. Standar 15 : Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas.
Pernyataan Standar:
Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada

197
hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam setelah persalinan, untuk membantu
proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar; penemuan dini
penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas; serta
memberikan penjelasan mengenai kesehatan secara umum, kebersihan perorangan,
makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI, Imunisasi dan KB

E. STANDAR PENANGANAN KEGAWATDARURATAN OBSTETRI DAN NEONATAL


Disamping standar untuk pelayanan kebidanan dasar (antenatal, persalinan dan
nifas), di sini ditambahkan beberapa standar penanganan kegawatan obstetri-neonatal.
Seperti telah dibahas sebelumnya, bidan diharapkan mampu melakukan penanganan
kegawadaruratan obtetric-neonatal tertentu untuk penyelamatan jiwa ibu dan bayi. Di
bawah di pilih sepuluh keadaan gawat darurat obtetri-neonatal yang paling sering terjadi
dan sering menjadi penyebab utama kematian ibu/bayi baru lahir.
1. Standar 16 : Penanganan Perdarahan dalam Kehamilan, Pada Tri-mester III
Pernyataan standar:
Bidan mengenali secara tepat tanfa dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta
melakukan pertolongan pertama dan merujukknya..
2. Standar 17 : Penanganan Kegawadaruratan pada Eklamsia.
Pernyataan standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklamsia mengancam serta merujuk
dan/atau memberikan pertolongan pertama.
3. Standar 18 : Penanganan Kegawatan Pada Partus Lama/Macet
Pernyataan standar:
Bidan mengenali secara tepat dan cermat tanda dan gejala partus lama/ macet serta
melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.
4. Standar 19 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstraktor.
Pernyataan standar:
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara benar
dalam memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu
dan janin/bayinya
5. Standar 20 : Penanganan Retentio Plasenta

198
Pernyataan Standar:
Bidan mampu mengenali retensio plasenta, dan memberikan pertolongan pertama
termasuk plasenta manual dan penanganan perdarahan, sesuai dengan kebutuhan.
6. Standar 21 : Penanganan Perdarahan Postpartum Primer.
Pernyataan Standar:
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama
setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan
pertama untuk mengendalikan perdarahan.
7. Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder
Pernyataan Standar:
Bidan Mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan
postpartum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu,
dan atau merujuknya.
8. Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis.
Pernyataan Standar:
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerperalis, serta
melakukan pertolongan pertama atau merujuknya.
9. Standar 24 : Penanganan Asfiksia Neonatorum
Pernyataan standar:
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia, serta
melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang diperlukan dan
memberikan perawatan lanjutan

199
4. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN
A. STNADAR PELAYANAN UMUM
STANDAR 1 : PERSIAPAN UNTUK KEHIDUPAN KELUARGA SEHAT
Tujuan:
Memberikan penyuluhan kesehatan yang tepat untuk mempersiapkan kehamilan yang sehat dan
terencana serta menjadi orangtua yang bertanggung jawab

Pernyataan Standar: Hasil :


Bidan memberikan penyuluhan dan  Masyarakat perorangan ikut serta
nasehat kepada perorangan, keluarga dan dalam upaya mencapai kehamilan yang
masyarakat terhadap segala hal yang sehat.
berkaitan dengan kehamilan, termasuk  Ibu, Keluarga dan masyarakat
penyuluhan kesehatan umum, gizi, KB, dan meningkatkan pengetahuannya tentang
kesiapan dalam menghadapi kehamilan fungsi alat-alat reproduksi dan bahaya
dan menjadi calon orangtua, menghindari kehamilan pada usia muda.
kebiasaan yang tidak baik dan mendukung  Tanda-tanda bahaya pada kehamilan
kebiasaan yang baik. diketahui oleh keluarga dan
masyarakat.

Prayarat:
1. Badan bekerjasama dengan kader kesehatan dan sektor terkait sesuai dengan kebutuhan.
2. Bidan dididik dan terlihat dalam hal
a. Penyuluhan kesehatan.
b. Komunikasi dan keterampilan konseling dasar.
c. Siklus menstruasi, perkembangan kehamilan, metoda kontrasepsi, gizi, bahaya kehamilan
pada usia muda, keberhasilan dan kesehatan diri, kesehatan/kematangan seksual dan
tanda bahaya pada kehamilan.
3. Tersedianya bahan untuk penyuluhan kesehatan tentang hal-hal tersebut di atas

Proses:
Bidan Haru:
1. Merencanakan kunjungan secara teratur ke posyandu, kelompok ibu/KPKIA sekolah dan
tempat kegiatan masyarakat untuk memberikan penyuluhan menganai kesehtan/ kebersihan

200
secara umum, kesepian menghadapi kehamilan, makanan bergizi, pencegahan anemia,
kematangan seksual, kehidupan seksual yang bertanggungjawab dan bahaya kehamilan
pada usia muda. ( Perlu dibuat kesepakatan mengenai waktu penyuluhan, tempat dan topic
pembicaraan. Semua kesepakatan hendaknya ditepai, kecuali pada keadaan darurat).
2. Hormati adat-istiadat setempat/perorangan ketika memberikan penyuluhan dan berikan
dukungan untuk kebiasaan tradisional yang positif. (Namun, perlu dicegah mitos atau tabu
yang membahayakan kehamilan, persalinan dan perawatan anak).
3. Beri penyuluhan yang bisa memotivasi masyarakat untuk meningkatkan kesehatan, dan
buatalah agar mereka mau mengajukan pertanyaan.
4. Jawablah pertanyaan dengan juju dan sopan.
5. Berikan kewajiban yang lebih jelas kemudian bila jawaban belum tuntas saat itu, janjikan
jawaban pada kunjungan berikutnya.
6. Gunakan alat bantu yang menunjang dan bahasa yang mudah dipahami.
7. Beritahukan jadwal kegiatan bidan dan untuk memeriksakan kehamilannya dan konseling
perorangan.
8. Adakah konseling perorangan di tempat khusus, agar kerahasiaan terjaga.

INGAT!

 Penyuluhan kesehatan akan efektif bila pesannya jelas dan tidak membingungkan
 Penyuluhan dan nasehat akan efektif bila bisa diterima oleh tradisi setempat.
 Tidak semua kebiasaan tradisional membahayakan.
 Pasangan berhak mendapat informasi mengenai motode KB yang tepat dan bisa diterima
oleh tradisi setempat.
 Kehamilan hendaknya direncanakan, dan hal ini adalah tanggung jawab suami dan istri.

STANDAR 2: PENCATATAN DAN PELAPORAN


Tujuan:
Menyimpulkan, mempelajari, dan menggunakan data untuk pelaksanaan penyuluhan,
kesinambungan pelayanan dan penilaian kinerja

201
Pernyataan Standar HASIL
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang  Terlaksananya pencatatan
dilakukan dengan seksama sepeti yang sesungguhnya dan pelaporan yang baik
yaitu pencatatan semua ibu hamil di wilayah kerjanya,  Tersedia data untuk audit
rincian pelayanan yang bisa diberikan sendiri oleh bidan dan pengembbangan diri
kepada seluruh ibu hamil/bersalin/nifas dan bayi baru  Meningkatkan keterlibatan
lahir, semua kunjungan rumah dan penyuluhan kepada masyarakat dalam
masyarakat. Disamping itu, bidan hendaknya kehamilan, kelahiran bayi
mengikutsertakan kader untuk mencatat semua ibu hamil dan pelayanan kebidanan.
dan meninjau upaya masyarakat yang berkaitan dengan
ibu hamil, ibu dalam proses melahirkan, ibu dalam masa
nifas, dan bayi baru lahir. Bidan meninjau secara teratur
catatan tersebut untuk menilai kinerja dan menyusun
rencana kegiatan pribadi untuk meningkatkan pelayanan.

Prasyarat:
1. Adanya kebijakan nasional/setempat untuk mencatat semua kelahiran dna kematian ibu dan
bayi.
2. Sistem pencatatan dna pelaporan kelahiran dan kematian ibu dan bayi dilaksanakan sesuai
ketentuan nasional atau setempat.
3. Bidan bekerjasama dengan kader/tokoh masyarakat dan memahami masalah kesehatan
setempat.
4. Register Kohort ibu dan bayi, kartu ibu,KMS ibu hamil, buku KIA, dan PWS KIA, partograf
digunakan untuk mencatat dan pelaporan pelayanan. Bidan memiliki persediaan yang cukup
untuk semua dokumen yang diperlukan.
5. Bidan sudah terlatih dan terampil dalam menggunakan format pencatatan tersebut.
6. Pemetaan ibu hamil.
7. Bidan memiliki semua dokumen yang diperlukan untuk mencatat jumlah kasus dan jadwal
kerjanya setiap hari.

Proses:
Bidan Harus:
1. Bekerjasama dengan kader dan pamong stempat agar semua ibu hamil di wilayah tercatat.

202
2. Mencatat dengan seksama semua pelayanan langsung yang diberikan selama kehamilan,
persalinan, dan masa nifas. Seluruh catatan harus dilengkapi dengan tanggal, waktu, dan
tanda tangan bidan yang mencatat.
3. Ibu diberi KMS ibu hamil atau buku KIA untuk dibawa pulang. Mengerjakan pada ibu untuk
membawa semua dokumen tersebut pada saat kunjungan pemeriksaan antenatal dan
menyediakan pada saat ibu hamil mulai masuk proses bersalin.
4. Lakukan ketentuan nasional/setempat tentang pencatatan dan pelaporan ikut serta dalam
proses pengkajian professional yang terjadi diwilayah, sperti misalnya kegiatan pengkajian
(Peer Review).
5. Jaga agar buku dan kartu pencatatan tersebut tidak mudah rusak. Hasil pencatatan dan
pelaporan diperlukan untuk dipelajari bersama supervisior dan untuk proses audit.
6. Pastikan bahwa semua kelahiran, kematian ibu dan bayi batu lahir tercatat, termasuk surat
keterangan lahir dan lembar copy partograph.
7. Pelajari kartu/buku pencatatan secara teratur (sedikitnya sebulan sekali). Simpan kartu secara
sistematis. Ketika melakukannya, carilah hambatan dalam pelayanan: kesamaan dalam
maslah, komplikasi atau pola yang mungkin terjadi. Perlu pula dicatat jumlah persalinan,
pelayanan antenatal, pelayanan nifas, dan perawatan bayi untuk dibandingkan dengan
bulan-bulan sebelumnya dan mengetahui adanya perubahan dalam ppola kerja atau jumlah
pelayanan untuk menjasi perhatian bidan koordinator.
8. Setelah mempelajari seluruh hasol pencatatan, buatlah rencana tindak lanjut pribadi. Rencana
tersebut hendaknya meliputi:
 Hal-hal yang akan dibicarakan dengan bidan koordinator,
 Masalah atau perubahan nyata jumlah ibu yang mendapat pelayanan kebidanan, yang
akan dibicarakan dengan masyarakat setempat dan/atau bidan koordinator,
 Kesenjangan dalam pengetahuan dan keterampilan atau kebutuhan untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan.
 Mencatat keberhasilan suatu tindakan, sehingga tindakan semacam itu bisa dicona
kembali pada keadaan yang seruapa.
9. Mencari langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah/kesenjangan yang ada di
lingkunagan.
10. Melakukan tinjauan terhadap rencana tindak lanjut secara berkala, untuk melihatnya apakah

203
rencana telah dilaksanakan sesuai dengan jadwal dan berhasil. ( Sebaliknya buat catatan
mengenai hal ini pada buku/jurnal harian, terutama mengenai hasil pemikiran pribadi dan
peninjauan.)
INGAT!
 Pencatatan dan pelaporan merupakan hal yang sangat penting bagi bidan untuk mempeljari
hasil kerjanya.
 Pencatatan dan pelaporan harus dilakukan pada saat pelaksanaan pelayanan menunda
pencatatan akm meningkatkan risiko tidak tercatatnya informasi penting dan catatan.
 Pencatatan dna pelaporan harus mudah dibaca, certmat, dan memuat tanggal, waktu dan
paraf.
 Pencatatan dan pelaporan penting untuk kesinambungan pelayanan dan rujukan.
 Pencatatan dan pelaporan berguna untuk menggambarkan kejadian penting/krisis, yang bisa
digunakan untuk meningkatkan pelayanan dan menghindari masalah yang mungkin terjadi.

B. STANDAR PELAYANAN ANTENATAL


STANDAR 3 : IDENTIFIKASI IBU HAMIL
Tujuan
Mengenali dan memotivasi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya

Pernyataan Standar: Hasil:


Bidan melakukan kunjungan rumah dan  Ibu memehami tanda dan gejala
kehamilan
berinteraksi dengan masyarakat secara berkala  Ibu, suami, anggota masyarakat
untyk memberikan penyuluhan dan motivasi ibu, menyadari manfaat pemeriksaan
kehamilan secara dini dan teratur,
semia dan anggota keluarga agar mendorong ibu serta mengetahui tempat pemeriksa
untuk memeriksakan kehamilannya sejak dini dan hami.
 Meningkatnya cakupan ibu hamil yang
secara teratur. memeriksakan dari sebelum
kehamilan 16 minggu.

Prasyarat:
1. Bidan bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan kader untuk menentukan ibu hamil dan
memastikan semua ibu hamil telah memeriksakan kehamilannya secara dini dan teratur.
2. Bidan harus memahami:
a. Tujuan pelayanan antenatal dan alasan ibu tidak memeriksakan kehamilannya secara dini;

204
b. Tanda dan gejala kehamilannya;
c. Keterampilan berkomunikasi secara efektif.
3. Badan penyuluhan kesehatan yang tersedia dan sudah siap digunakan oleh bidan.
4. Mencatat hasil pemeriksakan pada KMS ibu hami/buku KIA dan kartu ibu.
5. Tranportasi untuk melakukan kunjungan ke masyarakat tersedia bagi bidan

Proses:
Bidan Harus:
1. Melakukan kunjungan rumah dan penyuluhan Masyarakat secara teratur untuk menjelaskan
tujuan pemeriksaan kehamilan kepada ibu hamil, suami, keluarga maupun masyarakat.
2. Bersama kader kesehatan menata ibu hamil serta memotivasinya supaya memeriksakan
kehamilannya sejak dini (segera setelah terlambat haid atau diduga hamil).
3. Melalui komunikasi dua arah dengan memerapa kelompok kecil masyarakat, dibahas manfaat
pemeriksaan kehamilan. Ajak mereka memanfaatkan pelayanan KIA terdekat/sarana
kesehatan lainnya untuk memeriksakan kehamilan.
4. Melalui komunikasi dua arah dengan pamong, tokoh masyarakat, ibu, suami, keluarga dan
dukun bayi terlatih je;askan prosedur pemeriksaan kehamilannya yang diberikan. Hal tersebut
akan mengurangi keraguan mereka tentang apa yang terjadi pada saat pemeriksaan
antenatal dan memperjelas manfaat pelayanan antenatal dan mempromosikan kehadiran ibu
untuk pemeriksaan antenatal.
5. Tekanan bahwa tujuan pemeriksaan kehamilan yaitu ibu dan bayi yang sehat sampai akhir
kehamilan. Supaya tujuan tersebut tercapai, pemeriksaan kehamilan harus segera dilakukan
begitu diduga terjadi kehamilan, dan dilaksanakan secara berkala selama kehamilan.
6. Berikan penjelasan kepada seluruh ibu mengenai tanda kehamilan dan fungsi tubuhnya.
Tekanan perlunya ibu mengerti bagaimana tubuhnya berfungsi, (wanita harus
memeperhatikan siklus haidnya, mengetahui dan memeriksakan dirinya bila terjadi
keterlambatan atau haid kurang dari biasanya).
7. Bimbang kader untuk mendata dan mencatat semua ibu hamil didaerahnya, lakukan
kunjungan rumah kepada mereka yang tidak memeriksakan kehamilannya. Pelajari
alasannya, mengapa ibu hamil tersebut tidak memeriksakan diri dan jelaskan manfaat
pemeriksaan kehamilannya.

205
8. Perhatikan ibu bersalin yang tidak pernah memeriksakan kehamilannya kelakuan kunjungan
rumah, peljari alasannya. Berikan penyuluhan dan konseling yang sesuai untuk kehamilan
berikutnya, keluarga berencana dan penjarangan kelahiran.
9. Jelaskan dan tingkatkan penggunaan KMS ibu hamil/buku KIA dan kartu Ibu.

Mengapa Ibu Tidak Memeriksakan Kehamilannya?


Ada banyak alasan mengapa ibu tidak melakukan pemeriksaan antenatal. Di bawah ini ada
beberapa kemingkinan penyebab ibu todak memeriksakan kehamilannya:
1. Ibu seringkali tidak berhak memutuskan sesuatu; karena hal tersebut hak suami atau
keluarga, sementara mereka tidak mengetahui perlunya memeriksakan kehamilannya dan
hanya mengandalkan vara-cara tradisional.
2. Fasilitas untuk pelayanan antenatal tidak memadai, tidak berfungsi sebagaiman mestinya,
tidak memungkinkan kerahasiaan, harus menunggu lama atau perlakuan petugas yang
kurang memuaskan. (Petugas tidak melakukan asuhan sayang ibu).
3. Beberapa ibu tidak mengetahui mereka harus memeriksakan kehamilannya, maka ibu tidak
mekakukannya.
4. Trnaportasi yang sulit, baik bagi ibu atau memeriksakan kehamilannya maupun bagi bidan
untuk mendatangani mereka.
5. Kurangnya dukungan tradisi dan keluarga yang mengizinkan seorang wanita meninggalkan
rumah untuk memeriksakan kehamilannya. Takhyul dan keraguan untuk memeriksakan
kehamilan kepada petugas kesehatan (terlebih pula jika petugasnya seorang laki-laki)
6. Kitakpercayaan dan ketidaksenangan pada tenaga kesehatan secara umum beberapa
anggota masyarakat tidak mempercayai semua petugas kesehatan pemerintah.
7. Ibu dan/atau anggota keluarganya tidak mampu membayar atau tidak mem[unyai waktu untuk
memeriksakan kehamilan.
INGAT!
 Jika terdapat salah satu hal diatas, bidan harus kerjasama dengan masyarakat untuk
mengembangkan strategi dalam mengatasi masalah ini.
 Setiap ibu harus melakukan paling sedikit 4 kali pemeriksaan antenatal selama
kehamilannya!. Satu kali kunjungan pada trimester pertama, satu kali kunjungan pada
trimester kedua dan dua kali kunjungan pada trimester ketiga,

206
 Bekerja dengan setiap ibu, suami dan keluarga untuk membuat suatu strategi yang
memungkinkan ibu untuk melakukan perawatan antenatal.

STANDAR 4 : PEMERIKSAAN DAN PEMANTAUAN ANTENATAL


Tujuan:
Membereikan pelayanan antenatal berkualitas dan deteksi dini komplikasi kehamilan

Pernyataan Standar: Hasil:


Bidan memberikan sedikitnya 4x pelayanan  Ibu hamil mendapatkan pelayanan
antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan antenatal minimal 4x selama kehamilan.
pemantauan ibu fan janin dengan seksama untuk  Meningkatkan pemanfaatan jasa bidan
menilai apakah perkembangan berlangsung normal. oleh masyarakat.
Bidan juga harus mengenal kehamilan risti/kelainan,  Deteksi dini dan penanganan komplikasi
khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, kehamilan.
PMS/Infeksi HIV; memeberikan pelayanan imunisasi,  Ibu hamil, suami, keluarga dan
nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas masyarakat mengetahui tanda bahaya
terkait lainnya yang diberikan oleh puskesmas. kehamilan dan tahu apa yang harus
Mereka harus mencatat data yang tepat pada setiap dilakukan.
kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus  Mengurus transportasi rujukan jika
mampu mengambil tindakan yang diperlukan dan sewaktu-waktu terjadi kedaruratan.
rujuknya untuk tindakan selanjutnya.

Prasyarat:
1. Bidan mampu memberikan pelayanan antenatal berkualitas, tremasuk penggunaan KMS ibu
hamil dan kartu pencatatan hasil pemeriksaan kehamilan (Kartu Ibu).
2. Alat untuk pelayanan antenatal tersedia dalam keadaan baik dan berfungsi, antara lain:
stetoskop, tensimeter, meteran kain, timbangan, pengukur lingkar lengan atas, stetoskop
janin.
3. Tersedia obat dan bahan lain, misalnya: vaksin TT, tablet besi dan asam folat dan obat
antimalaria (pada daerah endemis malaria), alat pengukur Hb Sahli.
4. Menggunakan KMS Ibu Hamil/ Buku KIA, Kartu Ibu.
5. Terdapat sistem rujukan yang berfungsi dengan baik, yaitu ibu hamil risiko tinggi atau
mengalami komplikasi dirujuk agar mendapatkan pertolongan yang memadai.

207
Proses:
Bidan harus:
1. Bersikap ramah, sopan dan bersahabat pada setiap kunjungan.
2. Pada kunjungan pertama, bidan:
a. Melakukan anamnesis riwayat dan mengisi KMS Ibu Hamil/Kartu Ibu secara lengkap.
b. Memastikan bahwa kehamilan itu diharapkan.
c. Tentukan hari taksiran persalinan (HTP). Jika hari pertama haid terakhir (HPHT) tidak
diketahui, tanyakan kapan pertama kali dirasakan pergerakan janin dan cocokkan
dengan hasil pemeriksaan tinggi fundus uteri. Jelaskan bahwa hari taksiran persalinan
hanyalag suatu perkiraan.
d. Memeriksaan kadar HB.
e. Berikan imunisasi TT (tetanus toksoid) sesuai dengan ketentuan.
3. Pada setiap kunjungan, bidan harus:
a. Menilai keadaan umum (fisik) dan psikologis ibu hamil.
b. Memeriksakan urine untuk tes protein dan glukosa urine atas indikasi. Bila ada kelainan,
ibu dirujuk.
c. Mengukur verat badan dan lingkar lengan atas. Jika beratnya tidak bertambah atau
pengukuran lengan menunjukkan kurang gizi, beri penyuluhan tentang gizi dan rujuk
untuk pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut.
d. Jika berat badan naik lebih dari 1/2 kg per minggu, segera rujuk.
e. Mengukur tekanan darah dengan posisi ibu hamil duduk atau berbaring dengan
mengganjal punggung kiri dengan bantal. Letakkan tensimeter di permukaan yang datar
setinggi jantungnya. Gunakan selalu ukuran menset yang sesuai. Ukur tekanan darah.
f. Periksa Hb pada kunjungan pertama dan pada kehamilan 28 minggu atau lebih sering
jika ada tanda-tanda anemia. Pada daerah endemis malaria beri profilaksis dan
penyuluhan saat kunjungan pertama (lihat Standar 6).
g. Tanyakan padakah ibu hamil meninum tablet zat besi sesuai ketentuan dan apakah
persediaannya cukup. Tablet zat besi berisi 60 mg zat besi dan 500Lg asam folat paling
sedikit minum satu tablet sehari-hari selama 90 hari berturut-turut. Ingatkan ibu hamil
agar tidak meminumnya dengan teh/kopi.
h. Tanyakan dan periksa tanda/gejala penyakit menular seksual (PMS), dan ambil tindakan

208
sesuai dengan ketentuan.
i. Tanyakan apakah ibu hamil merasakan hal-hal dibawah ini: perdarahan, neri epigastrium,
sesak nafas, nyeri perut, demam.
j. Jelaskan pemeriksaan fisik ibu hamil secara lengkap.
k. Ukur tinggi fundus uteri dalam cm dengan menggunakan meteran kain. ( Sesuadah
kehamilan lebih dan 24 minggu lama dengan usia kehamilan dalam cm, jika diambil
unkuran tinggi fundus dan simfisis pubis sampai ke fundus uteri, lihat standar 5).
l. Tanyakan apakah janin sering bergerak dan dengarkan denyut jantung janin. Rujuk jika
tidak terdengar atau pergerakan janin menurun pada bulan terakhir kehamilan.
m. Beri nasihat tentang cara perawatan diri selama kehamilan, tanda bahaya pada
kehamilan, kurang gizi dan anemia.
n. Dengarkan keluhan yang disampaikan ibu dengan penuh minat dan besi nasihat atau
rujuk jika diperlukan. Ingat, semua ibu memerlukan dukungan moril selama
kehamilannya.
o. Bicarakan mengenai tempat persalinan, persiapan transportasi untyk rujukan jika
diperlukan. Beri nasehat mengnai persiapan persalinan (Lihat standar 8).
p. Catat semua temuan pada KMS Ibu Hamil/Kartu Ibu. Pelajari semua temuan untuk
menetukan tindakan selanjutnya termasuk rujukan ke fasilitas rujukan/rumah sakit.

INGAT!
 Segera rujuk jika ditemukan kelainan yang memerlukan pemeriksaan lanjutan.
 Tindaklanjut setiap rujukan.
 Rujukan sebaiknya dilakukan tepat waktu, untuk menghindari komplikasi.

STANDAR 5 : PALPASI ABDOMINAL.


Tujuan:
Memperkirakan usia kehamilan, pemantauan pertumbuhan janin, penentuan letak posisi dan
bagian bawah janin.
Pernyataan Standar Hasil
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen dengan  Perkiraan usia kehamilan yang lebih
seksama & melakukan palpasi untuk baik.
memperkitakan usia kehamilan bertambah,  Diaganosis dini kelainan letak dan
memeriksa posisi, bagian terendah, memeriksa merujuknya sesuai dengan kebutuhan
posisi, bagian terendah & masuknya kepala janin  Diagnosis dini kehamilan ganda dan
209
ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan kelainan yang lain, serta merujuknya
serta melakukan rujukan tepat waktu. sesuai dengan kebutuhan.
Prasyarat:
1. Bidan telah dididik menganai prosedur palpasi abdominal yang benar.
2. Alat, misal meteran kain, stetoskop janin, tersedia dalam konsisi baik.
3. Tersedia tempat pemeriksaan yang tertutup dan dapat diterima masyarakat.
4. Menggunakan KMS Ibu Hami/ Kartu Ibu untuk pencatatan.
5. Adanya system rujukan yang berlaku bagi ibu hamil yang memerlukan rujukan.

Proses:
Bidan harus:
1. Melaksanakan palpasi abdominal pada setiap kunjungan antenatal.
2. Tanyakan pada ibu hamil sebelum palpasi; apa yang dirasakan, apakah janinnya bergerak.
Kapan haid terakhir atau kapan pertama kali merasakan pergerakan janin.
3. Sebelum palpasi abdominal, mintalah ibu hamil untuk mengosongkan kandung kemih.
4. Baringkan ibu hamil terlentang dengan bagian atas tubuhnya sehingga bantal jangan
membaringkan ibu hamil terlentang dengan punggung datar, karena berat uterus bisa
menekankan pembuluh darah balik ke jantung sehingga akan mengakibatkan pingsan.
5. Periksa abdomen; adalah perut (tanyakan penyebabnya), tanda-tanda kehamilan
sebelumnya, tanda-tanda peregangan uterus yang berlebihan atau kehamilan ganda (perut terlalu
besar, banyak bagian janin yang yang teraba, terabanya lebih dari satu kepala janin). Catat
semua temuan dan segera rujuk ke rumah sakit di temukan bekas bedah sesar, tanda
berlebih/kurangnya cairan ambion atau kehamilan ganda.
6. Perkiraan usia kehamilan. Setelah minggu ke-24, cara yang paling efektif adalah dengan
menggunakan meteran kain.
7. Ukur dengan meteran kain dari simfisis pubis ke fundus uteri; catat hasilnya dalam cm. Jika
hasilnya berbeda dengan perkiraan usia kehamilan (dalam minggu) lebih dari 3 cm, atau
pertumbuhan janin lambat/tidak ada, ibu perlu dirujuk.

210
8. Lakukan palpasi dengan hati-hati untuk mmeriksakan letak janin (seharusnya memanjang.
Jika tidak dan usia kehamilan 36 minggu atau lebih, rujuk kerumah sakit).
9. Dengan menggunakan dua tangan, lakukan palpasi abdominal untuk menentukan bagian
baah janin. (Kepala teraba keras dan lebih besar dibandingkan bokong jika kepala berbeda di
fundus uteri biasanya melenting).
10. Pada trimester ketiga, jika bagian baah janin bukan kepala persalinan harus dilakukan di
rumah sakit.
11. Setelah usia kehamilan 37 minggu terutama pada kehamilan pertama. Periksa apakah telah
terjadi penurunan kepala janin. (Kepala janin sudah melewati pintu atas panggul atau kepala
janin teraba hanya dua jari di atas pintu atas panggul). Bila kepala tidak masuk ke panggul
(CPD/DKP), persalinan harus di rumah sakit.
12. Periksa letak punggung janin dan dengarkan denyut jantung janin. (Dengarkan selama satu
menit penuh, perhatikan kesepatan iramanya). Jika tidak ditemukan denyut jantung janin, atau
pergerakan janin sangat lemah, rujuklah ibu ke rumah sakit.
13. Bicarakan hasil pemeriksaan dengan ibu hamil, suami/anggota keluarag yang mengantarnya.
14. Catat semua temuan, pelajari dan jika ada kelainan rujuk tepat waktu ke puskesmas atau
rumah sakit untuk pemeriksaan lanjutan.

INGAT!
Kelainan yang memerlukan pemeriksaan lanjutan meliputi.
1. Tinggi fundus uteri berbeda dengan usia kehamilan dalam minggu.
2. Kelainan letak; letak bokong, letak lintang, letak yang berubah-ubah.
3. Dugaan kehamilan ganda,
4. Denyut jantung janin, kurang dari 100 kali/menit, atau lebih dari 160 kali/menit atau iramanya
tidak teratur.
5. Gerak janin lemah atau menurun (kurang dari 10 kali dalam 12 jam) pada bulan terakhir
kehamilan.
6. Cairan amnion berlebihan (dinding perut bulat dan mengikat) atau kurang (bagian janin
mudah terlihat dari luar).
STANDAR 6 : PELELOAAN ANEMIA PADA KEHAMILAN
Tujuan:

211
Menemukan anemia dalam kehamilan seseorang secara dini, dan melakukan tidak lanjut yang
memadai untuk mengatasi anemia sebelum persalinan berlangsung.

Pernyataan Standar Hasil


Bidan melakukan tindakan, pencegakan,  Ibu hamil dengan anemia berat segera
penemuan, penanganan dan/atau rujukan dirujuk
semua kasus anemia pada kehamilan sesuai  Penurunan jumlah ibu melahirkan
dengan ketentuan yang berlaku dengan anemia.
 Penurunan jumlah bayi baru lahir
dengan anemia/ BBLR

Prasyarat:
1. Ada pedoman pengelolaan anemia pada kehamilan
2. Bidan mampu:
a. Mengenali dan mengelola anemia kehamilan
b. Memberikan penyuluhan gizi untuk mencegah anemia.
3. Alat untuk mengukur kadar HB yang berfungsi baik.
4. Tersedia tablet zat besi dan asam folat.
5. Obat anti malaria (didaerah endemis malaria)
6. Obat cacing.
7. Menggunakan KMS ibu hamil/buku KIA, kartu ibu.

Proses:
Bidan Harus:
1. Memeriksakan kadar HB semua ibu hamil dalam kunjungan pertama, dan pada minggu ke 28.
HB dibawah 11gr % dalam kehamilan termasuk anemia, dibaah 8 gr% adalah anemia berat
(lihat standar4). Jika alat pemeriksaan tidak tersedia, periksa kelompok mata dan perkirakan
ada atau tidaknya anemia.
2. Beri tablet zat besi pada semua ibu hamil sedikitnya satu tablet selama 90 hari berturut-turut.
Jika HB kurang dari 11 gr % teruskan pemberian tablet zat besi.
3. Beri penyuluhan gizi pasa setiap kunjungan antenatal, mengenai perlunya minum tablet zat
besi, makanan yang mengandung zat besi dan kaya vitamin C serta menghindari minum teh

212
atau kopi atau susu dalam satu jam sebelum atau sesudah makan (teh/kopi/susu
mengganggu penyerapan zat besi). Beri contoh makanan setempat yang kaya zat besi.
4. Jika prevalensi malaria tinggi, selalu ingatkan ibu hamil untuk berhati-hati agar tidak tertulah
penyakin malaria. Beri tablet klorokuin 10 mg/kg BB per oral, sehari 1 kali selama 2 hari.
Kemudian dianjurkan dengan 5 mg/kgBB pada hari ke 3. (Klorokuin aman dalam 3 trimester
kehmailan).
5. Jika ditemukan atau diduga anemia (bagian dan kelompok mata pucat), berikan 2-3 x tablet
zat besi perhari.
6. Rujuk ibu hamil dengan anemia untuk pemeriksaan terhadap penyakit cacing atau parasit
atau penyakit lainnya, dan sekaligus untuk pengobatannya.
7. Jika diduga ada anemia berat (misalnya: wajah pucat, cepat lelah, kuku pucat kebiruan,
kelopak mata sangat pusat), segera rujuk ibu hamil untuk pemeriksan dan perawatan
selanjutnya. Ibu hail dengan anemia pada trimester ke 3 perlu diberi zat besi dan asam folat
secara IM.
8. Rujuk ibu hamil dengan anemia berat dan rencanakan untuk bersalin di rumah sakit.
9. Sasaran ibu hamil dengan anemia untuk tetap minum tablet zat besi sampai 4-6 bulan setelah
persalinan.

INGAT!
 Anemia pada kehamilan merupakan masalah besar yang berdampak buruk terhadap
kehamilan atau persalinan baik pada ibu dan bayinya serta memerlukan penanganan yang
hati-hati, termasuk pemeriksaan untuk mencari penyebab.
 Jika prevalensi malaria tinggi, tekanan untuk menggunakan kelambu dan memberantas
nyamuk.
 Pencegahan anemia pada kehamilan dimulai dengan memberikan makanan yang bergizi bagi
anak perempuan, utamanya remaja putri.
 Pada ibu hamil dengan anemia, syok bisa mengakibatkan perdarahan yang sedikit sekalipun.
Kerena itu usahakan perdarahan sedikit mungkin pada saat persalinan.
STANDAR 7: PENGELOLAAN DINI HIPERTENSI PADA KEHAMILAN.
Tujuan:
Mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada kehamilan dan melakukan tindakan yang

213
diperlukan.

Pernyataan Standar HASIL


Bidan menemukan secara dini setiap  Ibu hamil dengan tanda preeklamsia
kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mendapat perawatan yang memadai
mengenali tanda serta gejala preeklamsia dan tepat waktu
lainnya, serta mengambil tindakan yang  Penurunan angka kesakitan dan
tepat dan merujuknya. kematian akibat ekalmsia

Prasyarat:
1. Bidan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, termasuk pengukuran tekanan
darah.
2. Bidan amampu:
a. Mengukur tekanan darah dengan benar
b. Mengenali tanda-tanda preeklamsia.
c. Mengidentifikasi hipertensi pada kehamilan dan melakukan tindak lanjut sesuai dengan
ketentuan.
3. Tersedianya tensimeter air raksa dan stetoskop yang berfungsi baik.
4. Menggunakan KMS ibu hamil/ Buku KIA, Kartu Ibu.
5. Alat pemeriksaan protein urine.

Proses:
Bidan Harus:
1. Memeriksakan tekanan darah secara tepat pada setiap pemeriksaan kehamilan, termasuk
pengukuran tekanan darah dengan tehnik yang benar.
2. Melakukan pemeriksaan pada setiap pagi hari.
3. Ukur tekanan dara pada lengan kiri. Posisi ibu hamil duduk atau berbaring dengan posisi yang
sama pada setiap kali melakukan pengukuran.
a. Letakkan tensimeter di tempat yang datar, setinggi jantung ibu hamil.
b. Gunakan ukuran manset yang sesuai.
4. Catat tekanan darah
5. Jikan tekanan darah diatas 140/90 mmHg atau peningkatan diastole 15 mmHg atau lebih

214
(seblum 20 minggu), ulangi pengukuran dalam 1 jam. Bila tetap, maka berarati ada kenaikan
tekanan darah. Periksa adanya edema, terutama pada wajah atau pada tungkai bawah/tulang
kering daerah sakral. (Pembengkakan jari dan pergelangan kaki mungkin bersihat fisiologis,
terutama karena cuaca panas atau karena berjalan atau berdiri lama.
6. Jika ditemukan hipertensi pada kehamilan, lakukan pemeriksaan urine terhadap albumin pada
setiap kali kunjungan.
7. Segera rujuk rumah sakit jika: bahas lagi
a. Tekanan darah setinggi (misalnya diatas 160/110 mmHg), atau lebih.
b. Kenaikan tekanan darah terjadi secara tiba-tiba.
c. Berkurangnya air seni (sedikit dan berwarna gelap), atau
d. Edema berat yang timbul mendadak, khususnya pada wajah/daerah secral. Punggung
hewan atau proteinurin.
e. Catatan: Jika Ibu tidak dirujuk berikan bolus Mg SO4 2 g IV dilanjutakan dengan Mg SO4
gIM, setiap 4 jam dan Nifedipin 10 mg peroral dilanjutkan 10 mg setiap 4 jam.
8. Jika tekanan darah naik namun tidak edema, sedangkan dokter tidak mudah dicapai, maka
tetap pantaulah tekanan darah, periksa urine terhadap proteinuria dan denyut jantung janin
dengan seksama pada keesokan gharinya atau sesudah 6 jam istirahat.
9. Jika tekanan darah tetap naik, rujuk untuk pemeriksaan lanjutan, walaupun tidak ada edema
atau proteinuria.
10. Jika tekanan darah kembali normal, atau kenaikannya diastile kuran 15 mmHg:
a. Beri penjelasan pada ibu hamil, suami/keluarga tentang tanda-tanda eklamsia yang
mengancam, khususnya sakit kepala, pandangan kabur, nyeri ulu hati dan
pembengkakan mendadak pada kaki/punggung/wajah.
b. Jika tanda tersebut ditemukan, segera rujuk ke rumah sakit.
11. Bicarakan seluruh temuan dengan ibu hamil dan suami/ keluarga.
12. Catat semua temua pada KMS ibu Hamil/Buku KIA, Kartu Ibu.

INGAT!
 Tekanan darah harus diukur seksama, sebaiknya pada lengan kiri, dalam posisi duduk atau
berbaring dengan punggung kiri ditinggikan dengan bantal.

215
 Jangan membaringkan ibu hamil terelentang pada punggungnya, karena bisa mengakibatkan
pingsan atau hasil pengukuran tekanan darah salah.
 Baca angka pada tensimeter setinggi mata, bila menggunakan tensimeter air raksa.
 Gunakan ukuran manset yang tepat, sedikitnya 80% manset bisa melingkari lengan, dengan
selang manset dibagian dalam, tepi bawah manset 2 cm diatas lipatan siku.
 Gunakan stetoskop dengan benar, bagian telingan harus terpasang dengan baik.
 Periksa apakah semua peralatan bekerja dengan baik
 Catat tekanan sistol dan diastole.

STANDAR 8 : PERSIAPAN PERSALINAN


Tujuan:
Untuk memastikan bahwa persalinan direncanakan dalam lingkungan yang aman dan memadai
dnegna pertolongan bidan yang terampil.

Pernyataan Standar HASIL


Bidan memeberikan saran yang tepat kepada  Ibu hamil, suami dan keluarga tergerak
ibu hamil, suami/keluarganya pada trimester untuk merencanakan persalinan yang
ke-3, untuk memastikan bahwa persiapan bersih dan aman.
persalinan bersih dan aman dan suasana  Persalinan direncanakan di tempat yang
yang menyenangkan akan direncanakan aman dan memadai.
dengan baik, disamping persiapan  Adanya persiapan sarana transportasi
transportasi dan biaya untuk merujuk, jika untuk merujuk ibu bersalin, jika perlu.
tiba-tiba terjadi kegawatdaruratan. Bidan  Rujukan tepat waktu telah dipersiapkan
hendaknya melakukan kunjungan rumah bila diperlukan
waktu hal ini.

Prasyarat:
1. Semua harus melakukan 2 kali kunjungan antenatal pada trimester terakhir kehamilannya.
2. Ada kebijakan dan protokol nasional/ setempat mengenai indikasi persalinan yang harus
dirujuk dan berlangsung di rumah sakit.
3. Bidan terlatih dan terampil dalam melakukan pertolongan persalinan yang aman dan bersih.
4. Peralatan penting untuk melakukan pemeriksaan antenatal tersedia dan dalam keadaan
berfungsi, termasuk : air mengalir, sabun, handuk bersih untuk mengeringkan tangan,

216
bebrapa sarung tangan besih dan DTT/ steril fetoskop/doppler, pita pengukur yang bersih,
stetoskop dan tensi meter.
5. Perlengkapan penting yang diperlukan untuk melakukan pertolongan persalinan yang bersih
dan aman tersedia dalam keadaan desinfeksi tinggat tinggi (termasuk partus set DTT/steril,
sarung tangan DTT/steril, peralatan yang memadai untuk merawat bayi baru lahir, lihat
standar 9,10, dan 13).
6. Adanya persiapan transportasi untuk merujuk ibu hamil dengan cepat, jika terjadi kegawatan
ibu dan janin.
7. Menggunakan KMS ibu hami/ buku KIA, kartu ibu dan partograf.
8. Sistem rujukan yang relatif untuk ibu hamil yang mengalami komplikasi selama kehamilan.

Proses:
Bidan harus:
1. Mengatur pertemuan dengan ibu hamil dan suami/keluarganya pada trimester ke3 untuk
membicarakan tempat persalinan dan hal-hal yang perlu diketahui dan dipersiapkan.(Lihat
Buku Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar. Untuk persalinan yang akan dilakukan di rumah,
pertemuan sebaiknya dilakukan di rumah tersebut).
2. Cuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, kemudi keringkan hingga benar-benar kering
dengan handuk bersih (Kuku harus dipotong pendek dan bersih) setiap kai sebelum dan
sesudah melakukan kontak dengan pasien, gunakan sarung tangan bersih kapanpun
menangani benda yang terkontaminasi oleh dara atau cairan tubu. Gunakan sarung tangan
bersih untuk semua pemeriksaan cagina. Jika dicurigai bahwa ketuban sudah pecah atau ibu
dalam proses bersalin gunakan sarung tangan DTT/Steril.
3. Melakukan anamnese dari riwayat kehamilan ibu secra rinci hingga yangterbaru dan
melaksanakan seluruh pemeriksaan antenatal (lihat Standar 5), sebelum memberikan nasihat
kepada ibu hamil.
4. Memberikan informasi agar mnegtahui saat akan melahirkan, dari kapan harus mencari
pertolongan, termasuk pengenalan tanda bahaya. (Sakit kepala, pusing, gangguan
penglihatan, nyeri dibagian perut, ketuban pecah sebelum waktunya dan perdarahan pada
kehamilan yang bukan darah lendir normal/show perlu pertolongan, secepatnya.
5. Jika direncanakan persalinan di rumah atau daerah terpencil:

217
a. Beritahukan kepada ibi hamil perlengkapan yang diperlukan untuk persalinan yang bersih
dan aman. Paling sedikit tersedia tempat yang bersih untuk ibu berbaring sewaktu
bersalin, sabun yang baru, air bersih yang mengalir dan handuk bersih untuk cuci
tangan; kain bersih dan hangat untuk membersihan dan mengeringkan bayi serta
ruangan yang bersih dan sehat 2-3 handuk/kain yang kering dan bersih untuk bayi,air
matang, pembalut wanita/ kain yang bersih. Sarung/selimut untuk menyelimuti ibu dan
bayi.
b. Sitem yang berjalan dengan baik dalam menyediakan obat-obatan dan perlengkapan
yang tepat pada saat persalinan (termasuk sintosinon, lidokain 1%, benang chromic 3,0
dan jarum DTT/Streil, bola karet penghisap/ penghisap DeLee dtt, Klem/benang tali
pusat, metergin, alat suntik sekali pakai).
c. Atur agar ada orang yang dipilih oleh ibu sn=endiri untuk membantu proses persalinan
dan kelahiran. (Harus disepakati mengenai bagaimana dan kemana merujuk, jika terjadi
kegawatdaruratan).
d. Beri penjelasan kepada ibu hamil kapan memanggil bidan. (Misalnya jika ketuban pecah
timbul rasa mulas yang teratur, dan jika tanda-tanda atau gejala komplikais timbul).
e. Harus disepakati mengani bagaimana dan kemana merujuk ibu jika terjadi
kegawatdaruratan, ibu, suami dan kelaurga,s emuanya garus setuju dengan
perencanaan ini.
f. Harus ada rencana untuk mendapatkan dan membayar transfusi darah, bila tranfuri dara
diperlukan.
g. Sebagai persiapan untuk rujukan, atur transportasi ke rumah sakit bersama ibu hamil dan
suami/keluarganya. (Termasuk persetujuan jenis dan biaya transportasi yang diperlukan
jika terjadi keadaan darurat).
6. Jika direncanakan persalinan di rumah sakit atau tempat lainnya:
a. Beri penjelasan pada ibu hamil dan suami/keluarga menganai kapan ke rumah sakit dan
perlengkapan apa saja yang diperlukan. Hal tersebut bisa berbeda tergantung keadaan,
tetapi setidaknya diperlukan sabun dan handuk bersih, pakaian bersih untuk ibu dan bayi
serta pembalut wanita, 2-3 handuk/kain yang bersih untuk bayi, obat-obatan dan
perlengkapan yang penting (misal:sintosinon, lidokain 1% dll).
b. Ibu hamil dengan kondisi dibawah ini harus dirujuk untuk melahirkan di rumah sakit atau

218
puskesmas yang memiliki perawatan kegawat-daruratan/obstetri yang penting:
1) Riwayat bedah sesar
2) Penyakit kronis: kencing manis, jantung, adma berat,TBC,kesulitan bernafas.
3) Perdarahan pervaginam
4) Kehamilan kurang bulan (<37 minggu).
5) Ketuban pecah dengan mekonium yang jental.
6) Ketuban pecah lama (>24jam).
7) Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (<37 minggu)
8) Ikterus
9) Anemia berat
10) Preeklamsia berat
11) Tunggi Fundus Uteri >40 sentimeter (makrosomi, kehamilan kemabr,
polihidramnion).
12) Demam (suhu>38°C)
13) Gwat janin
14) Presentasi bukan belakang kepala
15) Tali pusat menumbung.

INGAT!
 Peringatkan ibu hamil agar tidak memasukkan/mengileskan minyak atau bahan lainnya ke
dalam vagina pada akhir kehamilan, terutama menjelang persalinan. Hal tersebt bisa
mengakibatkan infeksi dan membahayakan ibu dan janin
 Peringatkan ibu hamil, suami/keluarganya bahwa mereka harus mencari bidan jika ketuban
pecah.
 Peringatan ibu hamil bahwa setiap perdarahan pervaginam selama kehamilan dan persalinan
yang bukan darah lendir norma, adalah anda bahaya dan harus segera dibawa ketempat
rujukan terdekat atau memanggil bidan, meskipun perdarahannya hanya sedikit.
 Pastikan bahwa ibu hamil, suami/keluarganya mengerti tanda dan gejala preeklamsia berat.
Pusing, penglihatan kabur, sakit kepala, nyeri apigastrik, pembengkakan pada wajah
memerlukan rujukan segera.

219
C. STANDAR PERTOLONGAN PERSALINAN
STANDAR 9 : ASUHAN PERSALINAN KALA SATU
Tujuan
Untuk memberikan pelayanan kebidanan yang memadai dalam mendukung pertolongan
persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi

Pernyataan Standart: Hasil


Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah  Ibu bersalin mendapat
mulai, kemudian memberikan asuhan dan pertolongan darurat yang
pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan memadai dan tepat waktu, bila
kebutuhan ibu, selama proses persalinan diperlukan.
berlangsung. Bidan juga melakukan pertolongan  Meningkatkan cakupan persalinan
proses persalinan dan kelahiran yang bersih dan dan komplikasi lainnya yang
aman, dengan sikap sopan dan penghargaan ditolong tenaga kesehatan
terhadap hak pribadi ibu serta memperhatikan tradisi terlatih.
setempat. Disamping itu, ibu diijinkan memilih orang  Berkurangnya kematian kesakitan
yang akan mendampinginya selama proses ibu/bayi akibat partus lama.
persalinan dan kelahiran.

Prasyarat:
1. Mengijinkan ibu memilih orang yang akan mendampingi selama proses persalinan dan
kelahiran.
2. Bidan mendampingi ibu jika sudah mulai mulas/ketuban pecah.
3. Bidan telah terlatih dan terampil untuk.
a. Memberikan pertolongan persalinan yang bersih dan aman.
b. Penggunaan partograf dan pembacaannya.
4. Adanya alat untuk pertolongan persalinan termasuk beberapa sarung DDT/steril.
5. Adanya perlengkapan untuk pertolongan persalinan yang bersih dan aman, seperti air bersih,
sabun, handuk yang bersih, dua handuk.kain hangat yang bersih (satu untuk mengeringkan
bayi, yang lain untuk dipakai kemudian), pembalut wanita dan tempat untuk plasenta. Bidan
sedapat mungkin menggunakan sarung tangan yang bersih.
Proses:
Bidan harus

220
1. Mengijinkan ibu memilih orang yang mendampingi sselama proses persalinan dan kelahiran.
2. Segera mendatangi ibu hamil ketika diberitahu persalinan sudah mulai/ketuban pecah.
3. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir, kemudian keringkan hingga betul-
betul kering dengan handuk bersih setiap kali sabun dansesudah melakukan kontak dengan
pasien.(Kuku harus dipotong pendek dan bersih). Gunakan sarung tangan bersih kapanpun
mengenai benda yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh. Gunakan sarung
tangan DTT/Steril untuk semua pemeriksaan vagina.
4. Menanyakan riwayat kehamilan ibu secara lengkap.
5. Melakukan pemeriksaan fisik secara lengkap (dengan memberikan perhatian terhadap
tekanan darah, denyut jantung janin (DJJ), frekuensi dan lama kontraksi dan apakah ketuban
pecah).
6. Lakukan pemeriksaan dalam secara aseptik dan sesuai dengan kebutuhan (jika his teratur
dan tidak ada hal yang menghawatirkan atau his lembah tapi tanda-tanda vital ibu/janin
normal, maka tidak perlu segera dilakukan periksa dalam.
7. Dalam keadaan normal periksa dalam cukup setiap empat jam dan harus selalu aseptik.
8. Jangan melakukan periksa dalam jika ada perdarahan dari vagina yang lebih banyak dan
jumlah normal bercak darah/show yang ada pada persalinan. Perdarahan dalam proses
persalinan mungkin disebabkan komplikasi seperti plasenta previa, segera rujuk ke
puskesmas atau rumah sakit terdekat (ikuti langkah yang tercantum di standar 16).
9. Catat semua temuan dan pemeriksaan dengan tepat dan seksama pada kartu ibu dan
partograf pada saat asuhan diberikan. Apabila ditemukan komplikasi atau masalah, segera
berikan perawatan yang memadai dan rujuk ke puskesmas/ rumah sakit yang tepat.
10. Catat semua temuan dan pemeriksaan pada fase laten persalinan pada kartu ibu dan catatn
kemajuan persalinan. Ibu harus dievaluasi sedikitnya setiap 4 jam, lebih sering jika
diindikasikan. Catatan: harus selalu memasukkan denyut jantung janin, periksa dalam,
pecahnya ketuban, perdarahan/cairan vagina, kontraksi uterus, kontraksi, tanda-tanda vital
ibu (suhu, nadi, dan tekanan darah), urine, minuman, obat0obatan yang diberikan, dan
informasi yang berkaitan lainnya serta semua perawatan yang diberkan.
11. Catat semua temuan pada partograf dan Kartu Ibu pada saat ibu sampai dengan fase aktif
pembukaan 4 cm atau lebih.
12. Lengkapi partograf dengan seksama untuk semua ibu yang akan bersalin. Partograf yaitu alat

221
untuk mencatat dan menilai kemajuan persalinan, dan kondisi ibu dengan janin. Penggunakan
Pratograf diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis dan deteksi dini komplikasi dalam
proses persalinan, seperti misalnya partus lama. Penggunaan partograf secara tepat akan
memungkinkan bidan untuk membuat keputusan mengenai perawatan ibu pada waktu yang
tepat dan memungkinkan rujukan dini jika diperlukan.
13. Memantau dan mencatat denyut jantung janin sedikitnya setiap 30 menit selama proses
persalinan, jika ada tanda-tanda gawat janin (DDJ kurang dari 100 kali/menit atau lebih dari
180 kali/menit), harus dilakukan setiap 15 menit. DJJ harus dilakukan selama dan segera
setelah kontraksi uterus. Jika ada tanda-tanda gawat janin bidan harus mempersiapkan
rujukan ke fasilitas yang memadai.
14. Melakukan dan mencatat pada partograf hasil periksa dalam setiap 4 jam (lebih sering jika
ada indikasi medis). Pada setiap periksa dalam, evaluasi dan catat penyususpan kepala yanin
dan caira vagina/air ketuban.
15. Catat pada partograf: kontraksi uterus 30 menit pada fase aktif. Palpasi jumlah dan lamanya
kontraksi selama 10 menit.
16. Catat pada partograf dan amatai penurunan kepala janin dengan palpasi abdomen setiap 4
jam dan teruskan setiap periksa dalam.
17. Pantau dan catat pada partograf:
a. Tekanan darah setiap 4 jam, lebih sering jika ada komplikasi
b. Suhu setiap 2 jam. Lebih sering jika ada tanda atau gejala infeksi.
c. Nadi setiap setengah jam.
18. Minta ibu hamil agar sering buang air kecil sedikitnya setiap 2 jam. Catat pada partograf
jumlah pengeluaran urine setiap sekali ibu B.A.K dan catat protein atau aseton yang ada
dalam urine.
19. Anjurkan ibu untuk mendi dan tetap aktif bergerak seperti biasa, dan memilih posisi yang
dirasakan nyaman, kecuali jika belum terjadi penurunan kepala janin sementara ketuban
sudah pecah. (Riset membuktikan banyak keunntungannya jika ibu tetap aktif bergerak
semampunya dan merasa senyaman mungkin). Jangan perbolehkan ibu dalam proses
persalinan berbaring terlentang, ibu harus selalu berbaring miring, duduk, berdiri atau
berjongkok. Berbaring terlentang mungkin menyebabkan gawat janin.
20. Selama proses persalinan, anjurkan ibu untuk cukup minum guna menghindari dehidrasi dan

222
gawat janin. (Riset menunjukkan bahwa keuntungannya untuk memperbolehkan ibu minum
dan makan makanan kecil selama proses persalinan tanpa komplikasi dan ada kerugiannya
melarang minum dan makanan kecil yang mudah dicerna).
21. Selama persalinan, beri dukungan moril dan perlakuan yang baik dan peka terhadap
kebutuhan ibu hamil, suami/keluarga/orang terdekat yang mendampingi. Anjurkan pada orang
yang mendampingi ibu utnuk mengambil peran aktif dalam memberikan kenyamanan dan
dukungan kepada ibu selama persalinan.
22. Jelaskan proses persalinan yang sedang terjadi kepada ibu, suami dan keluarganya. Beritahu
mereka kemajuan persalinan secara berkala.
23. Saat proses persalinan berlangsung, bersiaplah untuk menghadapi kelahiran bayi (lihat
standar 10).
24. Lakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman (lihat standar 10).

INGAT!
 Tidak ada bukti yang mendukung perlunya atau keuntungannya melakukan klisma atau
mencukur rambut pubis secara rutin.
 Jika ketuban telah pecah dan persalinan ibu tidak memasukki fase aktif dalam 8 jam, dan
rujuakan mengalami kesulitan karena komplikasi, jarak atau keadaan lainnya, mulai berikan
antibiotika dan segera dirujuk. Jika ketuban telah pecah, tidak ada tanda gawat janin atau
gawat ibu, dan rujukan tidak sulit, mulai berikan antibiotik dan rujuk melewati 24 jam sejak
ketuban pecah.
 Setiap persalinan harus menggunakan partograf, rujuk secepatnya jika garis waspada pada
partograf dilewati selama fase aktif persalinan. Atau jika ada tanda gawat janin (DJJ kurang
dari 100/menit atau lebih dari 180/menit), jika fase laten berlangsung lebih dari 8 jam, evaluasi
untuk melihat apakah ibu mengalami perubahan serviks dan benar dalam keadaan bersalin.
Jika ibu benar dalam keadaan bersalin, tanpa kemajuan berarti, rujuk secepatnya.
 Perdarahan melalui vagina sellau merupakan tanda bahaya dan perlu dirujuk.
 Jika ada mekonium dalam air ketuban, siapkan bola karet penghisap atau penghisap DeLee
yang di-DTT pada saat kelahiran. Rujuk segera jika ada tanda-tanda gawat janin.
 Jika ada tanda-tanda gawat janin, baringkan ibu ke sisi kiri untuk rujukan. Jangan pernah
meninggalkan ibu dalam proses persalinan berbaring terlentang.

223
STANDAR 10 : PERSALINAN KALA II YANG AMAN.
Tujuan:
Memastikan persalinan yang bersih dan aman untuk ibu dan bayi

Pernyataan Standar: Hasil


Bidan melakukan pertolongan persalinan  Persalinan yang bersih dan aman
yang aman, dengan sikap sopan dan  Meningkatnya kepercayaan terhadap
penghargaan terhadap klien serta klien.
memperhatikan tradisi setempat.  Menurunnya komplikasi seperti
Disamping itu, ibu diijinkan memilih orang perdarahan postpartum, asfiksia
yang akan mendampingi selama proses neonatal, trauma kelahiran.
persalinan.  Menurunnya angka sepsis puerperalis

Prasyarat:
1. Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mules/ketuban pecah
2. Bidan sudah terlatih dan terampil dan menolong persalinan secara bersih dan aman.
3. Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan termasuk sarung tangan dalam keadaan
didinfektan tingkat tinggi/steril.
4. Tersedianya perlengkapan untuk pertolongan persalinan yang bersih dan aman, seperti air
bersih, sabun dan handuk yang bersih, dua handuk/kain hangat yang bersih (satu untuk
mengeringkan bayi, yang lain untuk dipakai kemudian), pembalut wanita dan tempat untuk
plasenta. Bidan sedapat mungkin menggunakan sarung tangan yang bersih.
5. Tersedia ruangan yang hangat, bersih dan sehat untuk persalinana\.
6. Menggunakan KMS Ibu Hmail/Buku KIA, Kartu Ibu Partograf.
7. Sitem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan obstetri yang efektif.

Proses:
Bidan Harus:
1. Menghargai ibu selama proses persalinan.
2. Mengijinkan ibu memilih orang yang akan mendampinginya selama proses persalinan dan
kelahiran.
3. Memastikan tersedianya ruangan yang hangat, bersih dan sehat untuk persalinan, dua

224
handuk/kain hangat yang bersih (satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk dipakai
kemudian), tempat untuk plasenta. (Jika ibu belum mandi, bersihkan daerah perinrum dengan
sabun dan air mengalir).
4. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir, kemudian keringkan hingga benar-
benar kering dengan handuk bersih. (kuku harus dipotong pendek dan bersih).
5. Bantu ibu mengambil posisi yang paling nyaman baginya. (Riset menunjukkan bahwa posisi
duduk atau jongkok memberikan banyak keuntungan).
6. Pada kala dua anjurkan ibu untuk meneran hanya jika merasa ingin atau saat kepala bayi
sudah kelihatan. (Riset menunjukkan bahwa menahan nafas sambil meneran adalah
berbahaya, dan meneran sebelum kepala bayi tampak tidaklah perlu. Bahkan meneran
sebelum pembukaan serviks lengkap adalah berbahaya). Apabila kepala belum terlihat,
padahal ibu sudah sangat ingin meneran, periksa pembukaan serviks dengan periksa dalam.
Jika pembukaan belum lengkap, keinginan meneran bisa dikurangi dengan memiringkan ibu
ke sisi sebelah kiri.
7. Pada kala II, dengarkan DJJ setiap 5 menit setelah his berakhir, irama dan frekuensinya harus
segera kembali ke normal. Jika tidak, cari pertolongan medis. (Jika kepala sudah
meregangkan perineum) dan terjadi kelambatan kemajuan persalinan atau DJJ menurun
sampai 100 kali/ menit atau kurang atau meningkat menjadi 180 kali/menit atau lebih, maka
percepat persalinan dengan melakukan episiotomi; lihat standar 12).
8. Hindari peregangan vagina secara manual dengan gerakan menyapu atau menariknya ke
arah luar. (Riset menunjukan hal tersebut berbahaya).
9. Memakai sarung tangan DTT, saat kepala bayi kelihatan.
10. Jika ada kotoran keluar dari rektum, bersihkan dengan kain bersih.
11. Bantu kepala bayi lahir perlahan, sebaiknya dianta his. (Riset menunjukkan bahwa robekan
tingkat dua dapat sembuh sama baiknya dengan luka episiotomi; sehingga tidak perlu
melakukan episiotomi, kecuali jika terjadi gawat janin, komplikasi persalinan pervaginam
(sungsang, distpsia bahu, forsep, vakum), atau ada hambatan pada perineum (misalnya
disebakan jaringan perut pada perineum).
12. Begitu kepala lahir, usap mulut dan hidung bayi dengan kasa bersih dan biarkan memutar
kepala bayi memutar ( hal ini seharusnya terjadi sepontan, sehingga bayi tak perlu dibantu.
Jika bahu tidak memutar ikuti standar 18).

225
13. Begitu bahu sudah posisi anterior-posterior yang benar, bantulah persalinan dengan cara
yang tepat.
14. Segera setelah lahir, periksa keadaan bayi, letakkan di perut ibu, dan segera keringkan bayi
dengan handuk baru yang bersih dan hangat.
15. Minta ibu memegang bayinya. Tali pusat diklem di dua tempat, lalu kemudian potong di antara
dua klem dengan gunting tajam steril/DTT.
16. Letakkan bayi dalam pelukan ibu dan mulai menyusui. (Riset menunjukkan hal ini penting
untuk keberhasilan awal dalam memberikan ASI dan membantu pelepasan plasenta. Kontak
kulit dengan kulit adalah cara yang baik untuk menjaga kehangatan bayi,lalu ibu dan bayi
harus diselimuti denga baik termasuk kepala. Jika bayi tidak didekap oleh ibunya, selimuti
bayi dengan kain yang bersih dan hangat. Tutupi kepala bayi agar tidak kehilangan panas).
17. Menghisap lendir dari jalan nafas bayi tidak selalu diperlukan. Jika bayi tidak menangis
spontan, gunakan penghisap DeLee yang sudah di DTT atau aspirator lendir yang baru dan
bersih untuk membersihkan jalan nafas (lihat Standar 24).
18. Untik melahirkan plasenta, mulailah langkah-langkah untuk penatalaksanaan aktif persalinan
kala tiga yang tercantum di standar 11.
19. Pada saat plasenta sudah dilahirkan lengkap dan utuh dengan mengikuti langkah-langkah
penatalaksanaan aktif persalinan kala III (lihat standar 11), lakukan masase uterus agar terjadi
kontraksi dan pengeluaran gumpalan darah.
20. Segera sesudah plasenta dikeluarkan, periksa apakah terjadi laserasi pada vagiana atau
perineum. Dengan menggunakan teknik aseptik, berikan anestesi lokal (1% lidokain), lalu jahit
perlukaan dan/ataul laserasi dengan peralatan steril/DTT. (lihat standar 12).
21. Perkirakan jumlah kehilangan darah secara akurat (ingat perdarahan sulit diukur dan sering
diperkirakan lebih sedikit).
22. Bersihkan perineum dengan air matang dan tutupi dengan kain bersih/telah dijemur.
23. Berikan plasenta kepada suami/keluarga ibu.
24. Pastikan agar ibu dan bayi merasa nyaman. Berikan bayi kepada ibu untuk diberikan ASI.
25. Untuk perawatan bayi baru lahir lihat standar 13
26. Catat semua temuan dengan seksama.
INGAT!
 Membantu kelahiran bahu dan punggung masih mungkin dilakukan, meskipun ibu dalam

226
posisi tradisional saat persalinan. (Tidak berbaring terlentang atau dalam posisi litotomi).
Namun, tetaplah berhati-hati dalam mengusahakan proses persalinan yang normal, apapun
posisi ibu.
 Ingat 3 bersi: tangan bersih, tempat pertolongan persalinan bersih, Pengikatan dan
pemotongan tali pusat dilakukan secara bersih.

STANDAR 11: PENATALKASANAAN AKTIF PERSALINAN KALA TIGA


Tujuan:
Membatu secara aktif pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap untuk
mengurangi kejadian perdarahan pasca persalinan, memperpendek waktu persalinan kala 3,
mencegah terjadinya atoni uteridan retensio plasenta.

Pernyataan Standar: Hasil

Secara rutin Bidan melakukan  Menurunkan terjadianya perdarahan yang

penatalaksanaan aktif persalina kala hilang pada persalinan kala tiga.

tiga.  Menurunkan terjadinya atonia uteri


 Memperpendek waktu persalinan kala tiga
 Menurunkan terjadinya perdarahan
postpartum akibat salah penangan kala tiga,

Prasyarat:
1. Bidan sudah terlatih dan terampil dalam memelihara plasenta secara lengkap dengan
melakukan penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga secara besar.
2. Tersediannya peralatan dan perlengkapan untuk melahirkan plasenta, termasuk air bersih,
larutan klori 0,5% untuk dekontaminasi, sabun dan handuk yang bersih untuk cuci tangan,
juga tempat untuk plasenta. Bidan seharusnya menggunakan sarung tangan DTT/Steril.
3. Tersedia obat-obat oksitosika dan metode yang efektif untuk penyimpanan dan pengirimannya
yang dijalankan dengan baik.
4. Sistem rujukan untuk peraatan kegaatdaruratan obstetri yang efektif.

Proses:
Bidan harus:

227
1. Berikan penjelasan pada ibu, sebelu melahirkan , mengenai prosedur penatalaksanaan aktif
persalinan kala tiga.
2. Masukkan oksitosin 10 IU IM ke dalam alat suntuik steril menjelanag persalinan.
3. Setelah bayi lahir (lihat standar 10), tali pusat di klem di dua tempat, lalu potong diantara dua
klem dengan guntuing tajam steril/DTT.
4. Memrikasa fundus uteri untuk memastikan kehamilan ganda. Jika tidakada, beri oksitosin 10
IU secara IM (dalam waktu 2 menit setelah persalinan).
5. Tunggu uterus berkontraksi, lakukan penegangan tali pusat terus menerus sementara tangan
kiri mengnakan uterus dengan hati-hati ke arah punggung ibu dan ke arah atas (dorso
kranial). Ulangi langkan ini pada setiap ada his. Berhati-hati jangan menarik tali pusat berlebihan
karena akan menyebabkan inversio uteri.
6. Bila plasenta belum lepas setelah melakukan penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga
dalam waktu 15 menit.
a. Ulangi 10 unit oksitosin IM
b. Periksa kandung kemih, alkukan katerisasi bila penuh.
c. Beritahu keluarga untuk persiapan merujuk.
d. Teruskan melakukan penatalaksanaam aktif kala tiga selama 15 menit lagi.
e. Rujuk ibu jika plasenta tidak lahir selama 30 menit.
7. Bila sudah terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit pada saat tali
pusat ditegangkan ke arah bawah kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga
plasenta tampak pada vulva (Jangan mendorong fundus karena bisa mengakibatkan invensio
uteri).
8. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Jika
perlu, pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah jarum jam untuk
membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
9. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban dikelurkan, lakukan massase uterus supaya
berkontraksi.
10. Semabi melakukan massase fundus uteri, periksa plasenta dan selaput ketuban untuk
mematikan plsenta utuh dan lengkap.
11. Jika plsenta tidak dilahirkan utuh dan lengkap, ikuti standar 20. Jika terjadi atonio uteri dan
perdarahan pasca persalinan lihat standar 21.

228
12. Perkirakan jumlah kehilangan darah secara akurat (ingat perdarahan sulit diukur dan sering
diperkirakan lebih sedikit).
13. Bersihkan vulva dan perineum dengan air matang dan tutup dengan pembalut wanita/kain
bersih/telah dijemur).
14. Periksa tanda-tanda vital. Catat semua temuan dengan seksama.
15. Berikan plasenta kepada suami/keluarga ibu.
16. Catat semua perawatan dan temuan dengan seksama.

INGAT!
 Oksitosin menurunkan efektifitasnya jika tidak disimpan pada suhu 2-8°C. Oleh sebab itu,
simpanlah oksitosin di lemari es dan hindarkan dari cahaya. Jika dikeluarkan dari lemari es,
oksitosin bisa bertahan paling lama 1 bulan pada suhu 30°C atau 2 minggu pada suhu 40°C.
 Dilarang memberikan ergometrin/metergin sebelumbayi lahir
 Tanda-tanda pelepasan plasenta adalag: fundus berkontraksi dengan baik, keluarnya darah,
fundus naik tali pusat memannjang.
 Dilarang mendorong fundus.
 Dilarang menarik tali pusat secara berlebihan. Lakukan penengangan tali pusat dengan hati-
hati.
 Hentikan penegangan tali pusat apabila terasa nyeri atau tali pusat tertahan.
 Apabila tidak yakin apakah plasenta lahir ngkap, ikuti Standar 20 untuk melakukan manual
plasenta. Apabila bidan belum terampil, ibu segera dirujuk.

STANDAR 12: PENANGANAN KALA DUA DENGAN GAWAT JANIN MELALUI EPISIOTOMI.
Tujuan:
Mempercepat persalinan dengan melakukan episiotomi jika tanda-tanda gawat janin pada saat
kepala janin meregangkan perineum.

Pernyataan Standar: Hasil:


Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat  Penurunan kejadian asfiksia
janin pada kala dua, dan segera melakukan neonatorum berat
episiotomi dengan aman untuk memperlancar  Penurunan kejadian lahir mati pada
229
persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum. kala dua.
Prasyarat:
1. Bidan sudah terlatih dalam melaksanakan episiotomi dan menjahit perineum secara benar.
2. Tersedia sarung tangan/ alat/ perlengkapan untuk melakukan episiotomi, termasuk gunting
tajam yang steril/ DTT. Dan alat/ bahan yang steril untuk penjahitan perineum, (anestesi local
misalnya dengan 10 ml lidokain 1% dan alat suntuk jarum hiodermik steril).
3. Menggunakan Kartu Ibu, partograp dan Buku KIA.

Proses:
Jika ada tanda gawat janin berat dan kepala sudah terlihat pada vulva, episiotomi mungkin salah
satu dari beberapa tindakan yang bisa dilakukan oleh bidan untuk menyelamatkan janin.
Bidan harus:
1. Mempersiapkan alat-alat steril/ DTT untuk tindakan ini.
2. Memberitahu ibu mengenai perlunya episiotomi dilakukan dan yang akan dirasakannya.
3. Kenakan sarung tangan steril/DTT.
4. Jika kepala janin meregangkan perineum, anastesi lokal diberikan (pada saat his). Masukkan
dua jari tangan kiri ke dalam vagina untuk melindungi kepala bayi, dan dengan tangan kanan
tusukkan jarum sepanjang garis yang akan digunting (sebaiknya dilakukan insisi medio-
lateral). Sebelum menyuntukkannya, tarik jarum sedikit (untuk memastikan jarum tidak
menembus pembuluh darah). Masukkan anastesi perlahan-lahan, sambil menarik suntik
perlahan sehingga garis yang akan digunting teranestesi.
5. Tunggu suhu menit agar anestesinya bekerja, lakukan tes kekebalan/ mati rasa.
6. Pada puncak his berikutnya, lindungi kepala janin seperti diatas, kemudian lakukan
pengguntingan tunggal dengan mantap. (sebaiknya medio lateral).
7. Tangan kanan melindungi perineum, sementara tangan kiri menahan puncak kepala agar
tidak terjadi defleksi yang terlalu cepat saat kepala lahir. Minta ibu untuk meneran diantar dua
his. Kemudian lahirkan bayi secara normal.
8. Begitu lahir, keringkan dan stimulasi bayi. Mulai melakukan resusitasi bayi baru lahir jika

230
diperlukan.
9. Lahirkan plsenta dan selaput ketuban secara lengkap mengikuti langkah-langkah
penatalaksanaan aktif kala tiga.
10. Periksa perineum untuk menentukan tingkat luka episiotomi, perluasan episiotomi dan/atau
laserasi.
11. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban dikeluarkan, dengan menggunakan teknik
aseptik, berikan anestesi lokal (lidokain 1%, lalu jahit perlukaan dan/atau laserasi dengan
peralatan steril/DTT.
12. Lakukan jahitan sekitar 1 cm di atas ujung luka episiotomi atau laserasi di dalam vagina.
Lakukan penjahitan secara berlapis. Mulai dari vagina ke arah perineum, lalu teruskan
perineum.
13. Sesudah penjahitan, lakukan massase uterus untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi
dengan baik. Pastikan, bahwa tidak ada kasa yang tertinggal di vagina dan memasukkan jari
dengan hati-hati ke rectum untuk memastikan bahwa penjahitan tidak menembus dinding
rectum. Jika hal tersebut terjadi, lepaskan jahitan dan lakukan jahit ulang. Lepaskan sarung
tangan yang sudah terkontaminasi.
14. Kenakan sarung tangan yang bersih, bersihkan perineum dengan air matang, buatlah ibu
merasa bersih dan nyaman. Periksa apakah perdarahan dan daerah insisi sudah berhenti.
Bila perdarahan masih ada, periksa sumbernya. Jika berasal dari luka episiotomi, temukan
titik perdarahan segera ikat; bila bukan, ikuti standar 21.
15. Pastikan bahwa ibu diberitahu agar menjaga perineum tetap bersih dan kering serta
menggunkan pembalut wanita./kain bersih yang telah dijemur.
16. Catat semua perawatan dan temuan dengan seksama. Ikuti standar 14 untuk perawatan
postpartum.

Indikasi lain untuk melakukan episiotomi:


1. Gawat janin.
2. Komplikasi per vaginam (sungsang, distosia bahu, forsep, vakum).
3. Jaringan perut pada perineum atau vagina.
Riset menunjukkan:
1. Robekan perineum akan sembuh sebaik luka pengguntingan, sehingga kekhawatiran akan

231
terjadinya robekan perineum bukan merupakan indikasi episiotomi.
2. Episiotomi yang efektif dan tepat waktu bisa menyelamatkan jiwa janin yang mengalami gawat
janin.
3. Semakin cepat episiotomi dijahit maka semakin kecil terjadinya infeksi.

INGAT!
 Gawat janin pada kala satu selalu memerlukan rujukan segera.
 Episiotomi hanya bermanfaat pada kala dua, ketika perineum sudah meregang dan kepala
sudah tampak di vulva. Jika kepala masih tinggi ibu segera dirujuk, kecuali bidan terlatih dan
teram[il dalam melakukan ekstraksi vakum.
 Melakukan dorongan pada fundus adalah berbahaya dan tidak akan mempercepat proses
persalinan.
 Tanda-tanda gawat janin adalah:
% DJJ di bawah 100 kali/menit atau di atas 180 kali/menit atau DJJ tidak segera kembali
normal setelah his.

STANDAR 13: PERAWATAN BAYI BARU LAHIR


Tujuan :
Menilai kondisi bayi baru lahir dan membantu dimulainya pernafasan serta mencegah hipotermi,
hipoglikemia dan infeksi.

Pernyataan Standar Hasil


Bidan memeriksa dan menilai bayi baru  Bayi baru lahir menerima perawatan dengan
lahir untuk memastikan pernafasan segera dan tepat.
spontan, mencegah asfiksia, menemukan  Bayi baru lahir mendapatkan perawatan yang
kelainan, dan melakukan tindakan atau tepat untuk bisa memualai pernafasan
merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan dengan baik.
juga harus mencegah atau menangani  Penurunan kejadian hipotermia, asfiksia,
hipotermi, dan mencegah hipoglikemia dan infeksi, dan hipoglikemia pada bayi baru lahir.
infeksi.  Penurunan terjadinya kematian bayi baru
lahir.
Prasyarat:
1. Bidan sudah dilatih dengan tepat dan terampil untuk mendampingi persalinan dia memberikan

232
perawatan bayi baru lahir.
2. Bidan sudah terlatih dan terampil untuk:
a. Memeriksa dan menilai bayi baru lahir dengan menggunakan ballard score.
b. Menolong bayi untuk memulai terjadinya pernafasan dan melakukan resusitasi bayi baru
lahir.
c. Mengenal tanda-tanda hipotermi dan bisa melakukan tindakan yang tepat untuk
mencegah dan menangani hipotermi.
d. Pencegahan infeksi pada bayi baru lahir.
e. Mengenali tanda-tanda hipoglikemia dan melakukan penatalaksanaan yang tepat jika
terjadi hipoglikemia.
3. Tersedianya perlengkapan dan peralatan untuk perawatan yang bersih dan aman bagi bayi
baru lahir, seperti air bersih, sabun dan handuk yang bersih, dua handuk/kain hangat bersih
(satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk menyelimuti bayi) gunting streil / DTT untuk
memotong ta;i pusat. 2 klem steril/ bersih DTT, termometer bersih/DTT, Bola karet penghisap
atau DeLee yang di-DTT, timbangan bayi dan pita pengukur yang bersih.
4. Obat salep mata: tetrasiklin 1% atau Eritromisin 0,5%.
5. Kartu Ibu, Kartu Bayi dan Buku KIA.
6. Sistem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan bayi baru lahit yang efektif.

Proses:
Bidan Harus
1. Selalu mencuci tangannya dengan menggunakan sarung tangan bersih/DTT sebelum
menangani bayi baru lahir.
2. Memastikan bahwa suhu ruangan hangat (ruangan harus hangat untuk mencegah hipotermi
pada bayi baru lahir).
3. Segera setelah lahir, nilai keadaan bayi, letakkkan di perut ibu, dan segera keringkan bayi
dengan handuk bersih yang hangat. Setelah bayi kering, selimuti bayi termasuk dengan
bagian kepalanya dengan handuk baru yang bersih dan hangat. (Riset menunjukkan bahwa
90% bayi baru lahir mengalami perubahan dari kehidupan inrauterine menjadi ekstrauterine
dengan pengeringan dan stimulasi. Penghisapan lendir rutin tidak perlu dan mungkin
membahayakan.

233
4. Segera menilai bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas/menangis sebelum menit
pertama nilai ballard score, apabila bayi tidak menangis atau tidak bernafas spontan, hisap
mulut dan hidung bayi secara hati-hati menggunakan bola karet penghisap atau penghisap
DeLee yang di-DTT.
5. Apabila bayi mengalami kesulitan memualai nafas walaupun sudah dilakukan pengeringan,
stimulasi atau penghisapan lendir dengan hati-hati, mulai lakukan resusitasi bayi baru lahir
untuk menangani asfiksia (lihat standar 24).
6. Apabila bayi sudah menangis dan bernafas. Lakukan pemeriksaan nila ballard score pada
menit pertama setelah lahir.
7. Minta ibu memegang bayinya. Tali pusat di klem di dua tempat menggunakan klem steril/DTT,
lalu potong diantara dua klem dengan gunting tajam steril/DTT. (ikuti langkah penatalksanaan
aktif persalinan kala tiga, standar 11).
8. Pasang benang.klem tali pusat.
9. Bayi harus tetap diselimuti dengan baik, anjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan segera
mulai menyusui. (Riset menunjukkan pemberian ASI dini penting untuk keberhasilan awal
pemberian ASI. Kontak kulit ibu dan bayi juga merupakan cara yang baik agar bisa menjaga
suhu tubuh bayi pada saat lahir. Pastikan jika bayi tidak didekap oleh ibunya, selimuti bayi
dengan handuk yang bersih dan hangat. Tutupi kepala bayi dengan baik untuk mencegah
kehilangan panas).
10. Sesudah 5 menit lakukan penilaian terhadap keadaa bayi secara umum dengan
menggunakan ballard score.

234
Gambar: Penilaian ballard score
11. Jika kondisi bayi stabil, lakukan pemeriksaan bayi setelah plasenta lahir dan kondisi ibu stabil.
12. Periksa tanda vital bayi. Ukur suhunya dengan menggunakan termometer yang diletakkan di
ketiak (jangan memasukkan termometer ke anus bayi, hal ini merupakan prosedur yang tidak
perlu dan bisa membahayan bayi). Jika suhu bayi kurang dari 36°C atau jika tubuh atau kaki
bayi teraba dingin. Maka segera lakukan penghangatan tubuh bayi seperti pada kontak di
bawah ini yang berjudul “ Prosedur Penanganan Hipotermi”. Amati suhu tubuh bayi setiap jam

235
sampai suhunya normal dan stabil.
13. Periksa bayi dari kepala sampai ujung kaki untuk mencari kemungkinan adanya kelainan.
Periksa anus dan daerah kemaluan. Lakukan pemeriksaan ini dengan cepat, supaya bayi
tidak kedinginan. Ibu hendaknya menyaksikan pemeriksaan tersebut.
14. Timbang bayi dan ukur panjangnya. Lakukan dengan cepat supaya bayi tidak mengalami
hipotermi.
15. Tetap selimuti bayi pada saat ditimbang, meletakkan bayi pada timbangan yang dingin akan
mengakibatkan kehilangan panas. Berat yang tercatat kemudian dapat disesuaikan dengan
mengurangi jumlah berat handuk/kain tersebut.
16. Setelah memeriksa dan mengukur bayi kembali untuk dipeluk baik, pastikan bahwa kepala
bayi tertutup dan berikan bayi kembali untuk dipeluk ibu. Hal tersebut merupakan cara yang
sangat baik untuk mencegah hipotermi.
17. Cuci tangan lagi dengan sabun air dan handuk yang kering dan bersih. Dalam waktu satu jam
setelah kelahiran, berikan salep/obat tetes mata pada mata bayi baru lahir untuk mencegah
oftalmia neonatorum:salep mata Tetrasiklin 1%, larutan Perak Nitrat 1% atau Eritromisin 0,5%.
Biarkan obatnya tetap di mata bayi, jangan dibersihkan salep/obat tetes mata yang berada di
sekitar mata.
18. Apabila bayi belum diberikan ASI, bantu ibu mulai menyusui. Riset menunjukkan bahwa mulai
pemberian ASI dalan waktu 1 jam pertama setelah kelahiran adalah penting untuk
keberhasilan awal pemberian ASI. Kolostrum ASI pertama penting karena mengandung zat
kekebalan untyk pencegahan infeksi dan penyakit pada bayi baru lahir. Pemeriksaan ASI dini
akan mencegah/ menangani hipohiglemia pada bayi baru lahir.
19. Hindari pemberian susu formula pada bayi baru lahir, hal ini tidak perlu dan mungkin
membahayakan.
20. Tunggu 6 jam, atau lebih setelah kelahiran bayi sebelum memandikkannya tunggu lebih lama
jika bayi mengalami kesulitasn mempertahankan suhu tubuhnya atau mengalami asfiksia
pada saat lahir. Periksa suhu tubuh bayi sebelum memandikannya, suhu tubuh bayi baru lahir
harus antra 36-37°C. Gunakan air hangat untuk memandikan bayi pastikan ruangan hangat.
Mandikan bayi dengan cepat dan segera keringkan bayi dengan handuk bersih,, hangat dan
kering untuk mencegah kehilangan panas tubuh yang berlebihan.
21. Kenakan baju yang bersih dan selimuti bayi dengan handuk/kain yang hangat dan bersih.

236
22. Periksa apakah bayi baru lahir mengeluarkan urine dan mekonium dalam 24 jam pertama
kehidupannya, catat waktu pengeluaran urine dan mekonium. Mintakah ibu
memperjhatikannya jika persalinan berlangsung di rumah. Bila dalam 24 jam bayi tidak
mengeluarkan urine dan mekonium, segera rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit.
23. Lakukan pencatatan semua temuan dan perawatan yang diberikan dengan cermat dan
lengkap dalam partograf, Kartu Ibu dan Kartu Bayi.
24. Rujuk segera ke puskesmas atau rumah sakit yang tepat jika ditemukan kelainan dari
normalnya.

Prosedur Penanganan Hipotermi


 Letakkan bayi pada dada ibu sehingga terjadi kontak kulit antara keduanya.
 Sarankan ibu untuk sering memberikan ASI.
 Jaga agar ruangan tetap hangat dan bebas asap.
 Pastikan bahwa ibu dan bayi diselimuti dengan baik.
 Berikan minuman yang hangat untuk bayi.
 Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. (Periksa kaki setiap 15 menit, kalau teraba dingin, periksa
suhu tubuh dari bagian ketiak bayi.
 Jika ternyata suhu tubuh bayi tidak naik, segera merujuknya ke pusat rujukan. Pertahankan
terus kontak kulit ibu-bayi dengan cara menyelimuti ibu dan bayi dengan menggunakan
selimut yang hangat atau biarkan bayi yang diselimuti dengan baik dalam pelukan ibu.

INGAT!
 Jaga bayi agar tetap hangat.
 Apabila bayi tidak bernafas atau menangis spontan setlah pengeringan dan stimulasi,
bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hati menggunakan penghisap De Lee atau bola karet
penghisap yang sudah di-DTT, Jika bayi tetap tidak bisa bernafas dengan teratur atau
menangis, mulai langkah resusitasi bayi baru lahir (Standar 24).
 Berikan ASI secepatnya, dalam waktu satu jam pertama setelah lahir.
 Berikan salep/obat tetes mata pada kedua mata bayi untuk mencegah oftalmia neonatorum
dalam waktu satu jam pertama setelah kelahiran.
 Rujuk segera jika dalam 24 jam pertam bayi tidak mengeluarkan urine dan mekonium.

237
Tindakan yang tidak dianjurkan dan akibat yang ditimbulkannya
Tindakan Akibat
 Menepuk bokong  Trauma dan melukai
 Menekan rongga dada  Fraktur, pneumotoraks, gawat nafas, kematian
 Menekan paha ke perut bayi  Rupture hati/limpa, perdarahan
 Mendilitasi sfinger ani  Robek atau luka pada sfingter
 Kompres dingi/kompres panas  Hipotermi, luka bakar
 Meniupkan oksigen atau udara dingin ke muka  Hipotermi
atau tubuh bayi

STANDAR 14 : PENANGANAN PADA DUA JAM PERTAMA SETELAH PERSALINAN.


Tujuan:
Mempromosikan perawatan ibu dan bayi yang bersih dan aman selama persalinan kala empat
untuk memulihkan kesehatan ibu dan bayi. Meningkatkan asuhan sayang ibu dan sayang bayi.
Memulai pemberian ASI dalam waktu 1 jam pertama setelah persalinan dan mendukung terjadinya
ikatan batin antara ibu dan bayinya:

Pernyataan Standar: Hasil:


Bidan melakukan pemantuan ibu dan bayi  Komplikasi segera dideteksi dan
terhadap terjadinya komplikasi paling sedikit dirujuk.
selama 2 jam setelah persalinan, serta  Penurunan kejadian infeksi pada ibu
melakukan tindakan yang diperlukan. Di dan bayi baru lahir.
samping itu, bidan memberikan penjelasan  Penurunan kematian akibat
mengenai hal-hal yang mempercepat pulihnya perdarahan pasca persalinan primer.
kesehatan ibu, membantu ibu untuk memulai  Pemberian ASI dimulai dalam 1
pemberian ASI jampertama sesudah persalinan.

Prasyarat:
1. Ibu dan bayi dijaga oleh bidan yang terlatih selama dua jam setelah persalinandan apabila
mungkin bayi tetap bersama dengan ibu,
2. Bidan yang terlatih dan terampil dalam memberikan perawatan untuk ibu dan bayi segera
setelah persalinan, termasuk ketrampilan pertolongan pertama pada keadaan gawat darurat.
3. Ibu didukung/dianjurkan untuk menyusui dengan ASI dan memberikan kolostrum.

238
4. Tersedia lat/perlengkapan, misalnya untuk membersihakan tangan yaitu air bersih, sabun dan
handuk bersih; handuk/kain bersih untuk menyelimuti bayi, pembalut wanita yang bersih,
pakaian kering dan bersih untuk ibu, sarung atau kain kering dan bersih untuk alas ibu,
kain/selimut yang kering untuk menyelimuti ibu, sarung tangan DTT, tensimeter air raksa,
stetoskop dan termometer.
5. Tersedianya obat-obatan oksitosika, obat lain yang diperlukan dan tempat menyimpan yang
memadai.
6. Adanya sarana pencatatan: Partograf, Kartu Ibu, Kartu Bayi, Buku KIA.
7. Sistem rujuk untuk perawatan kegawat daruratan Obstetri dan kegawat daruratan bayi baru
lahir yang efektif.

Proses:
Bidan Harus:
1. Sellau mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan perawatan pada ibu dan bayi baru
lahir. Menggunakan sarung tangan bersih pada saat melakukan kontak dengan darah atau
cairan tubuh.
2. Mendiskusikan semua pelayanan yang diberikan untuk ibu dan bayi dengan ibu,suami dan
keluarganya.
3. Segera setelah lahir, nilai keadaan bayi, letakkan di perut ibu, dan segera keringkan bayi
dengan handuk bersih yang hangat. Kemudian setelah bayi kering, selimuti bayi dengan
handuk baru yang bersih dan hangat. Jika bayi bernafas/menangis tanpa kelusitan, dukung
ibu untuk memeluk bayinya (lihat standar 13). Jika bayi mengalami kesulitan bernafas lihat
standar 24.
4. Sangat penting untuk menilai keadaan ibu beberapa kali selama dua jam pertama setelah
persalinan. Berada bersama ibu melakukan setiap pemeriksaan ini, jangan pernah
meninggalkan ibu sendirian sampai paling sedikit 2 jam setelah persalinan dan kondisi ibu
stabil. Lakukan penatalaksanaan yang tepat dan periapkan rujukan jika diperlukan.
a. Melakukan penilaian dan massase fundus uteri setiap 15 menit selama satu jam pertama
setelah persalinan, kemudian setiap 30 menit selama satu jam kedua setelah persalinan.
Pada saat melakukan massase uterus, perhatikan berapa banyak darah yang keluar dari
vagina. Jika fundus tidak terapa keras, terus lakukan massase pada daerah fundus

239
supaya uterus berkontraksi. Periksa jumlah perdarahan yang keluar dari vagina. Periksa
perineum ibu apakah membengkak, hematoma, dan berdarah dari tempat perlukaan
yang sudah dijahit setiap kali memeriksa perdarahan fundus dan vagina.
b. Jika terjadi perdarahan, segera lakukan tindakan sesuai dengan Standar 21. Berbahaya
jika terlambat bertindak.
c. Periksa tekanan darah dan nadi setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah
persalinan, dan setiap 30 menit selama satu jam kedua setelah persalinan (apabila
tekanan darah ibu naik, lihat standar 17)..
d. Lakukan palpasi kandung kemih ibu setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah
persalinan dan kemudian seteiap 30 menit selama satu jam kedua setelah persalinan.
Jika kandung kemih terasa penuh dan meregang, mintalah ibu untuk b.a.k jangan
memasang kateter kecuali ibu tidak bisa melakukannya sendiri. (Retensi urine dapat
mengakibatkan perdarahan urine). Mintalah ibu untuk buang air kecil dalam 2 jam
pertama setelah melahirkan.
e. Periksa suhu tubuh ibu beberapa saat setelah persalinan dan sekali lagi satu jam setelah
persalinan. Apabila subu tubuh ibu > 38°C,minta ibu untuk minum 1 liter cairan, jika suhu
tubuhnya tetap >38°C segera rujuk ibu ke pusat rujukan terdekat (jika mungkin mulai
berikan IV, RL dan berikan inu 1gr amoksilin dan ampisilin per oral).
5. Secepatnya bantu ibu agar bisa menyusui (lihat standar 10 & 13). Atur posisi bayi agar bisa
melekat dan mengisap dengan benar. (semua ibu membutuhkan pertolongan untuk mengatur
posisi bayi, baik untuk ibu yang baru pertama kali menyusui mauoun ibu yang sudah pernah
menyusui).
6. Lihat standar 13 untuk “Perawatan Bayi Baru Lahit”.
7. Jika bayi tidak meperlihatkan tanda-tanda kehidupan setelah dilakukan resusitasi, maka
beritahu orang tua bayi keadaan yang terjadi. Berikan penjelasan secara sederhana dan jujur.
Biarkan mereka melihat atau memeluk bayi mereka. Berlakulah bijaksana dan penuh
perhatian. Biarkan orang tua melakukan ucapan utuk bayi yang meninggal sesuai dengan
adat istiadat atau kepercayaan mereka. Setelah orang tua bayi mulai tenang, bantulah
mereka dan perlakukan bayi dengan baik dan penuh pengertian terhadap kesedihan merekan.
8. Bantu ibu memeriksakan tubuhnya dan mengganti pakaian. Ingatkan ibu untuk selau menjaga
kebersihan tubuh mengganti kain pembalut secara teratur, berikan penjelasan perubahan-

240
perubahan yang terjadi pasca persalinan.
9. Catat semua temuan dan tindakan dengan lengkap dan seksama pada partograf. Kartu Ibu
dan Kartu Bayi.
10. Sebelum meninggalkan Ibu, bahaslah semua bahaya potensial dan tanda-tandanya dengan
suami dan keluarga. Bahaya potensial dan tanda-tandanya yaitu:
a. Ibu mengalami perdarahan berat.
b. Mengeluarkan gumpalan darah.
c. Pusing.
d. Lemas yang berlebih.
e. Suhu tubuh ibu >38°C.
f. Suhu tubuh bayi <36°C atau >37,5°C.
g. Bayi tidak mau menyusu.
h. Byai tidak mengeluarkan urine atau mekonium dala 24 jam pertama.
11. Pastikan bahwa ibu dan keluarganya mengetahui bagaiman dan kapan harus minta
pertolonga.
12. JANGAN meninggalkan ibu dan bayi sampai mereka dalam keadaan baik dan semua catatan
lengkap. Apabila ada hal yang mengkhawatirkan pada ibu atau janin, lakukan rujukan ke
puskesmas atau rumah sakit.

INGAT!
 Jaga bayi agar tubuhnya tetap hangat dan tetap berda dengan ibunya.
 Semua bayi harus segera diberikan ASI sesuadah lahir dan tidak melewati satu jam setelah
persalinan.
 Kolostrum mengandung zat yang sangat diperlukan untuk melindungi bayi dari infeksi.
 Periksa perdarahan, perineum, tanda-tanda vital, uterus dan kandung kemih secara teratur.
 Apabila dilakukan episiotomi maka periksa luka episiotomi secara teratur.

STANDAR 15 : PELAYANAN BAGI IBU DAN BAYI PADA MASA NIFAS


Tujuan:

241
Memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah persalinan dan memberikan
penyuluhan ASI ekslusif.

Pernyataan Standar Hasil


Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas  Komplikasi pada masa nifas segera
di puskesmas dan rumah sakit atau mulai dideteksi dan dirujuk pada saat yang tepat.
kunjungan ke rumah pada hari ke tiga, minggu ke  Mendukung dan meng-anjurkan pemberian
dua dan minggu ke enam setelah persalinan, untuk ASI eksklusif.
membantu proses pemuliahan ibu dan bayi melalui  Mendukung penggunaan cara tradisional
penatalaksanaan tali pusat yang benar: penemuan yang berguna dan menganjurakan
dini, penatalaksanaan atau rujukan komplikasi  Menurunkan kejadian infeksi pada ibu dan
yang mungkin terjadi pada masa nifas; serta bayi.
memberikan penjelasan mengenai kesehatan  Masyarakat semakin menyadari pentingnya
secara umum, kebersihan perorangan, makanan keluarga berencana/penjarangan kelahiran.
bergizi, asuhan bayi baru lahir, pemberian ASI  Meningkatnya imunitas pada bayi.
imunisasi dan KB

Prasyarat:
1. Sistem yang berjalan dengan baik supaya ibu dan bayi mendapatkan pelayanan pasca
persalinan dari bidan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah persalinan , baik dirumah,
puskesmas maupun rumah sakit.
2. Bodan sudah dilatih dan terampil dalam:
a. Perawatan nifas, termasuk pemeriksaan ibu dan bayi dengan cara yang benar.
b. Membantu ibu untuk memberikan ASI.
c. Mengetahui komplikasi yang bisa terjadi pada ibu dan bayi pada masa nifas.
d. Penyuluhan dan pelayanan KB/Penjarangan kelahiran.
3. Bidan bisa memberikan pelayanan imunisasi atau bekerja sama dengan juru imunisasidi
puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat.
4. Tersedia vaksin, alat suntik , tempat penyimpanan vaksin dan tempat pembuangan benda
tajam yang memadai.
5. Tersedianya tablet besi dan asam folat.
6. Tersedia alat/perlengkapn, misalnya untuk membersihkan tangan, yaitu sabun, air bersih
dan handuk bersih, sarung tangan bersih/DTT.

242
7. Tersedia kartu pencatatan: kartu ibu, kartu bayi, buku KIA.
8. Sistem rujukan untuk perawatan komplikasi kegawatdaruratan ibu dan bayi baru lahir yang
berjalan dengan baik.

Proses:
Bidan Harus:
1. Pada kunjungan rumah, sapalah ibu dan suami/ keluarganya dengan ramah.
2. Tanyakan pada ibu dan suami/keluarganya jika ada masalah atau kekuatiran mengenai ibu
dan bayinya.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa ibu dan bayi.
4. Pakai sarung tangan DTT/ bersih bila melakukan kontak dengan darah atau cairan tubuh.
5. Periksa tanda-tanda vital ibu (suhu tubuh, nadi dan tekanan darah). Periksa payudara ibu,
amati jika puting retak, dan tanda-tanda atau gejala-gejala saluran ASI yang tersumbat atau
infeksi payudara. Periksa involusi uterus (Pengecilan uterus sekitar 2 cm/hari selama 8 hari
pertama). Periksa lokhia, yang pada hari ketiga seharusnya mulai berkurang dan berwarna
coklat, dan pada hari ke 8-10 menjadi sedikit dan berwarna merah muda. Jika ada kelainan
segera rujuk. (Lihat daftar bahaya dan tanda-tandanya di akhir standar ini. Jika dicurigai
sepsis puerpuralis gunakan, Standar 23. Untuk penanganan perdarahan pasca persalinan
gunakan standar 22).
6. Tanyakan apakah ibu meminum tablet sesuai ketentuan (samoai 24 hari setelah melahirkan),
dan apakah persediaannya cukup.
7. Juka ibu menderita anemia semasa hamil atau mengalami perdarahan berat selama proses
persalinan, periksakan Hb pada hari ketiga. Nasehati ibu agar makan, makanan bergizi dan
berikan tablet tambah darah.
8. Berikan penyuluhan kepada ibu mengenai pentingnya menjaga kesehatan diri, memakai
pembalut bersih, makanan bergizi, istirahat cukup dan cara merawat bayi.
9. Cucilah tangan, lalu periksalah bayi. Periksa tali pusat pada setiap kali kunjungan (paling
sedikit pada hari ke-tiga, minggu ke-dua dan minggu ke-enam). Tali pusat harus tetap kering.
Ibu perlu memberi tahu bahayanya membutuhkan sesuatu pada tali pusat bayi, misalnya
minyak atau bahan lain. Jika ada kemerahan pada pusat, perdarahan atau tercium bau busuk,
bayi segera rujuk.

243
10. Perhatukan kondisi umum bayi, tanyakan kepada ibu: pemberian ASI, misalnya bayi tidak
mau menyusu, waktu jaga, cara bayi menangis, berapa kali buang air kecil dan bentuk
fesesnya.
11. Perhatikan warna kulit bayi, apakah ada ikterus atau tidak. Ikterus pada hari ketiga
postpartum adalah ikterus fifiologi yang tidak memerlukan pengobatan. Namun, jika ikterus
terjadi sesudah hari ketiga/kapan saja, dan bayi malas untuk menyusu dan kelihatan
mengantuk, maka bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit.
12. Bicarakan pemberian ASI dan jika mungkin perhatikan apakah bayi menyusu dengan baik
(amati apakah ada kesuliatan atau masalah).
13. Nasehat ibu tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif sedikit 4 sampai 6 bulan. Bicarakan
bahaya pemberian unsur tambahan (susu formula, air atau makanan lain). Sebelum bayi
berumur 4 bulan.
14. Bicarakan tentang KB dan kapan sanggama bisa dimulai. Sebaiknya hal ini didiskusikan
dengan kehadiran suaminya.
15. Catat dengan tempat semua yang ditemukan.
16. Jika ada hal-hal yang tidak normal, segeralah merujuk ibu dan/atau bayi ke puskesmas/rumah
sakit.
17. Jika ibu atau bayi meninggal, penyebab kematian harus diketahui sesuai dengan standar
kabupaten/provinsi/ nasional.

Hasil Penelitian Membuktikan:


1. Memberikan makanan lain selain kolostrus atau ASI membahayakan bayi.
2. Ibu yang baru bersalin harus menggunakan pembalut yang bersih tau kain yang bersih yang
telah dijemur. Menjemur kain di bawah sinar matahari dapat mengurangi bakteri.
3. Menggunakan minyak atau bahan-bahan lain untuk tali pusat bayi adalah berbahaya.

INGAT!
 Masa nifas merupakan kesempatan baik untuk memberikan penyuluhan KB/penjarangan
kelahiran, tetapi hal ini harus disampaikan dengan hati-hati, ramah dan peka terhadap
adaptasi setempat.
 Ibu dan bayi dalam masa nifas mudah terinfeksi, karena itu kebersihan diri, makanan bergizi

244
dan istirahat cukup sangatlah penting.
 Kelainan yang memerlukan rujukan harus mendapat perhatian dengan cepat dan tepat.
 Kesehatan generasi berikut dimulai dengan perawatan yang baik bagi anak perempuan sejak
bayi.
 Kelelahan pada masa nifas merupakan gejala anemia.

Bahaya dan tanda-tandanya pada bayi:


 Kegagalan menyusu yang terjadi secra berkala.
 Tidak buang air kecil beberapa kali sehari (kurang dari 6-8 kali sehari)
 Bayi kuning
 Muntah dan diare.
 Merah, bengkak atau keluarnya cairan dari tali pusat.
 Demam >37,5°C.

Bahaya dan tanda-tandanya pada ibu:


 Perdarahan berat pada vagina.
 Perdarahan berwarna nerah segar atau pengeluaran bekuan darah.
 Lokhia yang berbau busuk.
 Nyeri pada perut atau pelvis.
 Pusing atau lemas yang berlebihan.
 Suhu tubuh ibu > 38°C.
 Tekanan darah yang meningkat.
 Ibu mengalami kesulitan atau nyeri pada saat b.a.k atau pada saat ada pergerakan usus.
 Tanda-tanda mastitis: bagian yang kemerahan, bagian yang panas, gurat-gurat kemerahan
pada payudara.
 Terdapat masalah mengenai makan dan tidur.

D. STANDAR PENANGANAN KEWAT DARURATAN OBSTETRU DAN NEONATAL


STANDAR 16 : PENANGANAN PERDARAHAN DALAM KEHAMILAM PADA TRI-MESTER III
Tujuan:
Mengenali dan melakukan tindakan cepat dan tepat perdarahan dalam trimester III kehamilan.

245
Pernyataan Standar: Hasil
Bidan mengenali secra tepat  Ibu yang mengalami perdarahan pada trimester III
tanda dan gejala perdarahan kehamilan segera mendapat pertolongan yang
pada kehamilan, serta cepat dan tepat.
melakukan pertolongan pertama  Kematian ibu dan janin akibat perdarahan dalam
dan merujuknya. kehamilan dan perdarahan antepartum berkurang
 Meningkatnya pemanfaatan bida untuk
mengkonsultasikan pada keadaan gawat darurat.

Prasyarat:
1. Bidan memberikan perawatan antenatal rutin kepada ibu hamil.
2. Ibu hamil mencari perawatan kebidanan jika komplikasi kehamilan terjadi.
3. Bidan sudah terlatih dan terampil untuk:
a. Mengetahui penyebab, mengenali tanda-tanda dan penanganan perdarahan pada
trimester III kehamilan.
b. Pertolongan pertama pada gawat darurat, tremasuk pemberian cairan IV.
c. Mengetahui tanda-tanda dan penanganan syok.
4. Tersedianya alat/perlengkapan penting misalnya sabun, air bersih yang mengalir.handuk
bersih untuk mengeringkantangan; alat suntik steril sekali pakai, jarum IV Steril 16G dan 18G,
Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, set infus, 3 pasang sarung tangan bersih.
5. Penggunaan KMS ibu hamil, kartu ibu, buku KIA.
6. Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah berjalan dengan baik untuk ibu yang
mengalami perdarahan selama kehamilan.

Proses:
Bidan harus:
1. Cuvi tangan dengan sabun dan air yag mengalir, kemudian keringkan hingga betul-betul
kering dengan handuk bersih setiap kali sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan
pasien. Gunakan sarung tangan bersih kapanpun mengenai benda yang terkontaminasi oleh
darah atau cairan tubuh.
2. Memeriksa dan merujuk ibu hamil yang mengalami perdarahan dari jalan lahir. (semua
perdarahan yang bukan show adalah kelainan).

246
3. Berikan penyuluhan dan nasehat tentang bahaya perdarahan dari jalan lahir sebelum bayi
lahir kepada ibu dan suami/keluarganya pada setiap kunjungan.
4. Nasehati ibu hamil, siamunya atau keluarganya untuk memanggil bidan jika terjadi
perdarahan atau nyeri hebat di daerah perut kapanpun dalam kehmailan.
5. Lakukan penilaian keadaan umum ibu dan perkirakan usia kehamilannya.
6. JANGAN melakukan periksa dalam. (Perdarahan pada kehamilan di atas 22 minggu biasanya
karena plasenta previa. Periksa dalam akan memperburuk perdarahan).
7. Rujuk ibu yang mengalami perdarahan vagina pada trimester III ke rumah sakit terdekat.
8. Jika tanda atau gejala syok jelas terlihat (lihat kotak berjudul “gejala dan tanda syok”) atau
apabila ibu mengalami perdarahan hebat, rujuk segera.
a. Sebaiknya baringkan ibu dengan posisi miring ke sisi kiri dan ganjal tungkainya dengan
bantal.
b. Berikan cairan intravena NaCl 0,9% atau Ringer laktat. Infus diberikan dengan tetesan
cepat sesuai kondisi ibu. Dengan menggunakan teknik aseptik, mulai IV dengan Riger
laktat atau NaCl 0,9% menggunakan jarum berlubang besar (16 atau 18G). Berikan
cairan IV dengan tetesan cepat hingga denyut nadi ibu membaik.
c. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Periksa dan catat dengan seksama tanda-tanda vital
(pernafasan, nadi, dan tekanan darah) setiap 15 menit sanpai tiba di rumah sakit.
d. Selimuti ibu dan jaga agar tetap hangat selama perjalanan ke tempat rjukan, jangan
membuat ibu kepanasan.
9. Pwriksaan seakurat mungkin jumlah kehilangan darah. (Seringkali perkiraan jumlah
kehilangan daerah kurang dari jumlah sebenarnya. Cara yang lebih tepat untuk
memperiksakan kehilangan darah adalah dengan meberikan semua bahan yang terkena
darah.
10. Buat catatan lengkap (keterangan mengenai perdarahan: golongan, julah perdarahan dan
riwayat tentang kapan terjadinya perdarahan, hal ini penting untuk diagnosa bidang dan
perkiraan penggantian cairan). Dokumentasi dengan seksama diagnosa perawatan yang
diberikan.
11. Dampingi ibu hamil yang dirujuk ke rumah sakit dan mintalah keluarganya yang akan
menyumbangkan darahnya untuk ikut serta.
12. Mengikuti langkah-langkah untuk merujuk.

247
Gejala dan Tanda Syok:
 Nadi lemah dan cepat (110 kali/menit atau lebih).
 Tekanan darah sangat rendah: tekanan sistojik <90mmHg.
 Nafat cepat (Frekuensi pernafasan 30 kali/menit atau lebih).
 Air seni kurang dari 30cc/jam.
 Bingung, gelisah atau pingsan.
 Berkeringat atau kulit menjadi dingin dan basah.
 Pucat.
INGAT!
 Jangan melakukan periksa dalam jika terjadi perdarahan pada kehamilan lebih dari 22
minggu.
 Rujuk segera, jangan ditunda. Perdarahan akan semakin banyak atau mungkin terjadi
perdarahan yang tidak tampak ke adalm uterus.
 Apabila terjadi syok, maka baringkan ibu pada sisi kiti tubuhnya dan ganjal kakinya dengan
bantal.
 Jika ibu terlihat adanya gejala dan tanda syok berat, berikan cairan secara intravena.

STNDAR 17: PENANGAN KEGAWATDARURATAN.


Tujuan:
Mengenali secara dini tanda-tanda dan gejala-gejala preeklamsia berat dan memberikan
perawatan yang tepat dan memadai. Mengambil tindakan yang tepat dan segera dalam
penanganan kegawatdaruratan bila eklamsia terjadi.

Pernyataan Standar: Hasil


 Penurunan kejadian eklamsia
Bidan mengenali secara tepat dan dini tanda dan
 Ibu hamil yang mengalami preeklamsia berat
gejala preeklamsia berat dan eklamsia. Bidan dan eklamsia mendapatkan penanganan yang
cepat dan tepat.
akan mengambil tindakan yang tepat, memulai
 Ibu dengan tanda-tanda preeklamsia ringan
perawatan merujuk ibu dan/atau melaksanakan akan mendapatkan perawatan yang tepat
waktu dan memadai serta pemantauan.
penanganan kegawatdaruratan yang tepat.
 Penurunana kesakitan dan kematian akibat
eklamsia

Prasyarat:

248
1. Kebijakan dan protokol nasional/setempat yang mendukung bidan memberikan pengobatan
awal untuk penatalaksanaan kegawatdaruratan preeklamsia berat dan eklampsia.
2. Bidan melakukan perawatan antenatal rutin kepada ibu hamil termasuk pemantauan rutin
tekanan darah.
3. Bidan secara rutin memantau ibu dalam proses persalinan dan selama periode postpartum
terhadap tanda-tanda gejala preekamsia termasuk pengukuran tekanan darah.
4. Bidan terlatih dan terampil untuk:
a. Mengenal tanda dan gejala preeklamsia ringan, preeklamsia ringan eklamsia.
b. Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada peeklamsia ringan peeklamsia
berat dan ekamsia.
5. Tersedianya perlengkapan penting untuk memantau tekanan darah dan memberikan cairan
IV (termasuk tensimeter air raksa, stetoskop, set infus dengan jarum berukuran 16 dan 18 G
IV, Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, alat suntik sekali oakai. Apabila mungkin perlengkapan
untuk memantau protein dan air senin.
6. Tersedia obat anthipertensi yang dubutuhkan untuk kegawatdaruratan misalnya Magnesium
Sulfat, kalsium glukonas.
7. Adanya sarana pencatatan: KMS ibu hamil/ kartu ibu, buku KIA dan partograf.

Proses:
Bidan harus:
1. Selalu waspada terhadap gejala dan tanda preeklamsia ringan (tekanan darah dengan
tekanan sistolik 90-110 mmHg dalam 2 pengukuran berjarak 1 jam). Pantau tekanan darah ibu
hamil setiap pemeriksaan antenatal, selama proses persalinan, dan masa nifas. Pantau
tekanan darah urine (untuk mengetahui proteinuria), ibu hamil dan kondisi janin setiap
minggu.
2. Selalu waspada terhadap tandan dan gejala preeklamsia berat (tekanan diastolik > 110
mmHg) yaitu: protein dalam air seni, nyeri kepala hebat, gangguan penglihatan, mengantuk, tidak
enak, nyeri epigastrik.
3. Catat tekanan darah ibu, segera periksa adanya gejala dan tanda preklamsia dan eklamsia.
Gejala dan tanda preeklamsia berat yaitu (peningkatan tekanan darah tiba-tiba, tekanan darah
yang sangat tinggi, protein dalam air senin, penurunan jumlah air seni dengan warna yang

249
menjadi gelap. Edema berat atau edema mendadak pada wajah atau panggul belakang)
memerlukan penanganan yang cepat karena besar kemungkinan terjadi eklamsia. Kecepatan
bertindak sangat penting.
4. Penanganan preeklamsia berat dan eklamsia sama:
a. Cari pertolongan segera untuk mengatur rujukan ibu ke rumah sakit. Jelaskan dengan
tenang dan secepatnya kepada ibu, suami dan keluarga tentang apa yang terjadi.
b. Baringkan ibu pada posisi miring ke kiri, berikan oksigen (4-6It/menit) jika ada.
c. Berikan IV ringer laktat 500cc dengan jarum berlubang besar (16 dan 18 G).
d. Jika tersedia, berikan MgSO4 40% IM 10 gr (5gr Im pada setiap bokong) sebelum
merujuk.
1) Ulangi MgSO4 40% IM, 5gr setiap 4 jam, bergantian di tiap bokong.
2) MgSO4 untuk pemberian IM bisa dikombinasi dengan 1 cc lidokain 2%.
3) Jika mungkin, mulai berikan dosis awal larutan MgSO4 20%,4g IV 20 menit sebelum
pemberian MgSO4 IM.
5. Apabila terjadi kejang, baringkan ibu pada posisi miring ke kiri, di bagian tempat tidur atau
lantai yang aman, mencegah ibu terjatuh, tapi jangan mengikat ibu. Jika ada kesempatan,
letakkan benda yang dibungkus dengan kain lembut diantara gigi ibu. JANGAN memaksakan
membuka mulut ibu ketika kejang terjadi. Setelah kejang berlalu, hisap lender pada mulut &
tenggorokan ibubjika perlu.
6. Pantau dengan cermat tanda dan gejala kerancuan MgSO4 sebagai beriku:
a. Frekuensi pernafasan < 16 kali/menit.
b. Pengeluaran air seni < 30 cc/jam selama 4 jam terakhir.
Jangan berikan dosis MgSO4 selanjutnya jika ditemukan tanda-tanda dan gejala
keracunan tersebut di atas.
7. Jika terjadi henti nafas (apnu) setelah pemberian MgSO4, berikan Kalsium Glukonas 1gr
(10cc dalam larutan 10%) iv perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi. Lakukan ventilasi
ibu dengan menggunakan ambu bag dan masker.
8. Jika ibu mengalami koma, pastikan posisi ibu dibaringkan miring ke kiri, dengan kepala sedikit
ditengadahkan agar jalan nafas tetap terbuka.
9. Catat semua obat yang diberikan, keadaan ibu, termasuk tekanan darahnya setiap 15 menit.
10. Bahwa segera ibu ke rumah sakit setelah serangan kejang berhenti. Disamping ibu dalam

250
perjalanan dan berikan obat-obatan lagi jika perlu. (jika terjadi kejang lagi, berikan 2gr MgSO4
IV secara perlahan 5 menit, tetapi perhatikan jika ada tanda-tanda keracunan MgSO4).

FASE KEJANG PADA EKLAMSIA


AWAL : berlangsung 10-20 detik, bola mata berputar atau mebelalak, muka dan otot tangan
kejang-kejang, penurunan kesadaran.
TONIK : berlangsung 10-20 detik, otot-otot berkontraksi dengan kuat, spasme diafragma,
pernafasan berhenti, mukosa, anggota badan dan bibir menjadi biru, punggung
melintang, gigi terkatup dan mata menonjol.
KLONIK : berlangsung 1-2 menit, otot-otot berkontraksi dengan kuar, air liur berbusa,
pernafasan sulit, terjadi aspirasi air liur, muka tampak sembab, lidah bisa tergigit.
KOMA : berlangsung beberapa menit sampai berjam-jam, tergantung individu, nafas ngorok
dan epat, muka bengkak tidak sianotik. Selanjutnya dapat terjadi kejang, karena itu
perlu perawatan hati-hati dan pemberian obat penenang.

INGAT!
 Ibu harus belajar mengenali tanda dan gejala preeklamsia, dan harus dianjurkan untuk
mencari perawatan bidan, puskesmas atau rumah sakir jika mengalami tanda preklamsia
(nyeri kepala hebat, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, pembengkakan pada wajah).
 Memantau dengan cermat tekanan darah ibu hamil, di dalam proses persalinan, dan ibu
dalam masa nifas.
 Jangan berikan metergin pada ibu yang tekanan darahnya naik, preeklamsia atau eklamsia.
 Beberapa wanita dengan eklamsia memiliki tekanan darah yang normal Tangani semua ibu
yang mengalami kejang sebagai ibu dengan eklamsia hingga ditentukan diagnosa lain.
 Selalu waspada untuk segera merujuk ibu yang mengalami preeklamsia berat atau elamsia.

STANDAR 18: PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA PARTUS LAMA/MACET.


Tujuan: Pernyataan Standar Hasil
Bidan mengenali
Mengetahui secara
dengan dan penanganan 
tepat dan
segera yangMengenali secaradarurat
tepat keadaan dini gejala
padadanpartus
tanda lama/macet.
partus lama
dini tanda dan gejala partus lama/ serta tindakan yang tepat.
partus macet. Bidan akan  Penggunaan partograf secara tepat dan seksama
mengambil tindakan yang tepat, untuk semua ibu dalam proses persalinan
memulai perawatan, merujuk ibu  Penurunan kematian/kesakitan ibu/bayi akibat partus
dan/ atau melaksanakan lama.
251
penanganan kegawatdaruratan  Ibu mendapat perawatan kegawatdaruratan obstetric
yang tepat. yang cepat dan tepat
Prasyarat:
1. Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mulas/ketuban pecah.
2. Bidan sudah dilatih dengan tepat dan terampil untuk:
a. Menggunakan partograf dan catatan persalinan.
b. Melakukan periksa dalam secara baik.
c. Mengenali hal-hal yang menyebabkan partus lama/macet.
d. Mengidentifikasi presentasi abnormal (selain verteks/presentasi belakang kepala) dan
kehamilan.
e. Penatalaksanaan penting yang tepat untuk partus lama dan partus macet.
3. Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan DTT termasuk beberapa pasang sarung
tangan dan kateter DTT/Steril.
4. Tersedianya perlengkapan untuk pertolongan persalinan yang bersih dan aman, seperti air
bersih yang mengalir, sabun dan handuk bersih, dua handuk/ kain hangat yang bersih (satu
untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk dipakai kemuudian), wanita dan tempat untuk
plasenta. Bidan menggunakan sarung tangan.
5. Tersedianya partograf dan Kartu Ibu, Buku KIA. Partograf digunakan dengan tepat untuk
setiap ibu dalam proses persalinan, semua perawatan dan pengamatan dicatat tepat waktu.
Tindakan tepat diambil sesuai dengan temuan yang dicatat pada partograf.

Proses:
Bidan harus:
1. Memantau dan mencatat secara berkala keadaan ibu dan janin, his dan kemajuan persalinan
pada partograf dan catatan persalinan. Lengkapi semua komponen pada partograf dengan

252
cermat pada saat pengamatan dilakukan.
2. Jika terdapat penyimpangan dan kemajuan persalinan (misalnya gratis waspada pada
partograf tercapai, his terlalu kuat/cepat/lemah sekali,nadi melemah dan cepat, atau DJJ
menjadi cepat/ tidak teratur/ lambat). Maka lakukan palpasi uterus dengan teliti untuk
mendeteksi gejala-gekala dan tanda lingkaran retaksi patologis/ lingkaran Bandle.
3. Jaga suapaya ibu mendapat hidrasi yang baik selama proses persalinan, anjurkab ibu agar
sering minum.
4. Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan, dan merubah posisi selama proses persalinan dan
kelahiran. Jangan biarkan ibu berbaring terlentang selama aproses persalinan dan kelahiran.
5. Mintalah ibu sering buang air kecil selama proses persalinan (sedikitnya setiap 2 jam).
Kandung kemih yang penuh akan meperlambat penurunan bayi dan membatu ibu tidak
nyaman. Pakailak kateter hanya bila ibu tidak bisa kencing sendiri dari kandung kemih dapat
di palpasi. Hanya gunakan kateter dari karet. (hati-hati bila memasang kateter sebab uretra
mudah terluka pada partus lama/ macet).
6. Amati tanda-tanda partus macet dan lama dengan melakukan palpasi abdomen menilai
penurunan janin, dan periksaa dalam, menilai penyusupan janin, dari pembukaan serviks
paling sedikit 4 jam selama fase laten dan aktif persalinan. Catat semua temuan pada
partograf. Lihat setandar 9 untuk melihat semua pengamatan yang diperlukan untuk partograf.
7. Selalu amati tanda-tanda gwat ibu atau gawat janin, rujuk dengan cepat dan tepat jika hal
terjadi!
8. Cuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir kemudian keringkan hingga betul-betul
kering dengan handuk bersih setiap kali sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan
pasien. (kuku harus dipotong pendek dan bersih). Gunakan sarung tangan DTT/Steril untuk
semua periksa dalam. Selalu menggunakan tehnik aseptik pada saat melakukan periksa
dalam. Periksa dengan teliti vagina dan kondisinya (jika vagina panas/gejala infeksi dan
kering/ gejala ketuban minimal, maka menunjukan ibu daam keadaan bahaya). Periksa juka
letak janin, pembukaan servik serta apakah serviks tipis, tegang atau mengalami edema.
Coba untuk menentukan posisi dan derajat penurunan kepala.jika ada kelainan atau apabila
garis waspada pada partograf dilewati persiapkan rujukan yang tepat.
a. Rujuk dengan tepat untuk fase laten persalinan yang memanjang (0-4 cm) berlangsung
lebih dari 8 jam.

253
b. Rujuk dengan tepat untuk fase aktif persalinan yang memanjang, pembukaan kurang
dari1 cm/jam dengan garis waspada pada partograf telah dilewati.
c. Rujuk dengan tepat untuk kala II persalinan yang memanjang:
 2 jam meneran untuk primipara.
 1 jam meneran untuk multipara.
9. Apabila ada tanda dan gejala persalinan macet, gawat janin, atau tanda bahaya pada ibu,
maka dibaringkan miring ke sisi kiri dan diberikan cairan IV (Ringer laktat). Rujuk segera ke
rumah sakit. Dampingi ibu untuk menjaga agar keadaan ibu tetap baik. Jelaskan kepada ibu,
suami/ eluarganya apa yang terjadi dan mengapa ibu perlu dibawa ke rumah sakit.
10. Apabila dicurigai adanya ruptura uteri (his tiba-tiba berhenti atau syok berat), maka rujuk
segera. Berikan antibiotika dan caira IV (Ringer Laktat), biasanya diberikan ampisilin 1 gr IM,
diikuti pemberian 500 mg setiap 6 jam secara IM, lalu 500 mg per oral setiap 6 jam setelah
bayi lahir.
11. Jika kondisi ibu/bayi buruk dan pembukaan serviks sudah lengkap, maka bantu kelahiran bayi
dengan ekstraksi vakum (lihat standar 19).
12. Bila keterlambatan terjadi sesudah kepala akhir (distosia bahu):
a. Lakukan episiotomi
b. Dengan ibu dalam posisi berbaring terlentang, minta ibu melipat kedua paha,
danmenekuk lutut ke arah dada sedekat mungkin. (Minta dua orang untuk membantu)
untuk menekan lutut ibu dengan menatap ke arah dada. (Manuver Mc.Robert).
c. Gunakan sarung tangan DTT/steril.
d. Lalukan teriakan kepala curam ke bwah untuk melahirkan bahu depan. Hindarkan tarikan
berlebihan pada kepala karena mungkin akan melukai bayi.
e. Pada saat melakukan terikan pada kepala, minta seseorang untuk melakukan tekanan
suprapubis ke bawah untuk mebantu kelahiran bahu. Jangan perbah melakukan
dorongan pada fundus! Pemberian dorongan pada fundus nantinya akan bisa
mempengaruhi bahu lebih jau dan mengakibatkan ruptura uteri.
 Jika bahu tetap tidak lahir:
 Dengan menggunakan sarung tangan DTT/steril, masukan satu tangan ke
dalam vagina.
 Berikan tekanan pada tahu anterior ke arah sternum bayi untuk mengurangi

254
diameter bahu.
 Kemudian jika bahu masih tetap tidak lahir.
 Masukkan satu tangan ke dalam vagina.
 Pegang tulang lengan atas yang berbeda pada posisi posterior, lengan fleksi di
bagian siku, tempatkan lengan melintang di dada. Cara ini akan memberikan
ruang untuk bahu anterior bergerak di bawah simfisis pubis.
 Mematahkan devicula bayi hanya dilakukan jika semuanpilihan lain telah gagal.
13. Isi Partograf, kartu Ibu dan catatan kemajuan persalinan dengan lengkap dan menyeluruh.
Apabila ibu dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas kirimkan satu copy partograf ibu dan
dokumentasi lain bersama ibu.

Gejala dan tanda persalinan macet.


1. Ibu tampak kelelahan dan lemah.
2. Kontraksi tidak teratur tetapi kuat.
3. Dilatasi serviks lambat atau tidak terjadi.
4. Tidak terjadi penurunan bagian terbawah janin, walaupun kontraksi adekuat.
5. Molding-sutura tumpang tindih dan tidak bisa diperbaiki (Partograf ++).
6. Lingkaran retraksi patologis (lingkaran Bandl) timbul, nyeri di bawah lingkaran Bandl
merupakan tanda akan terjadi ruptura uteri.

Tidak adanya his dan syok yang tiba-tiba merupakan tanda rupture uteri.
Tanda-tanda gawat ibu:
 Meningkatnya denyut nadi, denyut melemah.
 Menurunnya tekanan darah.
 Nafas cepat dan dangkal atau pernafasan melambat.
 Dehidrasi
 Gelisah.
 Kontrasi uterus yang terlalu kuat dan sering.
Tanda-tanda gawat janin:
 DJJ di bawah 100 kalo/menit atau di atas 180 kali/menit atau DJJ tidak segera kembali normal
setelah his (late decelaration).

255
INGAT!
1. Mnggunakan partograf untuk setiap ibu yang mau bersalin adalah penting untuk mendeteksi
komplikasi secara dini seperti partus lama atau macet.
2. Segera merujuk ibu juka dalam proses persalinan garis waspada dilewati atau jika ada tanda-
tanda gawat ibu/janin.

Prinsip penatalaksanaan partus lama/macet:


1. Memberikan rehidrasi pada ibu
2. Berikan antibiotika.
3. Rujukan segera.
4. Bayi harus dilahirkan.
5. Selalu bertindak aseptik.
6. Perhatikan perawatan kandung kencing.
7. Perawatan nifas yang bermutu.

STANDAR 19 : PERSALINAN DENGAN PENGGUNAAN VAKUM EKSTRAKTOR.


Tujuan:
Untuk mempercepat persalinan pada keadaan tertentu dengan menggunakan vakum ekstraktor.

Pernyataan Standar Hasil:


Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi  Penurunan kesakitan/kematian ibu/ bayi
vakum, melakukannya secra benar dalam akibat persalinan lama. Ibu mendapatkan
memberikan pertolongan persalinan dengan penanganan darurat. Obstetrik yang
memastikan keamnannya bagi ibu dan cepat dan tepat.
janin/bayinya.  Ekstraksi vakum dapat dilakukan dengan
aman.

Prasyarat:
1. Kebijakan yang ditentukan untuk indikasi penggunaan vakum ekstraktor oleh bidan.
2. Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mulas/ketuban pecah.
3. Bidan terlatih dan terampil dalam pertolongan persalinan dengan menggunakan ekstraksi

256
vakum.
4. Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan DTT termasuk beberapa sarung tangan
DTT/steril.
5. Tersedianya alat/perlengkapan yang diperlukan, seperti sabun, air bersih, handuk bersih.
6. Vakum ekstraktor dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik, makuk dan tabung yang
akan masuk ke dalam vagina harus steril/DTT.
7. Peralatan resusitasi bayi baru lahir harus tersedia dan dalam keadaan baik (lihat standar 24).
8. Adanya sarana pencatatan, yaitu partograf dan catatan persalinan/ Kartu Ibu.
9. Ibu, suami dan keluarga diberi tahu partograf dan catatan persalinan/Kartu Ibu, consent atau
persetujuan tindakan medik).

Proses:
Semua pelaksanaan pelayanan terampil dalam melakukan prosedur ini.
Bidan Harus:
1. Pastikan bahwa ekstraksi vakum memang perlu dilakukan sesuai dengan protokol yang
ditentukan. (Perlu ada indokasi yang jelas untuk pemakaian vakum ekstraktor. Penelitian
menunjukkan bahwa risiko ekstraksi vakum lebih kecil daripada penggunaan forsep bila tepat
penggunaanya. Lihat kotak di bawah ini).
Indikasi Penggunaaan Vakum Estraksi:
 Jika ada gejala atau tanda gawat janin dan pembentukan serviks lengkap, kepala sudah
di dasar panggul.
 Jika tidak mungkin merujuk dan adanya gejala atau tanda persalinan lama, sementara
kepala bayi sudah 2/5 di dalam panggul.
 Jika ada gawat ibu (misalnya: preeklamsi berat, persalinan kala 2 memanjang),
terpenuhinya persyaratan penggunaan vakum ekstraktor, dan tidak jungkin dirujuk.
 Jika ada kala 2 lama dan janin baru meninggal (tidak mungkin dilakukan bila janin sudah
mengalami maserasi).

Operator haruslah terapi, kompeten dan terlatih dalam prosedur ini.


1. Siapkan semua peralatan dan hubungkan satu dengan yang lain. Pastikan tabung vakum
terhubung dengan baik dan katup pengaman berfungsi dengan baik. (Sebaiknya mangkok

257
penyefot diletakkan di tangan operator dan mulai menghisap.
2. Cuci tangan dengan sabun, air bersih dan keringkan dengan handuk bersih, gunakan sarung
tangan steril/DTT.
3. Mintalah ibu untuk b.a.k jika kandung kemih penuh. Jika tidak bisa, lakukan katerisasi denga
teknik aseptik. (Harus sangat hati-hati memasang kateter karena uretra biasanya mudah
terluka pada partus lama/macet. Gunakan kateter karet).
4. Baringkan ibu pada posisi litotomi. (Jika di rumah, baringkan ibu terlentang dengan posisi
melintang di tempat tidur, bokong ibu pada tepi tempat tidur dan kaki diletakkan di atas dua
bangku penyangga. Tungkai dan lutut dalam posisi fleksi penuh). Bersihkan daerah genital
dengan air matang.
5. Dengan tekni aseptik, lakukan periksa dalam dengan hati-hati untuk mengukur pembukaan
serviks dan menilai apakah ketuban sudah pecah. Ketuban harus dipecahkan jika belum
pecah, sebelum mangkok penghisap dipasang. Pastikan bahwa serviks susdah membuka
penuh dan bahwa bayi tidak lebih dari 2/5 di atas simfisis pubis.
6. Pilih mangkok penyedot paling besar yang sesuai dengan ukuran.tempatkan mangkok
dengan hati-hati di atas kepala janin.pastikan bahwa mangkok tidak di atas sutura atau fontanel.
7. Periksa pemasangan mangkok penyedot untuk memastikan bahwa tidak ada bagian serviks
atau dinding vagina yang trejadi di antara mangkok dan kepala bayi.
8. Mulailah menghisap, sesuai dengan petunjuk penggunaan alat. Caranya bisa berbeda-beda
tergantung jenis vakum ekstraktor (penghisap tangan/listrik, mangkuk logam/plastik). Naikkan
tekanan dengan berlahan, lalu pastikan mangkok sudah mantap di kepala bayi sebelum mulai
menarik. (hal ini dilakukan dengan menaikkan tekanan sekitar 200mmHg dan kemudian
dilakukan sedikit teriakan untuk memastikan bahwa keadaan hampa tercipta).
9. Periksa kembali apakah dinding vagina dan serviks bebas dari mangkok penghisap.
10. Pada his berikut, naikkan hisapan lebih lanjut (sesuai dengan instruksi pabrik pembuat alat).
Jangan pernah melebihi tekanan maksimum 600 mmHg.
11. Lakukan terikan pelan tapi mantap. Jaga tarikan pada sudut 90° dari mangkon penghisap.
(jika tarikan bukan pada arah yang benar, maka mangkok bisa bergeser dan mengakibatkan
hilangnya kehampaan).
12. Bila pada dua kali tarikan mangkok lepas atau bayi belum lahir setelah 30 menit atau 3 kali
teriakan tidak terjadi penurunan kepala, segera diruju.

258
13. Mintalah ibu meneran lebih jika ada his, seperti pada persalinan normal. (Jaga pegangan
tangkai penarik tetap lurus, pertahankan tarikan).
14. Periksa dekat jantung janin di antara kontraksi.
15. Jika his berhenti, bidan harus menghentikan teriakan (beberapa pabrik pembuatannya
menganjurkan supaya menurunkan tekanan pelan-pelan sampai 200 mmHg di antara dua his,
ikuti petunjuk tersebut). Tunggu sampai ada his lagi dan lakukan lagi penarikan dengan cara
seperti di atas.
16. Jelaskan dengan hati-hati dan ramah kepada ibu apa yang dilakukan; usahakan agar ia
tenang dan bernafas dengan normal. Ia membantu dengan meneran bila ada his.
17. Jika kepala sudah turun di perineum (kepala menonjol di vulva), lakukan tarikan ke arah
horizontal lalu ke atas. (jaga teriakan pada sudut 90° dari mangkok penghisap).
18. Lakukan episiotomi jika dasar panggul sudah sangat teregang. Apabila perlu, episiotomi
hanya dilakukan jika kepala sudah mengerakan perineum.
19. Bida kepala sudah lahir, pelan-pelan turunkan tekanan vakum ektraktor, lalu lanjutkan dengan
pertolongan persalinan seperti biasa.
20. Segera setelah bayi lahir, lakukan perawatan segera pada bayi baru lahir, mulai resusitasi
bayi apabila diperlukan (standar 13 dan 24.
21. Setelah bayi lahir dan plasenta dilahirkan dengan penatalaksanaan aktif kala tiga (standar 11)
periksa dengan teliti dinding vagina terhadap robekan / perlukaan. Gunakan cahaya lampu
yang terang.
22. Jika perlu, jahit robekan dengan menggunakan peralatan dan sarung tangan steril DTT.
(robekan kecil/laserasi tak perlu dijahit kecuali apabila mengakibatkan perdarahan).
23. Periksa bayi dengan teliti terhadap lika/trauma akubat mangkuk penghisap.
24. Jelaskan kepada ibu dan suami/keluarganya bahwa pembengkakan pada kepala bayi
disebabkan oleh mangkok adalah normal dan akan menghilang dalam 12-24 jam. Perhatikan
apakah ibu bisa b.a.k dengan normal sesudah melahirkan dan apakah tidak ada kerusakan
pada uretra/leher kandung kemih.
25. Jika terjadi retensi urune atau ada tanda dan gejala terjadinya fistula, maka pasang kateter
dan segera rujuk ibu ke rumah sakit.
26. Amati kemungkinan terjadinya hematoma sesudah persalinan.
27. Buat catatan yang seksama dan lengkap pada partograf.

259
INGAT!
 Jangan menggunakan vakum ekstraktor untuk memutar posisi bayi.
 Tarikan pertama membatu untuk menemukan arah teriakan yang tepat.
 Jangan teruskan menarik diantara kontraksi dan meneran.
 Jangan teruskan jika tidak ada penurunan bayi pada setiap tarikan. Segera rujuk ibu.
 Jangan teruskan bila terjadi gawat janin. Hentikan dan rujuk ibu.

STANDAR 20 : PENANGANAN KEGWATDARURATAN RETENSIO PLASENTA.


Tujuan:
Mengenali dan melakukantindakan yang tepat ketika terjadi retensio plasenta total/parsial.
Pernyataan Standar Hasil
Bidan mampu menganali retensio  Penurunan kejadian perdarahan hebat akibat
plasenta, dan memberikan pertolongan retensio plasenta.
pertama, termasuk plasenta manual dan  Ibu dengan retensio plasenta mendapatkan
penanganan perdarahan, sesuai dengan penanganan yang cepat dan tepat.
kebutuhan.  Penyelamatan ibu dengan retensio plasenta
meningkat.

Prasyarat:
1. Bidan telah terlatih dan terampil dalam:
a. Fisiologi dan menejemen aktif kala tiga.
b. Pengendalian dan penanganan perdarahan, termasuk pemberian oksitosika.
2. Tersedianya peralatan dan perlengkapan penting: sabun, air bersih yang mengalir, handuk
bersih untuk mengeringkan tangan, alat suntuk steril sekali pakai, set infus dengan jarum
berukuran 16 dan 18G, sarung panjang DTT/Steril.
3. Tersedianya obat-obatan antibiotik dan oksitosika (oksitosin dan metergin) dan tempat
penyimpanannya yang memadai.
4. Adanya Partograf dan catatan persalinan/Kartu Ibu.
5. Ibu, suami dan keluarga diberi tahu tindakan yang akan dilakukan (informed consent dan
persetujuan tindakan medik).
6. Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah berjalan dengan baik untuk ibu yang

260
mengalami perdarahan pasca persalinan sekunder.

Proses:
1. Melaksanakan penatalaksanaan aktif persalinan kala III pada semua ibu, yang melahirkan
melalui vagina, (standar 11).
2. Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta. (perdarahan yang terjadi sebelum plasenta
lahir lengkap,sedangkan uterus tidak berkontraksi, biasanya disebabkan retensio plasenta.
Perdarahan sesudah plasenta lahir, sedangkan uterus teraba lembek, juga mungkin
disebabkan oleh adanya bagian plasenta/selaput ketuban yang tertinggal di dalam uterus.
Jadi plasenta dan selaput ketuban harus diperiksa kembali kelengkapannya).
3. Bila palestina tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi penatalaksanaan aktif
persalina kala III dengan memberikan oksitosi 10 IU IM dan teruskan penegangan tali pusat
terkendali dengan hati-hati. Teruskan melakukan penatalaksanaan aktif persalinan kala III 15
menit atau lebih, dan jika plasenta masih belum lahir, lakukan penegangan tali pusat
terkendali untuk terakhir kalinya. Apabila plasenta masihtetap belum lahir dan ibu tidak
mengalami perdarahan hebat, rujuk segera ke rumah sakit atau puskesmas terdekat.
4. Jika terjadi perdarahan, maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual. Jika tidak
berhasil lakukan rujukan segera.
5. Berikan cairan IV:NaCl 0,9% atau RL dengan tetesan cepat jarum berlubang besar (16 atau
18 G) untuk mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan tekanan darah membaik atau
kembali normal.
6. Siapkan peralatan untuk melakukan teknik manual, yang HARUS dilakukan secara aseptik.
7. Baringkan ibu terlentang dengan lutut diketuk dan kedua kaki di tempat tidur.
8. Jelaskan kepada ibu apa yang akan dilakukan dan bila ada berikan Diazepan 10mg IM,
9. Cuci tangan sampai kebagian siku dengan sabun
10. Masukkan tangan kanan dengan hati-hati. Jaga supaya jari-jari tetap merapat dan
melengkung, mengikuti tali pusat sampai mencapai plasenta. (Pegang tali pusat dengan
tangan kiri untuk membantu).
11. Ketika tangan kanan sudah mencapai plasenta, letakkkan tangan kiri di atas fundus supaya
uterus tidak naik. Dengan tangan kanan yang berada di dalam uterus carilah tepi plasenta
terlepas, telapak tangan kanan menghadap ke atas lalu lakukan gerakan mengikis ke

261
samping untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus.
12. Jika plasenta sudah terlepas dan lengkap, keluarkan plasenta dengan hati-hati dan perlahan.
(jangan hanya memegang sebagian plasenta dan menariknya keluar).
13. Jika plasenta sudah lahir, segera lakukan masase uterus, bila tidak ada kontraksilihat standar
21.
14. Periksa plasenta dan selaputnya. Jika tak lengkap, periksa lagi vakum uteri dan keluarakan
potongan plasenta yang tertinggal, dengan cara seperti di atas.
15. Periksa robekan terhadap vagina. Jahit robekan, apabila perlu. (Penelitian menunjukkan
bahwa hanya robekan yang mengakibatkan perdarahan yang perlu dijahit).
16. Bersihkan ibu supaya merasa nyaman.
17. Apabila tidak yakin plasenta sudah keluar semua atau jika perdarahan tidak terkendali, maka
rujuk ibu ke rumah sakit dengan segera (lihatn standar 21)..
18. Buat pencatatan yang akurat.

Gambar: Placenta Manual


(Tangan luar menahan fundus uteri, sementara tangan yang di dalam uterus melepaskan placenta)

INGAT!
 Sesudah persalinan dengan tindakan placenta manual, ibu memerlukan antibiotika
berspektrum luas Amisilin 1 gr IV; kemudian diikuti 500 mg per oral setiap 6 jam dan
Metronidazol 500 mg per oral setiap 8 jam selama 5 hari
 Lakukan test sensitivitas sebelum memberikan suntikan Ampisilin.

262
STANDAR 21 : PENANGANAN PERDARAHAN POSTPARTUM PRIMER.
Tujuan:
Mengenali dan mengambil tindakan pertolongan ke gawat daruratan yang teapat pada ibu yang
mengalami perdarahan postpartum primer/atonia uteri.

Pernyataan standar: Hasil


Bidan mampu mngenali perdarahan yang  Penurunan kematian dan kesakitan ibu akibat

berlebihan dalam 24 jam pertama setelah perdarahan postpartum primer.

persalinan (perdarahan postpartum primer) dan  Meningkatkan pemanfaatan pelayanan

segera melakukan pertolongan pertama kebidanan

kegawatdaruratan untuk mengendalikan  Rujukan secara dini untuk ibu yang

perdarahan. mengalami perdarahan post partum primer ke


tempat rujukan yang memadai (rumah sakit
atau puskesmas).

Prasyarat:
1. Bidan terlatih dan terampil dalam menangani perdarahan postpartum, termasuk pemberian
obat oksitosin dan cairan IV, komparasi uterus bimanual dan kompresi aorta.
2. Tersedianya peralatan/perlengkapan penting yang diperlukan dalam kondisi DTT/ steril),
misalnya klem arteri, alat untuk penjahitan, benang jahit, set infus dengan jarum berukuran 16
dan 18 G, alat suntuk sekali pakai, cairan IV, sarung tangan, kateter urine dan karet, dalam
keadaan siap pakai.
3. Tersedianya obat antibiotika dan (oksitosin dan metergin) serta tempat penyimpanan yang
memadai.
4. Tersedianya sarana pencatatan : kartu Ibu, Partograf.
5. Tersedianya transportasi untuk merujuk ibu direncanakan.
6. Sistem rujukan yang efektif untuk [erawatan kawat daruratan obstetri dan fasilitas bank darah
berfungsi dengan baik untuk meraeat ibu yang mengalami perdarahan postpartum.

PROSES:
Bidan harus:
1. Periksa gejala dan tanda perdarahan postpartum primer. Perdarahan dari vagina sesudah
bayi lahir yang lebih dari 500 cc, atau perdarahan seberapapun dengan gejala dan tanda-

263
tanda syok, dianggap sebagai perdarahan postpartum. Kedaan ini, perlu segera dirujuk ke
rumah sakit.
2. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban dilahirkan, lakukan masase uterus supaya
berkontraksi (selama maksimal 15 detik) untuk mengeluarkan gumpalan darah. Sembari
melakukan massase fundus uteri, periksa plasenta dan selaput ketuban, untuk memastikan
plasenta utuh dan lengkap.
3. Selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir sebelum memberikan
perawatan. Gunakan sarung tangan DTT/steril untuk semua periksa dalam, dan gunakan
sarung tangan bersih kapanpun mengenai benda yang terkontaminasi oleh darah dan cairan
tubuh.
4. Jika perdarahan terus terjadi dan uterus teraba kontraksi baik:
a. Berikan 10 unit Oksitosin IM.
b. Apabila kandung kemih ibu bisa di palpasi, dengan menggunakan teknik aseptik, pasang
kateter ke dalam kandung kemih (menggunakan kateter karet DTT/ steril).
c. Periksa laserasi pada perineum, vagina dan serviks dengan seksama menggunakan
lampu yang terang. Jika sumber perdarahan sudah diidentifikasi, klem dengan forsep
arteri dan jahit laserasi dengan menggunakan anestesi lokal (lidokain 1%) menggunakan
tehnik aseptik. Lihat standar 12. (laserasi adalah penyebab perdarahan postpartum
paling umum nomor 2).
5. Jika uterus mengalami atoni, atau perdarahan terus terjadi:
a. Berikan 10 unit oksitosin IM,
b. Lakukan massase uterus untuk mengeluarkan gumpalan darah. Periksa lagi apakah
plasenta utuh dengan tehnik aseptik, menggunakan sarung tangan DTT/Steril, usap
vagina dan ostium serviks untuk menghilangkan jaringan plasenta atau selaput ketuban
yang tertinggal.
c. Apabila kandung kemih ibu bisa dipalpasi, guanakan tehnik aseptik untuk memasang
kateter ke dalam kandung kemih. (menggunakan kateter karet steril/DTT).
d. Gunakan sarung tanga DTT/steril, lakukan kompresi bimanual internal maksimal lima
menit atau hingga perdarahan bisa dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik
(mana yang terjadi labih dahulu). Lihat kontak di bawah ini untuk mengkaji tehnik yang
tepat.

264
e. Anjurkan keluarga untuk mulai mempersiapkan kemungkinan rujukan.
f. Apabila perdarahan bida dikendalikan dan uterus berkontraksi dengan baik.
 Teruskan kompresi bimanual selama 1-2 menit atau lebih.
 Keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati.
 Pantau kala empat persalinan dengan seksama, termasuk sering melakukan
masase uterus untuk memeriksa atonia, mengamati perdarahan dari vagina,
tekanan darah dan nadi.
g. Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu lima menit
setelah dimulainya kompresi bimanual pada uterus.
 Intruksikan salah satu anggota keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksternal.
 Keluarkan tangan dari vagina dengan hati-hati.
 Apabila tidak ada tanda hipertensi pada ibu, berikan metergin 0,2 mg IM.
 Mulai IV Ringer Laktat 500cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum berlubang
besar (16 atau 18 G) dengan tehnik aseptik. Berikan 500cc pertama secepat
mungkin, dan teruskan dengan IV Ringer Laktat +20 unit oksitosin yang kedua.
 Jika uterus tetap atini dan /atau perdarahan uterus berlangsung:
 Ulangi kompetensi bimanual internal.
 Apabila uterus berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan-lahan dan pantau kala
empat persalinan dengan cermat.
 Pabila uterus berkontraksi,rujuk segera ke tempat dimana operasi bisa dilakukan.
 Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan infus IV dengan kecepatan 500cc/jam
hingga ibu mendapatkan total 1,5 liter dan kemudian turunkan kecepatan hingga
125 cc/jam.
6. Jika ibu menunjukan tanda dan gejala syok (lihat kontak di bawah ini) rujuk segera dan
melakukan tindakan berikut ini:
a. Bila IV belum diberikan, mulai berikan dengan instruksi seperti tercantum di atas.
b. Pantau dengan cermat tanda-tanda vital ibu ( nadi, tekanan darah, pernafasan) setiap 15
menit pada saat perjalanan ke tempat rujukan.
c. Baringkan ibu dengan posisi miring supaya jalan pernafasan ibu tetap terbuka dan
meminimalkan risiko aspirasi jika ibu muntah.

265
d. Selimuti ibu, jaga ibu tetap hangat, tetapi jangan membuat ibu kepanasan.
e. Bila mungkin, naikkan kakinya untuk meningkatkan darah yang kembali ke jantung.
7. Jika perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak ada, maka kemungkinan
terjadi ruptura uteri. (Syok cepat terjadi tidak seimbang dengan darah yang nampak keluar.
Abdomen teraba keras, dan fundus mulai naik). Hal tersebut juga memerlukan rujukan segera
ke rumah sakit.
8. Jika kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil, cobalah kompresi aorta. Cara ini dilakukan
pada keadaan darurat, sementara penyebab perdarahan sedang dicari.
9. Perkiraan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur denyut nadi, pernafasan dan
tekanan darah.
10. Buat catatab yang seksama mengenai semuai penilaian, semua tindakan yang dilakukan, dan
semua pengobatan yang diberikan. Termasuk saat pencatatan.
11. Jika terjadi syok bida diperbaiki, maka segera rujuk. Keterlambatan akan berbahaya.
12. Apabila perdarahan berhasil dikendalikan, ibu harus diamati dengan ketat untuk gejala dan
tanda infeksi. Berkikan antibiotik jika terjadi tanda-tanda infeksi. (gunakan antibiotika
berspektrum luas, misalnya Ampisilin 1 gr IM, diikuti 500 mg per oral setiap 6 jam ditambah
Metronidazol 400-500 mg per oral setiap 8 jam selama 5 hari.

Geja dan tanda syok berat.


1. Nadi lemah dan cepat (110 kali/menit atau lebih).
2. Tekanan darah sangat rendah: tekanan sistolik <90 mmHg.
3. Nafas cepat ( Frekuensi pernafasan) 30 kali/menit atau lebih.
4. Urine kurang dari 30 cc/jam.
5. Bingung, gelisah atau pingsan.
6. Berkeringat atau kulit menjadi dingin dan basah.
7. Pucat.

Kompresi Bimanual Uterus (dari DAL):


1. Cuci tangan dengan sabin dan air bersih, lalukeringkan dengan handuk bersih. Gunakan
sarung tangan panjang yang steril/DTT.
2. Letakkan tangan kiri seperti di atas (menekan fundus uteri dan luar).

266
3. Masukkan tangan kanan dengan hati-hati ke dalam vagina dan buat kepalan tinju.
4. Kedua tangan didekatkan dan secara bersama-sama menekan uterus.
5. Lakukan tindakan ini sampai diperoleh pertolongan lebih lanjut, jika diperlukan.

Prinsipnya adalah menekan uterus dengan cara manual agar terjadi hemostasis

Tangan kiri ditempatkan diatas perut

Uterus ditekan di anatara dua


tangan

Kandung
kencing kosong

Tangan kanan
di dalam vagina

Gambar. Komprehensi Bimanual Internal


(Posisi tangan pada komposisi uterus dari dalam)

1. Letakkan tangan kiri di atas fundus dan tekan ke bawah sejauh mungkin di belakang uterus.
2. Tangan kanan ditekankan ke bawah di antara simfisis pubis dan pusat.
3. Lakukan cara diatas, kemudian tekan uterus dengan ke dua tangan secara bersama-sama.

Gambar. Kompresi Bimanual Exsternal


(Posisi tangan pada Kompresi Uterus dari Luar)

267
Kompresi Manual pada Aorta
Kompresi Manual pada aorta hanya dilakukan pada perdarahan hebat dan jika kompresi luar serta
dalam tidak efektif.
1. Kompresi manual pada aorta adalah alternative untuk kompresi bimanual.
2. Kompresi hanya dilakukan pada keadaan daraurat sementara penyebab perdarahan sedang
dicari.
3. Berikut ini adalah langkah-langkah kompresi manual pada aorta:
a. Lakukan tekanan ke arah bawah dengan kepalan tangn dengan langsung mulai dinding
perut ke atas aorta abdominal.
b. Titik kompresi adalah tepat di atas pusar dan sedikit ke arah kiri.
c. Pulsasi aorta bisa dirasakan dengan mudah melalui dinding abdominal anterior pada
periode postpartum segera.
4. Dengan tangan yang lain, palpasi pulsasi femoralis untuk memeriksa kekuatan kompresi.
a. Apabila pulsasi bisa diraba sekama kompresi, tekanan yang digunakan tidak cukup kuat.
b. Jika pulsasi femoralis tidak bisa dipalpasi, tekanan yang digunakan cukup.
c. Teruskan kompresi hingga perdarahan bisa dilakukan.
d. Apabila kompresi aorta tidak menghentikan perdarahan, bersiaplah untuk membawa ibu
ke tempat rujukan dengan segara.

Uterus

Aorta

Kolumna
Vertebralis

Gambar. Kompresi Manual pada Aorta

268
INGAT!
 Perdarahan sedikit mungkin menimbulkan syok pada ibu yang menderikata anemia berat ibu
dapat kehilangan darah 350-560 cc/ menit jika uterusnya tidak berkontraksi setelah kelahiran
plasenta.
 Ibu bisa meninggal dikarenakan perdarahan postpartum dalam waktu 1 jam ssetelah
melahirkan. Karena itu persalinan dan penatalaksanaan yang cermat selama persalinan kala
III dan IV sangat penting.
 Perdarahan sedikit demi sedikit dan terus menerus atau perdarahan tiba-tiba adlah keadaan
darurat, lakukan tindakan secara dini dan proaktif.
 Perdarahan postpartum dari episotomi atau laserasi mungkin terjadi bersmaan dengan atonia
uteru-selalu nilai keduanya jika terjadi perdarahan postpartum.
 Syok harus segera diatasi dan cairan yang hilang harus diganti.
 Sedapat mungkin ibu dirujuk dengan nggota keluarganya yang akan menjadi donor darah.
 Berikan suplementasi zat besi setelah perdarahan.
 Perdarahan bisa terjadi kapan saja sesudah bayi lahir.
 Ruptur uteri bisa terjadi dalam persalinan tanpa tampak adanya perdarahan ke luar.
 Jangan panik dalam menghadapi perdarahan postpartum.

STANDAR 22 : PENANGANAN PERDARAHAN POSTPARTUM SEKUNDER


Tujuan:
Mengenali gejala dan tanda-tanda perdarahan postpartum sekunder serta melakukan penanganan
yang tepat untuk menyelamatkan jiwa ibu

Pernyataan Standar: Hasil:


Bidan mampu mengenali seacara tepat dan  Kematian dan kesakitan ibu akibat
dini tanda serta gejala perdarahan postpartum perdarahan postpartum sekunder
sekunder, dan melakukan pertolongan menurun.
pertama untuk menyelamatkan jiwa ibu dan  Ibu yang memiliki risiko mengalami
atau merujuknya. perdarahan postpartum sekunder
ditemukan dini dan segera ditangani
secara memadai.

269
Prasayarat:
1. Sistem yang berjalan dengan baik supaya ibu dan bayi mendapatkan pelayanan pasca
persalinan dari bidan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah persalinan baik di rumah, di
puskesmas ataupun di rumah sakit.
2. Bidan terlatih dan terampil dalam memberikan perawatan nifas,termasuk pengenalan dan
penanganan jika terjadi perdarahan postpartum sekunder.
3. Tersedia alat atau perlengkapan peting yang diperlukan seperti sabun bersih, air bersih yang
mengalir, handuk bersih untuk mengeringkan tangan, alat suntik steril sekali pakai, set infus
steril dengan jarum berkurun 16 dan 18G, beberapa pasang sarung tangan DTT/steril.
4. Obat-obatan penting tersedia seperti oksitosika (oksitosin dan metergin), cairan intravena
(ringer laktat) antibiotika. Tempat penyimpanan yang memadai untuk obat-obatan tersedia.
5. Adanya pencatatan pelayanan nifas atau kartu ibu.
6. Sistem rujukan efektif termasuk bank darah yang berfungsi dengan baik untuk ibu dengan
perdarahan postpartum sekunder.

Proses:
Bidan Hraus:
1. Periksa gejala dan tanda perdarahan postpartum sekunder perdarahan vagina atau lokhea
berlabihan pada 24 jam sampai 42 hari sesudah persalinan dinggap sebagai perdarahan
postpartum sekunder dan memerlukan pemeriksaan dan pengobatan segera.
2. Pantau dengan hati-hati ibu yang berisiki ibu yang mengalami perdarahan postpartum
sekunder paling sedikit selama 10 hari pertama terhadap tanda-tanda awalnya. Ibu yang
berisiko adalah ibu yang mengalami:
a. Kelahiran plasenta dan selaput ketuban tidak lengkap.
b. Persalinan lama.
c. Infeksi uterus.
d. Persalinan dengan komplikasi atau dengan menggunakan alat.
e. Terbentuknya luka bedah sesar.
f. Terbentuknya luka setelah episiotomi.
3. Apabila mungkin mulai berikan Ringer laktat IV menggunakan jarum berlubang besar (16 atau
18G).

270
4. Berikan obat-obatan oksitosika : Oksitosin 10 IU dalam 500cc Ringer Laktat, oksitosin 10 UI
IM atau metergin 0,2 mg IM (jangan berikan Metergin jika ibu memiliki tekanan darah yang
tinggi).
5. Berikan antibiotika Ampisilin 1 gr IV, rujuk segera ke rumah sakit atau puskesmas yang
memadai.
6. Jika kondisi ibu memburuk, atau ibu mengalami tanda atau gejala syok, pasang IV untuk
menggantikan cairan yang hilang dan segera rujuk. ( cairan IV dengan tetesan cepat supaya
nadi bertambah kuat, lalu tetesan dipelankan dan dipertahankan terus sampai ibu tiba
dirumah sakit).
Gejala Dan Tanda Syok:
 Nadi lemah dan cepat (110/menit atau lebih).
 Tekanan darah sangat rendah; tekanan sistolik< 90 mmHg.
 Nafas cepat (frekuensi pernafasan 30 kali/menit atau lebih).
 Air seni kurang dari 30 cc/jam
 Bingung, gelisah atau pingsan.
 Berkeringat atau kulit menjadi dingin dan basah.
 Pucat.
7. Jelaskan dengan hati-hati kepada ibu, suami dan keluarganya tentang apa yang terjadi.
8. Rujuk ibu bersama bayinya (jika mungkin) dan anggota keluarganya yang bisa menjadi donor
darah, jika diperlukan, kerumah sakit.
9. Observasi tanda-tanda vital secara teratur, catat dengan teliti riwayat perdarahan: kapan
mulainya dan beberapa banyak darah yang sudah keluar. (hal ini akan menolong dalam
mendiagnosis secara cepat dan memutuskan tindakan yang tepat).
10. Berikan suplemen zat besi dan asam folat selama 90 hari kepada ibu yang mengalami
perdarahan postpartum sekunder ini.
11. Buat catatan yang akurat.

INGAT!
 Lakukan tes sensifitas sebelum memeberikan suntikan antibiotika.
 Jika terjadi syok, gantikan semua cairan yang hilang.
 Pertolongan persalinan yang erkualitas yang mencegah terjadinya perdarahan postpartum

271
sekunder.
 Kelahiran plasenta dan selaputnya yang tidak lengkap merupakan penyebab utama
perdarahan postpartum sekunder.
 Ibu mengalami perdarahan postpartum sekunder memerlukan bantuan untuk bisa
melanjutkan pemberian ASI, ibu harus sering menyusui bayinya dan untuk periode yang
cukup lama untuk menjaga persediaan ASI yang cukup.
 Ibu dengan perdarahan postpartum sekunder perlu tambahan zat besi.

STANDAR 23 : PENANGANAN SEPSIS PUERPERALIS


Tujuan:
Mengenali tanda-tanda sepsis puerpuralis dan mengambil tindakan yang tepat

Pernyataan Standar: Hasil


Bidan mampu mengenalisecala  Ibu dengan sepsis puerpuralis mendapat penanganan
tepat tanda dan gejala sepsis yang memadai dan tepat waktu. Penurunan kematian
puerpuralis, melakukan dan kesakitan akibat sepsis puerperalis.
perawatan dengan segera dan
 Meningkatkan pemanfaatan bidan dalam pelayanan
merujuknya.
nifas.

Prasayarat:
1. Sistem yang berjalan dengan baik supaya ibu mendapatkan pelaanan pasca persalinan dari
bahan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah persalinan, baik di rumah, dipuskesmas
ataupun.
2. Bidan terlatih dan terampil dalam memberikan pelayanan nifas, termasuk penyebab,
pencegahan, pengenalan dan penanganan dengan tepat sepsis puerperalis.
3. Tersedia peralatan/ perlengkapan penting: sabun, air bersih yang mengalir, handuk bersih
untuk mengeringkan tangan, alat suntik sekali apakai, set infus seteril dengan jarum
berukuran 16 dan 18 G, sarung tangan bersih DTT/Steril.
4. Tersedianya obat-obatan penting.
5. Adanya sarana pencatatan pelayanan nifas/kartu ibu.
6. Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah, berjalan dengan baik untuk ibu dengan

272
komplikasi pasca persalinan.

Proses:
bIdan Harus
1. Amati tanda dan gejala infeksi puerperal yang didiagnosa jika 2 atau lebih gejala bahwa ini
terjadi sejak pecahnya selaput ketuban mulai hari ke2 (2 kali 24 jam hingga 42 hari pasca
persalinan:.
 Suhu tubuh >38°C.
 Nyeri perut atau pelvis.
 Pengeluaran cairan vagina yang abnormal.
 Cairan vagina yang berbau busuk.
 Terhambatnya pengecilan ukuran uterus.
2. Saat memberikan pelayanan nifas periksa tanda awal/gejala infeksi.
3. Beri penyuluhan kepada ibu, suami/keluarganya supaya waspada terhadap tanda/ gejala
infeksi, dan agar segera mencari pertolongan jika menemukannya.
4. Jika diduga sepsis, periksa ibu dari kepala sampai kaki untuk mencari sumber infeksi.
(Mungkin lebih dari satu sumber infeksi termasuk infeksi khronis).
5. Apabila uterus nyeri, pengecilan uterus lambat, atau terdapat perdarahan per vaginam, mulai
berikan infus Ringer Laktat dengan jarum berlubang besar (16 dan 18 G). Rujuklah ibu segera
ke RS. (ibu perlu diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya sisa hjaringan plasenta).
6. Apabila kondisinya gawat dan terdapat tanda/gejala septik syok (suhu 38°C atau lebih, bau
busuk dan nyeri perut). Dan terjadi dehidrasi, beri cairan IV dan antibiotika sesuai dengan
ketentuan.Rujuk ibu ke RS.
 Ampisilin 2gr IV setiap 6 jam
 Gentamisin 5mg/kg berat badan IV setiap 24 jam
 Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
7. Jika hanya sepsis ringan, ibu tidak terlalu lemah dan sulit merujuk, berikan antibiotika
(misalnya Ampisilin 1gr PE, diikuti 500mg per oral setiap 6 jam, ditambah metronidazol
500 mg setiap 8 jam selama 5 hari).
8. Pastika bahwa ibu/bayi dirawat terpisah/jauh dari anggota keluarganya lainnya, sampai infeksi
teratasi.

273
9. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan sesuadah memeriksa ibu/bayi.
10. Alat-alat yang dipakai ibu jangan dipakai untuk keperluan lain, terutama untuk ibu/bayi lain.
11. Beri nasehat kepada ibu mengenai pentingnya kebersihan diri, penggunaan pembalut steril
dan membuangnya dengan hati-hati (sebaiknya dibakar). Jika tidak ada pembalut steril, maka
dapat digunakan kain yang telah dijemur sampai kering.
12. Tekanan pada nggota keluarga mengenai pentingnya istirahat, gizi baik dan banyak minum
bagi ibu.
13. Memotivasi ibu untuk tetap memberikan ASI. (namun demikian, bayi memerlukan pemberian
ASI lebih sering supaya kebutuhan gizinya terpenuhi).
14. Lakukan semua pencatatan dengan seksama.
15. Amati ibu dengan seksama dan jika kondisinya tidak memiliki dalam 24 jam, segera rujuk ke
RS.
16. Apabila syok terjadi, ikuti langkah-langkah penatalaksanaan syok yang didiskusikan di standar
21.

INGAT!
 Lakukan test sensitivitas sebelum memberikan suntikan antibiotika.
 Semua ibu nifas berisiko terkena infeksi, dan ibu yang telah melahirkan bayi dalam keadaan
mati, persalinan yang memanjang, pecahnya selaput ketuban yang lama mati, persalinan
yang memanjang, pecahnya selaput ketuban yang lama memiliki risiko yang lebih tinggi.
 Kebersihan dan cuci tangan sangatlah penting, baik untuk pencegahan maupun penanganan
sepsis.
 Infeksi bisa mengakibatkan perdarahan postpartum sekunder.
 Keadaan ibu akan memburuk jika antibiotika tidak diberikan secara dini dan memadai.
 Ibu dengan spesis puerpuralis perlu dukungan moril, karena keadaan umumnya bisa
mengakibatkan menjadi sangat letih dan depresi.

STANDAR 24 : PENANGANAN ASFIKSIA NEONATORUM.


Tujuan:
Mengenal dengan tepat bayi baru kahir dengan asfiksia neonatorum, mengambil tindakan yang
tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia

274
neonatorum.

Pernyataan Standar Hasil


Bidan mengenali dengan tepat bayi baru lahir  Penurunan kematian bayi akibat asfiksia
dengan asfiksia, serta melakukan tindakan neonatorum. Penurunan kesakitan akibat
secepatnya, memulai resusitasi bayi baru asfiksia neonatorum.
lahir, menggunakan bantuan medis yang  Meningkatnya pemanfaatan bidan

diperlukan, merujuk bayi baru lahir dengan


tepat, dan memberikan perawatan lanjutan
yang tepat.

Prasyarat:
1. Bidan sudah dilatih dengan tepat untuk mendampingi persalinan dan memberikan perawatan
bayi baru lahir dengan segera.
2. Ibu, suami dan keluarganya mencari pelayanan kebidann untuk kelahiran bayi mereka.
3. Bidan terlatih dan terampil untuk:
a. Memulai pernafasan pada bayi baru lahir.
b. Menilai pernafasan yang cukup pada bayi baru lahir dan mengidentifikasi bayi baru lahir
yang memerlukan resusitasi.
c. Menggunakan Balad Score.
4. Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir.
5. Tersedia ruang hangat, bersih, dan bebas asap untuk persalinan.
6. Adanya perlengkapan dan peralatan untuk perawatan yang bersih dan aman bagi bayi baru
lahir, seperti air bersih, sabun dan handuk bersih, dua handuk/kain hangat yang bersih (satu
untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk menyelimuti bayi), sarung tangan bersih dan DTT, t
ermometer bersih/DTT, dan jam.
7. Tersedia alat resusitasi dalam keadaan baik termasuk ambu bag bersih dalam keadaan
berfungsi baik, masker DTT (ukuran 0 dan 1), bola karet penghisap atau penghisap
DeLee/DTT.
8. Sistem rujukan untuk perawtan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang efektif.

Riset membuktikan:
 Hipotermi bisa memperburuk asfiksia.

275
 Bayi jangan dijungkir, karena bisa mengakibatkan perdarahan otak hebat.
 Bayi tidak perlu diperlakukan secara kasar atau ditepuk telapak kakinya untuk merangsang
pernafasan.

Tindakan yang tidak dianjurakan dan akubat yang ditimbulkannya:


Tindakan Akibat
 Menepok bokong  Trauma dan melukai
 Menekan rongga dada  Fraktur, pneumotoraks, gawat nafas, kematian
 Menekan paha ke perut bayi  Rupture hati/limpa, perdarahan
 Mendilatasi sfingter ani  Robek atau luka pada sfingter
 Kompres dingin/panas  Hipotermi, luka bakar
 Meniupkan oksigen atau udara dingin ke muka  Hipotermi
atau tubuh bayi

Prinsip-prinsip resusitasi
1. Airway/saluran nafas : Bersihkan jalan nafas dahulu
2. Breath/ nafas : Lakukan bantuan pernafasan sederhana. Kebanyakan bayi
akan membaik hanya dengan ventilasi
3. Circulation/sirkulasi : Jika tidak ada nadi di bawah 60, lakukan pijatan jantung dua
tenaga kesehatan terampil diperlukan untuk melakukan
kompresi dada dan ventilasi

INGAT!
 Jangan lupakan keadaan ibu.
 Selalu siap untuk melakukan resusitasi, tidak mungkin meperkirakan kapan tindakan tersebut
diperlakukan.
 Nilai nafas setiap bayi baru lahir segela setelah pengeringan dan sebelum menit pertama nilai.
 Klem dan otong tali pusat dengan cepat.
 Jaga bayi tetap hangat selama dan sesudah resusitasi.
 Buka jalan nafas, betulkan letak kepala bayi dan lakukan penghisapan pada mulut, baru
kemudian hidung.
 Ventilasi dengan kantong yang bisa mengembang sendiri dan masker yang lembut atau

276
sungkup, gunakan ukuran masker yang sesuai.

277

Anda mungkin juga menyukai