Anda di halaman 1dari 12

UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH FILSAFAT ILMU

Nama : Supriyanto
Nim : 2113091

Soal :
1. Mengapa manusia harus berfilsafat
2. Buat secara kronologis dan substansial dari filsafat sebagai dasar keilmuan sampai ke
filsafat pendidikan teknologi dan filsafat pendidikan kejuruan.

Jawaban :

1. Menjawab pertanyaan diatas, mengapa manusia berfilsafat?


Jawabannya adalah tidak ada manusia yang tidak berfilsafat. Semua aspek yang
dilakukan manusia tidak bisa lepas dari aktivitas filsafat. Sesuai dengan makna kata
filsafat itu sendiri bahwa filsafat adalah cinta kebijaksanaan. artinya adalah bahwa
mencapai kebijaksanaan tersebut memiliki proses yang harus dipikirkan oleh manusia
untuk mencapainya. Agustinus dan Rene Descartes beranggapan bahwa menurut mereka,
berfilsafat itu sumber utama berfilsafat adalah dimulai dari keraguan atau kesangsian.
Ketika manusia heran. Akal sebagai alat primer dari diri manusia sekaligus pembeda dari
semua makhluk yang ada, selalu mengajak manusia untuk melakukan proses pencarian
jawaban terhadap apa yang dipertanyakannya. Maka dari itu, siapapun kita, pada
kenyataannya mengalami sebuah proses berfilsafat. Memang dalam ranah yang
signifikan jelas membedakan. Tapi bukan berarti seseorang menolak dirinya berfilsafat
atau bahkan membenci filsafat itu sendiri.
Rasa heran dan meragukan yang dapat mendorong manusia untuk berpikir lebih
mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang
hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh dan kritis seperti ini disebut dengan
berfilsafat. Bagi manusia, berfilsafat dapat juga bermula dari adanya suatu kesadaran
akan keterbatasan pada dirinya. Apabila seseorang merasa bahwa ia sangat terbatas dan
terikat terutama pada saat mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya
kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa di
luar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan
kemajuan untuk menemukan kebenaran yang hakiki.
a. Persoalan Filsafat
Enam tentang persoalan yang selalu menjadi bahan perhatian para filsuf dan
memerlukan jawaban secara radikal, dimana setiap melahirkan salah satu cabang dari
filsafat yaitu : ada, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan.
1. Tentang Ada
Persoalan tentang ada (being) menghasilkan cabang filsafat metafisika dimana
sebagai salah satu cabang filsafat metafisik yang mencakup persoalan ontologis
(hakikat hidup), kosmologi (perkembangan alam semesta) dan antropologis
(perkembangan sosial budaya manusia). Ketiga hal tersebut memiliki titik sentral
kajian tersendiri.
2. Tentang Pengetahuan ( knowledge )
Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge ) menghasilkan cabang filsafat
epistemologi ( filsafat pengetahuan ). Istilah epistemologi sendiri berasal dari kata
episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Jadi,
epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara
mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan
validitas pengetahuan.
3. Tentang Metode ( method )
Persoalan tentang metode ( method ) menghasilkan cabang filsafat metologi atau
kajian / telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan azas-
azas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan
kajian ilmiah; atau sebagai penyusun ilmu-ilmu.
4. Tentang Penyimpulan
Logika ( logis ) adalah ilmu pengetahuan dan kapabilitas untuk berpikir logis dan
benar. Dimana berpikir adalah kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Logika
ilmiah dan logika kodratiah ini bisa menjadi suatu usaha dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti : Adakah metode yang dapat digunakan untuk
meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat yang benar? Apa
yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang salah? Filsafat
logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang penyimpulan.
5. Tentang Moralitas (morality)
Moralitas merupakan hasil dari cabang filsafat etika ( ethics ). Etika sebagai salah
satu cabang filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal.
Keterikatan antara moralitas dan etika menghubungkan perbuatan/gerak fisik
manusia atas penilaian tindakan benar atau salah.
6. Tentang Keindahan
Estetika merupakan sebuah cabang filsafat yang lahir dari persoalan tentang
keindahan. Merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan
ketidakindahan terutama dalam masalah seni dan rasa serta norma-norma nilai
dalam seni.
b. Tanda dan Perdebatan Filsafat
Filsafat tidak menyangkut fakta. Pertanyaan filsafat bukan merupakan pertanyaan
tentang hal yang bersifat faktual. Filsafat juga menyangkut keputusan tentang nilai
yang berhubungan dengan keputusan tentang nilai-nilai. Pertanyaan filsafat bersifat
kritis. Salah satu tugas utama seorang filsuf adalah mengkaji dan menilai asumsi-
asumsi, mengungkapkan makna dan menentukan batas-batasn penerapannya.
Pertanyaan kefilsafatan bersifat spekulatif. Pertanyaan kefilsafatan bersifat sinoptik
atau holistik, dengan pertanyaan seperti ini berarti filsafat memandang suatu masalah
secara integral.
c. Karakteristik Berfikir Filsafat
Dalam pandangan. Kunto Wibisono (1997 ) menyatakank bahwa karakteristik
seseorang yang Berfikir Filsafat , yaitu :
1. Menyeluruh / Universal : Melihat konteks keilmuan tidak hanya dari sudut
pandang ilmu itu sendiri
2. Mendasar : Mencari kebenaran dari ilmu itu sendiri
3. Spekulatif : Didasarkan kepada sifat manusia yang tidak dapat menangguk
pengetahuan secara keseluruhan.
4. Radikal : berfikir sampai keakar-akarnya
5. Konseptual : memiliki kaidah-kaidah keilmuan yang jelas
6. Bebas : bebas dari nilai-nilai baik moral, etika, estetika.
7. Bertanggungjawab : hasil pengkaijian dapat dipertanggungjawabkan sebagai
satu bidang kajian ilmiah.
2. Menjawab soal nomor dua berikut ini penjelasannya :

Filsafat sebagai dasar keilmuan

Filsafat merupakan suatu ilmu yang telah melahirkan sebuah disiplin ilmu, kajian,
gagasan, serta aliran pemikiran sebagai ideologi. Pada awalnya ilmu pertama kali
muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari filsafat, sehingga
ada yang mengatakan filsafat sebagai dasar ilmu pengetahuan, karena objek material
filsafat sangat umum yaitu seluruh kenyataan. Padahal ilmu-ilmu membutuhkan objek
material yang khusus, hal ini berakibat berpisahnya ilmu dari filsafat. Meskipun dalam
perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini tidak berarti
hubungan filsafat dengan ilmuilmu khusus menjadi terputus. Disinilah filsafat
berusaha untuk menyatupadukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah
mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan atas
pengalaman kemanusiaan yang luas. Oleh karena itu filsafat merupakan salah satu
bagian dari proses pendidikan secara alami dari mahluk yang berfikir Ada hubungan
timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan
landasan pada pengetahuan ilmiah apabila pembahasannya tidak ingin dikatakan
dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah besar
bahan yang berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafat
yang tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah. Interaksi antara filsafat dan
ilmu-ilmu khusus juga menyangkut suatu tujuan yang lebih jauh dari filsafat. Ilmu
berasal dari keingintahunya manusia terhadapat sesuatu. Filsafat adalah salah satu
ilmu pengetahuan yang mengajarkan manusia tentang mencari kebenaran dalam
menjalani hidup, banyak hal yang dapat diketahui dengan mempelajari filsafat.
Ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan. Namun, tidak dapat dibalik
bahwa kumpulan pengetahuan itu adalah ilmu pengetahuan. Kumpulan pengetahuan
untuk dapat disebut ilmu pengetahuan haruslah memenuhi beberapa syarat, dua di
antaranya adalah objekmaterial (material object) dan objek formal (formal object).
Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran (gegenstand);
sesuatu yang diselidiki, dipelajari atau dikaji. Objek material mencakup apa pun baik
yang konkret (misalnya badan manusia, tumbuhan, batu, kayu atau tanah) maupun
yang abstrak (misalnya ide-ide, nilai-nilai). Objek formal adalah sudut pandangan,
cara meninjau yang dilakukan oleh seorang pemikir atau peneliti terhadap objek
material serta prinsip-prinsip yang digunakan. Objek formal suatu ilmu tidak hanya
memberi keutuhan suatu ilmu, akan tetapi pada saat yang sama membedakannya dari
bidang yang lain. Satu bidang objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda. Sebagai contoh misalnya objek
materialnya “manusia” dan manusia ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga
ada berbagai ilmu yang mempelajari manusia di antaranya fisiologi, anatomi,
psikologi, antropologi, sosiologi, dan pendidikan. Istilah objek material sering
dianggap sama dengan pokok persoalan (subject matter). Pokok persoalan dibedakan
dalam dua arti. Arti pertama, pokok persoalan dimaksudkan sebagai bidang khusus
dari penelitian faktual. Misalnya, penelitian atom termasuk dalam bidang fisika.
Penelitian tentang clorophyl termasuk penelitian bidang botani atau biokimia.
Penelitian tentang bawah sadar termasuk bidang psikologi. Arti kedua, pokok
persoalan dimaksudkan sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling
berhubungan. Anatomi dan fisiologi.

Filsafat Pendidikan Teknologi

a. Definisi Teknologi Pendidikan


Teknologi pendidikan adalah kajian dan praktik untuk membantu proses belajar dan
meningkatkan kinerja dengan membuat, menggunakan, dan mengelola proses dan
sumber teknologi yang memadai. (Richey, R.C. 2008 : 24). Teknologi pendidikan
adalah Cara yang sistematis dalam merancang, menerapkan, dan mengevaluasi
seluruh proses kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang spesifik,
berdasarkan penelitian terhadap pembelajaran dan komunikasi antar manusia, dan
mendayagunakan kombinasi sumber daya manusia dan non-manusia untuk lebih
mengefektifkannya. (Commission on Instructional Technology : 1970) Menurut
konsep ini tujuan utama teknologi pendidikan/ teknologi pembelajaran adalah
membuat agar suatu pembelajaran lebih efektif. Bagaimana hal itu dilakukan? Dengan
cara mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi secara sistematis berdasarkan teori
komunikasi dan belajar tentunya, serta memanfaatkan segala sumber baik yang
bersifat manusia maupun non-manusia. dengan demikian, sejak tahun 1970 – an,
sudah ada pandangan bahwa manusia (dalam hal ini guru) bukanlah satu-satunya
sumber belajar.
Teknologi pendidikan adalah bidang yang memfasilitasi kegiatan belajar manusia
melalui identifikasi, pengembangan, organisasi, dan pemanfaatan yang sistematik
terhadap cakupan sumber pembelajaran yang luas melalui manajemen proses-proses
tersebut. (Association for Educational Communication and Technology /AECT :
1972) Konsep tahun 1994, Teknologi Pendidikan adalah teori dan praktek dalam
mendesain, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola, dan menilai proses-proses
maupun sumber-sumber belajar (AECT :1994). Definisi ini lebih operasional dari
pada rumusan tahun-tahun sebelumnya. Definisi ini menegaskan adanya lima domain
(kawasan) teknologi pembelajaran, yaitu kawasan desain, kawasan pengembangan,
kawasan pemanfaatan, kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian baik untuk
proses maupun sumber belajar. Seorang teknolog pembelajaran bisa saja
memfokuskan bidang garapannya dalam salah satu kawasan tersebut.
Selain itu, Teknologi pendidikan ialah gabungan manusia, peralatan, teknik dan
peristiwa yang bertujuan untuk memberi kesan baik kepada pendidikan”(Crowell
Encyclopedia of education :1971)
Berdasarkan definisi – definisi di atas menurut Ir. Lilik Gani HA. dapat
disimpulkan bahwa:
1. Teknologi pendidikan/teknologi pembelajaran adalah suatu disiplin/bidang (field
of study)
2. Tujuan utama teknologi pembelajaran adalah (1) untuk memecahkan masalah
belajar atau memfasilitasi pembelajaran; dan (2) untuk meningkatkan kinerja
3. Teknologi pendidikan atau pembelajaran menggunakan pendekatan sistem
(pendekatan yang holistik atau komprehensif, bukan pendekatan yang bersifat
parsial).
4. Kawasan teknologi pendidikan dapat meliputi kegiatan analisis, desain,
pengembangan, pemanfaatan,pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik
proses-proses maupun sumber-sumber belajar.
5. Yang dimaksud dengan teknologi dalam teknologi pendidikan adalah teknologi
dalam arti luas, bukan hanya teknologi fisik (hardtech), tapi juga teknologi lunak
(softtech)
6. Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang,
prosedur, gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisis masalah dan
merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam
segala aspek belajar manusia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa teknologi pendidikan ialah satu sistem yang
meliputi alat dan bahan, media, organisasi yang digunakan secara terancang guna
menghasilkan kecakapan dalam pengajaran dan keberkesanan dalam
pembelajaran.
b. Filsafat Teknologi Pendidikan
Landasan falsafah Teknologi Pendidikan terdiri atas 3 komponen seperti yang
diungkapkan oleh Suriasumantri dalam Miarso. Ada 3 jenis komponen dalam
teknologi pendidikan yaitu ontology (merupakan bidang kajian ilmu itu apa, jika
teknologi pendidikan sebagai ilmu maka bidang kajiannya apa), epistemology
(pendekatan yang digunakan dalam suatu ilmu itu bagaimana), dan aksiology
(menelaah tentang nilai guna baik secara umum maupun secara khusus, baik secara
kasat mata atau secara abstrak).
1. Ontologi Teknologi Pendidikan
 The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan),
atau  Ilmu tentang yang ada. Pandangan ontologi ini secara praktis akan menjadi
masalah utama di dalam pendidikan. Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan
dunia lingkungan dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu.
Oleh karena itu teknologi pendidikan dalam posisi ini sebagai bagian
pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa atau peserta didik dengan
dunia lingkungannya. Peserta didik, baik di masyarakat atau di sekolah selalu
menghadapi realita dan obyek pengalaman.
 Dalam tulisan Prof. Yusuf Hadi Miarso bahwa ontology teknologi pendidikan
adalah :
1. Adanya sejumlah besar orang belum terpenuhi kesempatan belajarnya, baik
yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun yang dapat diperoleh
secara mandiri.
2. Adanya berbagai sumber baik yang telah tersedia maupun yang dapat
direkayasa, tapi belum dimanfaatkan untuk keperluan belajar.
3. Perlu adanya suatu proses atau usaha khusus yang terarah dan terencana
untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat belajar
setiap orang dan organisasi.
4. Perlu adanya keahlian dan pengelolaan atas kegiatan khusus dalam
mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar tersebut secara
efektif, efisien, dan selaras.
c. Epistimologi Teknologi Pendidikan
Epistemologi berasal dari kata Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti
teori. Jadi epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari
asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
Pandangan epistemologi tentang pendidikan akan membahas banyak persoalan–
persoalan pendidikan, seperti kurikulum, teori belajar, strategi pembelajaran, bahan
atau sarana-prasarana yang mengantarkan terjadinya proses pendidikan, dan cara
menentukan hasil pendidikan.
d. Aksiologi Teknologi Pendidikan
Aksiologi Berasal dari bahasa Yunani Axios (layak, pantas) dan Logos (Ilmu). Jadi
aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Aksiologi berkaitan
dengan kegunaan dari suatu ilmu, hakekat ilmu sebagai suatu kumpulan pengetahuan
yang didapat dan berguna untuk kita dalam menjelaskan, meramalkan dan
menganalisa gejala-gejala alam Dalam kajian aksiologi, yaitu apa nilai/manfaat
pengkajian teknologi pendidikan bisa diaplikasikan dalam beberapa hal, diantaranya :
1. Peningkatan mutu pendidikan (menarik, efektif, efisien, relevan)
2.  Penyempurnaan system Pendidikan
3. Meluas dan meratnya kesempatan serta akses pendidikan
4.  Penyesuaian dengan kondisi pembelajaran
5. Penyelarasan dengan perkembangan lingkungan
6. Peningkatan partisipasi masyarakat

Filsafat Pendidikan Kejuruan


a. Sejarah Pendidikan Kejuruuan
Sekolah vokasi pertama didirikan pada tahun 1737 tepatnya masa kekuasaan
VOC, dengan nama akademi pelayaran. Namun, sekolah itu ditutup tahun 1755.
Setelah dua abad lebih berkuasa, tepatnya pada tahun 1853, kemudian Belanda
membuka kembali sekolah vokasi di Indonesia. Sekolah vokasi tersebut bernama
Ambachts School van Soerabaja atau Sekolah Pertukangan Surabaya, yang
diperuntukkan bagi anak–anak Indonesia dan Belanda. Pada masa penjajahan
Jepang, Indonesia harus kembali membangun pendidikan dari nol, karena pada
masa itu segala sesuatu yang berbau Belanda harus dihilangkan. Sekolah
pertukangan pun kembali dibuka pada masa itu, yaitu sekolah teknik menengah
(STM) di daerah Ciroyom, Bandung. Sekolah yang dibuka pada zaman Jepang ini
lamanya 3 tahun dan sempat mempunyai peserta didik sebanyak 360 orang.
Namun, sekolah tersebut harus ditutup setelah Indonesia meraih kemerdekaannya,
tepatnya pada bulan Agustus tahun 1945. Para guru dan peserta didik terpencar,
bergabung dengan satuan–satuan perjuangan yang terbentuk secara spontan,
seperti Tentara Pelajar Republik Indonesia (TPRI), Badan Keamanan Rakyat
(BKR), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sejak penerapan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang digulirkan pada tahun 1969 bentuk
pendidikan vokasi mulai mengadopsi model dari negara lain dan secara bertahap
pendidikan vokasi mendapat tempat pada sistem pendidikan Indonesia. Tonggak
pengembangan pendidikan vokasi secara terpadu di Indonesia dimulai pada
Repelita V, melalui penetapan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dilanjutkan dengan ditetapkannya PP No. 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah yang memuat beberapa ketentuan dalam pengembangan
pendidikan vokasi.
b. Pengertian Pendidikan Kejuruan
Ada beberapa pengertian pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan adalah
pendidikan yang mempelajari pelatihan secara spesifik yang dapat digunakan
dalam dunia kerja (Pavlova, 2009: 7). Spesifik dalam artian bahwa pendidikan
kejuruan mempelajari kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja secara
terperinci dan lebih detail. Dapat dikatakan bahwa pendidikan umum
mempelajari secara umum, tetapi pendidikan kejuruan lebih khusus.
Menurut Prosser (1950: 2), pendidikan kejuruan merupakan sebuah konsep
pengalaman menyeluruh bagi setiap individu yang belajar untuk kesuksesan
dunia kerja. Dalam hal ini, pendidikan kejuruan banyak belajar tentang
persiapan-persiapan sebelum ke dunia kerja. Pembelajaran itu mulai
pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evans (1978) mendefinisikan
bahwa pendidikan vokasi adalah bagian dari sistem pendidikan yang
mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok
pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lainnya.
Pendidikan kejuruan dalam hal ini bukan luasnya kompetensi yang dipelajari,
tetapi kedalaman kompetensi pada suatu bidang tertentu. Menurut Hansen dalam
Billet (2011:59)
vocational does not imply a one-way subordination of the person to the practice.
Vocation describes work that is fulfilling and meaningful to the individual, such
that it helps to provide a sense of self, of personal ifentify. Sedangkan pendidikan
kejuruan menurut
Kuswana (2013: 157) adalah pendidikan yang diselenggarakan pada suatu
lembaga berupa institusi bidang pendidikan (sekunder, pos sekunder perguruan
teknik) yang dikendalikan pemerintah, atau masyarakat industri. Dalam
pengertian ini, pendidikan kejuruan dapat dilaksanakan oleh sekolah milik
pemerintah maupun nonpemerintah. Dilaksanakan lembaga pendidikan
pelatihan ataupun lembaga keterampilan masyarakat. Dasar yang dipakai adalah
untuk membentuk kesiapan kerja peserta didik agar mendapatkan pekerjaan
sesuai dengan kemampuan masing-masing.
c. Filsafat Pendidikan Kejuruan
Ada aliran-aliran yang berpandangan tentang pendidikan kejuruan di antaranya:
1. Eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus
mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, bukan
merampasnya. Hal ini sejalan dengan penjelasan UU No. 20 tahun 2003,
bahwa pendidikan teknologi kejuruan mempersiapkan peserta didik
untuknmemasuki dunia kerja.
2. Esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengaitkan
dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial,
ketenagakerjaan, serta religi dan moral.
Menurut Brown (2007: 50), ada tiga dimensi yang harus ada dalam
pendidikan kejuruan antara lain:
Dari keterangan ini, dapat diambil gambaran bahwa memang filosofi
pendidikan kejuruan harus menyesuaikan dengan kondisi daerah/institusi,
kondisi sosial dan kompetensi yang spesifik. Kompetensi spesifik di sini
memang kompetensi keahlian yang ada sekarang perlu dibuat kompetensi
yang lebih detail agar lebih mudah dalam membagi sebuah pekerjaan.
Referensi:

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/08/mengapa-manusia-berfilsafat/

http://nuramalinayustika.blogspot.co.id/2015/01/mengapa-kita-harus-berfilsafat.html

http://muhammadburniat.blogspot.co.id/2014/09/mengapa-manusia-berfilsafat.html

http://arip-study.blogspot.co.id/2012/06/alasan-seseorang-berfilsafat-mengapa.html

Anda mungkin juga menyukai