Anda di halaman 1dari 2

Nama: Fildzah Hamidah (11211130000119)

Kelas: HI 3C

Mata Kuliah: HI dan Kebudayaan

Dosen Pengampu: Teguh Santosa, MA

Cultural Diplomacy

Dalam konteks hubungan internasional, budaya menjadi salah satu isu yang terabaikan.
Hubungan internasional awalnya terlalu berfokus pada aspek politik dan ekonomi, sehingga
diplomasi budaya pun baru dimunculkan jauh dari sejak munculnya konteks perang dan
damai dalam hubungan internasional.

Budaya sendiri didefinisikan sebagai ‘warisan bersama’ sebagai wujud dari kreativitas dan
proses dari generasi sebelumnya, sedangkan diplomasi adalah salah satu alat utama yang
digunakan negara dalam pelaksanaan politik luar negeri dan pencapaian kepentingan nasional
yang juga dapat membangun citra atau image dari sebuah negara. Jadi diplomasi budaya atau
cultural diplomacy adalah suatu usaha dalam memperjuangkan kepentingan nasional suatu
negara melalui kebudayaan.

Diplomasi melalui budaya semakin berkembang pesat setelah perang dunia II dan perang
dingin, karena Jerman memutuskan untuk memakai budaya sebagai propaganda pada awal
1930-an (kekuasaan Hitler). Propaganda yang memanfaatkan budaya selanjutnya terjadi pada
saat perang dingin, yang kita kenal sebagai perang ideologis. Diplomasi budaya hingga saat
ini dianggap efektif mencapai tujuan, karena pelaksanaannya dapat berlangsung dalam situasi
apapun. Baik dalam keadaan damai, krisis, konflik, ataupun perang.

Cultural Diplomacy dapat dikatakan juga sebagai salah satu bentuk berdiplomasi melalui soft
power dalam hubungan internasional, dengan cara mengemas dan mengeksploitasi
kebudayaan yang dimiliki oleh suatu negara dengan semenarik mungkin, dan kemudian dapat
digunakan untuk menarik perhatian negara lain untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
budaya negara tersebut. Soft power adalah suatu istilah yang di definisikan oleh sarjana AS
sebagai ‘kemampuan untuk mempengaruhi orang lain melalui daya tarik’. Soft power juga
dapat di definisikan sebagai lawan dari hard power, yaitu ancaman militer dan sanksi
ekonomi yang digunakan dalam panggung internasional. Contoh soft power adalah film
Hollywood dari AS, anime atau manga dari Jepang, Kpop dari Korea Selatan, dan
sebagainya.

Melalui soft power inilah kita dapat berdiplomasi, dengan hanya mempromosikan budaya dan
mengemasnya semenarik mungkin. Seperti Korea Selatan menampilkan tarian modern Kpop,
AS menayangkan film Hollywood, dan Jepang mempublikasikan anime/komik di platorm
Indonesia, secara tidak langsung kita telah berdiplomasi dengan mereka melalui budaya.
Karena dengan hanya menampilkan hal tersebut, bangsa Indonesia menjadi tertarik untuk
mengetahui lebih lanjut, seperti membeli produk-produknya atau hanya sekedar mengetahui
budayanya. Hal ini menguntungkan negara mereka, karena dengan kita membeli produk
impor kita dapat menambah kondisi ekonomi mereka. Sebaliknya, ekonomi Indonesia juga
diuntungkan dengan adanya pajak bea cukai, dan dengan adanya budaya-budaya yang
diperkenalkan tersebut, Indonesia juga dapat membentuk lebih banyak lapangan kerja.

Selain contoh diatas, Indonesia juga melakukan praktek diplomasi budaya dalam usaha
mencapai kepentingan nasional. Tidak hanya untuk memenuhi kepentingan nasional tapi juga
untuk mempererat hubungan kerjasama dengan negara lain. Dapat dilihat dari
penyelenggaraan program "Batik and Cuisine: A Heritage of Indonesia" pada tanggal 23-24
April 2008 di Auckland, New Zealand. Acara tersebut merupakan bagian dari program
promosi batik dan seni budaya Indonesia ke dunia internasional dan juga dalam upaya
menyukseskan program Visit Indonesia.

Referensi:

Diana Stelowska, “Culture in IR Defining Cultural Diplomacy”, Polish Journal of Political


Science, 2015.

Tonny Dian Effendy, “E-Diplomacy sebagai sarana promosi potensi daerah kepada dunia
internasional”, E-Jurnal Unair, 2014.

Khariri Ma’mun, “Diplomasi Publik: Soft and Smart Power Republik Indonesia”, direktorat
diplomasi publik departemen luar negeri, 2009.

Anda mungkin juga menyukai