Lahir pada 20 Oktober 1889, Luo Yixiu adalah anak perempuan pertama Luo Helou (罗合楼;
1871–1943), seorang shenshi (绅士) atau cendekiawan di desanya yang mencari nafkah sebagai
petani, dan istrinya (1869–1912) yang bermarga Mao dan merupakan bibi jauhnya Mao Zedong.
[9][b]
Meskipun sejarawan Lee Feigon menyatakan bahwa keluarga Luo memiliki pengaruh di
daerah tempat tinggal mereka,[8] biografer Mao, Alexander V. Pantsov dan Steven I. Levine,
menyatakan bahwa mereka adalah keluarga yang miskin. [11] Luo Helou dan istrinya memiliki lima
putra dan lima putri, tetapi tujuh di antaranya telah meninggal dan hanya menyisakan tiga putri.
Ketiadaan anak laki-laki dewasa dari pasangan tersebut menurunkan status sosial mereka,
karena dalam masyarakat Tionghoa pada waktu itu, hanya anak laki-laki yang dapat melanjutkan
garis silsilah keluarganya.[12]
Pernikahan
Persiapan
Perkawinan
Perkawinan Mao dengan Luo diadakan pada tahun 1908. [2] Menurut sejumlah biografer Mao,
upacara tersebut diadakan menurut tata adat pedesaan Hunan. Oleh sebab itu, kemungkinan
perkawinan itu diawali dengan sebuah pesta di rumah mempelai laki-laki sehari sebelum
upacara berlangsung; pesta tersebut dihadiri oleh teman dan kerabat. Keesokan harinya,
mempelai perempuan dipakaikan busana merah dengan wajah yang ditutupi kain merah, lalu
diusung menggunakan tandu merah ke rumah keluarga mempelai laki-laki. Di sana, kain
penutup wajahnya dibuka, dan mempelai perempuan diharapkan menunjukkan perasaan tidak
senang atau tidak puas terhadap mempelai laki-laki dengan menghinanya secara terang-
terangan.[18] Menurut tradisi, penyulutan kembang api juga dilakukan. Sesudah itu, mempelai laki-
laki dan perempuan melakukan kowtow (sujud, membungkuk) kepada para tamu, lalu di
depan altar leluhur mempelai laki-laki, kepada para dewa-dewi, dan kepada satu sama lain. [19]
Jika adat Hunan benar-benar diikuti secara menyeluruh, perjamuan nikah dapat berlanjut selama
dua hari. Dalam acara tersebut, para tamu memberikan hadiah (biasanya uang) kepada
pengantin baru.[12] Puncak acara pernikahan tersebut ialah ketika para tamu memasuki kamar
pengantin. Di sana mereka akan membuat berbagai kode-kode yang bersifat seksual, dipimpin
oleh seseorang yang wajahnya dihitamkan. [20] Dalam tradisi pedesaan Tiongkok, mempelai
perempuan diharapkan dapat menunjukan noda darah pada kain kasur yang dipakai saat malam
perkawinannya untuk membuktikan bahwa selaput daranya telah dijebol saat berhubungan
seksual, pertanda bahwa ia menikah dalam keadaan masih perawan.[20]
Kehidupan pernikahan
Rumah keluarga Mao di Shaoshanchong pada tahun 2010; di rumah inilah Luo tinggal sesudah menikah.
Menurut keterangan yang ia tuturkan kepada Snow, Mao menolak untuk tinggal dengan istrinya
dan mengaku bahwa mereka tidak pernah berhubungan seks.[21] Tak lama setelah menikah, ia
melarikan diri dari rumah untuk tinggal dengan seorang pelajar pengangguran di Shaoshan. [22] Di
sana, ia mengisi waktu dengan membaca, kebanyakan yang dibaca merupakan karya-karya
sejarah seperti Catatan Sejarawan Agung karya Sima Qian dan Sejarah Bekas Dinasti
Han karya Ban Gu dan traktat-traktat politik seperti Protes-Protes Pribadi dari Pembelajaran Jiao
Bin karya Feng Guifen.[22]
Karena telah menjadi anggota keluarga Mao, Luo tinggal bersama kedua mertuanya, Mao
Yichang dan Wen Qimei. Namun, ia digunjingkan oleh masyarakat karena kepergian suaminya;
beberapa warga menganggapnya sebagai gundik Yichang.[22] Luo Yixiu meninggal karena
disentri pada 11 Februari 1910, sehari setelah Tahun Baru Imlek.[23] Setelah Mao Zedong kembali
ke rumah, ayahnya memaafkan pembangkangannya, dan pada musim gugur tahun 1910
bersedia membiayai pendidikannya di Sekolah Dasar Tinggi Dongshan, sehingga Mao
meninggalkan Shaoshanchong. [24] Pada tahun 1936, saat Mao berkata kepada Snow, "Saya tidak
menganggapnya sebagai istri",[15] ia sama sekali tidak bercerita tentang kematian Luo. [2] Makam
Luo Yixiu berada di sebuah gunung yang menghadap bekas tempat tinggal Mao Zedong di
Shaoshanchong, beberapa langkah dari makam orangtuanya. [25]
Peristiwa setelahnya
Ketika Mao Zedong kembali ke Shaoshan pada 1925 untuk mengurusi sebuah gerakan petani
lokal, ia mengunjungi para kerabat Luo Yixiu, termasuk Luo Helou, dan keponakannya, Luo
Shiquan (罗石泉). Luo Shiquan masuk Partai Komunis pada musim dingin tahun itu dan tetap
menjadi seorang aktivis petani hingga revolusi 1949.[26] Karena Luo Yixiu meninggal tanpa
keturunan, ketika keturunan Mao memperbarui buku silsilah pada tahun 1941, Mao Anlong (毛岸
龙, putra ketiga Mao Zedong dari istri keduanya Yang Kaihui) dimasukkan sebagai keturunan
Luo.[25] Pada tahun 1950, Mao mengutus putra sulungnya, Mao Anying, ke Shaoshan dan
menyuruhnya untuk mengunjungi Luo Shiquan. [27] Mao juga tetap menjalin kontak dengan dua
pria yang menikahi saudari-saudari Luo Yixiu, dan bertemu dengan salah satu dari mereka
ketika ia kembali ke Shaoshan pada tahun 1959, setelah meninggalkannya sejak tahun 1920-an.
[28]