Anda di halaman 1dari 9

JST (10) (1) 2021

JURNAL SENI TARI


Terakreditasi SINTA 4

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst

Eksistensi Tortor Ija Juma Tidahan Dalam Masyarakat Simalungun


Di Kabupaten Simalungun

Khairur Rahman1, Yusnizar Heniwaty2


Program Studi Pendidikan Tari, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan, Indonesia.

Info Artikel Abstrak


________________
Sejarah Artikel
Diterima : 27 April 2021 Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan eksistensi Tortor Ija Juma Tidahan pada masyarakat
Disetujui : 16 Juni 2021 Simalungun di Kabupaten Simalungun. Penelitian dilakukan dimulai dari bulan September-
Dipublikasikan : 05 Juli November 2020. Lokasi penelitian di Kabupaten Simalungun tepatnya di Kecamatan Raya. Metode
2021 penelitian menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah untuk mengetahui sejarah
dari keberadaan Tortor Ija Juma Tidahan . Teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Informan dalam penelitian ini adalah pelatih tari, penari, dan pengelola sanggar.
________________ Teknik analisis data deskriptif kualitatif. Hasil penelitian dianalisis dalam tiga kurun waktu yang
Keywords: berbeda yaitu era 1962-1972 menjelaskan Tortor Ija Juma Tidahan masih dalam bentuk aktivitas adat
Existence, Tortor Ija Juma mencari lahan,motif gerak pada era ini belum ada pembakuan gerak, karena lebih mengutamakan
Tidahan, Traditional Art nilai sakral atau pemujaan kepada Debata, dan untuk kostumnya masih memperhatikan nilai-nilai
_________________ sakral pada penyajiannya, 1980-1990 Tortor Ija Juma Tidahan mulai tergeser keberadaannya tidak lagi
sebagai aktivitas adat tetapi masih dipakai dalam pesta rondang bintang dan disandingkan dalam
urutan tortor Simalungun, diera ini bentuk penyajiannya hanya berbeda pada beberapa bentuk gerak
yang sudah ada penambahannya. Tortor Ija Juma Tidahan dari tahun 1990 sampai sekarang murni
tidak lagi dipakai dalam adat, lebih sering dipakai untuk aktivitas hiburan dan disekolah minggu bagi
umat nasrani di gereja. Untuk kostum pada era ini sudah banyak dikreasikan dengan warna.

Abstract

This study aims to describe the existence of Tortor Ija Juma Tidahan in the Simalungun community in
Simalungun Regency. The theory of existence from Soejono Soekanto (2008: 8) and the theory of historical
approaches from Ibn Khaldun and Aloy Meister (1332 - 1406 AD). The existence of Soejano Soekanto explained
that existence is influenced by two factors, namely internal factors and external factors, the theory of historical
approaches by Ibnu Kaldun and Aloyr Meister, Gilbert Caragghan as a tool to help in knowing the history of the
existence of Tortor Ija Juma Tidahan. The research was conducted starting from September - November 2020. The
research location was in Simalungun Regency, precisely in Raya District. The research method uses qualitative
research, data collection techniques by observation, interviews, and documentation. The informants in this study
were dance coaches, dancers and studio managers. Qualitative descriptive data analysis technique. The results of
the study were analyzed in three different time periods, namely the 1962-1972 era, explaining that Tortor Ija Juma
Tidahan was still in the form of customary activities to look for land, motive motives in this era had no movement
standardization, because it prioritized sacred values or worship to Debata, and for costumes still paying attention
to sacred values in its presentation, 1980-1990 Tortor Ija Juma Tidahan began to shift its existence was no longer
as a traditional activity but was still used in rondang bintang parties and juxtaposed in the Simalungun tortor
order, in this diera the form of presentation is only different in some forms of motion that have been there are
additions. 1990-now pure is no longer used in custom, more often used for entertainment activities and Sunday
school for Christians in the church. For costumes in this era, many colors have been created.

© 2021 Universitas Negeri Semarang


🖂 Alamat korespondensi: ISSN 2503-2585
Jl. Willem Iskandar / Pasar V, Medan,
Sumatera Utara, Indonesia, Kotak Pos 1589, Kode Pos 20221
Email : 1. irulrahman63@gmail.com
2
. yusnizarheni@yahoo.com

95
Khairur Rahman / Jurnal Seni Tari (10) (1) 2021

PENDAHULUAN bangsawan yang sangat mencintai kesenian


Tortor dalam sejarahnya berasal dari khususnya kesenian Simalungun.
kegiatan masyarakat Simalungun dalam Taralamsyah Saragih lahir di Pematang
menjaga padi (mamuro). Sewaktu menjaga Raya, 18 Agustus 1918, dari keluarga
padi, masyarakat Simalungun membuat keturunan Raja Simalungun. Sejak kecil, ia
hotor-hotor yaitu bambu yang ditarik untuk telah menunjukkan bakat seni, terutama di
mengusir para burung yang ingin merusak bidang musik dan tari. Dalam buku
padi. Bambu yang ditiup angin berjudul Saragih Garingging yang berisi
mengeluarkan suara siul yang membuat tentang Sejarah Kerajaan Raya dan Silsilah
para petani ikut menggerakkan tubuh dan Raja Raya serta penyebaran keturunan
terciptalah gerak-gerak ritmis dari Raja Raya, nama ayahnya tercantum
masyarakat Simalungun yang sedang sebagai generasi ke-15, yang berarti
bertani dan menamai kegiatan ini dengan Tarlamsyah merupakan generasi ke-16
nama Tortor (Erond L, 2017). Kerajaan Raya (Saragih, 2014). Naskah
Tortor dalam adat Simalungun juga tersebut diterbitkan di percetakan Tapian
mempunyai tingkatan dan makna yang Raya. Taralamsyah mengabdikan jiwa dan
berbeda-beda dalam pengunaannya raga bahkan seluruh kehidupannya untuk
diantaranya Tortor somba (sebagai berkesenian, terutama mencipta lagu-lagu
penyembahan atau doa kepada tuhan dan Simalungun, lagu Karo, tari-tarian Melayu
rasa hormat kepada orang terhormat), dan tortor Simalungun,
Tortor sitalasari (sebagai tari penyambutan Pada era tersebut opung Rahminah
kepada tamu-tamu), Tortormartonun Garingging mengungkapkan Tortor Ija Juma
(sebagai media dalam menenun kain ulos Tidahan merupakan tortor yang wajib
Simalungun), Tortor Ija Juma tidahan dilakukan ketika ingin bertani, karena
(pembuka lahan untuk bertani dan makna dan fungsi Tortor Ija Juma Tidahan
berkebun), Tortor haroan bolon (gotong adalah untuk mencari lahan yang akan
royong dalam bekerja), dan Tortor manduda digunakan dalam bertani padi dan jagung
(yang bermakna menumbuk atau mengolah pada saat itu. Ketika ingin membuka lahan
hasil panen). Hal ini sejalan dengan bertani, rangkaian perangkaian tortor
pendapat Sumandiyo “Tari tidak hanya dilakukan untuk memulai kegiatan bertani
sekedar gerakan badan dengan musik saja, yang dimulai dengan tortor somba untuk
tetapi seluruh isi tari mengandung makna memuji tuhan dan berdoa supaya hasil
yang disampaikan kepada penonton (Hadi, kerja diberikan berkah. Kemudian dilanjut
2005). dengan tortor sitalasari untuk sambutan
Pada era 60-an ketika ingin ataupun ungkapan kebahagian untuk
memulai bertani sampai memanen hasil, memulai kegiatan, selanjutnya tortor
masyarakat masih melakukan rangkaian martonun yang berfungsi untuk menenun
tortor ini satu demi satu agar panen pakaian yang akan digunakan dalam
mendapat berkah. Oleh sebab itu tortor ini bertani dan kemudian Tortor Ija Juma
mengandung rangkaian yang saling Tidahan sebagai pencarian lahan yang akan
berkaitan satu sama lain, sehingga ketika digunakan dalam bertani padi dan jagung.
ditarikan mempunyai kemiripan ragam Rangkaian perangkaian tortor ini harus
dalam setiap gerak tarinya. Rangkaian tortor dilakukan karena saling berkaitan satu
Simalungun tersebut dapat dipisah menjadi sama lain sehingga membuat tortor ini
satu bagian tersendiri yang dapat saling berhubungan dan tidak boleh
digunakan menurut fungsi tarinya masing- seharusnya ditinggalkan.
masing. Penulis dalam penelitian ini Pencarian lahan atau Ija Juma
memfokuskan penelitian pada Tortor Ija Tidahan ini tidak semena-mena
Juma Tidahan sebagai bahan kajian. dipertontonkan hanya karena bagian dari
Menurut opung Raminah salah satu kebudayaan yang ada di
Garingging, pada era 60-an Tortor Ija Juma Simalungun. Tetapi, alasan lain yang
Tidahan dipopulerkan oleh Taralamsyah diperoleh dari Opung Raminah Garingging
Saragih Garingging, merupakan keturunan sebagai salah satu narasumber juga

96
Khairur Rahman / Jurnal Seni Tari (10) (1) 2021

menyebutkan bahwa didalam Tortor Ija Masyarakat Simalungun di Kabupaten


Juma Tidahan terdapat motif gerak yang Simalungun”.
menggambarkan permintaan atau doa
kepada Tuhan yang maha pencipta. METODE PENELITIAN
Artinya pada zaman tersebut masyarakat Metode penelitian yang dipakai
Simalungun ketika ingin bertani haruslah dalam penelitian ini adalah penelitian
berhati-hati dan tetap berpedoman atau kualitatif deskriptif yang mana penelitian
meminta izin kepada tuhan agar hasil kualitatif merupakan metode-metode
panen yang dikerjakan dapat berlimpah untuk mengeksplorasi dan memahami
ruah dan diberkahi oleh tuhan sebagai sang makna yang menurut sejumlah individu
pencipta. atau sekelompok orang dianggap berasal
Sejak masa tari ini pertama kali dari masalah sosial atau kemanusiaan
dipopulerkan oleh Taralamsyah (Crisswell, n.d.). Data diambil dari hasil
Garingging tari ini cukup dikenal oleh observasi serta wawancara kepada pelaku
seluruh lapisan Masyarakat Simalungun seni di Simalungun. Penelitian ini
dikarenakan fungsinya yang cukup penting dilakukan di kabupaten Simalungun lebih
dalam pencarian lahan ketika ingin bertani. tepatnya di kecamatan Raya, dan sanggar
Tetapi di era modernisasi tortor ini tidak lagi seni rayantara.
menjadi hal yang diketahui oleh Instrumen pengumpulan data tidak
masyarakat umum khususnya masyarakat terlepas dari teknik pengumpulan data,
Simalungun. Hal tersebut dikarenakan yang mana jika instrumen adalah alatnya
banyaknya faktor-faktor pelemahan maka teknik pengumpulan data adalah
eksistensi yang menjadikan Tortor Ija Juma caranya (Sugiyono, 2009). Dalam
Tidahan mulai dilupakan dan menjadi penelitian ini, pengumpulan data
bagian yang tidak begitu penting dalam dilakukan dengan cara observasi,
rangkaian atau bagian dari tortor wawancara, dokumentasi.
Simalungun. Faktor-faktor tersebut Dalam pengumpulan data di
diantaranya, penerus dari Tortor Ija Juma lapangan digunakan beberapa alat yaitu
Tidahan tidak mewariskan kembali secara handphone, camera canon dan tripod. Ketiga
baik kepada seniman, budayawan dan para alat ini membantu penulis dalam proses
penari generasi baru untuk melanjutkan pengambilan video dan gambar.
Tortor Ija Juma Tidahan, kurangnya event Penelitian ini menggunakan teknik
atau kegiatan yang mempromosikan bahwa analisis data deskriptif kualitatif.
Tortor Ija Juma Tidahan merupakan bagian Kualitatif adalah menceritakan apa yang
dari salah satu tortor yang ada pada suku sebenarnya terjadi (Sugiyono, 2005). Dari
Simalungun , dan ketika perlombaan atau keseluruhan data yang terkumpul di
festival di Simalungun Tortor Ija Juma kelompokkan sesuai dengan
Tidahan tidak dimasukkan kedalam materi permasalahan yang diangkat, setelah itu
lomba rangkaian tortor di suku Simalungun. dianalisis secara sistematis dengan metode
Dari penelitian kajian mandiri yang analisis deskriptif kualitatif ke dalam
sudah dilakukan, informasi mengenai bentuk tulisan ilmiah berupa skripsi.
Tortor Ija Juma Tidahan sudah mulai
terpinggirkan dan tidak diterima secara HASIL DAN PEMBAHASAN
utuh sehingga menyulitkan peneliti dalam Eksistensi atau keberadaan Tortor
memperoleh informasi mengenai Tortor Ija Ija Juma Tidahan tidak lagi seperti awal
Juma Tidahan. Dari permasalahan ini tortor ini diciptakan, banyak perubahan
penulis tertarik untuk menggali lebih dalam yang terjadi dalam perkembangannya
mengenai Tortor Ija Juma tidahan sekaligus sebagaimana yang penulis amati. Melalui
menjadikan bahan penelitian yang akan penelitian ini, penulis mengkaji
bermanfaat bagi kebutuhan masyarakat keberadaan dari Tortor Ija Juma Tidahan
Simalungun sendiri dan kepentingan tersebut dilihat dari era yang berbeda yaitu
bersama dengan judul penelitian era 1960an sampai 1970, era 1970an
“Eksistensi Tortor Ija Juma Tidahan dalam sampai 1990, era 1990an sampai sekarang.

97
Khairur Rahman / Jurnal Seni Tari (10) (1) 2021

Penulis mengamati dari ketiga era menutupi tubuh bagian dada sampai ke
diatas, terjadi perubahan yang dilihat dari bawah lutut untuk perempuan. Untuk
fungsi, bentuk gerak, dan busana yang kepala perempuan hanya di tutupi dengan
digunakan pada masanya. Keberadaan Hiou dengan cara melilitkannya saja.
tentang Tortor Ija Juma Tidahan diperoleh Sedangkan busana untuk laki-laki hanya
informasi dari beberapa informan yang menutupi dari pinggang sampai ke bawah
berbeda masa, sebagai berikut: lutut. Namun sayangnya dokumentasi
yang dibutuhkan pada era ini tidak
Tortor Ija Juma Tidahan Era 1960-an didapatkan, hanya informasi dari
Sampai 1970 informan saja yang diperoleh.
Masa ini, berdasarkan narasumber
Oppung Raminah Garingging, yang lahir Tortor Ija Juma Tidahan Era 1970-an
di Sorbadolog 10 Oktober 1934, Sampai 1990
merupakan pemilik sanggar Rayantara Pada era ini, narasumber yang
yang aktif bergelut dibidang kesenian di dilibatkan menjadi informan bernama
Simalungun. Menurut pernyataan beliau Saman Daulay. Saman Daulay lahir di
pada masa era 1962-an, Tortor Ija Juma Serbelawan, 2 Desember 1964 dan beliau
Tidahan sangat popular yang dibawakan merupakan staff pengajar di Yayasan
dalam upacara adat sebelum bertani. Sultan Agung Pematang Siantar. Beliau
Tortor Ija Juma Tidahan ditampilkan juga aktif dalam menggerakkan kesenian
bersama rangkaian tortor Simalungun budaya Simalungun dalam event event
lainnya, seperti: Tortor somba, Tortor daerah maupun nasional. Menurut
sitalasari, Tortormartonun, Tortor ija juma pendapat beliau diera 1975 yang pada saat
tidahan, Tortor haroan bolon dan Tortor itu beliau sudah aktif bergerak sebagai
manduda. Menurut beliau keenam Tortor penggiat seni Simalungun, Tortor Ija Juma
ini dilakukan ketika ingin bertani, Tidahan sering dibawakan dalam ajang-
dikarenakan fungsi serta arti dari keenam ajang festival seperti pesta Rodang Bintang
Tortor tersebut berkesinambungan. Tortor dan event-event lainnya. Tortor Ija Juma
Ija Juma Tidahan merupakan elemen yang Tidahan juga aktif ditarikan di semua
sangat penting dikarenakan mencari lahan sekolah ketika pagi hari. Secara tidak
yang tepat akan berpengaruh kepada langsung Tortor Ija Juma Tidahan dipelajari
tanah yang ingin ditanami bibit. Jadi, Ija oleh setiap siswa pada saat itu, guna untuk
Juma Tidahan dilakukan dengan tujuan melestarikan budaya Simalungun itu
agar hasil panen yang diharapkan bisa sendiri dan supaya generasi pada masa itu
tercapai dengan baik dan sesuai harapan. mengetahui bentuk dari beberapa Tortor
Dilihat dari bentuk/motif gerak di Simalungun salah satunya Tortor Ija
pada era tersebut belum ada pembakuan Juma Tidahan.
gerak, karena lebih mengutamakan nilai Pada saat itu ragam gerak yang
sakral atau pemujaan kepada Debata dibawakan setiap sekolah sama dan
sebagai pencipta dan pemberi sesuatu. dipelajari disetiap sekolahnya. gerak yang
Gerakan yang dipakai banyak berpola dilakukan sudah bertambah dari masa
kepada pengharapan atau doa-doa kepada sebelumnya yaitu, gerakan mamilit abalan
sang pencipta, seperti gerakan sombah, nalahou sihojahon parlobei, bani holang-
marsiadap ari (gerak berharap kepada holang ni horja sidea maroereh, mardarami
debata), dan dieter lupa halani domma salosei abalan naumboru nalaho sihorjaon, dan
horjsa (gerak ungkapan syukur kepada napahiduhon gareh nalahou manghibur dirita
debata). Gerakan tersebut dilakukan secara sendiri. Beliau tidak mengetahui pasti
berulang-ulang dengan menunjukkan siapa yang membakukan gerak tersebut,
sikap berharap kepada Debata agar hasil tetapi gerakan tersebut sama setiap
panen menjadi baik. sekolahnya, dan menurut Yusnizar
Selanjutnya busana yang Heniwaty, pada mas nya Tortor ini juga
digunakan sangat sederhana, dimana para sangat populer dipargelarkan dalam
penari hanya menggunakan Hiou untuk acara-acara penting dan perlombaan tari

98
Khairur Rahman / Jurnal Seni Tari (10) (1) 2021

yang diselenggarakan oleh pemerintah Bagan 1. Tahapan Gerak Tortor Ija Juma
maupun instansi swasta. Tidahan
Busana yang digunakan pada era Tahapan Ragam Gerak
ini sudah mengalami perubahan model. Gerak
Penari sudah menggunakan kebaya Gerak ● Rap mardalani hu abalan
sebagai busananya, dan Hiou digunakan Awal (intro masuk awal )
sebagai kain yang diletakkan untuk
menutupi dari bagian pinggang sampai ● Mamillit abalan nalahou
bawah lutut, dan ditambahkan lagi suri- sihojahon parlobei
suri yang diletakkan seperti ikat pinggang. ● Mambornihkan abalan
Pemilihan warna Hiou masih dengan nai mulai hun atas dolo ai
warna-warna yang gelap seperti merah igisikkon hu tonih
marun dan hitam. Gerak Isi ● Marsiuruppan laho
paborsikon abalan
Tortor Ija Juma Tidahan Era 1990-an
Sampai Sekarang ● Marsiadap ari
Pada tahun 1990-an Tortor Ija Juma ● Bani holang-holang ni
Tidahan terus mengalami perubahan, baik horja sidea maroereh
dari fungsi, bentuk gerak, dan busananya. ● Manggarap abalan
Berdasarkan informasi dari narasumber
bernama Afryl Garingging bahwa Tortor ● Marpindah hu abalan
Ija juma Tidahan telah banyak mengalami nalegan nalahou
perubahan. Afryl Garingging lahir di ihorjahon
Pematang Raya 26 April 1995 dan beliau ● Marsiurupan pakan
merupakan seniman sekaligus penari mambere hogogoan
Simalungun yang sampai sekarang aktif di hubani hasoman na loja
bidang kesenian khususnya tarian
Simalungun. Pada era ini Tortor Ija Juma ● Halojaon dolo salosei
Tidahan banyak dipakai pada sekolah marindap ari
minggu bagi ummat nasrani ketika ● Mandarami abalan
beribadah di gereja. Fungsi di sekolah naumbaru nalaho
minggu itupun hanyas ebagai hiburan bagi sihorjaon
ummat Nasrani ketika berada di gereja,
Gerak ● Napahiduhon gereh
dan juga ditampilkan pada acara
Akhir nalahou manghibur dirita
pernikahan masyarakat Simalungun.
Menurut pendapat Afril Garingging diera sandiri
beliau 1995 sampai sekarang Tortor Ija ● Margantih-gantih
Juma Tidahan masih sering ditarikan dan marsiurupan pakan
gerak yang dibawakan tidak bersifat baku, mangghorjahon
hanya saja ada kesamaan dari beberapa
● Maribere dukungan
gerak yang dibawakan seperti harus ada
manerser, berhadapan dan sombah, selain ● Dieter lupa halani domma
gerak itu boleh di kreasikan. salosei horja
Secara bentuk pertunjukkan Tortor
Ija Juma Tidahan belum teridentifikasi Masing-masing tahapan memiliki
secara detail, dikarenakan kekurangan ragam gerak yang mempunyai makna
dokumentasi yang diperoleh dari para berbeda-beda. Gerak awal banyak
narasumber. Sehingga bentuk Tortor Ija menyimbolkan do’a dan pengharapan
Juma Tidahan hanya dapat diperoleh dari kepada tuhan, gerak isi mengandung
hasil wawancara dengan narasumber. membuka lahan atau bekerja mencari
Adapun bentuk-bentuk penyajian dalam lahan, dan gerak akhir terdiri mengandung
Tortor Ija Juma Tidahan terdiri dari 3 makna suka cita dan penutup dalam
tahapan gerak (lihat bagan 1). kegiatan Ija Juma Tidahan.

99
Khairur Rahman / Jurnal Seni Tari (10) (1) 2021

Kostum yang dipakai juga sudah Juma Tidahan bahwa pada era tersebut
dikreasikan atau lebih menonjolkan kesan Tortor ini memang sebagai bentuk
mewah, dilihat dari warna-warna hiou hubungan antara manusia dan tuhan
yang kontras. Pada masa sekarang ini terhadap pekerjaan masyarakat
Tortor Ija Juma Tidahan banyak Simalungun.
menampilkan gerakan-gerakan yang Seiring berjalannya waktu, Ija Juma
bervariasi, tidak lagi mengutamakan Tidahan mengalami pergeseran fungsi
gerakan baku atau tradisi, lebih pada sebagai bentuk kesakralannya. Pergeseran
kebutuhanpertunjukan. Musik yang fungsi terjadi karena berkembangnya
mengiringi tortor pada masa ini sosial budaya masyarakat yang memiliki
menggunakan musik iringan yang dipakai sifat saling mempengaruhi satu sama lain
iyalah musik dengan lagu Ija Juma Tidahan dan tidak pernah lepas dari adanya kontak
yang diciptakan oleh Taralamsyah. budaya lain (Narawati, 2004). Tortor Ija
Berdasarkan wawancara dengan bapak Juma Tidahan mulai masuk ke ranah tari
Saman Saragih bahwa penggunaan musik hiburan yang penempatan penyajiannya
ciptaan Taralamsyah dikarenakan irama di ajang festival. Salah satu ajang tersebut
yang digunakan sesuai dengan pola-pola adalah pesta Rondang Bintang yang setiap
gerak, tempo sedang yang sesuai dengan tahunnya dilaksanakan oleh masyarakat
rasa dalam penyampaian isi dari lagu Simalungun. Hal ini mengartikan bahwa
sehingga makna Tortor Ija Juma Tidahan masyarakat masih menganggap tari ini
dalam lirik dan irama lagu lebih sebuah tari tradisi tetapi tidak mempunyai
tersampaikan kepada penikmat yang nilai kesakralan yang tinggi, karena fungsi
menikmati Tortor IjaJuma Tidahan. penyajiannya tidak lagi di tempat kan
Pada mulanya Tortor Ija Juma sebagai arena pencarian lahan yang wajib
Tidahan adalah sebagai aktivitas adat dilakukan ketika ingin bertani.
untuk membuka lahan untuk bertani, Diera modern sekarang Tortor Ija
namun di masa ini Tortor Ija Juma Tidahan Juma Tidahan justru seakan dilupakan
lebih sering dipakai sebagai aktivitas oleh beberapa masyarakat Simalungun
hiburan seperti tampil di sekolah minggu di dan menganggap Tortor Ija Juma Tidahan
gereja-gereja dan acara pernikahan hanyalah sebuah musik iringan yang
masyarakat Simalungun, dikarenakan dibawakan karena alunan musik yang
aktivitas hiburan lebih menonjol dari indah. Fungsi penyajiannya lebih kearah
aktivitas adat di Kabupaten Simalungun. hiburan dan tidak ada bentuk kesakralan
Pada masa ini kita dapat melihat sedikitpun dalam era ini. Bahkan peneliti
keberadaan dari Tortor Ija Juma Tidahan menanyakan kepada masyarakat awam
pada acara-acara peresmian, pentas tentang Tortor Ija Juma Tidahan mereka
budaya serta pada acara-acara mengatakan itu hanyalah musik karya
penyambutan tetamu dan ditampilakan Taralamsyah.
sebagai tari hiburan. Keberadaan Tortor Ija Juma
Tidahan dari masa ke masa sesuai dengan
penjelasan diatas terlihat adanya
Keberadaan Tortor di Masyarakat perubahan dalam beberapa aspek. Hal ini
Tortor Ija Juma Tidahan pada dapat dilihat dari susunan penyajian
awalnya merupakan Tortor tradisi yang tortor, ragam tortor, iringan tortor, busana
berfungsi sebagai pencarian lahan bagi yang digunakan, dan tujuan penyajian..
masyarakat Simalungun. Dalam tradisi Sesuai dengan teori perubahan yang
pencarian lahan tersebut tentulah para dikemukakan oleh Alvin Boskoff
penari ataupun pencari lahan menarikan (Cahnman, 1964), bahwa faktor-faktor
Ija Juma Tidahan bersama-sama demi yang mempengaruhi pertumbuhan Tortor
pencarian lahan yang berkah di sekitar Ija Juma Tidahan dipengaruhi oleh faktor
lahan yang ingin dicari atau digarap. internal dan faktor eksternal yang
Adapun fungsi dalam penyajian tersebut menjadikan keberadaan tortor masih ada
sebagai bentuk kesakralan dari Tortor Ija sampai saat ini.

100
Khairur Rahman / Jurnal Seni Tari (10) (1) 2021

Penyajian Tortor Ija Juma Tidahan Perubahan busana ini dikarenakan


dari awal penciptaannya hingga sekarang penggunaan pakaian sebatas dada itu
mengalami perubahan tujuan dimana, dianggap sudah tidak sesuai dengan adat
yang semula digunakan dalam aktifitas dan norma dimana sebagian masyarakat
adat menjadi hiburan dalam aktivitas simalungun sudah menganut agama islam
keseharian. Perubahan tujuan penyajian sehingga busana juga mulai tertutup dan
ini secara umum menjadikan Tortor Ija terpengaruh dengan norma-norma
Juma Tidahan lebih bervariasi dari sisi kesopanan di Indonesia.
pola-pola gerak semula yang memberikan Berdasarkan perubahan ini,
rasa bagi penari dalam menarikannya. keberadaan Tortor Ija Juma Tidahan masih
Selain itu musik sebagai pengiring dengan ada sampai saat ini walaupun masyarakat
lagu ciptaan taralamsyah saragih Simalungun tidak lagi mengetahui secara
memberikan warna pada Tortor Ija Juma menyeluruh dikarenakan beberapa faktor
Tidahan yang sebelumnya tidak yang mempengaruhi keberadaannya.
menggunakan lirik sebagai pengiring Tortor Ija Juma Tidahan mengalami
tarian. Hal ini juga tanpa memberikan perubahan yang sampai saat ini bisa
dokumentasi baru pada kesenian diterima masyarakat dikarenakan sudah
Simalungun termasuk dengan mulai menyesuaikan dengan
pengukuhan taralamsyah saragih sebagai perkembangan budaya yang ada di
seorang seniman yang dimiliki oleh Simalungun. Bisa dikatakan bahwa
masyarakat simalungun. bentuk, sifat, gaya dan fungsi tidak dapat
Sesuai yang dikatakan oleh dilepaskan dari kebudayaan yang
Koentjaraningrat (Koentjaraningrat, menghasilkannya (Sedyawati, 1986).
1990) bahwa perubahan kebudayaan Walaupun fungsi Tortor Ija Juma
termasuk kesenian tetap berorientasi pada Tidahan sebagai pembuka lahan sudah
kedua dimensi waktu, yaitu masa lampau tidak lagi sama dengan fungsi Tortor di era
dan masa sekarang. Pada masa sekarang, sekarang sebagai hiburan, masyarakat
perkembangan kebudayaan dihadapkan masih tetap mempertahankan
pada perkembangan ilmu pengetahuan eksistensinya sebagai Tortor budaya
dan teknologi. Selaras dengan pendapat di Simalungun yang menjadi Identitas yang
atas, Jazuli (Jazuli, 2011) mengatakan dimiliki
bahwa setiap perubahan berarti Masyarakat Simalungun dan
pergantian orientasi hidup yang dibawakan di dalam setiap event budaya
dilahirkan oleh nilai-nilai baru (modern) Simalungun.
sebagai hasil kreativitas manusia dalam
suatu masyarakat dan berorientasi kepada Kostum Tortor Ijajuma Tidahan
kepentingan masyarakat pada zamannya. Dalam tari busana adalah elemen
Perubahan penyajian tortor tidak yang penting untuk digunakan dan
hanya dilihat dari sisi gerak dan musik diperhatikan, selain untuk memperindah
saja, namun busana yang digunakan tarian yang dibawakan, busana juga dapat
dalam tortor juga mengalami perubahan memperkuat isi tarian dan harus cocok
yang semula menggunakan abit datas dalam tema tarian yang dibawakan.
yaitu merupakan ulos Simalungun yang Dalam Tortor Ija Juma Tidahan busana
dililitkan di badan mulai dari bagian dada yang dipakai adalah busana adat
sampai diatas lutut, saat ini penari tortor Simalungun ada umumnya yaitu ulos
Simalungun sudah mengenakan pakaian hiou, selendang samping (suri suri), teluk
lengkap seperti kebaya, ulos Simalungun belanga pria, penutup kepala pria (gotong),
serta berbagai aksesoris lainnya. Hal ini kebaya wanita, dan penutup kepala
juga menjadi satu pemikiran bagi para wanita (bulang) (lihat gambar 1 dan 2)
seniman ketika mengenakan busana yang
ada seperti yang sebelumnya hanya
menggunakan ulos sebatas dada yang
kemudian berubah menggunakan kebaya.

101
Khairur Rahman / Jurnal Seni Tari (10) (1) 2021

Generasi muda Simalungun tidak


berminat mempelajari Tortor ini dengan
baik secara keseluruhan, mereka lebih
menyukai tari-tarian yang bersifat baru; 4)
Pada dasarnya harapan seniman-seniman
yang sudah lanjut ingin Tortor ini tetap
dapat dilestarikan, namun para generasi
muda saat ini kurang memperdulikan
warisan kesenian yang bersifat kuno
karena mereka sudah terpengaruh dengan
Gambar 1. Kostum Pria Gambar 2. Kostum Wanita
adanya kebudayaan-kebudayaan yang
Tampak Belakang Tampak Belakang bersifat baru dan lebih dikenal pada saat
sekarang ini.
(Dok: Khairur, 2020) Faktor (Dok: Khairur, Yang
2020) Mempengaruhi Faktor yang berasal dari luar
Keberadaan Tortor Ija Juma Tidahan masyarakat (ekstern) antara lain : 1)
Faktor yang berasal dari Bencana alam yang terjadi di Kabupaten
masyarakatnya (intern) antara lain : 1) Simalungun menyebabkan masyarakat
Bertambahnya masyarakat Simalungun Simalungun sudah banyak merubah mata
dari 487.684 jiwa (1968) menjadi 863.693 pencaharian mereka ke berbagai usaha
jiwa (2018) berdasarkan hitungan BPS yang jauh dari resiko-resiko seperti ini,
Simalungun. Bertambah jumlah dan masyarakat sekarang lebih berpikir
penduduk dari luar maupun dari dalam maju dengan mengemban pendidikan
berdampak pada kurangnya pengetahuan lebih tinggi agar mendapatkan pekerjaan
generasi muda dalam mengetahui Tortor yang lebih. Sehingga dengan begitu,
Ija Juma Tidahan dengan baik. Tortor ini berkuranglah masyarakat yang bercocok
sudah jarang dilakukan dan kurangnya tanam dan bertani, maka terlupakan
pembinaan dari pemerintah setempat, dan kebiasaan dahulu dengan mengadakan
seniman-seniman senior yang sudah ritual untuk membuka lahan sebelum
banyak meninggal dunia. Itulah sebagai bertani; 2) Masuknya kebudayaan lain ke
salah satu faktor yang mempengaruhi Simalungun mengakibatkan Tortor
keberadaan dari Tortor ini; 2) Munculnya Simalungun khususnya Ija Juma Tidahan
tari-tarian yang baru menggeser menjadi terpinggirkan, karena pada masa
keberadaan dari Tortor Ija Juma Tidahan saat ini generasi muda lebih mudah belajar
yang dianggap generasi muda sekarang dari media-media sosial yang
tidak menarik, dan kuno. Maka secara menampilkan tari-tarian yang bersifat
perlahan Tortor Ija Juma Tidahan tergeser modern. Sehingga Tortor Ija Juma Tidahan
dari permukaan dari segi fungsi dan terlihat kuno dan kaku. Begitu juga
bentuknya. Sehingga generasi muda lebih sanggar-sanggar pada saat ini, kurang
tertarik dengan tarian yang kreasi baru mempelajari kebudayaan-kebudayaan
dan lebih diapresiasi dari pada tortor ija pada zaman dahulu karena lebih
juma tidahan karena tarian tersebut mementingkan nilai-nilai pertunjukan
menggunakan musik baru sehingga yang bersifat baru.
terdengar lebih menarik dari Ija Juma
Tidahan; 3) Masyarakat Simalungun SIMPULAN
kurang mengenal dengan baik Tortor Ija Tortor Ija Juma Tidahan merupakan
Juma Tidahan. Pada umumnya salah satu tortor yang dipelajari
masyarakat sekarang hanya mengenal masyarakat Simalungun di Kabupaten
lagu Ija Juma Tidahan. Oleh karena itu Simalungun. Tortor Ija Juma Tidahan pada
Tortor ini dibuat oleh seniman-seniman awalnya merupakan tortor tradisi yang
untuk konsumsi tertentu dan dengan versi dibawakan dalam upacara adat mencari
yang berbeda-beda setiap sanggar. Jadi, lahan untuk bertani dan berkebun di
masyarakat Simalungun saat ini kurang masyarakat Simalungun. Keberadaan
mengenal Tortor Ija Juma Tidahan ini. Tortor Ija Juma Tidahan pada saat ini sudah

102
Khairur Rahman / Jurnal Seni Tari (10) (1) 2021

tidak lagi menjadi bagian dari upacara 22146/jh.1313


adat, tetapi menjadi bagian dari sarana Sedyawati, E. (1986). Tari Sebagai Salah
hiburan bagi masyarakat Simalungun. Satu Pernyataan Budaya dalam
Tortor Ija Juma Tidahan dibawakan Pengetahuan Elemen Tari dan Beberapa
dengan cara berpasangan muda mudi atau masalah Tari. Direktorat Kesenian.
mudi mudi di masyarakat Simalungun. Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian
Tortor Ija Juma Tidahan memiliki 16 Kualitatif. CV. Alfabeta.
bentuk gerak dalam setiap geraknya Sugiyono. (2009). Metode Penelitian
memiliki nama Rap mardalani hu abalan, Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,.
Mamillit abalan nalahou sihojahon parlobei, Kualitatif, dan R&D. CV. Alfabeta.
Mambornihkan abalan nai mulai hun atas
dolo ai igisikkon hu tonih, Marsiuruppan laho
paborsikon abalan, Marsiadap ari, Bani
holang-holang ni horja sidea maroereh,
Manggarap abalan, Marpindah hu abalan
nalegan nalahou ihorjahon, Halojaon dolo
salosei marindap ari, Mandarami abalan
naumbaru nalaho sihorjaon, Napahiduhon
gereh nalahou manghibur dirita sandiri,
Marsiurupan pakan mambere hogogoan
hubani hasoman na loja, Margantih-gantih
marsiurupan pakan mangghorjahon, Maribere
dukungan, Rap marguro-guro halani domma
salosei horja ambahkonni pamagouhon
halojaon, Dieter lupa halani domma salosei
horja.

DAFTAR PUSTAKA
Crisswell, J. W. (n.d.). Research Design :
Pendekatan Kualitatif,. Kuantitatif,
dan Mixed. Pustaka Pelajar.
Erond L, D. (2017). Tortor : Gerak Ritmis,
Ekspresi Berpola dan Maknanya
Bagi Orang Simalungun. Simetri
Institute.
Saragih, S. (2014). Jejak Sepi Seorang
Komponis Legendaris. Bina Media
Perintis.
Cahnman, W. J. (1964). Sociology and
History: Theory and Research (A. Boskoff
(ed.)). The Free Press Glencoe.
Hadi, Y. S. (2005). Sosiologi Tari. Pustaka.
Jazuli, M. (2011). Sosiologi Seni (1st ed.).
UNS Press.
Koentjaraningrat. (1990). Metode-metode
Penelitian Masyarakat. Gramedia.
Narawati, T. (2004). Dari Ritual Ke
Panggung Pertunjukan:
Perkembangan Tari Dalam
Kehidupan Masyarakat. Humaniora,
16(3), 332–343.
https://doi.org/https://doi.org/10.

103

Anda mungkin juga menyukai