Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK PADA PASIEN DENGAN KASUS HIPERTENSI DI DUSUN


NGADIMULYO BANYUWANGI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik pada program studi profesi ners
STIKES Banyuwangi

OLEH :

BENI AGUS TRIAWAN


2021.04.171

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

TAHUN 2022
A. Konsep Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu gangguan pada
pembuluh darah sehingga mengakibatkan suplasi oksigen dan nutrisi. Keadaan ini
menyebabkan tekanan darah di arteri meningkat dan jantung harus bekerja lebih keras
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Hipertensi merupakan penyakit yang banyak
tidak menimbulkan gejala khas sehingga sering tidak terdiagnosis dalam waktu yang
lama, batas tekanan darah yang normal adalah 140/90 mmHg (WHO, 2014).

Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah salah satu jenis penyakit
pembunuh paling dahsyat di dunia saat ini. Usia merupakan salah satu faktor resiko
hipertensi yang sering dijumpai. Menurut JNC VII tekanan darah dikatakan
Hipertensi apabila nilai tekanan darah Sistolik >140 mmHg atau tekanan darah
Diastolik >90 mmHg. Secara umum angka pemeriksaan tekanan darah menurun saat
kondisi seseorang sedang tidur dan meningkat diwaktu aktifitas. sedangkan
menurut Triyanto (2014) Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan
angka morbiditas maupun mortalitas, dimana tekanan darah fase sistolik 140
mmHg menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase
diastolik 90 mmHg yang menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung.
Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena
interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga
akan meningkat. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan
oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh
darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik
meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada
penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik
meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau cenderung
menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis,
pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik.
Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor pada usia lanjut
sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang
dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun. Penurunan
elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
sebagai hasil temuan akhir tekanan darah meningkat karena merupakan hasil
temuan kali curah Jantung (HR x Volume sekuncup) x Tahanan perifer. Hipertensi
yang tidak terkontrol akan menimbulkan berbagai komplikasi, bila mengenai
jantung kemungkinan dapat terjadi infark miokard, jantung koroner, gagal jantung
kongestif, bila mengenai otak terjadi stroke, ensevalopati hipertensif, dan bila
mengenai ginjal terjadi gagal ginjal kronis, sedangkan bila mengenai mata akan
terjadi retinopati hipertensif. Dari berbagai komplikasi yang mungkin timbul
merupakan penyakit yang sangat serius dan berdampak terhadap psikologis
penderita karena kualitas hidupnya rendah terutama pada kasus stroke, gagal ginjal,
dan gagal jantung.

2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut
(Aspiani, 2014) :
a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial
Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi idiopatik
karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang memengaruhi yaitu : (Aspiani,
2014)
1. Genetik
Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat
dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah
tinggi.
2. Jenis kelamin dan usia
Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause beresiko tinggi
untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah
meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki
lebih tinggi dari pada perempuan.
3. Diet
Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan dengan
berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita dengan
mengurangi konsumsinya, jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang
bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada
yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan
menyebabkan peningkatan pada volume darah. Beban ekstra yang dibawa oleh
pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra
yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah dan
menyebabkan tekanan darah meningkat.
4. Berat badan
Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam
keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan
berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
5. Gaya hidup
Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola hidup
sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu merokok, dengan
merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan
dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok berpengaruh
dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau berlebihan
dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien sebaiknya jika
memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol agar
tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting
agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.

b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadiakibat penyebab yang jelas.salah satu contoh
hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular rena, yang terjadiakibat stenosi
arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau akibat
aterosklerosis.stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke ginjalsehingga
terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasn renin, dan
pembentukan angiostenin II. Angiostenin II secara langsung meningkatkan
tekanan darahdan secara tidak langsung meningkatkan sintesis andosteron
danreabsorbsi natrium. Apabiladapat dilakukan perbaikan pada stenosis,atau
apabila ginjal yang terkena diangkat,tekanan darah akan kembalike normal
(Aspiani, 2014).
3. Klasifikasi
Menurut Sugihartono (2011), hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan
yaitu :
1) Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan peningkatan
tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya
ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya
tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan
sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil
pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
2) Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada
anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh
darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan
terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan
diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila
jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan.
3) Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan
diastolik.
Pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan
salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi. Menurut American Society
of Hypertension and the International Society of Hypertension (2013), tekanan
darah dibagi dalam berbagai tingkatan, yaitu (Tabel 1)
Klasifikasi Sistolik diastolik Satuan
Optimal <120 <80 mmHg
Normal 120-129 80-84 mmHg
Normal Tinggi 130-139 84-89 mmHg
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99 mmHg
Hipertensi derajat 2 160-179 100-109 mmHg
Hipertensi derajat 3 ≥180 ≥110 mmHg
Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90 mmHg
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah menurut American Society of Hypertension
and the International Society of Hypertension (2013).
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala utama hipertensi adalah (Aspiani, 2014) menyebutkan gejala
umum yang ditimbulkan akibat hipertensi atau tekanan darah tinggi tidak sama pada
setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa tanda gejala. Secara umum gejala yang
dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut:
a. Sakit kepala
b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh
d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat
e. Telinga berdenging yang memerlukan penanganan segera
Menurut teori (Brunner dan Suddarth, 2014) klien hipertensi mengalami nyeri
kepala sampai tengkuk karena terjadi penyempitan pembuluh darah akibat dari
vasokonstriksi pembuluh darah akan menyebabkan peningkatan tekanan vasculer
cerebral, keadaan tersebut akan menyebabkan nyeri kepala sampe tengkuk pada klien
hipertensi.
5. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah
jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari
perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantug). Pengaturan tahanan
perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem
kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem
baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan
autoregulasi vaskular (Udjianti, 2010).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
di vasomotor, pada medula diotak. Pusat vasomotor ini bermula pada saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Titik neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Padila, 2013).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi
sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi hipertensi masih belum jelas,
banyak faktor diduga memegang peranan dalam genesis hiepertensi seperti yang
sudah dijelaskan dan faktor psikis, sistem saraf, ginjal, jantung pembuluh darah,
kortikosteroid, katekolamin, angiotensin, sodium, dan air (Syamsudin, 2011).
Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah (Padila, 2013). Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor
ini cendrung mencetuskan keadaan hipertensi (Padila, 2013).
6. Pathway

Usia Jenis Kelamin Gaya Hidup Obesitas

Hipertensi

Kerusakan Vaskuler
Pembuluh Darah

Penyumbatan
pembuluh Darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh Darah Retina

Vasokontriksi Spasme Arteriola


Resistensi Suplai Sistemik Koroner
Pembuluh
PembuLuh O2 di
Darah Ginjal
darah otak
Vasokontriksi Iskemi Diplosia
DARAH
Miocard
Sinkop Blood Flow
After Load
Nyeri Gangguan Resiko
Akut Pola Tidur Respon RAA Nyeri cedera
akut
Perfusi Penurunan
perifer Rangsang Curah Jantung
tidak Aldosteron
efektif

Retensi NA

Sumber: (Harif fadhilah, 2014) Edema


7. Komplikasi
Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi, dalam
jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh sampai organ yang
mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita hipertensi yaitu : (Aspiani, 2014)
- Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi di otak
dan akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan
tekanan darah tinggi.
- Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium dan apabila membentuk 12
trombus yang bisa memperlambat aliran darah melewati pembuluh darah.
Hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium
tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan
infark. Sedangkan hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan
peningkatan resiko pembentukan bekuan.
- Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi. Penderita
hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor
dan berkurang elastisitasnya, disebut dekompensasi. Akibatnya jantung tidak
mampu lagi memompa, banyak cairan tertahan diparu yang dapat
menyebabkan sesak nafas (eudema) kondisi ini disebut gagal jantung.
- Ginjal tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Merusak
sistem penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat membuat zat-zat
yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi
penumpukan dalam tubuh.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat penting
dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan mengobati tekanan darah tinggi , berbagai macam cara memodifikasi gaya
hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu : (Aspiani, 2014)
a. Pengaturan diet
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada
klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi
stimulasi sistem renin- angiostensin sehingga sangata berpotensi sebagai
anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-100 mmol atau
setara dengan 3-6 gram garam per hari.
2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismenya
belum jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan
vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh oksidanitat pada dinding
vaskular.
3) Diet kaya buah sayur.
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.

b. Penurunan berat badan


Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan cara menurunkan
berat badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi
beban kerja jantung dan voume sekuncup. Pada beberapa studi menunjukan
bahwa obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan hipertrofi
ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan adalah hal yangs angat efektif
untukmenurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan (1 kg/minggu) sangat
dianjurkan. Penurunan berat badan dengan menggunakan obat-obatan perlu
menjadi perhatian khusus karenan umumnya obat penurunan penurunan berat
badan yang terjual bebas mengandung simpasimpatomimetik, sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah, memperburuk angina atau gejala gagal jantung
dan terjadinya eksaserbasi aritmia.
c. Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kedaan jantung.. olahraga
isotonik dapat juga meningkatkan fungsi endotel, vasoldilatasin perifer, dan
mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak
3-4 kali dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk menurunkan tekanan
darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi
terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.
d. Memeperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan cara berhenti merokok
dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi efek jangka
oanjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.
Sedangkan Penatalaksanaan Farmakologis yaitu :
a. Terapi oksigen
b. Pemantauan hemodinamik
c. Pemantauan jantung
d. Obat-obatan :
Diuretik : Chlorthalidon, Hydromax, Lasix, Aldactone, Dyrenium
Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung
dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya. Sebagai
diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan TPR.
Penghambat enzim mengubah angiostensin II atau inhibitor ACE
berfungsi untuk menurunkan angiostenin II dengan menghambat enzim yang
diperlukan untuk mengubah angiostenin I menjadi angiostenin II. Kondisi ini
menurunkan darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan secara tidak
langsung dengan menurunakan sekresi aldosterne, yang akhirnya
meningkatkan pengeluaran natrium.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gerontik


A. Pengkajian
a Tujuan dalam pengkajian :
1. Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri
2. Melengkapi dasar – dasar rencana perawatan individu.
3. Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien.
4. Memberi waktu kepada klien untuk menjawab.
b Pengkajiam tersebut meliputi aspek :
1. Fisik
Wawancara :
a) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan.

b) Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia.

c) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.

d) Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan pndengaran.


e) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.
f) Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.

g) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan.


h) Kebiasaan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam
minum obat.

i) Masalah-masalah seksual yang telah di rasakan.

1) Pemeriksaan fisik :
a) Pemeriksanaan di lakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
b) Pendekatan yang di gunakan dalam pemeriksanaan fisik,yaitu : Head to
toe dan Sistem tubuh

2) Psikologis
a) Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan.

b) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak.

c) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan.

d) Bagaimana mengatasi stress yang di alami.

e) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri.

f) Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan.

g) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang.

h) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir,
alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaikan masalah.

3) Sosial ekonomi

a) Darimana sumber keuangan lanjut usia

b) Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang.

c) Dengan siapa dia tinggal.

d) Kegiatan organisasi apa yang di ikuti lanjut usia.

e) Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya.


f) Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
g) Siapa saja yang bisa mengunjungi.
h) Seberapa besar ketergantungannya.
i) Apakah dapat menyalurkan hoby atau keinginannya dengan fasilitas
yang ada

4) Spiritual
a) Apakah secara teratur malakukan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya.
b) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir
miskin.
c) Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan
berdoa.
d) Apakah lanjut usia terlihat tabah dan tawakal.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
mengeluh nyeri, tampak meringis (D.0077)
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai dengan
mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga (D.0055)
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
ditandai dengan akral teraba dingin, warna kulit pucat (D.0009)
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload ditandai dengan
tekanan darah meningkat, warna kulit pucat (D.0008)
5. Resiko cedera ditandai dengan perubahan fungsi kognitif (D.0136)

C. Intervensi
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan mengeluh
nyeri, tampak meringis (D.0077)
Kriteria Hasil:
1. Tingkat nyeri (L.08066)
1) Keluharan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Gelisah menurun
4) Ketegangan otot menurun
Intervensi :
1. manajemen nyeri (1.08328)
Tindakan:
a. Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
- ldentifikasi skala nyeri
- ldentifikasi respons nyeri non verbal
- ldentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- ldentifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri
- ldentifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
b. Terapeutik
- berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencanayaan,kebisingan)
- Fasilitasi lstirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur ditandai dengan
mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga (D.0055)
Kriteria Hasil:
1. Pola tidur (L.05045)
1) Keluhan sulit tidur menurun
2) keluhan sering terjaga menurun
3) kemampuan beraktivitas meningkat
4) Gelisah menurun
Intervensi :
1. Dukungan tidur (1.05174)
Tindakan
a. Observasi
- ldentifikasi pola aktivitas dan tidur
- Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan atau psikologis)
- ldentifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis. kopi,
teh, akohol, makan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum
tidur)
- Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

b. Terapeutik
- Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan, kebisingan, suhu, matras,
dan tempat tidur) Batasi waktu tidur siang, jika perlu
- Fasilitasi menghilangkan slres sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur rutin
- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. pijat,
pengaturan posisi,terapi akupresur)
- Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang
siklus tidur,terjaga

c. Edukasi
- -Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
- Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur
- Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM
- Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya
- Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur
(mis. psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja)

c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah ditandai
dengan akral teraba dingin, warna kulit pucat (D.0009)
Kriteria Hasil :
1. Perfusi Perifer (L.02011)
1) Tigor kulit membaik
2) warna kulit pucat menurun
3) tekanan darah sistolik membaik
4) tekanan darah diastolik membaik
Intervensi :
2. perawatan sirkulasi (1.02079)
Tindakan
a. Observasi
- Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema, pengisian kapiler,
warna, suhu, ankle brachial index)
- ldentifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. diabetes, perokok,
orang tua,hipertensi dan kadar kolesterol tinggi)
- Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas

b. Terapeutik
- Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
- hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan
perfusi
- hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera
- Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan perawatan kaki dan kuku
- Lakukan hidrasi
c. Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan berolahraga rutin
- Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
- Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika perlu
- Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
- Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
- Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis. melembabkan
kulit kering pada kaki)
- Anjurkan program rehabilitasi vaskular
- Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis. rendah lemak
jenuh, minyak ikan omega 3)
- Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. rasa
sakit yang tidak hilang saat lstirahat, luka tidak sembuh, hilangnya
rasa)

d. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload ditandai dengan


tekanan darah meningkat, warna kulit pucat (D.0008)
Kriteria Hasil :
1.Curah jantung (L.02008)
a. pucat menurun
b. tekanan darah membaik
c. CRT membaik
Intervensi :
1. Perawatan jantung (1.02075)
Tindakan

a. Observasi

- identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi


dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal nocturrnal dyspnea,
peningkatan CVP)
- Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
peningkatan berat Badan, hepatomegali, distensi vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)

- Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)

- Monitor intake dan output cairan

- Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama

- Monitor saturasi oksigen

- Monitor keluhan nyeri dada (mis. intensitas, lokasi, radiasi, durasi,


presivitasi yang mengurangi nyeri)

- Monitor EKG 12 sadapan

- Monitor Aritmia (kelainan irama dan frekuensi)

- Monitor nilai laboratorium jantung (mis. elektrolit, enzim jantung.


BNP, NTpro-BNP)

- Monitor fungsi alat pacu jantung

- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah


aktivitas

- Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum pemberian obat


(mis, beta blocker, ACE inhibitor, calelum channel blocker, digoksin)

b. Terapeutik

- Posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler dengan kaki ke bawah atau posisi
nyaman

- Berikan diet jantung yang sesuai (mis. batasi asupan kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan tinggi lemak)

- Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai indikasi

- Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat

- Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu


- Berikan dukungan emosional dan spiritual

- berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%

c. Edukasi

- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi

- Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap

- Anjurkan berhenti merokok

- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian

- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian

d. Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

- Rujuk ke program rehabilitasi jantung

e. Resiko cedera ditandai dengan perubahan fungsi kognitif (D.0136)


Kriteria Hasil :
1. Tingkat cedera menurun
1) Toleransi aktivitas meningkat
2) Nafsu makan meningkat
3) Gangguan mobilitas menurun
4) Ekspresi wajah kesakitan menurun
Intervensi :
1. Pencegahan jatuh
Tindakan:
a. Observasi
- ldentifikasi faktor risiko jatuh (mis. usia >65 tahun, penurunan tingkat
ke sadaran, defisit kognitif, hipotensi ortostatik, gangguan
keseimbangan, gangguan penglihatan, neuropati)
- ldentifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai dengan
kebijakan Institusi
- ldentifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh (mis.
lantai licin, penerangan kurang)
- Hitung risiko jatuh dengan menggunakan skala (mis. Fall Morse Scale,
Humpty Dumpty Scale) jika perlu
- Monitor kemampuan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda dan
sebaliknya

b. Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
- Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci
- Pasang handrall tempat tidur
- Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
- tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan pantauan perawat
dari nurse station
- Gunakan alat bantu berjalan (mis. kursi roda, walker)
- Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
c Edukasi
- Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan bantuan untuk
berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
- Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil perawat

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,  dimana
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam Haryanto, 2007).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994,
dalam Potter & Perry, 2011).
E. Evaluasi
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Ali, 2009).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan
mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak, dkk., 2011).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana : (Suprajitno dalam Wardani, 2013)
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O:Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan   pengamatan
yang objektif.
A:  Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P:   Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular


Aplikasi NIC &NOC. Jakarta : EGC.
Harif fadhilah, m. a. (2014). Standar diagnosis keperawatan indonesia. jakarta selatan12610:
Dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional indonesia.

Kurniawan, Ihsan, & Sulaiman. (2019). Hubungan Olahraga, Stress dan Pola Makan dengan
Tingkat Hipertensi di Posyandu Lansia di Kelurahan Sudirejo I Kecamatan Medan
Kota. JHSP, Vol. 1 No. 1.

Putri, Nanda Galib, dkk. (2019). Peramalan Jumlah Kasus Penyakit Hipertensi Di Kabupaten
Jember Dengan Metode Time Series. Journal of Health Science and Prevention Vol
3 No 1.
Putri, Nyayu Nina & Meriyani, Intan. (2020). Gambaran Tekanan Darah pada Lansia
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kademangan Kabupaten Cianjur. Jurnal
Keperawatan Vol. 6 No. 1.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Satandar Diagnosis Keperwatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarat Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai