Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

Kenyataannya semua lipid plasma manusia diangkut sebagai kompleks-

kompleks protein. Kecuali asam-asam lemak (fatty acids), yang terutama terikat

pada albumin, lipid dibawa dalam kompleks makromolekuler khusus yang disebut

lipoprotein. Sejumlah gangguan metabolisme yang melibatkan peningkatan

konsentrasi plasma dari spesies lipoprotein apapun disebut hiperlipoproteinemia

atau hiperlipidemia. Istilah hiperlipemia terbatas pada kondisi yang melibatkan

peningkatan kadar trigliserida dalam plasma.

1.1 Lipid

Seperti halnya karbohidrat, molekul lipid mengandung karbon, hidrogen

dan oksigen namun perbandingan atom-atom tersebut berbeda diantara keduanya.

Trigliserida merupakan lipid yang paling meruah dalam tubuh. Lipid yang ada

dalam tubuh terdiri dari berbagai bentuk, diantaranya:

a. Asam-asam lemak

Asam lemak berfungsi sebagai sumber energi dalam tubuh. Yang termasuk

kedalam asam lemak misalnya asam stearat [ CH3-(CH2)16-COOH ], asam

oleat [CH3-(CH2)7-CH=CH-(CH2)7-COOH ], asam linoleat.

b. Trigliserida

Trigliserida merupakan bentuk lipid yang paling meruah dalam tubuh yang

berfungsi sebagai sumber energi. Tristearin merupakan contoh trigliserida.

1
c. Fosfolipid

Fosfolipid merupakan komponen struktural dan membran sel, contohnya

fosfatidilkolin.

d. Kolesterol

Kolesterol merupakan komponen struktural dari membran sel dan

merupakan prekursor untuk asam bilus dan sintesis steroid. Beberapa hal

yang dasar yang perlu diketahui tentang kolesterol dalam hubungannya

dengan metabolisme lipid:

 Kolesterol mempunyai beberapa fungsi yang penting dalam tubuh

diantaranya sebagai bahan pembentukan hormon-hormon steroid dan

vitamin D3, serta sebagai bahan pembentukan membran sel.

 Kolesterol yang terkandung dalam makanan bukan satu-satunya

sumber kolesterol yang beredar dalam sistem sirkulasi, hanya

memberikan andil sebesar 20

 Faktor genetik mempengaruhi level kolesterol seseorang. Tiap orang

mempunyai konsentrasi yang dapat diterima dalam darah.

 Level konsentrasi bervariasi dengan umur dan kondisi fisik tertentu

 Umur 19 tahun, 3 dari 4 pria mempunyai konsentrasi kolesterol puasa

dibawah 170 mg/dL sedangkan wanita 175 mg/dL. Bertambahnya

umur akan mempengaruhi konsentrasi kolesterol dalam darah.

`e. Eicosanoid

Fungsi dari eicosanoid ini banyak termasuk mempengaruhi koagulasi

darah, kontraktilitas vaskular dan bronchial, serta reproduksi.

2
f. Sphingolipids

Merupakan bahan-bahan pembentukan SSP-Darah.

1.2. Metabolisme Lipid

Metabolisme yang terjadi dalam tubuh meliputi Katabolisme lipid

(lipolisis) dan Anabolisme lipid (Lipogenesis).

a. Katabolisme Lipid

Selama lipolisis terjadi, lipid dipecah menjadi bagian-bagian kecil

yang bisa dirubah menjadi asam piruvat ataupun masuk ke siklus TCA

secara langsung. Tahapan ini menghasilkan satu molekul gliserol dan

tiga molekul asam lemak. Gliserol masuk ke dalam siklus TCA setelah

enzim-enzim dalam sitosol mengubahnya menjadi asam piruvat.

Katabolisme asam lemak melibatkan enzim-enzim yang berbeda dalam

suatu rangkaian reaksi yang dikenal sebagai beta oksidasi.

b. Anabolisme Lipid (Lipogenesis)

Sintesis lipid yang dimulai dari gliserol yang terbentuk dari

dihiroksiaseton fosfat, yang merupakan intermediate dari jalus

glikolisis, dan asetil-CoA. Gliserol menyusun senyawa gliserida

sedangkan asetil-CoA akan menyusun sebagian besar lipid termasuk

asam lemak nonesensial dan steroid. Anabolisme merupakan suatu

proses yang melibatkan pembentukan ikatan kimia baru. Sel-sel dalam

tubuh membentuk komponen organik baru dengan tujuan :

 Untuk memelihara atau memperbaiki struktur sel

 Untuk mendukung pertumbuhan

3
 Menghasilkan proses sekresi

 Untuk menyediakan cadangan makanan.

1.3. Transportasi dan Distribusi Lipid

Seperti halnya glukosa, lipid dibutuhkan seluruh tubuh. Lipid dibutuhkan

untuk menjaga membran-membran sel yang tetap utuh dan menyediakan hormon-

hormon steroid yang harus mencapai target dalam berbagai jaringan dalam tubuh.

Sebagian besar lipid beredar dalam darah dalam bentuk lipotein, yaitu suatu

kompleks lipid (trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dll) dengan protein (apoprotein)

yang mengandung sejumlah gliserida tak larut air dan kolesterol dengan

dilingkupi permukaan fosfolipid, apoliprotein, serta sejumlah kolesterol bebas.

Protein-protein dan fosfolipid ini yang menyebabkan kompleks lipid-protein ini

larut dalam plasma. Fungsi apoliprotein berbeda-beda tergantung jenisnya.

Tabel 1. Jenis-jenis Apolipoprotein

Apolipoprotein Fungsi

Apo A – I Komponen struktural HDL, aktifator/kofaktor LCAT

Apo A – II Komponen struktural HDL, aktifator hepatik lipase dan/atau

menghambat LCAT

Apo B – 100 Komponen struktural VLDL, IDL, LDL, ligan untuk reseptor

Apo B – 48 LDL

Apo C – I Komponen struktural kilomikron

Apo C – II Aktivasi LCAT

4
Apo C – III Aktivasi lipoprotein lipase (LPL)

Apo E Inhibisi LPL, aktivasi LCAT, inhibisi uptake kilimikron dan

VLDL remnant

Apo (a) VLDL remnant

Ligan untuk reseptor Apo E hepatik dan reseptor LDL selular

Mirip plasminogen, antifobrinolisis

Lipoprotein biasanya diklarifikasikan berdasarkan ukuran dan ukuran

relatif lipid terhadap protein. Berikut ini lima grup lipoprotein yang sudah dikenal :

a. Kilomikron

Sebesar 95% berat kilomikron mengandung trigliserida. Kilomikron

merupakan lipoprotein yang paling besar yang berukuran 0,03 – 0,05

µm, diproduksi di sel-sel epitelial usus yang berfungsi untuk

membawa lipid yang terserap dari saluran pencernaan menuju sirkulasi

darah. Komponen utama kilomikron adalah trigliserida, sedangkan

apoliprotein dominan sebelum kilomikron masuk ke sirkulasi adalah

Apo B – 48, Apo A – I, Apo A – II, dan Apo A – III. Kilomikron

meninggalkan usus melalui sistem limfatik dan masuk ke sistem

sirkulasi melalui vena subclavian kiri. Di dalam pembuluh darah,

kilomikron berikatan dengan Apo C – II dan Apo E dari HDL plasma.

Sebagian fosfolipid, Apo A dan Apo C ditransfer ke HDL. Kilomikron

hasil penguraian oleh LPL disebut kilomikron remnant, mengandung

5
kolesterol, Apo E dan Apo B – 48 yang akan berikatan dengan

reseptornya di hati.

b. Very low-density lipoprotein (VLDL)

Mengandung trigliserida yang dibentuk oleh liver ditambah sejumlah

kecil fosfolipid dan kolesterol. Fungsi utamanya adalah membawa

gliserida yang terkandung didalamnya menuju jaringan perifer. Ukuran

diameter VLDL ini antara 25 – 75 nm. Komponen VLDL terdiri dari

trigliserida, kolesterol bebas, kolesterol ester, fosfolipid dan

apolipoprotein (Apo B - 100, Apo C – I, Apo C – II, Apo C – III, dan

Apo E). Bagian asam lemak dari VLDL dilepaskan ke jaringan

adiposa dan otot melalui cara yang sama dengan kilomikron. Aktifitas

LDL mengubah VLDL menjadi IDL dan VLDL remant, dimana IDL

akan berubah menjadi LDL.

c. Intermediate-density lipoprotein (IDL)

IDL adalah lipoprotein yang ukuran dan kompisisi lipidnya antara

VLDL dan LDL. IDL mengandung jumlah trigliserida yang lebih kecil

dibandingkan VLDL dan mempunyai jumlah relatif fosfolipid dan

kolesterol yang lebih banyak dibandingkan LDL.

d. Low-density lipoprotein (LDL)

LDL mengandung kolesterol, lebih sedikit jumlahnya dari pada

fosfolipid, dan sedikit gliserida. Diameter lipoprotein ini 25 nm dan

bertugas mengantarkan kolesterol menuju jaringan perifer.

6
e. High-density lipoprotein (HDL)

Diameter HDL sekitar 10nm dan mempunyai jumlah lipid dan protein

seimbang yang banyak. Lipid kebanyakan dalam bentuk kolesterol dan

fosfolipid. HDL mempunyai fungsi utama untuk mentransportasikan

kolesterol yang dihasilkan sel-sel perifer kembali ke hati untuk

disimpan atau dieksresikan dalam bentuk bilus.

Kilomikron yang dihasilkan oleh saluran pencernaan mencapai sirkulasi

darah dengan memasuki kapilari limfatik dan beredar sepanjang saluran thorac.

Meskipun kilomikron terlalu besar untuk berdifusi sepanjang dinding kapilari

darah, sel-sel endotelial sepanjang kapilari darah dalam otot skelet, otot jantung,

jaringan adiposa, dan hati mengandung enzim lipoprotein lipase yang akan

memecah komplek lipid. Ketika kilimikron menyentuh dinding endotelial,

aktifitas enzimatik akan melepaskan asam lemak dan monogliserida dari

kilomikron dan berdifusi sepanjang dinding endotelial menuju cairan interstitial.

Selanjutnya, hati mengontrol lipoprotein lain dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Sel-sel hati mensintesis VLDL, untuk dilepaskan ke dalam peredaran

darah.

2. Dalam kapilari perifer, lipoprotein lipase memindahkan banyak trigliserida

dari VLDL dan menghasilkan IDL. Trigliserida yang dilepaskan dipecah

menjadi asam lemak dan monogliserida.

7
3. Ketika IDL kembali lagi ke hati, trigliserida yang tersisa dilepaskan dan

protein yang ada dirubah. Proses ini menghasilkan LDL yang akan

kembali ke jaringan perifer untuk menghantarkan kolesterol.

4. LDL meninggalkan peredaran darah melalui pori kapilari atau menembus

endotelium melalui transportasi vesikular.

5. Ketika sampai di jarungan perifer, LDL di absorpsi dengan cara

endositosis dengan diperantarai oleh reseptor. Selanjutnya LDL dipecah

oleh cairan lisosom menghasilkan kolesterol.

6. Kolesterol yang tidak digunakan dalam sel untuk sintesis membran,

hormon-hormon, dan bahan lainnya meninggalkan sel perifer dan kembali

masuk kedalam peredaran darah dengan cara diserap oleh HDL dan

kembali ke hati.

7. DI dalam hati, HDL diabsorpsi dan kolesterolnya diekstraksi. Beberapa

kolesterol akan digunakan kembali untuk menyusun LDL dan sisanya

akan di ekskresikan dalam bentuk garam-garam bilus.

8. HDL yang telah dikosongkan kolesterolnya dilepaskan kembali ke

peredaran darah untuk beredar menuju jaringan perifer dan menyerap

kolesterol selanjutnya.

8
BAB II

HIPERLIPIDEMIA

2.1 Definisi

Hiperlipidemia berasal dari kata hiper-lipid-emia, hiper = berlebih, lipid =

lemak, emia = darah, sehingga hiperlipidemia berarti kadar lemak darah yang

berlebih.

Hiperlipidemia adalah keadaan yang ditandai oleh peningkatan kadar

lemak darah (kolesterol, trigliserida, maupun keduanya). Biasanya dihubungkan

dengan risiko terjadinya aterosklerosis atau penyakit jantung koroner (PJK), dan

kadang-kadang juga disertai kelainan lain seperti xantomatosis dan pankreatitis

Tabel Klasifikasi hiperlipidemia untuk dewasa

Kolesterol total
 < 200 mg/dL Kadar yang diinginkan
 200-239 mg/dL Kadar yang diwaspadai
 ≥ 240 mg/dL Kadar tinggi dan berbahaya
LDL
 < 100 mg/dL Optimal
 100-129 mg/dL Dekat atau mendekati optimal
 130-159 mg/dL Kadar yang diwaspadai
 160-189 mg/dL Kadar tinggi dan berbahaya
 ≥ 190 mg/dL Kadar yang sangat berbahaya
HDL
 < 40 mg/dL Rendah
 ≥ 60 mg/dL Kadar tinggi dan berbahaya
Triglycerides
 < 150 mg/dL Normal
 150-199 mg/dL Kadar yang diwaspadai
 200-499 mg/dL Kadar tinggi dan berbahaya
 ≥ 500 mg/dL Kadar yang sangat berbahaya

9
Tabel Klasifikasi hiperlipidemia untuk anak-anak

Kolesterol total
 < 170 mg/dL Kadar yang dapat diterima
 170-199 mg/dL Kadar yang diwaspadai
 ≥ 200 mg/dL Kadar yang tinggi
LDL
 < 110 mg/dL Kadar yang dapat diterima
 110-129 mg/dL Kadar yang diwaspadai
 ≥ 130 mg/dL Kadar yang tinggi

2.2 Etiologi

Kadar lipoprotein, terutama kolesterol LDL meningkat sejalan dengan

bertambahnya usia. Dalam keadaan normal, pria memiliki kadar yang lebih tinggi,

tetapi pada wanita setelah menopause kadarnya mulai meningkat. Faktor lain yang

menyebabkan tingginya kadar lemak tertentu (VLDL, LDL) adalah :

 Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia

 Obesitas

 Diet kaya lemak

 Kurang melakukan olah raga

 Penggunaan alkohol

 Merokok

 Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik

 Kelenjar tiroid yang kurang aktif

Sebagian besar kasus peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol total

bersifat sementara dan tidak berat, dan terutama merupakan akibat dari lemak.

10
Pembuangan lemak dari darah pada setiap orang memiliki kecepatan yang

berbeda. Seseorang biasa makan sejumlah besar lemak hewani dan tidak pernah

memiliki kadar kolesterol total lebih dari 200 mg/dL, sedangkan yang lainnya

menjalani diet rendah lemak yang ketat dan tidak pernah memiliki kadar

kolesterol total dibawah 260 mg/dL. Perbedaan ini tampaknya bersifat genetik dan

secara luas berhubungan dengan perbedaan kecepatan masuk dan keluarnya

lipoprotein dari aliran darah.

2.3 Klasifikasi Hiperlipidemia

Ada dua jenis hiperlipidemia, yaitu:

a. Hiperlipidemia primer

Hiperlipidemia primer banyak yang disebabkan oleh karena kelainan

genetik. Biasanya kelainan ini ditemukan pada waktu pemeriksaan laboratorium

secara kebetulan, yaitu waktu checkup. Ini disebabkan karena pada umumnya

tidak ada keluhan, kecuali pada keadaan yang agak berat tampak adanya xantoma.

Penyebab Hiperlipidemia Primer

Jenis Kelainan Kolesterol Trigliserida Penyebab


Hiperkolesterolemia Sangat Tinggi/normal Gangguan aktivasi reseptor
Familial (FH) tinggi LDL
Hiperkolesterolemia Tinggi Normal Gangguan yang jelas
Poligenik belum pasti
Gangguan ringan pada
reseptor LDL
Gangguan apolipoprotein
B-100
Pengurangan katabolisme
protein
Hipertrigliseridemia Tinggi Sangat tinggi Produksi berlebih VLDL-
Familial trigliserida di hati
Gangguan lipolisis

11
Hiperlipidemia Tinggi Tinggi Produksi berlebih dari
Familial Campuran VLDLyang mengandung
Apo B-100
Hiperlipidemia Sangat Tinggi Gangguan metabolisme
Remnan tinggi lipoprotein
Gangguan pada
pembersihan remnant
lipoprotein oleh hati
Sindrom Tinggi Sangat tinggi Defisiensi enzim LPL
Kilomikronemia Defisiensi Apo C II

b. Hiperlipidemia sekunder

Hiperlipidemia sekunder adalah peningkatan kadar lipid darah yang

disebabkan oleh suatu penyakit tertentu, misalnya diabetes mellitus, gangguan tiroid,

penyakit hepar, dan penyakit ginjal.

Hiperkolesterolemia Hipertrigliseridemia
Hipotiroidisme Diabetes mellitus
Sindrom nefrotik Obesitas
Disgammaglobulinemia Alkoholisme
Porphyria Gagal ginjal kronik
Penyakit hati Disgammaglobulinemia
Glycogen storage disease

2.4 Patofisiologi

Hiperlipidemia atau hiperlipoproteinemia merupakan suatu kondisi, bukan

merupakan suatu penyakit sehingga tidak ada gejala-gejala klinisnya. Pada tahap

lebih lanjut, beberapa symptom yang mungkin timbul antara lain : terjadinya

pengendapan lemak pada otot dan kulit (xanthoma). Pada kondisi kadar

trigliserida yang sangat tinggi (800 mg/dL atau lebih) dapat menyebabkan

pembengkakan hati limpa serta symptom pankreatitis seperti sakit perut.

12
Patofisiologi Klinik Hiperlipidemia

Tipe Gejala
I Sakit perut, hepatosplenomegali, eruptive xanthoma
II a Xanthoma, xanthelasma, tuberous xanthoma, acrus cornealis
II b Obesitas, Diabetes Melitus
III Xanthoma, Diabetes Melitus, hiperurikemia
IV Obesitas, Diabetes Melitus, hiperurikemia pada terapi estrogen
V Eruptive xanthoma, hepatosplenomegali, sakit perut

2.5 Diagnosis

Pemeriksaan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan

trigliserida direkomendasikan untuk dilakukan mulai usia lebih dari 20 tahun dan

minimal sekali dalam 5 tahun. Pengukuran ini sebaiknya dilakukan setelah pasien

berpuasa 12 jam atau lebih, karena jumlah trigliserida dapat meningkat pada

individu yang tidak berpuasa. Parameter lain yang biasa dijadikan acuan untuk

diagnosis adalah Apo A-1, Apo B, Lp (a), Small-Dense LDL, Ox-LDL. Saat ini

pemeriksaan profil lemak tidak hanya cukup dengan pemeriksaan kolesterol dan

trigliserida saja. Penambahan pemeriksaan Apo A-1, Apo B dan rasio Apo B/Apo

A-1 merupakan suatu keharusan dalam pemeriksaan profil lemak seseorang yang

berkaitan dengan gangguan metabolisme lemak. Apo A-1 dan Apo B merupakan

parameter yang lebih stabil dibandingkan dengan lemaknya sendiri karena

kandungan lemak maupun lipoprotein, densitas dan ukurannya selalu akan

berubah. Lemak dan lipoprotein akan dipengaruhi oleh umur dan diet, sedangkan

Apo A-1 dan Apo B tetap akan konstan.

Pemeriksaan lipid pertama-tama dilakukan dengan pemeriksaan kadar

kolesterol total, trigliserida, dan standing plasma yaitu keadaan fisis setelah

13
plasma disimpan dalam lemari es selama semalam. Metoda yang digunakan yaitu

kolorimetri, elektroforesis, ultrasentifugasi (cara untuk memeriksa lipoprotein

berdasrkan densitas).

Setelah diketahui ketidaknormalan lipid, komponen utama yang harus

dievaluasi adalah sejarah (usia, jenis kelamin, jika wanita siklus menstruasi dan

perubahan estrogen). Jika sejarah lengkap dan pemeriksaan fisik sudah dilakukan,

harus diperhitungkan juga :

 Ada atau tidaknya faktor resiko penyakit kardiovaskuler dan penyakit

kardiovaskuler pada pasien

 Sejarah keluarga adanya penyakit dini kardiovaskuler atau kelainan lipid

 Ada atau tidaknya penyebab sekunder hiperlipidemia, termasuk

pengobatan yang sedang dijalani

 Ada atau tidaknya nyeri abdomen, sejarah pankreatitis, penyakit

ginjal/hati, penyakit pembuluh darah perifer, aneurisme aorta abdomen,

atau penyakit pembuluh otak (stroke, iskemia).

Jika pemeriksaan fisik dan sejarah penyakit tidak mencukupi untuk

menentukan diagnosis penyakit turunan maka metode elektroforesis lipoprotein

gel-agarosa dapat digunakan untuk pemeriksaan.

Hubungan Kadar Lipid dalam Plasma dengan Resiko

Kolesterol total :
 < 200 mg/dL Normal
 200-239 mg/dL Resiko sedang
 ≥ 240 mg/dL Resiko tinggi
LDL :
 < 100 mg/dL Optimal
 100-129 mg/dL Mendekati optimal

14
 130-159 mg/dL Batas tinggi
 160-189 mg/dL Tinggi
 ≥ 190 mg/dL Sangat tinggi
HDL :
 30-65 mg/dL Laki-laki
 35-85 mg/dL Wanita
VLDL :
 1-30 mg/dL Normal
Kilomikron :
Negatif Normal (setelah puasa selama 12 jam)
Trigliserida :
 < 150 mg/dL Normal
 150-199 mg/dL Batas tinggi
 200-499 mg/dL Tinggi
 ≥ 500 mg/dL Sangat tinggi
Apo A-1
 110-160 mg/dL Laki-laki
 120-180 mg/dL Wanita
Apo B
 45-120 mg/dL Laki-laki
 45-110 mg/dL Wanita
Lp (a)
> 30 mg/dL Resiko tinggi
Rasio-rasio :
 kolesterol/HDL Resiko tinggi (>5)
 Apo B/Apo A-1
 LDL/HDL Normal < 3,5

15
BAB III

PENANGANAN HIPERLIPIDEMIA

Penanganan hiperlipidemia difokuskan untuk mengatasi kenaikan kadar

LDL sebagai faktor pemicu PJK. Prinsip dasar pencegahan ialah intensitas terapi

untuk mengurangi resiko harus disesuaikan dengan resiko absolut masing-masing

orang. Karena itu langkah pertama dalam pemilihan terapi penurun kadar LDL

ialah dengan menentukan status resiko, mengacu pada kadar kolesterol atau kadar

LDL (ATP III). Langkah selanjutnya ialah dengan mengetahui ada tidaknya faktor

resiko yang dapat mempengaruhi nilai ambang normal. Langkah pencegahan

terbagi menjadi pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer

ditujukan bagi penderita hiperlipidemia yang belum memiliki penyakit jantung

koroner (PJK). Tujuanya ialah penurunan LDL untuk mengurangi resiko jangka

panjang (>10 tahun) dan resiko jangka pendek terkena PJK. Dasar pencegahan

primer ialah dengan melakukan penanganan non farmakologik melalui TLC

(Therapeutic Lifestyle Changes), akan tetapi pada banyak kasus pencegahan

primer juga melibatkan pengobatan farmakologi dengan obat-obatan. Pencegahan

sekunder ditujukan bagi penderita hiperlipid yang juga memiliki PJK, terapi

penurunan LDL bertujuan untuk menurunkan kadar LDL hingga < 100 mg/dL,

dilakukan secara farmakologi dan nonfarmakologi.

16
3.1 Penanganan Nonfarmakologi

Penanganan nonfarmakologi di implementasikan melalui TLC (Therapeutic

Lifestyle Changes) dengan sasaran :

 Mengurangi asupan lemak jenuh (<7% kalori total) dan kolesterol

(<200 mg/hari)

 Pilihan terapi dengan asupan tanaman yang mengandung

stanols/sterols (2g/hari) dan makanan berserat (larut) (10-225 g/hari)

 Mengurangi bobot badan

 Meningkatkan aktivitas fisik

Tabel terapi diet untuk kolesterol tinggi

Nutrien Asupan yang disarankan

Lemak total 25-35 dari kalori total

Asam lemak jenuh < 7% dari kalori total

Polyunsaturated 10% dari kalori total

Monounsaturated 20% dari kalori total

Karbohidrat ≥ 55% dari kalori total

Serat 20-30 g/hari

Protein ±15% dari kalori total

Kolesterol < 200 mg/hari

Kalori total sesuai untuk menjaga berat badan yang diharapkan

17
Tabel Makanan yang dianjurkan dan yang dihindari

Makanan yang dianjurkan Makanan yang dihindari

Daging/ikan Daging muda, daging ayam tanpa Daging berlemak, kulit

kulit, ikan laut, batasi udang, cumi ayam/bebek, sosis,

dibakar/direbus daging olahan, jeroan,

makanan kaleng

Telur Putih telur boleh bebas Kuning telur 2

butir/minggu

Lemak/minyak Minyak jagung, kacang, bunga Semua minyak/mentega

matahari

Kacang Kacang, tahu, tempe, wijen Lemak selain yang

disebut di kiri

Nasi, roti Semua jenis nasi dan roti yang Nasi olahan (kebuli,

tidak diolah lemak), roti isi

Sayuran Semua jenis tidak terbatas

Buah bebas Batasi alpukat, durian

Untuk mencapai keberhasilan TLC diperlukan suatu model pemantauan.

Salah satu contoh model pemantauan TLC dari ATP III ialah sebagai berikut :

 Pada kunjungan pertama disarankan untuk memulai terapi perubahan gaya

hidup yaitu dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol,

melakukan kegiatan olahraga intensitas sedang, disertai konsultasi dengan

ahli gizi mengenai diet yang dilakukan (diet tahap 1)

18
 Kunjungn kedua sebaiknya 6 minggu kemudian dengan melakukan

pengukuran kolesterol serum (dibandingkan dengan kunjungan pertama),

kemudian dipertimbangkan untuk menambahkan stanol/sterol,

meningkatkan asupan serat, dan konseling diet tambahan. Bila kadar lipid

darah yang diharapkan tidak tercapai setelah bulan ke-3 maka dilakukan

diet tahap 2.

 Terapi diet untuk pasien tanpa faktor resiko penyakit lain sebaiknya dicoba

terlebih dahulu minimum selama 6 bulan sebelum terapi farmakologi

dilakukan. Pengecualian diberikan kepada pasien yang memiliki

hiperlipidemia dengan tingkat keparahan tinggi, atau memiliki dua atau

lebih faktor resiko, atau dipastikan menderita penyakit jantung koroner,

atau resiko ekivalen.

 6 minggu setelah kunjungan kedua, terapi farmakologi dapat

dipertimbangkan apabila sasaran LDL tidak tercapai. Pada saat itu, terapi

sindrom metabolik sebaiknya dimulai, pengaturan berat badan dan

kegiatan olah raga dilakukan secara intensif, disertai konsultasi dengan

ahli gizi tentang diet (bila belum dilakukan sebelumnya).

 Setelah sasaran LDL tercapai, pemantauan terhadap ketaatan pasien dalam

menjalankan terapi perubahan gaya hidup ini sebaiknya dilakukan selama

4 sampai 6 bulan.

3.2 Penanganan Farmakologi

Terapi farmakologi dilakukan berdasarkan pada kondisi LDL dengan

mengacu pada kelompok resiko tertentu. Secara garis besar obat-obat

19
hiperlipidemia terbagi menjadi golongan inhibitor kompetitif reduktase HMG-

CoA (statin), golongan obat resin pengikat empedu, golongan niacin (nicotinic

acid), dan golongan turunan asam fibrat.

1. Inhibitor kompetitif reduktase HMG-CoA (penghambat reduktase)

Senyawa inhibitor kompetitif reduktase HMG-CoA merupakan analog

struktural dari HMG-CoA (3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A). Kelompok

statin yang digunakan secara luas antara lain lovastatin, simvastatin, dan

pravastatin. Atorvastatin, cerivastatin dan fluvastatin merupakan obat yang serupa

(cerivastatin ditarik dari peredaran di Amerika sekitar Agustus 2001). Secara

umum statin bekerja dengan memperlambat produksi kolesterol dan

meningkatkan kemampuan hati untuk mengeluarkan kolesterol dari dalam tubuh.

Mekanisme kerja

Reduktase HMG-CoA merupakan perantara langkah awal biosintesis

sterol. Statin menginhibisi reduktase HMG-CoA dengan membentuk sejenis asam

mevalonat cincin terbuka. Inhibisi ini menyebabkan sintesis kolesterol terhambat,

sehingga meningkatkan ekspeksi reseptor LDL dan menurunkan degradasi

reseptor LDL. Efek tersebut meningkatkan baik kecepatan katabolisme fraksional

LDL maupun ekstraksi prekursor LDL oleh hati (VLDL sisa), sehingga

mengurangi simpanan LDL plasma. Oleh karena ekstraksi lintas pertama oleh hati

dari obat tersebut besar, maka efek utamanya terjadi dihati.

Penggunaan terapi dan dosis

Penghambat reduktase HMG-CoA bermanfaat pada penggunaan secara

tunggal maupun bersama dengan resin pengikat asam empedu atau niastin untuk

20
pengobatan gangguan yang melibatkan peningkatan kadar LDL plasma.

Penggunaan pada anak dibatasi hanya untuk mereka dengan hiperkolesterolemia

familial homozigot dan pasien khusus dengan hiperkolesterolemia familial

heterozigot.

Sesuai dengan mekanisme kerjanya dan arena pola biosintesis kolesterol

aktif pada sore hari, maka penghambat reduktase sebaiknya diberikan pada malam

hari apabila menggunakan dosis tunggal satu kali sehari. Absorpsi pada umumnya

(kecuali pravastatin) ditingkatkan dengan penggunaannya bersama dengan

makanan.

Dosis harian lovastatin bervariasi dari 10 mg hingga 80 mg. Pravastatin

hampir sekuat lovastatin, berdasar suatu massa, sampai dosis maksimum yang

dianjurkan sebesar 40 mg sehari. Simvastatin dua kali lebih kuat dan diberikan

dalam dosis sebesar 5-80 mg sehari. Kekuatan fluvastatin diduga sekitar separuh

dari lovastatin, berdasar massa, dan diberikan dalam dosis sebesar 10-40 mg

sehari. Atrovastatin merupakan agen yang paling efektif untuk pengobatan

hiperkolesterolemia parah. Atrovastatin diberikan dalam dosis sebesar 5-80 mg

sehari. Aktivitas penurun trigliserida-nya juga lebih besar daripada penghambat

reduktase lainnya, sehingga agen tersebut lebih bermanfaat untuk pengobatan

pasien dengan peningkatan trigliserida yang sedang.

Statin seringkali menjadi pilihan utama terapi penurunan LDL yang

memiliki resiko PJK terkait dengan aktivitasnya dalam memperbaiki fungsi

endotel, destabilisasi plaque, dan antiinflamasi pada atherosklerosis.

21
Efek samping, kontra indikasi dan toksisitas

Statin bekerja mempengaruhi mekanisme kerja hati, karena itu dapat

mempengaruhi fisiologis normalnya. Peningkatan aktivitas aminitransferase

serum (sampai tiga kali dari normal) terjadi pada beberapa pasien yang menerima

penghambat reduktase. Peningkatan tersebut seringkali tidak teratur sehingga

dapat mengganggu pada pengukuran laboratorium. Dengan adanya aktivitas ini,

maka perlu diperhatikan adanya kemungkinan hepatotoksik dan mengalami

penurunan LDL yang mendadak, malaise, dan anoreksia. Dosis penghambat

reduktase dapat diturunkan pada pasien dengan penyakit hati parenkimal. Secara

umum, aktivitas aminotransferase diukur pada garis batas dalam jangka waktu 1-2

bulan, dan kemudian setiap 6 bulan selama terapi.

Perlu diperhatikan timbulnya Myopathy yang ditandai dengan nyeri otot

lengan serta kelelahan (intense myalgia) atau urin yang berwarna kecoklatan. Hal

ini perlu ditindaklanjuti segera dengan pemeriksaan ke dokter. Selain itu biasanya

pemberian statin dapat menyebabkan nyeri perut, konstipasi serta nyeri abdominal

dan kram.

Wanita hamil, sedang menyusui, atau yang berencana untuk hamil

sebaiknya tidak diberikan statin. Kontraindikasi juga berlaku bagi penderita

gangguan hati kronis.

2. Resin pengikat Asam Empedu

Resin pengikat asam empedu biasanya berupa polymer senyawa amin

kuarterner yang bersifat sebagai resin penukar ion.

22
Mekanisme kerja

Resin yang bermuatan positif akan meningkat asam empedu yang

bermuatan negatif. Karena ukurannya yang besar, resin tidak akan diserap dan

bersama dengan asam empedu yang dikeluarkan melalui feses. Karena asam

empedu dalam saluran pencernaan terbuang, sehingga lemak dari makanan juga

tidak terserap oleh tubuh. Pada fisiologi normal, 95% asam empedu akan diserap

kembali. Dan karena asam empedu tersebut terbuang, akan merangsang sintesis

asam empedu dengan peningkatan jumlah reseptor LDL hingga uptake LDL oleh

sel-sel hati (internalisasi) menjadi lebih banyak dengan akibat kadar LDL di

dalam plasma akan turun. Untuk menyeimbangi peningkatan jumlah reseptor

LDL, maka akan terjadi upregulation dari HMG-CoA reduktase. Oleh karena itu

penggunaan golongan statin sebagai inhibitor HMG-CoA reduktase dapat

meningkatkan efek resin.

Obat ini tidak memberikan efek pada pasien dengan hiperkolesterolemia

familial homozigot yang mempunyai reseptor yang tidak berfungsi, tetapi ia

bermanfaat pada pasien heterozigot dengan keadaan heterozigot yang dikombinasi

dengan reseptor tidak sempurna.

Penggunaan Terapi dan Dosis

Biasanya digunakan sebagai agen terapi sekunder bersama dengan statin.

Resin juga digunakan pada pengobatan pasien hiperkolesterolemia familial

heterozigot. Pengobatan dapat mengantisipasi pengurangan hingga 15-20% pada

kadar kolesterol LDL dengan efek yang tidak signifikan terhadap kadar HDL.

Penurunan lebih besar pada dosis yang lebih rendah dapat diharapkan pada pasien

23
dengan bentuk hiperkolesterolemia yang lebih ringan. Kombinasi dengan statin

dapat menurunkan kadar kolesterol LDL hingga 40%.

Disamping penggunaanya untuk hiperlipidemia, resin dapat bermanfaat

mengatasi rasa gatal pada pasien yang mengalami kolestasis dan penumpukan

garam empedu. Selain itu, resin juga dapat dipakai untuk meningkatkan kecepatan

pembuangan digitalis dari tubuh pada keracunan digitalis yang berat karena resin

dapat mengikat glikosida digitalis.

Kolestipol dan kolestiramin merupakan preparat granular dan tersedia

dengan bungkus 5 gram dan 4 gram (bubuk atau tablet). Peningkatan dosis secara

bertahap dari 5 gram atau 4 gram per hari sampai 20 gram per hari secara oral

diperbolehkan. Untuk efek maksimum, dosis yang diperlukan adalah 30-32 gram

per hari. Dosis biasa untuk anak adalah 10-20 gram per hari. Resin digunakan

bersama dengan makanan dan dengan cara dicampurkan dengan sari buah atau air

dan dibiarkan terhidrasi selama 1 menit. Dosis kolestiramin lebih rendah 20%

dibandingkan dengan dosis kolestipol. Dosis kolesevelam adalah 625 mg, 6-7

tablet per hari.

Karena pengaruh resin terhadap absorpsi obat lain belum diketahui dan

dengan memperhatikan mekanisme kerjanya, sebaiknya penggunaan resin

dipisahkan 1 jam sebelum atau 3-4 jam setelah obat lain.

Efek samping dan kontraindikasi

Perlu diperhatikan efek peningkatan sintesis trigliserida hepatik khususnya

sebagai kontraindikasi bagi penderita hipertrigliserida (baseline > 250 mg/dL).

Selain itu akan muncul konstipasi, rasa kembung dan keluhan saluran cerna

24
lainnya serta pada pemakaian lama juga hipovitaminosis vitamin larut lemak.

Penggunaan bersamaan dengan psyllium dapat memperbaiki efek samping pada

gastrointestinal. Jantung rasa terbakar dan diare kadang-kadang dilaporkan. Mal

absorpsi asam filat kadang-kadang terjadi. Peningkatan batu empedu, terutama

pada pasien kegemukan, merupakan efek samping yang sudah diperkirakan tetapi

jarang terjadi. Masalah lain yang kadang-kadang harus terjadi adalah kulit

menjadi kering dan mengelupas. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian lanolin.

3. Niacin

Niacin adalah suatu kompleks vitamin yang larut dalam air (vitamin B3)

Niacinamid dapat diberikan sebagai sumber niacin untuk fungsi vitamin, tetapi

tidak mempengaruhi kadar lemak. Niacin sebagai golongan obat hiperlipidemia

dapat mempengaruhi seluruh parameter lipoprotein.

Mekanisme Kerja

Niacin memiliki berbagai efek pada metabolisme lipoprotein. Pada

jaringan adipose, niacin menginhibisi lipolisis trigliserida oleh hormon-sensitive

lipase, sehingga mengurangi transport asam lemak bebas ke hati dan menurunkan

sintesis dan esterfikasi asam lemak. Reduksi sintesis trigliserida menyebabkan

penurunan produksi hepatik VLDL. Niacin juga meningkatkan aktivitas LDL,

sehingga pengeluaran kilomikron dan VLDL dari tubuh meningkat. Tingkat

katabolisme HDL diturunkan, karena peningkatan kadar kolesterol HDL dan Apo

A-1 di dalam plasma.

25
Penggunaan Terapi & Dosis

Sebagai obat kombinasi dengan suatu resin pengikat asam empedu atau

suatu inhibitor/penghambat reduktase, niacin terbukti menormalkan kadar LDL

pada sebagian besar pasien dengan hiperkolestrolemia heterozigot familial.

Kombinasi obat tersebut merupakan induksi pula dalam beberapa kasus nefrosis.

Pada lipemia campuran parah yang tidak merespons secara lengkap pada langkah

pengaturan diet, niacin sering dapat menyebabkan penurunan yang besar pada

kadar trigliserida dalam plasma. Niacin juga bermanfaat pada pasien dengan

hiperlipoproteinemia gabungan dan pada pasien dengan disbetalipoproteinemia

familial. Niacin dapat efektif pada penggunaan secara tunggal atau dalam

kombinasi dengan inhibitor reduktase untuk mengobati hiperkolesterolemia.

Sebagai obat kombinasi untuk pengobatan hiperkolesterolemia heterozigot

familial, sebagian besar pasien memerlukan 2-6,5 g niacin setiap hari, tidak

diberikan lebih dari takaran tersebut. Untuk jenis hiperkolesterolemia lainnya dan

hipertrigliseridemia, 1,5-3,5 g sehari seringkali sudah cukup.

Sediaan niacin tersedia dalam bentuk tablet dan sediaan lepas lambat.

Sediaan tablet tersedia dalam kekuatan 50 mg – 500 mg. untuk mengurangi efek

flushing dan pruritus, obat diberikan dalam dosis terbagi, dimulai dengan 100 mg

dua atau tiga kali sehari yang ditingkatkan secara bertahap dan dimakan setelah

sarapan atau makan sore. Sedangkan sediaan lepas lambat tersedia dalam

kekuatan 2 g.

26
Efek Samping dan Kontraindikasi

Dua efek samping sering ditemui ialah flushing dan pruritus.

Manifestasinya berupa vasodilatasi kutaneus yang tidak berbahaya dan rasa

hangat yang tidak nyaman setiap kali pemberian dosis yang mulai dari awal

pemberian obat atau ketika dosis ditingkatkan. Penggunaan 0,3 g aspirin sekitar

serengah jam sebelum menurunkan efek yang diperantarai prostaglandin tersebut.

Ibuprofen, yang diberikan satu kali sehari, juga mengurangi rasa panas.

Takifilaksis terhadap efek yang tidak diinginkan tersebut biasanya terjadi dalam

waktu beberapa hari pada pemberian dosis lebih besar dari 1,5-3 g sehari.

Peningkatan kadar aminotransferase atau alkali fosfatase hingga dua kali

lipat dari harga normal mungkin terjadi namun biasanya berhubungan dengan

toksisitas hati yang parah. Walaupun jarang, dapat terjadi hepatotoksisitas parah

dan keadaan tersebut merupakan suatu indikasi untuk menghentikan hubungan

antara disfungsi hati berat termasuk nekrosis akut dengan penggunaan sediaan

lepas lambat (sustained release) niacin telah terbukti. Sejauh ini pengalaman

dengan suatu sediaan lepas lambat baru yang diberikan satu kali sehari dengan

dosis sebesar 2 gram atau kurang menimbulkan dugaan bahwa gagal hati akut

dapat dihindari.

Niacin dapat menginduksi resistensi insulin menyebabkan hyperglycemia,

tetapi keadaan tersebut juga bersifat reversible. Namun, pada pasien tertentu

dengan diabetes laten, efek tersebut mungkin lebih nyata dan tidak reversible

secara lengkap. Pemberian niacin pada pasien dengan terapi insulin mengharuskan

peninjauan ulang pada terapi insulinnya.

27
Hiperurikimia juga terjadi pada sekitar seperlima dari jumlah pasien dan

kadang-kadang memicu terjadinya pirai. Alopurinol dapat diberikan dengan

niacin apabila diperlukan untuk mengobati hiperurikemia. Oleh karena itu

terkadang diabetes dan pirai menjadi kontraindikasi relatif bagi niacin. Niacin

yang diujicobakan pada hewan dengan dosis manusia, dapat memberikan

kecacatan pada kelahiran sehingga sebaiknya tidak boleh diberikan pada wanita

hamil. Kontraindikasi juga berlaku bagi penderita gangguan hati kronis.

4. Turunan Asam Fibrat

Mekanisme kerja turunan asam fibrat masih belum diketahui pasti.

Diperkirakan terkait dengan ikatan turunan asam fibrat dengan peroxisome

poliferator-activated reseptors (PPARs). Ikatan ini menstimulasi sintesis LPL,

mereduksi ekspresi appoC-III, dan meningkatkan ekspresi apoA-II. Kenaikan LPL

akan menyebabkan kenaikan klirens lipoprotein kaya trigliserida, sedang reduksi

ekspresi apoC-III meningkatkan klirens VLDL. Peningkatan ekspresi apoA-I dan

apoA-II menyebabkan kenaikan HDL.

Turunan asam fibrat sering digunakan pada terapi tipe III

hyperlipoproteinemia, atau pasien dengan kadar VLDL yang tinggi, tetapi HDL

rendah. Gagal ginjal dan kerusakan hati merupakan kontraindikasi relatif bagi

penggunaan turunan asam fibrat. Kelompok besar turunan asam fibrat yang ada di

pasaran antara lain Gemfibrozil, Fenofibrat, dan Clofibrat.

 Gemfibrozil

Gemfibrozil dapat menurunkan kadar trigliserida pada orang sehat dan

penderita hipertrigliserida, selain itu gemfibrozil menurunkan kadar VLDL

28
dan menurunkan sedikit HDL. Pada penderita hiperlipoproteinemia

gemfibrozil dapat menaikan kadar HDL. Pada penderita hiperlipoproteinemia

tipe IV dan V, umumnya gemfibrozil dapat meningkatkan kadar LDL,

sedangkan pada penderita tipe IIa dan IIb dapat menurunkan kadar LDL.

Gemfibrozil dapat menurunkan kadar phospolipid dalam darah.

Mekanisme kerja

Mekanisme kerja gemfibrozil belum diketahui secara pasti, tetapi diduga

mempunyai aktivitas:

a. Menghambat lipolisis lemak pada jaringan adipose dan menurunkan

pengambilan asam lemak bebas oleh hati, salah satunya dengan

menurunkan produksi trigliserida di hati.

b. Menghambat produksi serta meningkatkan pengeluaran VLDL-Apo-B

c. Meningkatkan pastheparin plasma lipoprotein lipase dan menurunkan

aktivitas lipoprotein lipase di hati.

d. Gemfibrozil mempengaruhi metabolisme dengan meningkatkan

peroxisome proliferasi fungsi peroksidase berhubungan dengan katase dan

oksidasi asam lemak, selain itu meningkatkan saturasi kolesterol dari

kandung empedu dan empedu hati.

Penggunaan Terapi dan Dosis

Dosis gemfibrozil untuk dewasa adalah 2 kali sehari 600 mg sampai 900

mg dalam dosis terbagi. Bahkan untuk beberapa pasien bisa mencapai 1,5 g

perhari dalam dosis terbagi.

29
Efek samping

Efek samping penggunaan Gemfibrozil:

a. Pada saluran pencernaan : sakit pada bagian perut, epigastrik, muntah,

diare, konstipasi, kembung, mulut kering, berat badan turun, pankreatitis.

b. Pada system saraf : sakit kepala, pusing, pandangan kabur.

c. Hematologi : sedikit menurunkan kadar hemoglobin, hematokrit dan

leukosit, tetapi jarang menyebabkan anemia, leucopenia dan

trombositopenia.

d. Cholelothiasis, meningkatkan sekresi kolesterol pada empedu.

Gemfibrozil mempunyai efek mutagenik dan karsinogenik, selain itu

kontraindikasi untuk ibu hamil dan menyusui.

 Fenofibrat

Fenofibrat merupakan prodrug dan tidak mempunyai efek antilipemik

hingga dihidrolosis oleh jaringan dan plasma esterase sehingga menjadi

bentuk aktif yaitu asam fenofibrat. Fenofibrat mempunyai efek

menurunkan kolesterol total, LDL, VLDL, trigliserida dan Apo B, serta

menaikkan kadar HDL, Apo A-I dan Apo A-II.

Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja Fenofibrat belum diketahui secara pasti tetapi diduga

memiliki aktivitas:

a. Meningkatkan pengeluaran partikel yang kaya akan trigliserida.

b. Aktivasi lipoprotein lipase, menurunkan produksi Apo C-III yang

merupakan inhibitor lipoprotein lipase, serta meningkatkan lipolisis.

30
c. Aktivasi reseptor (peroxisome proliferators activated receptor a) yang

menginduksi sintesis HDL, Apo A-I dan Apo A-II.

Penggunaan Terapi dan Dosis

Fenofibrat memiliki dua bentuk sediaan yaitu fenofibrat micronized dan

nonmicronized. 67 mg fenofibrat micronized bioekivalen dengan 100 mg

fenofibrat nonmicronized. Dosis fenofibrat micronized adalah 1 kali sehari

200 mg sedangkan fenofibrat nonmicronized 3 kali sehari 100 mg.

Fenofibrat juga dapat menurunkan kadar asam urat, pada orang sehat dan

penderita hiperurikemia fenofibrat bekerja dengan meningkatkan ekskresi

asam urat.

Fenofibrat kontraindikasi untuk penderita dengan kerusakan dan kelainan

pada fungsi ginjal, serta penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.

Efek Samping

Efek samping penggunaan fenofibrat antara lain:

a. Kelainan fungsi hati (meningkatkan AST/SGOT dan ALT/SGPT)

b. Gangguan pada saluran pernafasan.

c. Sakit pada perut, sakit punggung, sakit kepala, diare, konstipasi,

peningkatan pengeluaran kreatinin.

Toksisitas

Pada penggunaan yang berlebih dapat menyebabkan efek toksisitas,

diantaranya dapat menyebabkan prankreatitis, selain itu dapat menyebabkan

penurunan jumlah hemoglobin, hemtokrit dan leukosit sehingga dapat

menyebabkan trobositopenia dan agranulositosis.

31
 Clofibrat

Clofibrat mempunyai efek penurun kadar VLDL dan LDL pada orang

sehat dan pada penderita kelainan lipoprotein (terutama hiperlipoproteinemia

tipe III). Pada pasien hiperlipoproteinemia tipe IV dan V dapat menurunkan

VLDL, LDL dan peningkatan HDL, sedangkan pada penderita tipe II A dan II

b efek clofibrat bervariasi.

Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja Clofibrat dalam menurunkan kolesterol dan trigliserida

belum diketahui secara pasti, tapi diduga:

a. Meningkatkan pengeluaran trigliserida dan VLDL.

b. Penghambatan biosintesis kolesterol sebelum pembentukan mevalonat.

c. Mobilisasi kolesterol dari jaringan.

d. Peningkatan ekskresi sterol netral.

e. Menurunkan sintesis lipoprotein di hati dan sekresi VLDL dari hati.

f. Menurunkan pelepasan asam lemak bebas dan penurunan sintesis

trigliserida.

Pengunaan Terapi dan Dosis

Dosis clofibrat untuk dewasa adalah 2 g perhari dalam 2 – 4 dosis terbagi.

Untuk penderita hipertrigliserida yang mengalami kerusakan ginjal hanya 500

mg perhari, sedangkan penderita dengan komplikasi diabetes insipidus 1,5 – 2

g perhari dalam dosis terbagi.

32
Kontraindikasi

Clofibrat dikontraindikasikan terhadap penderita yang hipersensitif

terhadap obat ini, wanita hamil dan menyusui, pasien dengan kelainan fungsi

hati dan ginjal terutama serosis empedu primer, pada kasus ini dapat terjadi

peningkatan kadar kolesterol setelah pemberian clofibrat.

Efek Samping

Efek samping yang terjadi setelah mengkonsumsi clofibrat diantaranya:

a. Pada saluran pencernaan : muntah, diare, dyspepsia, stomatitis, gastriris,

kembung, hypogeusia.

b. Pada jaringan otot : myalgia atau myositis dengan gejala kram, lemah otot,

anthalgia.

c. Kardiovaskular : aritmia, dapat meningkatkan atau menurunkan angina.

d. Kelainan fungsi ginjal : dysuria, hematuria, proteinuria.

e. Hepatik : peningkatan AST/SGOT dan ALT/SGPT, menurunkan produksi

alkalin phospatase dan -glutamyl transferase ( -glutammyl transferase

peptidase, GGT dan GGTP), bisa muncul hepatomegaly dan

granulomatosis.

2. Ezetimibe

Ezetimibe adalah sejenis obat baru berupa senyawa basa azetidione yang

dapat menurunkan lipid dan kolesterol diabsorpsi dengan memblok dinding

ususnya. Ezetimibe mengalami glukoronidasi di usus dan senyawa aktif

glukoronidnya diekskresikan ke empedu oleh hati. Ezetimibe dapat

mengurangi kolesterol LDL antara 15 – 20 % yang digunakan untuk

33
monoterapi dan dapat mengurangi LDL pada pasien dengan terapi statin yang

tidak berhasil. Kombinasi statin dosis rendah dan 10 mg ezetimibe dapat

menurunkan LDL sampai 50%, yang hanya dicapai oleh simvastatin dosis 80

mg. dengan waktu paruh sekitar 22 jam, ezetimibe hanya diberikan sekali

sehari dengan dosis 10 mg.

3. Probukol

Struktur kimia probukol tidak serupa dengan obat lain yang digunakan

untuk menurunkan kadar lipoprotein. Mekanisme kerjanya belum jelas, tetapi

mungkin menghambat biosintesis sterol dan memperbaiki transpor kolesterol

dari perifer ke hati. Probukol terutama menurunkan kadar kolesterol HDL ke

lipoprotein penerima terhadap peningkatan aktivitas cholestreyl ester transfer

protein (CETP). Kadar kolesterol dikurangi hanya terbatas pada kebanyakan

pasien. Beberapa individu dengan kadar LDL agak meninggi mengalami

penurunan sedang. Dosis biasa 500 mg dua kali sehari. Dari hasil pengamatan

menyatakan bahwa probukol dapat membantu penghambatan aterogenesis

jalan yang berbeda dengan penurunan lipid lainnya. Sifat antioksidannya

melindungi lipoprotein dari hidroperoksidasi, jadi menghambat pembentukan

sel busa didalam intima arterial.

4. D-Tiroksin

Mekanisme kerjanya yaitu meningkatkan konversi kolesterol menjadi

asam empedu dan meningkatkan metabolisme LDL dengan cara menambah

reseptor LDL hingga kadar LDL menurun. Dosis 1-2 mg tiap hari, perlahan-

lahan dinaikkan sampai maksimal 4-8 mg per hari.

34
Suatu model umum penggunaan obat-obatan anti hiperlipidemia, baik itu

untuk pencegahan primer maupun pencegahan sekunder ialah sebagai berikut:

1. Langkah pertama :

 Mulai terapi menurunkan LDL (setelah 3 bulan terapi pengubahan

gaya hidup)

 Obat yang umum dipilih : statin atau resin pengikat asam empedu

(BAR-Bile Acid Sequestrant Resin) atau asam nikotinat (niacin).

 Lanjutkan terapi pengubahan gaya hidup.

 Periksa kadar LDL-C setelah 6 minggu.

2. Langkah kedua :

 Bila sasaran LDL-C belum tercapai, intensifkan terapi penurunan

LDL.

 Pilihan terapi:

a. Statin dalam dosis lebih tinggi.

b. Kombinasi : statin + BAR.

c. Kombinasi : statin + asam nikotinat (niacin).

 Periksa kadar LDL-C setelah 6 minggu.

3. Langkah ketiga :

 Bila sasaran LDL-C belum tercapai, intensifkan terapi penurun LDL

atau meminta rujukan pada spesialis lipid.

 Lakukan penanganan terhadap faktor lipid lainnya (bila ada) :

a. Kadar trigliserida tinggi (> 200 mg/dL).

b. Kadar HDL rendah (< 40 mg/dL).

35
 Monitor respons dan kepatuhan terapi (selama 4-6 bulan).

Target Terapi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, secara umum penanganan

hiperlipidemia terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu pencegahan primer

untuk orang yang belum menderita PJK dan pencegahan sekunder untuk

pasien yang sudah menderita PJK. Lebih spesifik lagi, penanganan

hiperlipidemia mengacu pada pengelompokan berdasarkan kombinasi antara

ada tidaknya PJK atau ekivalen PJK, faktor resiko PJK, serta faktor resiko

PJK setelah 10 tahun. Faktor resiko yang dimaksud termasuk faktor resiko

yang dapat memicu PJK, meliputi : merokok, hipertensi (tekanan darah

>140/90 mmHg) atau dalam pengobatan hipertensi, HDL rendah (<40 mg/dL),

sejarah PJK pada keluarga, dan usia (pria >45, wanita >55). Jika HDL tinggi

(>60 mg/dL), dapat diperhitungkan sebagai faktor negatif yang dapat

menghilangkan salah satu faktor positif. Sedangkan yang dimaksud faktor PJK

seperti misalnya penyumbatan pada pembuluh-pembuluh arteri. Diabetes juga

diperhitungkan sebagai salah satu ekivalen bagi PJK.

Ketiga kelompok resiko ini ialah ; kelompok dengan PJK atau resiko

ekivalen PJK (resiko 10 th>20%), kelompok dengan 2 atau lebih faktor resiko

(resiko 10 th< 20%), kelompok dengan 0-1 faktor resiko. Setiap kelompok

memiliki batas pengukuran LDL masing-masing, meliputi sasaran akhir

pengurangan LDL, batas LDL dimana terapi Non Farmakologi harus

dilakukan, dan batas LDL dimana terapi farmakologi harus dipertimbangkan.

Semakin besar faktor resiko yang dimiliki, maka kadar LDL yang diharapkan

36
pada setiap tahap terapi akan semakin kecil. Berikut ialah tabel kelompok

resiko hiperlipidemia dengan sasaran LDL masing-masing.

Tabel sasaran LDL dan pemilihan terapi nonfarmakologi/farmakologi

Kelompok resiko Sasaran LDL Batas LDL terapi Batas LDL

(mg/dL) non farmakologi pertimbangan terapi

(mg/dL) farmakologi (mg/dL)

PJK atau resiko < 100 ≥ 100 ≥ 130

ekivalen PJK (100-129) opsi

(resiko 10 th > pemakaian obat

20%)

2 atau lebih faktor < 130 ≥ 130 Resiko 10 th 10-20% :

resiko (resiko 10 th ≥ 130

≤ 20%) Resiko 10 th < 19% : ≥

160

Tidak ada atau satu < 160 ≥ 160 ≥ 190

faktor resiko (160-189) opsi

pemakaian obat

Pada kelompok terapi dengan 0-1 faktor (Faktor resiko 10 tahun biasanya

<10%_, terdapat tiga baseline (nilai awal) LDL yang menjadi patokan. Jika

baseline LDL >160 mg/dL, maka terapi awal ialah dengan melakukan TLC

selama 3 bulan. Setelah 3 bulan, jika target LDL <160 mg/dL tercapai, maka

TLC terus dilakukan. Jika LDL hanya mencapai 160-189 mg/dL terapi

37
dilakukan dengan TLC sedangkan penggunaan obat (asam fibrat atau niacin)

hanya sebagai opso. Sedangkan jika nilai LDL melonjak sampai 190 mg/dL

selain TLC perlu diberikan obat anti hiperlipidemia (Statin). Jika baseline

LDL 130-159 mg/dL, terapi dilakukan dengan menjaga gaya hidup sehat

dengan masa evaluasi ulang setiap 1 tahun. Demikian juga pada baseline LDL

130-159 mg/dL, terapi dilakukan dengan menjaga gaya hidup sehat sedangkan

masa evaluasi ulang cukup dilakukan setiap 5 tahun.

3.3 Penanganan Farmakologi Pada Dislipidemia Spesifik

1. Kadar LDL-C sangat tinggi (≥190 mg/dL)

Gunakan obat-obatan penurun LDL :

 Statin (dalam dosis tinggi)

 Kombinasi statin + BAR

 Kombinasi statin + BAR + asam nikotinat (niacin)

2. Peningkatan Trigliserida (≥150 mg/dL)

 Target utama terapi : LDL-C

o Capailah sasaran LDL sebelum menangani aspek non-HDL

kolesterol:

Non-HDL kolesterol = VLDL + LDL

Non-HDL kolesterol = Total kolesterol – HDL

 Non-HDL kolesterol menjadi target sekunder terapi ketika kadar

serum trigliserida ≥200 mg/dL (khususnya 200-499mg/dL)

 Sasaran non-HDL kolesterol = sasaran LDL-C + 30 mg/dL

 Pendekatan terapi untuk non-HDL kolesterol yang meningkat :

38
a. Intensifkan terapi pengubahan gaya hidup

b. Intensifkan terapi obat penurun LDL

c. Untuk menurunkan VLDL, gunakan obat asam nikotinat

(niacin) atau gol. Fibrat

3. Kadar Trigliserida sangat tinggi (≥500 mg/dL)

 Tujuan terapi : mencegah pankreatitis akut

 Melakukan diet sangat rendah lemak (≤15% dari asupan kalori)

 Biasanya membutuhkan obat penurun trigliserida seperti asam

nikotinat (niacin) atau gol. Fibrat

 Kadar trigliserida diturunkan sebelum menurunkan LDL

3. Kadar HDL rendah (<40 mg/dL)

 Target utama terapi : LDL-C

 Apabila ada gangguan metabolisme, lakukan pengurangan berat

dan peningkatan aktivitas fisik

 Apabila kadar trigliserida ≥ 200 mg/dL, non-HDL kolesterol

menjadi target sekunder terapi

 Untuk pasien dengan PJK atau resiko ekivalen PJK, pertimbangkan

penggunaan asam nikotinat (niacin) atau gol. Fibrat

4. Dislipidemia Diabetik

 Memiliki pola lipoprotein yang disebut atheroghenic dyslipidemia

dimana kadar trigliserida tinggi, kadar HDL rendah, dan partikel

LDL berukuran kecil

 Sasaran LDL-C : < 100 mg/dL

39
 Apabila baseline LDL-C ≥ 130 mg/dL, kebanyakan pasien

membutuhkan terapi pengubahan gaya hidup dan obat-obatan

penurun LDL.

 Apabila baseline LDL-C 100-129 mg/dL, maka pertimbangkan

pilihan terapi sbb :

a. Kontrol glisemik yang intensif

b. Pemberian obat untuk atherogenic dyslipidemia, yaitu asam

nikotinat (niacin) dan gol. Fibrat. Untuk pemakaian niacin,

utamakan bentuk sustained-release yang lebih aman.

Sedangkan untuk gol. Fibrat, gemfibrozil merupakan obat yang

paling baik.

c. Intensifkan terapi penurunkan LDL; umumnya statin menjadi

pilihan utama (paling baik pilih atorvastatin atau simvastatin)

 Bila baseline trigliserida ≥ 200 mg/dL, maka non-HDL kolesterol

menjadi sasaran sekunder terapi

3.4 Pengobatan Dengan Kombinasi Obat

1. Turunan Fibric Acid & Resin Pengikat Asam Empedu

Kombinasi tersebut kadang-kadang berguna untuk mengobati pasien

dengan hiperlipidemia gabungan familial yang tidak tahan dengan

niacin. Namun, kombinasi tersebut dapat meningkatkan resiko

kolelitiasis.

2. Penghambat Reduktase HMG-COA & Resin Pengikat Asam Empedu

40
Penghambat redutase HMG-COA bekerja dengan resin pengikat asam

empedu secara sinergis yang khusus. Kombinasi tersebut barmanfaat

untuk pengobatan hiperkolesterolemia familial tetapi tidak dapat

mengendalikan kadar VLDL pada beberapa pasien dengan

hiperlipidemia gabungan familial. pravastatin, cervastatin, atorvastatin

dan fluvastatin diberikan paling sedikit satu jam sebelum atau emapt

jam setelah resin untuk memastikan absorpsinya.

3. Niacin & Resin Pengikat Asam Empedu

Kombinasi tersebut secara efektif mengendalikan kadar VLDL selama

terapi resin pada hiperlipidemia gabungan familial atau gangguan lain

yang melibatkan peningkatan kadar VLDL maupun LDL. Apabila

kadar VLDL dan LDL keduanya meningkat pada awalnya, maka dosis

niacin serendah 1-3 g/hari diduga cukup untuk pengobatan yang

dikombinasi dengan suatu resin.

Kombinasi niacin-resin tersebut sangat bermanfaat untuk mengobati

hiperkolesterolemia familial heterozigot. Kombinasi tersebut mungkin

mereflesikan efek campuran dari :

 Peningkatan katabolisme LDL yang disebabkan oleh resin

 Penurunan sintesis prekursor VLDL yang dikaitkan dengan niacin,

 Kemampuan niacin untuk menghambat biosintesis kolesterol

dalam hati.

Secara bermakna niacin juga meningkatkan kadar kolesterol HDL

dan seringkali menurunkan kadar Lp(a).

41
Dalam tiga penelitian regresi aterosklerosis utama, bukti kuantitatif

perubahan penyakit koroner terjadi dengan penggunaan regimen

tersebut. Efek pada kadar lipoprotein dipertahankan dan tidak terjadi

efek yang tidak diinginkan selain efek yang terjadi pada penggunaan

obat tersebut secara tunggal. Oleh karena resin tersebut mempunyai

sifat yang menetralisasi asam, iritasi lambung yang disebabkan niacin

pada beberapa pasien menjadi berkurang apabila pasien tersebut

mendapatkan obat kombinasi tersebut. Obat tersebut dapat diberikan

bersama, karena niacin tidak terikat pada resin tersebut. Kadar LDL

pada pasien desngan hiperkolesterol lainnya familial heterozigot

lazimnya dapat menjadi normal dengan pemberian dosis harian sampai

sebesar 6,5 g niacin dengan 24-30 g resin.

4. Niacin & Penghambat reduktase

Regimen tersebut diduga lebih efektif daripada hanya dengan

pemberian salah satu agen untuk mengobati hiperkolesterolemia familial.

Pengalaman membuktikan bahwa kombinasi tersebut paling efektif dan

merupakan kombinasi praktis untuk pengobatan hiperlipidemia gabungan

familial.

5. Kombinasi Ternary antara Resin, Niacin & Penghambat Reduktase

Agen tersebut bekerja dengan suatu cara yang melengkapi untuk

menurunkan kadar kolesterol serum menjadi harga yang terdapat pada

rentang normal yang rendah pada pasien dengan kelainan yang parah yang

melibatkan peningkatan kadar LDL. Efek berlangsung lama dan hanya

42
terdapat sedikit toksisitas senyawa yang terjadi. Dosis efektif obat

individual dapat diberikan lebih rendah daripada kalau masing-masing

obat digunakan secara tunggal, misalnya, niacin yang hanya 1-2 g dapat

meningkatkan efek dua agen lainnya secara nyata.

3.5 Interaksi Obat

Interaksi antar obat anti hiperlipidemia dan obat hiperlipidemia dengan obat
lain ditunjukkan oleh tabel

Tabel Interaksi antar Obat Anti Hiperlipidemia

No Antihiperlipidemia Antihiperlipidemia lain Keterangan

I Gol. Statin Gemfibrozil Rhabdomyolisis, resiko myopati

serta gagal ginjal akut

Niasin Rhabdomyolisis, resiko myopati

Kolestiramin Pravastin Kolestiramin dan kolestipol

mengurangi level serum pravastin


tetapi efek total penurunan lipid
meningkat

Hormon tiroid Mengurangi absorpsi hormon tiroid

3. Niasin Lovastatin Kasus Rhabdomyolisis

4. Probukol Klorfibrat Menurunkan kadar HDL

Resin Meningkatkan efek hipolipidemia

5. Gemfibrozil Resin Meningkatkan efek terapi

Gemfibrozil

43
Tabel Interaksi Antihiperlipidemia dengan Obat Lain

No Antihiperlipidemia Obat Lain Keterangan


I Niasin Warfarin Meningkatkan efek
hipoprotombikinase
2 Lovastatin, Siklosporin, Menyebabkan gagal ginjal akut.
Pravastin eritromism, Pravastin meningkatkan efek
antikoagulan. antikoagulan
Antipirin Menurunkan efek lovastatin
Propanolol Menurunkan efek lovastatin
3 Simvastatin Siklosporin, Resiko efek myopati dan
eritromisin, asam rhabdomyolisis
nikotinat
Antikoagulan Meningk an efek antikoagulan
Digoksin Meningkatkan aktivitas jantung
4 Fluvastatin Digoksin Tidak berefek terhadap kadar
digitoksin plasma tetapi
meningkatkan klirens digoksin
dalam urin
Simetidin, Meningkatkan bioavailabilitas
Ranitidin
Fluvastatin
Omeprazol, Meningkatkan bioavailabilitas
Rifampisin Fluvastatin
5 Kolestiramin Gol. Acarbose Menurunkan level serum insulin,
tetapi jika keduanya dihentikan level
serum insulin meningkat
Antikoagulan, Penggunaan bersaina akan
asetaminofen, menurunkan absopsi obat-obat ini.
sefalosforin,
kloroquin,

44
kortikosteroid,
digitalis glikosida
Methotrexate Menurunkan level serum
Methotrexate
6 Jemfibrozil Antikoagulan Meningkatkan efek antikoagulan
dan kadar anwrombin HI,
meningkatkan te~adinya sindrom.
miostik
Nfibefradil Meningkatkan resiko sindrom.
miostik
7 Niasin Aspirin Menguran-i reaksi flushing yang
biasa terjadi dengan niashi,
meningkat an level 6erum niasin.
8 Klofibrat Antikoagulan Meningkatkan efek antikoagulan
Kontrasepsi oral Meningkatkan level serum
kolesterol dan trigliserida
Furosemid Pada pasien sindrom nefrotik
menunjulckan diuresis nyata dan
gejala muscular
Obat Hipoglisemik Meningkatkan efek hipoglisemi
Probenesid Meningkatkan level serum Clofibrate
Rifampisin Mengurangi level serum metabolit
aktif dan Clofibrat.
3.6 Perhatian khusus

Manula

Hiperkolesterolemia merupakan faktor resiko independent PJK pada manula

(> 65 tahun). Resiko ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sebagian

besar wanita penderita PJK adalah manula dan juga beresiko terkena

osteoporosis maka disarankan memilih terapi diet dengan pertimbangan

45
asupan kalsium yang konsisten dengan pencegahan osteoporosis, olah raga,

dan mungkin ERT (estrogen replacement therapy).

Prinsip terapi obat pada manula sedikit berbeda dari orang dewasa walaupun

manula memberikan respon sebaik orang dewasa terhadap obat penurun lipid.

Pencapaian harapan hidup kecil karena umur pada awal pengobatan dan

jumlah pengurangan kolesterol. Perubahan dalam komposisi tubuh, fungsi

ginjal, dan perubahan fisiologis lainnya akibat usia dapat membuat manula

lebih rentan terhadap efek samping dari terapi obat penurun lipid. Terapi

sebaiknya dimulai dengan dosis lebih rendah dan ditingkatkan perlahan untuk

meminimalkan efek samping.

Beberapa efek samping yang sering dialami manula pada terapi obat penurun

lipid terdapat pada tabel :

Obat Efek samping


Resin asam empedu Konstipasi
Niacin Perubahan pada kulit dan mata, gout
Turunan asam fibrat Batu ginjal, kelainan tulang dan
persendian
Golongan statin Penyakit tulang

Wanita

Kolesterol merupakan faktor penting yang menyebabkan PJK pada wanita,

tetapi hubungannya tidak sejelas seperti yang terjadi pada pria. Pengaturan

genetik LDL dan HDL pada wanita dan pria tidak tampak berbeda. HDL

nampaknya menjadi faktor penyebab penyakit yang lebih penting pada

wanita. Kadar HDL yang rendah biasanya diikuti dengan obesitas. Tidak

46
terdapat perbedaan kadar lipid antara pria dan wanita. Penurunan resiko PJK

pada wanita relatif lebih besar dari pada pria.

Kontrasepsi oral berefeksamping mempengaruhi LDL dan HDL. Produk yang

mengandung estrogen sangat rendah dan progestin antiestrogen menyebabkan

perubahan yang sangat besar. Penggantian estrogen untuk terapi menopause

meningkatkan HDL sebesar 9-13% dan menurunkan LDL sebesar 4-10%,

yang cukup untuk mempengaruhi resiko PJK. Terapi siklik dengan terapi

estrogen-progestin dapat mengganti efek estrogen-progestin dan dosis yang

digunakan.

Kadar kolesterol dan trigliserida semakin meningkat selama masa kehamilan.

Rata-rata peningkatan kolesterol sebesar 30-40 mg/dL terjadi pada sekitar

minggu ke 36-39. kadar trigliserida dapat meningkat sebanyak 150 mg.dL.

terapi obat tidak dilakukan atau tidak dilanjutkan selama masa kehamilan.

Terapi diet merupakan terapi yang tetap dilakukan dengan menekankan

pemeliharaan keseimbangan nutrisi yang dibutuhkan pada masa kehamilan.

Anak anak

Terapi pada anak-anak tidak dianjurkan dilakukan sampai usia 10 tahun atau

lebih. Pedoman dan tujuan terapi berbeda dari orang dewasa. Pada umumnya

anak-anak usia dini diterapi dengan modifikasi gaya hidup sampai usia 2

tahun. Sekuestran asam empedu digunakan pada anak-anak karena dapat

meminimalkan toksisitas sistemik. Beberapa literatur menyarankan

penggunaan resin karena aman dan efektif pada anak-anak. Untuk penderita

47
hiperkolesterolemia akut (hiperkolesterolemia familial), diperlukan perawatan

lebih intensif.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Bertram, G. Katzung, Farmakologi Dasar dan Klinik, Buku 2 edisi 8, Bagian


Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba Medika
2002

2. Buku Ajar Ilmu Pemyakit Dalam, Jilid 1, Edisi Ketiga, balai Penerbit FKUI
Jakarta 1996

3. Dipiro, Pharmacotherapy Handbook Fifth Edition, Medical Publishing


Division, 2003

4. Approach Robert L Talbert Pharmacotherapy a pathophysiologic Volume 1


Sixth edition, tahun 2005

49
50

Anda mungkin juga menyukai