Anda di halaman 1dari 3

Bacaan hari ini (Luk. 6:17.20-26) berbicara tentang SABDA BAHAGIA.

Injil Matius juga berbicara tentang


SABDA BAHAGIA (Mat 5:3-12). Namun berbeda dengan Injil Matius yang menyebut "9 kali"
"BERBAHAGIALAH", Injil Lukas hanya menyebut "4 kali". Walau jumlahnya berbeda, namun pesan pokok
SABDA BAHAGIA itu tetap sama. Kebahagiaan yang ditawarkan Yesus sangat berbeda bahkan bertentangan
dengan ukuran dunia.

Orang-orang yang berbahagia menurut Yesus adalah 1) orang yang miskin; 2) orang yang lapar; 3) orang yang
menangis; 4) orang yang dibenci, dikucilkan, dicela dan ditolak. Apa makna ke-4 SABDA BAHAGIA ITU ? 1.
"Orang yang miskin" artinya orang yang menggantungkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Dia menyadari
dirinya lemah, berdosa dan tidak berdaya. Hidupnya menjadi hampa tanpa Tuhan. Oleh karena itu, dia
membutuhkan Tuhan. Tuhan adalah segala-galanya. 2. "Orang yang lapar" artinya orang yang lapar dan haus
akan kebenaran. Saat ini dunia dipenuhi oleh kebenaran semu bahkan kebohongan. Media sosial diisi dengan
berita-berita bohong atau hoax. Dalam kondisi seperti ini, kita harus kembali ke Firman Allah yang menjadi
sumber kebenaran sejati. Maka "lapar dan haus" di sini bisa berarti sebuah kerinduan akan hubungan yang akrab
dengan Allah - Sang Kebenaran Sejati. Hubungan akrab dengan Allah akan menjadi sumber kekuatan untuk
hubungan yang harmonis dengan sesama. 3. "Orang yang menangis" artinya orang yang berdukacita karena
keberdosaannya. Dosa telah memutuskan hubungan manusia dengan Tuhan. Manusia ingin menjalin kembali
hubungannya dengan Tuhan. Dia dengan tulus menyesali dosanya dan bertobat. 4. "Orang yang dibenci dan
ditolak" karena mempertahankan kebenaran. Hidup dalam suatu masyarakat yang diwarnai kepalsuan dan
pencitraan seringkali tidak mudah. "Yang benar dianggap salah" dan "yang salah dianggap benar". Dalam
situasi seperti itu orang yang mempertahankan kebenaran acapkali dibenci dan ditolak. Lalu apa arti SABDA
BAHAGIA ini untuk hidup kita ?

Sabda Bahagia adalah potret seutuhnya dari seorang murid Kristus. Seorang murid Kristus adalah seorang yang
merasa "miskin" di hadapan Allah dan akan mempercayakan seluruh hidupnya kepada Allah. Dia juga seorang
yang "lapar" akan kebenaran dan selalu mencari kebenaran sejati. Dia akan hidup dari kebenaran itu dan
memancarkan kebenaran itu melalui kata-kata, sikap dan tindakannya. Dia juga seorang yang "menangis" dan
berdukacita akan keberdosaannya. Dia selalu rindu untuk menjalin hubungan yang baik dengan Allah dan
dengan sesamanya. Dan akhirnya, seorang murid Kristus adalah seorang yang siap "dibenci dan ditolak" demi
kebenaran. Tuhan Yesus sendiri bukan saja dibenci dan ditolak, melainkan mati di salib untuk mempertahankan
kebenaran (bdk. Yoh.18:37). Dan seorang murid Kristus harus mengikuti jalan yang sama yaitu JALAN
SALIB. Namun dengan menghayati SABDA BAHAGIA itu, kita akan benar-benar mengalami kebahagiaan
yang sejati. Karena "bersukacita dan bergembiralah, sebab sesungguhnya besarlah ganjaranmu di surga" 

Dalam perjalanan kehidupan Kita, sudah banyak Kita menemukan ungkapan-ungkapan kekhawatiran akan
perjalanan hidup tak terkecuali dari dalam diri Kita. Ada saudara yang takut miskin, ada seorang ibu tidak ingin
berduka cita, ada teman yang malu untuk menjadi  orang yang lemah lembut, ada sahabat yang tidak senantiasa
lapar dan haus akan kebenaran, ada guru yang tidak mau murah hati, ada seorang anak gadis yang takut diejek
karna suci hatinya, ada seorang siswa yang tidak tau membawa damai, dan banyak orang tidak mau dianiaya
karena kebenaran dan tidak mau dicela dan dihina serta difitnah segala yang jahat oleh karena iman kepada
Tuhan. Hal-hal itu adalah realitas yang kita jumpai dari kehidupan di dunia ini.

Ibu – bapak – saudara-saudari yang dikasihi oleh Tuhan. Bacaan Injil hari ini dengan tegas mewartakan kepada
kita tentang Sabda Bahagia. Berbahagialah… berbahagialah… berbahagialah…. Segala ketakutan-ketakutan
yang Kita sebutkan diatas adalah sikap nyata yang dialami oleh setiap manusia. Mengapa Kita takut untuk
kehilangan hal yang menyenangkan dan menguntungkan bagi Kita? Apakah memang begitu menyenangkankah
segala keindahan dan kebahagiaan yang ditawarkan oleh dunia ini dibandingkan dengan kebahagiaan yang
diberikan oleh Tuhan dalam kerajaan-Nya? Pertanyaan itu dapat kita jawab masing-masing dalam hati kita.

Ungkapan Sabda Bahagia yang diwartakan kepada kita adalah kebahagiaan yang berasal dari Tuhan bukan dari
dunia ini. Kebahagiaan menghadapi segala ketakutan kita terhadap kehidupan, kekhawatiran akan hari esok, dan
keengganan untuk mau menderita. Pada dasarnya kita adalah manusia yang lemah, egois, dan penuh dengan
dosa. Namun itu bukan alasan untuk takut, untuk khawatir, dan untuk enggan. Kelemahan dan kekurangan kita
adalah jalan bagi kita untuk menyadari bahwa hidup kita itu terbatas. Kita tidak mampu melakukan apa pun jika
hanya mengandalkan kemampuan kita, sebab pertolongan kita ada dalam Tuhan yang menjadikan langit dan
bumi.

Pada bacaan pada hari ini juga kita disajikan dengan penekanan yang mengutuk. Mengapa Yesus memilih untuk
“mengutuk” para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang nota bene adalah para pemimpin agama pada
zamannya? Walaupun pada umumnya mereka dipandang memiliki kuasa, tanpa tedeng aling-aling Yesus
melontarkan kritik-kritik-Nya terhadap praktek keagamaan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu.
Kepedihan-Nya melihat peri kehidupan para pemuka agama tersebut, menggerakkan hati-Nya untuk
menyerukan kata-kata “celaka” yang kita baca dalam Injil hari ini. Dalam seruan-Nya, Yesus dengan jelas
memperingatkan mereka tentang konsekuensi-konsekuensi negatif dari perilaku mereka. Yesus melihat
bagaimana orang-orang “suci” itu menggunakan agama sebagai sekadar tameng atau topeng, artinya demi
pencapaian tujuan-tujuan mereka sendiri, meninggikan diri mereka sendiri dan sebenarnya menolak agama yang
benar. Yesus juga terpaksa mengkonfrontir dosa-dosa mereka – yang jika tidak dijaga – akan berakibat dalam
kematian spiritual.
Dalam dua seruan “celaka”-Nya, Yesus menuduh para ahli Kitab dan orang-orang Farisi sebagai menghalang-
halangi orang-orang untuk sungguh dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah (Mat 23:13,15). Mereka tidak hanya
memilih untuk tidak masuk, melainkan juga menghalangi orang-orang lain dengan penolakan mereka terhadap
Kristus. Yesus juga menunjuk kemunafikan mereka pada waktu mengklaim memimpin orang-orang kepada
Allah, namun gagal untuk mendorong agar tercapai kekudusan. Sebaliknya mereka datang dengan ide-ide
mereka  sendiri yang sudah tidak lurus lagi, sehingga membuat kondisi spiritual orang-orang lain menjadi lebih
buruk lagi.

Pada akhirnya, Yesus menamakan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu sebagai “orang-orang buta yang
menuntun orang-orang buta”, karena mereka melarang orang-orang bersumpah demi benda-benda suci namun
menyetujui sumpah-sumpah yang diucapkan demi hal-hal yang kurang penting (Mat 23:16). Mereka menjadi
buta terhadap nilai sejati dari kehadiran Allah di antara mereka. Seruan “celaka” ini menggemakan pernyataan
Yesus dalam “Khotbah di Bukit” yang melarang sumpah dan mendorong para pengikut-Nya untuk hidup jujur
dan murni

Seruan-seruan “celaka” Yesus ini kiranya mengikuti contoh yang menyatakan kehancuran dari orang-orang –
yang melalui ketamakan dan ketidakbenaran – mendistorsikan keadilan dan kebenaran yang sejati. Dalam Injil,
Yesus menggambarkan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi sebagai orang-orang yang menggunakan agama
untuk memperoleh kekuasaan dan telah menukarkan kebenaran Allah dengan sekadar ide-ide manusia tentang
agama. Matius menggunakan bacaan Injil kita hari ini untuk memperingatkan komunitas Kristiani awal akan
kecenderungan-kecenderungan serupa di antara mereka. Kita juga dapat mengambil kata-kata keras Yesus ini
sebagai suatu peringatan dalam situasi-situasi yang kita hadapi. Marilah sekarang kita bertanya kepada Roh
Kudus, Roh Kebenaran, untuk menunjukkan kepada kita bagaimana kita sendiri telah mendistorsi Injil demi
memenuhi kebutuhan/kepentingan kita sendiri.
Dalam keheningan, kita mencecap sabda celaka yang juga ditujukan kepada kita. Kita rasakan, kita teliti
kembali tindakan kita, kita buktikan kalau kita memang tidak terlibat dalam sabda celaka. Hati yang bening
akan menuntun kita.
Hari ini Yesus mengajak kita untuk memupuk sikap rendah hati yang menjadi jalan bagi kita untuk bertemu
Tuhan. Melalui sikap ini, Tuhan akan masuk ke dalam hati kita.
Juga sikap sederhana, terutama saat kita berbicara tentang Tuhan dan agama. Tuhan tidak serumit penjelasan
kita. Ia adalah pribadi yang dekat. Maka, janganlah menghalangi orang lain yang ingin dekat dengan Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai