Anda di halaman 1dari 25

REFLEKSI KASUS

MORBILI

Oleh:

Tatik Handayani
0708015045

Pembimbing:

dr. Indra Tambun, Sp.A

LAB/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVERSITAS MULAWARMAN 2011

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar, meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti Amerika Serikat1. Program pencegahan dan pemberantasan campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB (Kejadian Luar Biasa). Hasil pemeriksaan sampel darah dan urin penderita campak pada saat KLB menunjukkan IgM positif sekitar 70-100 persen. Insiden rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992-1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada semua kelompok umur. Tahun 1997-1999 kejadian campak dari hasil penyelidikan KLB cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak krisis pangan dan gizi, namum masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive. Sidang WHA (World Health Assembly) tahun 1998, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan efikasi vaksin 85 persen. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi2.

TUJUAN Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah : 1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan. 2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang terdapat pada kasus. 3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang didapat.

REFLEKSI KASUS
IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis kelamin Alamat Orang tua: Ayah: Nama Usia Pekerjaan Pendidikan Ibu: Nama Usia Pekerjaan Pendidikan Agama : Tn. A.S : 50 tahun : Reklame : SMA : Ny. A : 36 tahun : Ibu rumah tangga : SMP : Islam : An. K.K. : 3 Tahun 8 minggu (25 September 2011) : Perempuan : Sempaja Rt.24

Masuk Rumah Sakit : Selasa, 21 Juni 2011, pukul. 16.30 WITA ANAMNESIS Alloanamnesa dengan ibu kandung pasien tanggal 22 Juni 2011. Keluhan Utama Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang: Demam sejak 5 hari sebelum MRS, demam tidak disertai kejang dan menggigil. Demam timbul mendadak dan langsung tinggi, tidak turun dengan obat penurun panas. Batuk sejak 3 hari sebelum MRS, batuk tidak berdahak (kering). Satu hari SMRS pasien mengalami ruam-ruam merah yang pertama kali muncul pada tengkuk dan belakang telinga, kemudian menyebar ke badan, tangan dan kaki. (-), namun selama 1 minggu yang lalu mencret (+), cair, banyak, sehingga nafsu makan semakin menurun. Muntah (-). Buang air kecil tidak ada masalah. selain itu, pasien mengalami mata merah sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan

menurun dan badan lemas sejak 6 hari SMRS. BAK lancer dan BAB tidak ada selama 4 hari. Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama dengan pasien. RIWAYAT KEHAMILAN/PRENATAL Pemeriksaan Prenatal Tempat Penyakit selama kehamilan : Praktek Bidan :-

Obat-obatan yang diminum selama kehamilan: RIWAYAT PERSALINAN Usia kehamilan Jenis persalinan Ditolong oleh Keadaan bayi saat lahir: Langsung menangis Gangguan bernafas (-) Langsung menyusui : 3500 gram : 51 cm : 9 Bulan 2 hari : Spontan : Bidan

Berat badan lahir Panjang badan lahir

RIWAYAT PASCA PERSALINAN Periksa di Frekuensi Keluarga Berencana : Ya Jenis Gangguan : Pil Mitroguinon : Tidak ada : Bidan : Tidak menentu (1 kali/1-2 bulan)

Pemberian Imunisasi: IMUNISASI BCG POLIO CAMPAK DPT HEPATITIS B Perkembangan Anak

I 1 bulan 1 bulan 9 bulan 2 bulan 2 bulan

II ////////////// 2 bulan 3 bulan 3 bulan

III ////////////// 3 bulan 4 bulan 4 bulan

IV ////////////// 4 bulan ////////////// //////////////

BB lahir PB lahir

: 3500 gram : 51 cm

BB sekarang : 13 kg PB sekarang : 98 cm Gigi keluar Tersenyum Miring Tengkurap Merangkak Berdiri Berjalan : 16 bulan : 4 bulan : 2 bulan : 4 bulan : 6 bulan : 10 bulan : 16 bulan

Berbicara 2 suku kata : 16 bulan

PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 22 Juni 2011 Berat badan Panjang Badan Tanda Vital Nadi Suhu badan Frekuensi nafas : 104 kali/menit : 38,5oC : 32 kali/menit : 13 kg : 98 cm

Kesan umum : Compos mentis 6

Status Gizi: Berdasarkan Harvard BB/Usia: BB normal sesuai usia: (11 (bln) + 9)/2 = 10 kg Status Gizi Gizi Buruk: BB/PB, Z-score: PB: 65 cm; BB: 4,9 kg, standar deviasi (SD)= antara -3 (-4) (<70%) Gizi Buruk Kepala Rambut Ubun-ubun cekung Mata Hidung Telinga Mulut Leher Kaku kuduk Pembesaran Kelenjar Kulit Turgor Dada Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung S1/S2 tunggal reguler Bising Abdomen Inspeksi : Datar 7 : (-) : Gerakan simetris : Thrill (-) : Sonor : Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-) : (-) : (-) : Ruam Makulopapular (+) : Baik : Warna hitam : (+) : Merah, Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks cahaya (+/+), Pupil: Isokor ( 2 mm/2mm), cowong (-) : Sumbat (-), Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-) : Bersih, Sekret (-) : Lidah bersih, Faring Hiperemis (-), mukosa bibir kering, pembesaran Tonsil (-/-) : 4,9/10 = 49% (Gizi buruk < 60%)

Palpasi Perkusi Auskultasi Genitalia Ekstremitas Pemeriksaan Penunjang Laboratorium: Hemoglobin Lekosit Hematokrit Trombosit RESUME Anamnesa : : 35 % : 11,8 gr%

: Soefl, Nyeri tekan (-), Hepar/ lien tidak teraba, Kembung (-) : Timpani : Bising usus (+) normal : Dalam batas normal : Akral hangat, Edema (-)

: 4150 /mm3 : 280.000 /mm3

Demam (+) 5 hari SMRS Batuk kering (+) 3 hari SMRS Bercak merah (+) 1 hari SMRS Mata merah (+) 1 hari SMRS Nafsu makan menurun, badan lemas sejak 6 hari SMRS

Pada pemeriksaan fisik : Pasien tampak sakit sedang. Terdapat konjungtivitis pada kedua mata. Kulit pasien terlihat ruam merah . Kesadaran kompos mentis. Tanda vital : Nadi : 104 kali/menit, RR: 32 kali/menit, T : 38,5 C

Pemeriksaan penunjang : Hemoglobin : 11,8 gr% 8

Lekosit Hematokrit Trombosit : 35 %

: 4150 /mm3 : 280.000 /mm3

DIAGNOSIS BANDING Rubella Alergi obat Exantema subikum MORBILI PEMERIKSAAN ANJURAN Darah Lengkap USULAN PENATALAKSANAAN IVFD DS NS 15 tpm Paracetamol syr 3 x C DMP Syr 3 x1/2 C Vitamin A 200.000 UI dubia ad bonam

DIAGNOSA KERJA

PROGNOSIS

FOLLOW UP
HARI/TANGGAL 22 Jubi 2011 PEMERIKSAAN Tx. IGD: IVFD RL 6 tts/mnt makro Ampicillin 3 x 150 mg iv (skin test) Gentamycin 2 x 12,5 mg iv (skin test) Mucohexin syr 3 x cth 10 Juli 2009 S: Demam (-), muntah (-), batuk (+) berdahak, sesak (-), makan minum mau O: CM, BB: 4,9 kg, Suhu: 36,6C, Nadi: 120 x/mnt, RR: 30 x/mnt, anemis (-), vesikuler, whezzing (-/-), ronkhi (+/+), bising usus (+) N, turgor kulit kurang A: 11 Juli 2009 Broncopneumonia + KEP P. Tx. Idem Paracetamol syr 3 x cth P: Tx. Idem PLANNING

(marasmus) S: Demam (-), muntah (-), batuk (+) berdahak, sesak (-), BAB agak susah, makan minum mau O: CM, BB: 4,9 kg, Suhu: 36,5C, Nadi: 120 x/mnt, RR: 30 x/mnt, anemis (-), vesikuler, whezzing (-/-), ronkhi (+/+), bising usus (+) N, turgor kulit kurang A: Broncopneumonia + KEP

(marasmus) S: benjolan di selangkangan kiri muncul karena mengedan kuat. Benjolan terssebut sering muncul sejak usia 3 bulan, bersifat BAB keras hilang timbul, jika

Co. Sp.A: Tx. Laxadine syr 2 x 1 cth Co. Sp.BA: Dx. Hydrocele testis sinistra Tx. Follow up poliklinik bedah anak

menangis, batuk dan mengejan jika

Anamnesa

Teori1,4 Demam tinggi

Pasien Demam tinggi (38,5 C), 10

Batuk Mata merah (konjungtivitis) Malaise Coryza

Batuk kering Mata merah Nafsu makan menurun dan badan lemas dan lelah

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang

bercak koplik Kulit : Ruam makulopapular seluruh Ruam makulopapular sejak 1 hari tubuh Laboratorium: Dalam batas Normal SMRS Hemoglobin Lekosit Hematokrit Trombosit : 35 % : 280.000 /mm3 : 11,8 gr% : 4150 /mm3

Penatalaksanaan Prognosa

Istirahat Pemberian makanan/cairan yang cukup dan bergizi Antipiretik Antitusif prognosis

IVFD DS NS 15 tpm Paracetamol syr 3 x C DMP Syr 3 x1/2 C Vitamin A 200.000 UI

Vitamin A Pada umumnya

baik, Dubia ad bonam

tetapi prognosis lebih buruk dengan keadaan gizi buruk, anak yang menderita penyakit kronis, atau bila disertai komplikasi.

ANALISA KASUS

11

Pada pasien anak perempuan berumur 3,8 tahun dengan berat badan 13 kg, dari anamnesa didapat keluhan demam sejak 6 hari SMRS. Demam terjadi disertai dengan munculnya ruam kemerahan makulopapular dari tekuk,belakang telinga, leher, seluruh tubuh & extremitas. Selama berlangsungnya demam yang tidak turun-turun juga disertai keluhan dengan batuk kering, mata merah serta nafsu makan menurun dan badan terasa lemas dan lelah (malaise). Pada pemeriksaan fisik pasien ini tidak ditemukan tanda yang paling khas dari penderita penyakit Morbili adalah adanya bercak putih yang dikelilingi eritem yang disebut Koplik Spot pada mukosa buccal tersebut karena saat diperiksa pasien sudah berada pada stadium erupsi, dimana bercak Koplik muncul pada akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum munculnya enantema/titik merah dipalatum durum dan palatum mole. Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien mendapatkan imunisasi campak saat usia 9 bulan. Dikeluarga tidak memiliki riwayat penyakit seperti ini. Dari sebagian besar gejala gejala & tanda tanda klinis diatas mengarah kepada penyakit Campak / Morbili yang meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. Demam 3 5 hari ( biasanya tinggi & mendadak ) disertai batuk & pilek Mata merah ( conjungtivitis ) & Fotofobia Dapat disertai diare & muntah Pada kasus yang berat dapat disertai epistaxis, ptekie, & ekimosis Adanya kontak 1 - 2 minggu sebelumnya dengan penderita Morbilli &

belum pernah mendapat vaksinasi Campak. Morbili merupakan self limited disease, namun yang harus kita perhatikan adalah komplikasi komplikasinya. Anak yang sudah pernah menderita Morbili mempunyai kekebalan selama hidupnya dari tertular Morbili lagi. Kekebalan aktif dapat kita berikan vaksinasi Campak pada usia 9 bulan ataupun dikombinasi dengan vaksin MMR pada usia 15 bulan & 12 tahun.. Pada kasus ini, diagnosa banding morbili adalah dengan Rubella, Eksantem Subitum, dan Erupsi obat. Adapun perbedaan antara morbili dengan ketiga penyakit ini adalah : Campak Jerman ( Rubella ) 12

Bercak Koplik tidak ada, Limfadenitis banyak yaitu terdapat pembesaran KGB sub obcipital servical posterior, belakang telinga. Eksantem Subitum Ruam timbul saat demam turun / suhu menjadi normal. Erupsi obat Papul vesikel, gatal, tidak ada gejala prodromal seperti pada morbilli, dan terjadi setelah minum obat tertentu.

PEMBAHASAN
Resume Masuk Rumah Sakit 13

Pasien SP masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari sebelum MRS, disertai nafas berbunyi grok-grok yang terdengar jelas terutama jika pasien tidur. Batuk pilek dialami selama 4 hari, disertai dengan panas yang tiba-tiba tinggi, namun selama 4 hari ini panas tersebut naik turun, panas tinggi terutama pada malam hari, tidak berkeringat. Tidak ada penurunan berat badan, namun perkembangannya selama ini lambat. Tidak ada mencret, namun selama 1 minggu yang lalu ada mencret, cair, banyak, sehingga nafsu makan semakin menurun. Tidak ada muntah. Buang air kecil tidak ada masalah. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien dalam keadaan kompos mentis, iritabel, tanda vital dalam batas normal, takipneu, tidak anemis, ikterik maupun sianosis. Terlihat mata agak cowong. Faring tidak hiperemis. Pemeriksaan thorax ditemukan suara nafas vesikuler menurun, dengan rhonkhi pada kedua paru, dari abdomen ditemukan kulit kering, turgor agak menurun, bising usus normal, akral hangat dan tidak ada edema. Berat badan pasien di bawah berat badan ideal untuk anak seusianya yaitu hanya 10 kg. Pasien terlihat kurus, rambut tipis dan kering berwarna hitam, lingkar kepala 39 cm dan lingkar lengan atas 12 cm. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis yaitu leukosit 17.400 /mm3 sedangkan pemeriksaan laboratorim lain dalam batas normal, yaitu kadar HB 11,5 gr/dl, hematokrit 34,3 % dan trombosit 339.000 gr/dl. Pemeriksaan laboratorium lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan rontgen thorax menunjukkan sedikit gambaran infiltrat (perselubungan) median kedua paru. Pembahasan Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik ditegakkan beberapa diagnosa yaitu bronkopneumonia + gizi kurang. Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan dari anamnesa adanya kesusahan bernafas (sesak nafas) sejak 1 hari yang lalu disertai dengan nafas bunyi, didahului batuk pilek selama 3 hari dan panas tinggi mendadak. Berdasarkan definisi, pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru, sedangkan bronkopneumonia merupakan salah satu letak kelainan (infeksi).1 Faktor pejamu (host) yang meningkatkan kerentanan terhadap bronkopneumonia adalah salah satunya adalah

14

kekurangan gizi sehingga mudah terkena infeksi. Pada pasien ini didapatkan kondisi malnutrisi yang mempermudah terjadinya bronkopneumonia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya infeksi saluran pernafasan bawah dan pneumonia. Secara klinis ditemukan takipneu, retraksi subkosta, nafas cuping hidung, ronkhi dan sianosis. Umumnya penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis dan laryngitis.1 Namun pada pasien ini tidak ditemukan gejala klinis yang mengarah pada penyakit tersebut. Pada pemeriksaan laboratorium pasien ini ditemukan peningkatan lekosit, yaitu 17.400/mm3, sedangkan hematokrit, haemoglobin dan trombosit dalam batas normal. Pada pneumonia viral dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan lekosit pada batas normal atau sedikit meningkat. Sedangkan, pada pneumonia bacterial didapatkan lekosit berkisar antara 15.000-40.000/mm3.1,4 Hal ini, dapat kita duga bahwa pada pasien ini pneumonia disebabkan akibat infeksi bakteri. Kadang-kadang pada pneumonia ditemukan anemia dan laju endap darah (LED) yang meningkat,1 namun pada pasien ini tidak didapatkan anemia dan tidak dilakukan pemeriksaan LED. Pada pemeriksaan rontgen thoraks pasien ini didapatkan gambaran infiltrat pada median kedua paru. Sedangkan pada bronkopneumonia, berdasarkan teori gambaran rontgen thoraks ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercakbercak infiltrat yang dapat meluas hingga ke daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.1,4 Pada pasien ini gambaran infiltrat pada kedua paru tidak begitu jelas. Hal ini kemungkinan disebabkan kesalahan teknis radiologis sehingga susah untuk dievaluasi. Faktor radiologis yang mempengaruhi diantaranya intensitas sinar rendah (underpenetration), grid pada film tidak merata, dan inspirasi kurang.1 Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distress pernafasan, tidak mau makan/minum, umur kurang dari 6 tahun atau ada penyakit dasar lainnya dan perawatan dirumah kurang baik.1,4 Pada pasien ini sudah terjadi distress pernafasan disertai dengan kondisi gizi yang buruk sehingga perlu dirawat inap. Dasar pengobatan pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai dan tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.1,4

15

Pada pasien ini telah diberikan terapi berupa pemberian cairan intravena berupa kristaloid RL 6 tetes per menit, antibiotik ampicillin 3 x 150mg i.v, gentamycin 2 x 12,5mg i.v, antipiretik paracetamol syrup 3 x cth (60mg) dan mukolitik mucohexin syrup 3 x cth. Pemberian antibiotik pada pasien ini kemungkinan karena dugaan akibat infeksi bakteri, ditinjau dari adanya leukositosis. Namun demikian, walaupun pneumonia viral diobati tanpa antibiotik, tapi umumnya tetap diberikan antibiotik pada sebagian besar pasien karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan. Dan dari literature dikatakan, pneumonia seringkali diawali infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri.1 Pilihan antibiotik lini pertama dapat digunakan antibiotik golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta-laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin atau sefalosporin. Terapi diberikan selam 7-10 hari.1 Pada pasien ini diberikan kombinasi ampisilin 150mg, 3 kali sehari dan gentamysin 12,5mg, 2 kali sehari. Dosis antibiotik yang digunakan untuk ampisilin adalah 50-100 mg/kgBB/24 jam i.m/i.v, 3-4 kali sehari, sedangkan gentamisin adalah 5-7 mg/kgBB/24 jam i.m/i.v, 2-3 kali sehari.4 Pada pasien ini dosis yang diberikan sudah sesuai. Pada pasien ini tidak terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan gula darah, sehingga tidak diperlukan koreksi. Pada pasien ini juga didapatkan tanda-tanda klinis kurang gizi yaitu pasien kurus, kulit kering, rambut tipis dan kering berwarna hitam, lingkar kepala 37 cm dan lingkar lengan atas 12 cm, mata terlihat cowong. Dari anamnesa didapatkan bahwa pasien sejak bayi mengalami masalah dengan pertumbuhan dan perkembangan. Selama ini, pasien diberikan makanan tambahan yaitu bubur susu sejak pasien berumur 6 bulan tetapi dengan frekuensi 2 kali sehari namun hanya 2-4 sendok sekali makan. Status gizi pasien ini dapat ditentukan menggunakan antropometri havard ataupun standar NCHS/WHO. Untuk menghitung berat badan ideal anak usia dibawah 12 tahun menggunakan rumus BB ideal = .5-7

Untuk melihat keadaan gizi berdasarkan antropometri havard, dihitung persentase berat badan pasien dibandingkan dengan berat badan ideal, yaitu:

16

Penentuan Status Gizi Antropometri Harvard Persentase Terhadap Standar 80 100% 70 80 % 60 70 % < 60 % Status Gizi Baik Kurang Gizi Ringan Kurang Gizi Sedang Kurang Gizi Berat Berdasarkan antropometri havard untuk berat badan/umur diatas maka pasien termasuk kurang gizi berat. Sistem Welcome Trust Working Party membedakan tipe kurang energi protein berdasarkan berat badan dan ada atau tidaknya edema, yaitu:2 Berat badan diatas 60% dari normal + edema = kwashiokor Berat badan dibawah 60% dari normal + edema = marasmus kwashiokor Berat badan dibawah 60% dari normal tanpa edema = marasmus Berdasarkan sistem ini maka pasien termasuk termasuk gizi buruk tipe marasmus. Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Pada keadaan ini yang mencolok adalah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak bawah kulit. Pada awalnya, keadaan ini adalah hal yang fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dipenuhi oleh asupan makanan yang diberikan. Apabila kebutuhan tubuh tidak dipenuhi oleh asupan makanan, maka didalam tubuh akan terjadi pemecahan cadangan glikogen dan lemak tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Apabila intake makanan tidak mencukupi kebutuhan tubuh dalam waktu yang cukup lama, maka jaringan lemak bawah kulit akan dipecah terus menerus untuk digunakan sebagai sumber energi sehingga jaringan lemak bawah kulit menghilang dan tubuh terlihat seperti tulang yang terbungkus kulit. Bila keadaan ini terus berlanjut hingga cadangan lemak habis, maka protein akan dipecah untuk menghasilkan energi. Pemecahan protein secara terus-menerus akan menyebabkan pasien jatuh dalam keadaan kwashiokor yang ditandai dengan edema anasarka.5,6 Pada keadaan permulaan biasanya tidak ditemui kelainan biokimia. Kelainan kimia darah yang selalu ditemukan adalah kadar albumin serum yang rendah, disamping kadar 17

globulin yang normal atau sedikit tinggi, sehingga perbandingan kadar albumin dan globulin menjadi terbalik, yaitu kurang dari 1. Tetapi, pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan albumin dan globulin. Kurang gizi yang diderita pasien ini telah menimbulkan komplikasi yaitu pneumonia yang sedang diderita saat ini. Prinsip pengobatan adalah memberikan makanan yang mengandung protein tinggi, banyak kalori, cukup cairan, cukup vitamin dan mineral, masing-masing dalam bentuk yang mudah dicerna atau diserap oleh tubuh. Oleh karena toleransi akan makanan pada penderita pada hari pertama pengobatan masih rendah, makanan jangan diberikan dalam jumlah yang sekaligus banyak, tetapi dinaikkan perhari. Hasil yang paling baik diperoleh dengan pemberian makanan yang mengandung protein 34 gram/kgBB/hari dan 100 kalori/kgBB/hari. Antibiotika juga diberikan pada kasus ini karena terdapat infeksi sebagai penyakit penyerta. Terdapat 10 langkah tatalaksana rawat inap anak dengan kurang gizi berat, yaitu:5-10 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Atasi/cegah hipoglikemia Atasi/cegah hipotermia Atasi/cegah dehidrasi Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit Obati/cegah infeksi Mulai pemberian makanan Koreksi defisiensi nutrien mikro Fasilitasi tumbuh kejar (catch up growth) Stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental Rencanakan tindak lanjut setelah sembuh

Pasien dengan marasmus sangat mudah mengalami hipoglikemia dan gangguan keseimbangan elektrolit. Pada kasus ini tidak didapatkan keadaan hipoglikemia dan hipotermia. Kadar glukosa darah pasien adalah 88 mg/dl. Literatur menyebutkan, pasien dengan gizi buruk memiliki resiko tinggi untuk mengalami hipoglikemia (glukosa darah <54 mg/dl), yang merupakan penyebab kematian utama pada dua hari awal terapi. Hipoglikemia mungkin disebabkan oleh infeksi sistemik atau jika pasien tidak makan dalam 4-6 jam terakhir. Tanda terjadinya hipoglikemia antara lain adalah hipotermi, letargi dan penurunan kesadaran. Untuk pencegahan hipotermia dapat dilakukan dengan cara

18

metode kanguru pada bayi atau dengan mengeringkan tubuh anak kemudian diselimuti dengan kain yang kering.5-8 Pada kurang gizi berat diberikan antibiotik broad-spektrum secara rutin untuk mengobati atau mencegah infeksi yang pada anak. Pilihan antibiotik untuk kasus kurang gizi tergantung dari ada atau tidaknya komplikasi. Pada kasus ini pasien masuk dengan disertai bronkopneumonia. Dari literatur didapatkan bahwa jika pasien sakit berat (apatis, letargi) atau terdapat komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, saluran pernapasan atau traktus urinarius) dapat diberikan ampicillin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian dilanjutkan dengan amoxicillin oral 15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 2 hari atau ampicillin oral 25 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari. Dan diberikan gentamisin 7,5 mg/kgBB IM atau IV, 1 kali sehari selama 7 hari. Namun, jika tidak terdapat komplikasi dapat diberikan kotrimoxazole 5 ml, 2 kali sehari selama 5 hari (untuk anak <6 kg diberikan 2,5 ml). Kotrimoxazole 5 ml setara dengan Trimeptoprin 40 mg dan Sulfametoxazole 200 mg.5-8 Pada kurang gizi berat, kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro. Pemberian vitamin A diberikan secara oral. Untuk usia > 12 bulan diberikan 200.000 IU, usia 6-12 bulan diberikan 100.000 IU dan untuk usia 0-5 bulan diberikan 50.000 IU. Pada pasien ini tidak diberikan vitamin A. Berdasarkan literatur, vitamin A diberikan sebanyak 3 kali yaitu dosis besar pada hari pertama dan kedua, kemudian dosis ketiga diberikan paling lambat 2 minggu setelahnya jika pasien mempunyai gejala kekurangan vitamin A seperti buta senja atau pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan seperti bercak bitot, ulkus, nanah atau peradangan pada kornea. Sedangkan apabila tidak terdapat tanda-tanda tersebut, vitamin A hanya diberikan satu dosis yaitu pada hari pertama. Mikronutrien yang dapat diberikan setiap hari selama 2 minggu adalah suplemen multivitamin, asam folat 1 mg/hari (pada hari pertama diberikan 5 mg), Zinc 2 mg/kgBB/hari, tembaga 0,3 mg/kgBB/hari, besi 3 mg/kgBB/hari.5 Gizi kurang atau buruk dapat menyebabkan terlambatnya perkembangan mental dan perilaku. Stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental diperlukan untuk meningkatkan kepekaan dan kecerdasan anak. Dibutuhkan rasa kasih sayang dan kesabaran dari kedua orang tua dan lingkungan yang ceria sehingga dapat membantu perkembangan anak.2 19

Anak dikatakan mengalami perbaikan apabila perbandingan tinggi badan/berat badan mencapai 90%. Namun, orang tua harus diberitahu bahwa tetap harus dilakukan pemeriksaan secara rutin pada anak dan pastikan bahwa imunisasi telah diberikan secara lengkap. Yakinkan pula orang tua untuk selalu memberikan vitamin A setiap 6 bulan.5 Perlu dilakukan edukasi agar keluarga menjadi keluarga sadar gizi, dengan selalu melaksanakan kriteria keluarga mandiri sadar gizi agar tidak terjadi gizi buruk dalam keluarga, antara lain:2 1. Biasakan makan beraneka ragam makanan. 2. Selalu memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarganya (menimbang berat badan), khususnya balita dan ibu hamil. 3. Biasakan menggunakan garam beryodium 4. Memberi dukungan kepada ibu melahirkan agar memberikan ASI saja pada bayi sampai umur 4 bulan. 5. Biasakan makan pagi 6. Makanan kecil antara waktu makan tidak perlu dilarang jika makanan tersebut tidak mengganggu nafsu makan waktu makan berikutnya 7. Susu atau gula-gula jangan diberikan pada saat akan makan 8. Buah atau sari buah sangat baik. Kriteria pemulangan anak gizi buruk dari ruang rawat inap, yaitu:3 Anak: 1. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan. 2. Ada perbaikan kondisi mental 3. Anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan, sesuai dengan umurnya 4. Suhu tubuh berkisar 36,5 37,5 C
5. Tidak ada muntah atau diare

6. Tidak ada edema 7. Terdapat kenaikan berat badan 5 gram/kgBB/hari selama 3 hari berturut-turut atau kenaikan sekitar 50 gram/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut. Ibu/pengasuh:
1. Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar di rumah

2. Ibu sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar kepada anak.

20

Pada pasien ini diet yang diberikan adalah modisco hingga modisco III, berikut adalah tabel mengenai kandungan dalam formulasi WHO modifikasi (modisco) yang dianjurkan;3 FASE Bahan makanan Susu bubuk skim Susu full cream Gula pasir Minyak sayur Margarine Air STABILISASI M 100 g 50 g 25 g 1000 mL MI 100 g 50 g 50 g 1000 mL TRANSISI M II 100 g 50 g 50 g 1000 mL REHABILITASI M III 120 g 75 g 50 g 1000 mL

Pada pasien ini dari anamnesa didapatkan bahwa ibu pasien mendapat pengobatan TB selama 6 bulan sejak usia kehamilan 3 bulan hingga 1 bulan setelah melahirkan. Berdasarkan literature, apabila bayi tidak terkena TB kongenital ataupun TB perinatal tetapi ibu menderita TB dengan BTA positif, maka bayi memerlukan perlakuan khusus, yaitu pemberian OAT profilaksis isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari, dan bayi tetap diberikan ASI.11. Namun pada pasien ini tidak diberikan terapi profilaksis tersebut. Pada usia 29 hari sampai 11 bulan, terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem saraf.12 Namun pada pasien ini dari anamnesa dan pemeriksaan terjadi perlambatan perkembangan, dimana usia sudah 11 bulan pasien masih belum dapat menopang kepala, tengkurap, melakukan aktivitas motorik seperti menggenggam pensil, berusaha memperluas pandangan. Padahal anak seusianya, seharusnya sudah bisa berdiri. Gangguan keterlambatan tumbuh kembang seperti diatas kemungkinan serebral palsi, yaitu suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif, yang disebabkan oleh karena kerusakan/gangguan sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh.12 Gangguan motorik yang dapat menyertai serebral palsi, meliputi spastisitas, atetosis, ataksia, tremor, rigiditas dan hipotonia.13 Dan yang terjadi pada pasien ini adalah hipotonia, yaitu penurunan tonus otot yang nyata, hiperelastisitas sendi, refleks tendon dalam hiperaktif walaupun tonus otot berkurang (jika penyebabnya sentral). Umumnya kelainan ini, disebabkan lesi pada korteks motorik, area VI.13 21

Penyebab dari serebral palsi, dapat dilihat pada table berikut:13 Kongenital Pre-natal Anoksia Infeksi (TORCH, sifilis) Trauma Factor metabolic Malformasi Perinatal Anoksia maternal Trauma (CPD) Seksio sesarea Prematuritas Didapat Pasca-natal Trauma Infeksi (meningitis, ensefalitis) Cerebrovasculer accident Anoksia Tumor otak

Penatalaksanaan rehabilitasi dilakukan secepatnya, karena pada kondisi anak normal masa sejak lahir hingga usia 3 tahun, merupakan periode umur saat perkembangan bahasa dasar dan pembelajaran motorik berlangsung intensif. Dengan kata lain, masa ini merupakan waktu dimana intervensi dengan terapi fisik, terapi okupasi dan atau terapi wicara dapat paling menguntungkan dalam perkembangan pola motorik normal (kasar, halus dan oral) dan mungkin dapat menghambat pola abnormalitas.13

22

KESIMPULAN
1. Pasien menderita bronkopneumonia dan gizi kurang disertai gangguan tumbuh

kembang dengan dugaan serebral palsi.


2. Diagnosis dan penatalaksanaan bronkopneumonia dan gizi kurang sudah tepat dan

adekuat. Namun penatalaksanaan gangguan tumbuh kembang belum ada perencanaan. 3. Peran aktif ibu dan keluarga dibutuhkan untuk mengatasi gangguan tumbuh kembang anak. 4. Perlu adanya intervensi rehabilitasi lebih cepat agar perbaikan motorik dapat diatasi dan tumbuh kembang dapat dikejar semaksimal mungkin

23

DAFTAR PUSTAKA
1. Said M, Pneumonia, Dalam: Rahajoe N.N, Supriyatno B dan Setyanto D.B, Buku

Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama, 2008, Badan Penerbit IDAI, Jakarta
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Fact Sheet: Gizi Buruk. Direktorat

Bina Gizi Masyarakat. 2004.


3. Departemen Kesehatan, Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2007,

Jakarta
4. SMF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD A. Wahab

Sjahranie Samarinda Edisi VI, 2006, Samarinda


5. Ashworth A., Khanum S., Jackson A., Schofield C., Guideline For The Inpatient

Treatment of Severely Malnourished Children. WHO Publication. Geneva 2003.


6. World Health Organization. Management of Severe Malnutrition: A Manual

For Physician and Other Senior Health Workers. Publication. Geneva 1999.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Buku Bagan Tata Laksana Anak

Gizi Buruk. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2006.


8. World Health Organization. Management of The Child With a Serious Infection

or Severe Malnutrition Guidelines for Care at The First-Referral Level in Developing Countries. Integrated Management of Childhood Illness. 2000
9. Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: Bagian IKA

FKUI. 1999. Hal 448-468.


10. Behrman RE., Kliegman R., Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15.

Penerbit Buku Kedokteran. EGC. 1999


11. Rahajoe N.N, Basir D, Makmuri M.S dan Kartasasmita C.B, Dalam: Pedoman

Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Kedua, 2007, UKK Respirologi PP IDAI, Jakarta 24

12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,

Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar, 2006, Jakarta
13. Bowser B.L dan Solis I.S, Rehabilitasi Pediatrik, Dalam: Susan J. Garrison (Ed.),

Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation Basics. First edition, 1995, Lippincott Company

25

Anda mungkin juga menyukai