Anda di halaman 1dari 2

Sidang jum’ah rahimakumullah, pertama-tama khatib berwasiat, khususnya pada diri

khatib pribadi dan umumnya bagi hadirin seklaian, marilah kita meningkatkan kualitas
keimanan dan ketaqwaan kita dengan cara menjalnkan segala sesuatu yang telah diperintahkan
olehNya baik berupa perintah yang sifatnya wajib, maupun sunnah serta menghindari dan
meninggalkan segala seusatu yang telah dilarangNya dengan sekuat kemampuan kita. Dalam
upaya peningkatan iman dan taqwa tersebut, sudah selayaknya terdapat figur yang dapat kita
jadi patokan, kita jadikan benchmark. Dalam hal itu tidak lain dan tidak bukan adalah sang
revolusioner besar Nabiyana Muhammad SAW. Hal ini karena Allah SWT telah
mengisyaratkan keberadaan beliau Sang Nabi sebagai patokan atau uswah dalam FirmanNya
Surah Al Azab

“Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu, suri tauldan yang baik bagimu, (yaitu) orang
yang mengharap (Rahmat) Allah dan (Kedatangan) Hari Akhir serta menginga Allah” (QS Al
Ahzab: 21)
Uswah Hasanah atau suri taualadan dalam ayat tersebut pada dasarnya mencakup secara
komprehensif, secara menyeluruh pada sendi sendi kehidupan kita, mulai dari perbuatan
‘ubudiyah hingga mu’amalah, dari yang bersifat hubungan antara manusia dengan TuhanNya
hingga hubungan manusia dengan manusia lainnya. Artinya Rasulullah SAW bukan hanya
uswah yang patut kita teladani dalam kehidupan beragama saja, lebih dari itu, dalam perilaku
sehari hari, Rasulullah SAW merupakan figur yang begitu menjunjung tinggi perilaku berbuat
baik terhadap sesama. Terminologi Al Quran menggunakan istilah Akhlaq untuk menyebut
perilaku baik, tindak tanduk, Behavior and Attitude dalam hubungan antar manusia, sehingga
Al Quran mengabadikan akhlaq Nabi SAW dengan predikat Adhiim, luhur

“Dan sungguh engkau benar benar berbudi pekerti yang luhur” (QS Al Qolam: 4)
Dari pengabadian sifat beliau dalam Al Quran tersebut, dapat dipastikan bahwa kemuliaan
akhlak Nabi Muhammad SAW bukan suatu hal yang diragukan lagi. Dari hal tersebut dapat
diketahui bahwa salah satu inti ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah Nilai
Perilaku, Nilai Akhlaq. Yang bahkan nabi sendiri secara langsung bersabda
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”.
Nabi Muhammad SAW diturunkan di zaman jahiliyah, bukan berarti masyarakat di zaman itu
bodoh, melainkan perilaku menutup diri dari kebenaran lah yang dimaksud dengan
kebodohan itu, yang mana perilaku ini berakar dari egosentrisme, rasa arogan pada
kepercayaan dan nilai yang telah dianut selama beribu ribu tahun, sehingga merasa hina jika
harus tunduk kepada nilai dan norma yang dainggap baru datang, walaupun itu merupakan
sebuah kebenaran. Sifat egosentris tersbutlah yang kurang lebih menjadi target utama dakwah
Nabi, merubah perilaku, merubah tindak tanduk, yang pada akhirnya dapat merubah sistem
kehidupan Masyarakat arab di masa itu, yang pada awalnya banyak terjadi ketimpangan
sosial akibat perilaku mu’amalah yang tidak patut dengan adanya banyak kecurangan yang
dilandasi ego pribadi dan ego golongan, sampai akhirnya terbentuk tatanan masyarakat ideal
dengan sistem yang melarang keras adanya kecurangan dalam mu’amalah serta sarat akan
nilai nilai filantropis (kedermawanan) yang berlandaskan altruisme.
Kadangkala pemahaman semacam ini yang seringkali luput dari interpretasi/pemaknaan
kaum muslimin di zaman ini, Pemahaman tentang islam yang berimpilkasi kepada sosial,
islam yang menjujung tinggi sifat altruis, membuang jauh jauh sifat egois, islam yang bukan
hanya melulu tentang tata cara ibadah dengan segala ikhtilafiyah di dalamnya, melainkan
lebih jauh lagi islam sebagai agama yang memanusiakan manusia seutuhnya dengan
menjadikan tauhid sebagai landasan utama, dengan kalimat “Asyhadu An Laa Ilaha Ilallah”,
bersaksi tidak ada satupun entitas di dunia ini yang patut dijadikan Ilah, dijadikan
sesembahan, diper-tuhan-kan kecuali hanya Dzat Allah SWT, yang dalam hal ini
memepertuhankan ego pribadi, egoisme golongan, dengan berupaya acuh terhadap sesama,
tidak menindahkan seruan seruan sosial semcam berzakat dan segal perbuatan tercela
terhadap sesama lainya merupakan pengingkaran terhadap kalimat Tauhid yang telah
diikrarkan, Naudzubillah tsumma naudzubillah.
Demikian khutbah yang dapat khotib sampaikan. Semoga dapat menjadi manfaat, khususnya
bagi khotib pribadi, umumnya bagi jama’ah sekalian.
Barakallahu li wa lakum fil quranil karim, wa nafa’ana wa iyyakum bima fihi minal ayaati
wad dzikril hakim, wastaghfiruu innahu huwal ghafurun rahim.

Anda mungkin juga menyukai