Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama paripurna dan istimewa, hal ini tercermin dari serangakaian
aturannya yang bersifat holistik. Aturan menyeluruh ini bukan hanya menyangkut ubudiyyah
saja, lebih luas lagi, islam mengatur hampir di semua aspek pada sendi sendi kehidupan manusia.
Dari situ pula tercermin keistimewaan agama ini, dikala agama lain hanya mengatur aspek religi
penganutnya, islam justru mengatur kehidupan pemeluknya dari hal yang paling kecil sekalipun.
Hal ini juga yang melatarbelakangi diaturnya politik dalam agama islam.

Politik adalah sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan manusia, terutama dalam
kehidupan bermasyarakat. Karena melalui politik, kesejahteran suatu masyarakat dapat
diwujudkan dengan menempuh berbagai jalan yang telah diilhami dalam disliiplin ilmu tersebut.
Maka dari itu, tidak mengherankan apabila islam mengaturnya dalam tuntunannya. Walaupun
Al-Quran Al-Kariim tidak menyinggung kata politik (As -Siyasah) secara langsung, namun
secara tersirat, nilai nilai politik dalam konteks yang baik, banyak disinggung di berbagai tempat
dalam kitab mulia ini. Sebagaimana contohnya, perintah untuk senantiasa menjaga sebuah
kepercayaan atau amanah yang disinggung dalam An-Nisa ayat 58. Bahkan tutunan politik dalam
islam tidak hanya menyasar objek para birokrat struktural sebagai pihak pengemban amanah
saja, namun masyarakat biasa yang tidak menyandang jabatan struktural pun tak luput dari
bimbingan Al-Furqan, An-Nisa’ ayat 59 yang memiliki benang merah dalam segi interpretasi
dengan filosofi jawa Tut Wuri Handayani memberikan nasihat bagaimana seharusnya sikap yang
harus diambil seorang rakyat terhadap pemimpinannya.

Namun dalam perjalanannya, diangkatnya isu politik dalam aturan agama islam
mengalami berbagai hambatan. Ini terjadi karena citra buruk politik yang sudah terlanjur
mendarah daging di tubuh politik itu sendiri sehingga menjadikan pola pikir masyarakat umum
terpaku pada steatment bahwa politik merupakan hal yang buruk, bahkan memaknai atau
mengasosiasikan kegiatan politik sebagai suatu perbuatan untuk memenangkan diri sendiri atau
golongan dengan menghalalkan segala cara. Dari pola pikir seperti inilah timbul sangkalan
sangkalan bahwa agama islam mengatur urusan politik. Pada akhirnya lahirlah pemikiran atau
gagasan yang menolak keras adanya unsur agama dalam urusan politik maupun sebaliknya yang
kelak menjadi cikal bakal paham sekularisme.

Pemisahan antara agama dan kehidupan bermasyarakat yang dilakukan sebagian


golongan umat islam ini merupakan sebuah kejanggalan mengingat Allah SWT dengan
gamblang memfirmankan bahwa dalam segala urusan manusia sekalipun itu menyangkut hablun
min an-naas (hubungan antar manusia), hendaknya seorang muslim tetap melibatkan aturan
Allah didalamnya (Lihat An-Nisa: 59).

Berangkat berbagai realita diatas, dirasa perlu adanya kajian yang lebih mendalam lagi
mengenai pandangan agama islam mengenai politik serta bagaiman perannya dalam urusan
politik pemeluknya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat masalah yang dapat dirumuskan antara lain:

1. Bagaimana Pandangan Islam mengenai politik?


2. Bagaimana Konsep politik dalam islam?
3. Apa sajakah prinsip politik islam?

C. Tujuan

Berdasarkan permasalan diatas maka tujuan yang diharapkan dari kajian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pandangan islam mengenai politik
2. Untuk mengetahu seperti apa konsep politik dalam islam
3. Untuk mengetahui prinsip prinsip politik Islam
PEMBAHASAN

A. Pandangan islam mengenai politik


Pasca kematian Nabi Muhammad SAW umat islam mengalami permasalahan krusial.
Masalah ini menyangkut tentang siapa yang akan menjadi pengganti beliau dalam hal
kepemimpinan umat. Ini terjadi karena didalam Al Qur’an maupun dalam sabda sabda beliau,
tidak ada keterangan atau perintah yang secara tegas mengenai bagaimana bentuk sistem suksesi
atau sistem pemerintahan yang dijadikan patokan dan dilaksanan oleh umat islam setelah masa
beliau. Hal ini menimbulkan perbedaan penafsiran serta pendapat oleh berbagai kalangan yang
dikemudian hari memantik lahirnya bebagai aliran agama seperti Syiah, Sunni, Khawarij,
Mu’tazilah.Pecahnya umat islam kedalam beberapa golongan ini secara dhohir dianggap sebagai
sebuah perpecahan dalam masalah hukum fiqih. Namun di sisi lain, tidak sedikit kalangan yang
mengakui akan adanya unsur politik yang pekat didalamnya. Perbedaan kepentingan yang
berimbas pada konflik berkepanjangan dan berakhir pada perpecahan ke dalam berbagai
golongan. Pada faktanya, dari semua golongan tersebut, sebagian besar merupakan golongan
yang memiliki sangkut paut dengan masalah politik pasca wafatnya rasul terutama permasalahan
khalifah pengganti Rasulullah SAW.
Dari segala dinamika diatas dapat diketauhi bahwa sejak zaman permulaan hingga zaman
pertengahan islam telah muncul berbagai fenomena politik. Walaupun fenomena tersebut
memiliki konteks yang cenderung buruk karena tenodai oleh konflik bahkan perang saudara
antar umat islam. Bahkan jauh sebelum fenoma diatas terjadi, di zaman rasul sudah banyak
terjadi isu isu yang berkaitan dengan politik. Salah satu contohnya adalah ketika rasul
mengambil kebijakan untuk mempersaudarakan antara kaum muhajirin, yakni kaum yang
berhijrah dari makkah ke madinah, dengan kaum anshar atau penduduk islam asli madinah.
Salah satu faktor kenapa rasul menerapkan hal tersebut ialah agar situasi umat saat itu kembali
kondusif, mengingat pada saat itu umat islam, terutama umat islam makkah, baru saja menerima
diskriminasi yang keras dari para kaum kafir kota makkah, sehingga membuat mental mereka
turun drastis.
Politik dalam islam memegang peranan penting. Ini dapat dibuktikan dengan steatmen
para ulama mujtahidin yang memasukkan politik sebagai salah satu aspek yang dinaungi oleh
hukum fiqih muamalah (menyangkut hubungan antar manusia). Aspek dalam fiqih muamalah
tersebut antara lain, pidana (jinayah), perkawinan (munakahat), hukum waris (mawarits), hukum
acara (murafa’at), hubungan internasional (al-ahkam ad-du’aliyah), dan yang terakhir adalah
politik (siyasah) (Iqbal, 2014:4).
Dalam islam, politik disebut As-Siyasah yang terambil dari kata saasa yang berarti
mengurus, mengatur, dan memerintah (Manzhur, 1968:108). Pengertian secara etimologi ini
mengisyarakatkan bahwa tujuan As-Siyasah adalah mengatur, mengurus dan membuat kebijakan
atas sesuatu yang bersifat politis untuk mencapai tujuan kesejahteraan umat.(Iqbal, 2014:4).
Abdurrrahman Taj, lebih mempertegas lagi definisi ini, dengan mendifinisakannya sebagai
hukum hukum yang mengatur kepentingan negara, mengorgansir permasalan umat sesuai dengan
jiwa syari’at dan dasar dasrnya yang universal demi terciptanya tujuan tujuan kemasyarakatan,
walaupun pengaturan tersebut ridak ditegaskan dengan baik dalam Al-Qur’an maupun As-
Sunnah (Taj, 1993:10).
Dari segala pendapat ulama’ diatas dapat ditarik benang merah bahwasannya islam
memandang urusan politik sebagai sesuatu yang urgen serta memiliki peran tersendiri di
kalangan umat islam. Ini dikarenakan, umat islam, dalam kapasitasnya sebagai warga negara,
juga membutuhkan akan adanya suatu pengaturan yang mencakup bidang perundangan
undangan, keuangan dan moneter, peradilan, eksekutif, masalah dalam negeri muapun luar
negeri. Maka dari itu, bukanlah sebuah hal tabu untuk memasukkan unsur politik kedalam isu
agama atau sebaliknya, tentunya hal ini dalam koridor kewajaran. Sebaliknya, mengecam dan
melarang keras adanya unsur agama dalam kehidupan berpolitik merupakan hal yang tidak
selayaknya dilakkan oleh seprang muslim.

Anda mungkin juga menyukai