Anda di halaman 1dari 9

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Lihat diskusi, statistik, dan profil penulis untuk publikasi ini di:https://www.researchgate.net/publication/352978592

Paparan Pornografi Melalui Media Sosial Terhadap Perilaku Seksual Remaja SMA
di Kota Metro

Artikel· Juli 2021


DOI: 10.9790/1959-090640108

KUTIPAN BACA
2 3.089

4 penulis, termasuk:

Firda Fibrila
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

7PUBLIKASI3KUTIPAN

LIHAT PROFIL

Beberapa penulis publikasi ini juga mengerjakan proyek terkait ini:

Paparan Pornografi Melalui Media Sosial Terhadap Perilaku Seksual Remaja SMA di Kota MetroLihat proyek

Berikan Propolis terhadap Mempercepat Penyembuhan Luka Perineum pada Ibu PostpartumLihat proyek

Semua konten yang mengikuti halaman ini diunggah olehFirda Fibrilapada 04 Juli 2021.

Pengguna telah meminta peningkatan file yang diunduh.


Jurnal IOSR Ilmu Keperawatan dan Kesehatan (IOSR-JNHS)
e-ISSN: 2320–1959.p- ISSN: 2320–1940 Volume 9, Edisi 6 Ser. IV (Nov. – Des. 2020), PP 01-08
www.iosrjournals.org

Paparan Pornografi melalui Media Sosial tentang Seksual


Perilaku Remaja SMA di Kota Metro
Firda Fibrila1, Martini Fairus2, Holiratul Raifah3
Kebidanan, Politeknik Kesehatan Tanjungkarang, Indonesiaia
* 1,2,3

Abstrak:
Latar belakang: Paparan pornografi dapat mengubah pikiran individu secara otomatis, menjadi
tidak fokus, kehilangan semangat untuk beraktivitas, dan membuat individu kecanduan melakukan
hal-hal negatif yang mengarah pada seks pranikah atau perilaku seksual menyimpang. Angka
kejadian paparan pornografi tahun 2017 di Indonesia adalah bahwa 97% siswa SMP dan SMA di 12
kota di Indonesia pernah terpapar pornografi dan 5,6% siswa di Indonesia pernah melakukan
hubungan intim seperti suami istri. Dampak yang terjadi pada salah satu siswa SMA di Kota Metro
pada bulan Agustus 2019 dikeluarkan dari sekolah karena telah melakukan perilaku seksual pranikah
yang berdampak pada kehamilan, saat razia dilakukan ditemukan video porno di handphone siswa
tersebut dan pernah berkencan di kelas.

Bahan dan metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMA di Kota Metro yang berjumlah 249 siswa. Jumlah sampel dalam
penelitian ada 154 siswa dengan teknik pengambilan sampel menggunakan cluster sampling. Data penelitian
dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Penelitian dilakukan pada bulan April 2020.
Hasil:Hasil penelitian menunjukkan hanya 4 responden (2,6%) yang belum pernah melihat atau tidak pernah
terpapar pornografi. Dari 150 responden yang terpapar pornografi, 100% laki-laki terpapar. Tanpa memandang
jenis kelamin berdasarkan instrumen deteksi dini, hasil penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar responden
berada pada kelompok paparan grade 2 yaitu 91 responden (60,6%). Hasil analisis bivariat dengan menggunakan
uji Spreaman's rho diperoleh hasil, nilai r = 0,276 dengan nilai p = 0,001. Kesimpulan:Paparan pornografi dan
perilaku seksual remaja menunjukkan hubungan yang cukup (r = 0,276), pola positif dan signifikan. Semakin
banyak remaja terpapar pornografi akan berdampak pada perilaku seksual pada remaja.

Kata Kunci:Paparan Pornografi, Media Sosial, Perilaku Seksual Remaja.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tanggal Pengiriman: 25-11-2020 Tanggal penerimaan: 09-12-2020
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

I. Pendahuluan
Remaja cenderung ingin mengeksplorasi hal-hal baru dan berani menentukan suatu tindakan tanpa kehati-hatian
pertimbangan. Kondisi ini identik dengan rasa ingin tahu yang besar pada remaja. Hal ini disebabkan oleh pesatnya
pertumbuhan dan perkembangan dari segi perkembangan fisik, psikis dan intelektual. Tindakan atau keputusan tanpa
pertimbangan yang matang dalam menghadapi suatu masalah dapat berdampak besar, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang bagi remaja1,2,3.
Kelompok pemuda diperkirakan 1,2 miliar atau seperempat dari populasi dunia4. Di Indonesia sendiri,
jumlah kelompok umur 10-19 tahun menurut sensus penduduk 2010 sekitar 18% dari jumlah penduduk.3. Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa data Provinsi Lampung memiliki 25% dari total jumlah
penduduk, hal ini menyebabkan Provinsi Lampung menempati urutan ke 18 dari 34 provinsi yang ada.5.
Komposisi penduduk Kota Metro menurut kelompok umur menunjukkan bahwa penduduk usia muda (10-19
tahun) adalah 18,83% dari total penduduk 158.415 jiwa.6.
Remaja merupakan kelompok usia yang rentan. Pada usia rentan ini, remaja memiliki risiko yang sangat tinggi untuk
perilaku seksual menyimpang. Data survei Demografi dan Kesehatan Keluarga 2012 pada komponen Kesehatan Reproduksi
Remaja (KRR) mengungkapkan bahwa Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja (usia 15-19 tahun) sudah mulai berkencan untuk
pertama kalinya. Data terbesar ditemukan pada usia 15-17 tahun. Sekitar 33% anak perempuan dan 34,5% anak laki-laki berusia
15-19 tahun mulai berkencan ketika mereka belum berusia 15 tahun3.
Indonesia merupakan negara kelima di dunia setelah China, India, Amerika Serikat, dan Brasil sebagai negara dengan
akses internet terbesar di tahun 20197.Berdasarkan laporan survei pengguna internet Indonesia tahun 2018, pengguna internet
sebanyak 171,17 juta (64,8%) dari Total penduduk Indonesia sebanyak 264,16 juta. Diantara mereka,

DOI: 10.9790/1959-090640108 www.iosrjournals.org 1 | Halaman


Paparan Pornografi Melalui Media Sosial pada Perilaku Seksual SMA..

91% pengguna internet berusia 15-19 tahun, sehingga menjadikan pengguna dengan status pelajar di urutan kedua yaitu 71,8%
8.

Pulau Sumatera sendiri merupakan pulau terbesar kedua dengan akses internet setelah Jawa. 91% internet
pengguna adalah remaja, diakses melalui smartphone dengan cakupan tinggi hingga 93,9%. Media sosial yang paling
sering diakses adalah Facebook dengan 50,7%, Instagram 17,8% dan Youtube 15,1%. Hasil survei yang dilakukan oleh
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terhadap 55,9% responden menyatakan bahwa konten pornografi
bisa muncul secara tiba-tiba saat konten sedang dikunjungi.8.
Hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 4.500 siswa SMP dan SMA di 12 kota,
jumlah pengakses pornografi mencapai 97% dan anak yang mengakses konten pornografi akan melakukan
kekerasan seksual kepada anak lain.9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan pornografi yang terjadi di
SMAN 1 Belalau Lampung Barat memiliki hubungan dengan perilaku seksual yaitu sebagian besar terpapar
melalui membaca sebesar 76,5%, melalui ponsel 56,8%, melalui film porno 74,1%, dan melalui internet. untuk
75,3%10. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa ada hubungan antara paparan pornografi melalui media
terhadap perilaku seksual remaja di SMP Negeri 2 Kota Ambon, Maluku. Sama seperti media cetak, hasil uji chi-
square juga menunjukkan adanya pengaruh paparan pornografi melalui media elektronik dengan p-value 0,001
< α 0,05. Remaja yang terpapar konten pornografi melalui media memiliki risiko 1,9 kali lebih tinggi untuk
melakukan perilaku seksual berisiko (OR = 1,9; 95% CI 1,41-2,61)11. Hasil ini juga didukung oleh penelitian tentang
paparan pornografi dengan perilaku seks pranikah pada remaja usia 15-18 tahun di Desa Ngaluran Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Demak12. Paparan pornografi pada remaja berdampak negatif terhadap perilaku dan
kesehatan remaja. Jika sudah memasuki level adiktif, dapat menyebabkan kerusakan pada otak. Hasil penelitian
di Pakanbaru menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara frekuensi paparan pornografi dengan
perilaku seksual. Selanjutnya diketahui bahwa 93,9% memiliki perilaku seksual berisiko karena sering terpapar
pornografi13.
Hasil Survei Nasional Kesehatan Berbasis Sekolah di Indonesia tahun 2015 menunjukkan bahwa 5,6% dari
pelajar di Indonesia pernah melakukan hubungan seksual layaknya suami istri. Proporsi siswa laki-laki mengaku telah
melakukan lebih dari siswa perempuan3. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja menjelaskan, 10 persen remaja di
Indonesia pernah melakukan hubungan seks pranikah. Perilaku remaja ini berdampak pada meningkatnya kasus
kehamilan pada remaja dan penularan penyakit menular seksual. Kehamilan remaja beresiko terjadi kehamilan yang
tidak diinginkan (KTD), menghasilkan bayi prematur, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi
dengan pertumbuhan terhambat, perdarahan saat melahirkan bahkan meningkatkan risiko kematian.14.

Wawancara yang dilakukan dengan salah satu guru SMA N di Kota Metro menyatakan bahwa ada video porno
di ponsel siswa saat razia dan ada siswa yang berkencan di kelas saat jam istirahat dan mereka bergandengan tangan
dan bermesraan. Guru tersebut juga menyampaikan bahwa pada bulan Agustus 2019 seorang siswa telah melakukan
perilaku seksual pranikah yang berdampak pada kehamilan dan akhirnya siswa tersebut tidak dapat melanjutkan
pendidikannya di sekolah tersebut. Besarnya dampak paparan pornografi pada remaja, maka perlu dilakukan deteksi
terhadap paparan pornografi pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat paparan pornografi dan
hubungan paparan pornografi terhadap perilaku seksual remaja.

II. Bahan dan metode


Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA Negeri di Kota Metro pada bulan April 2020. Sehubungan dengan
kondisi pembatasan aktivitas akibat pandemi COVID-19 pada penelitian ini, subjek penelitian adalah siswa kelas XI yang
berjumlah 249 siswa, baik putra maupun putri. perempuan berusia 15. - 19 tahun.
Desain Studi:studi potong lintang
Lokasi Studi: Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA Negeri di Kota Metro, Provinsi Lampung,
Indonesia

Durasi Studi:April 2020.


Ukuran sampel:124 siswa SMA Negeri di Kota Metro.
Perhitungan ukuran sampel:Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Slovin dengan derajat kepercayaan
95% sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 124 responden dari 249 siswa.

Subyek & metode seleksi: Penentuan sampel menggunakan cluster sampling. Peneliti tidak menentukan semua anggota tetapi
hanya mendaftarkan kelompok yang ada dalam populasi kemudian menentukan sampel berdasarkan kelompok dengan cara
undian.
Penelitian ini menggunakan instrumen deteksi dini konten pornografi yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan
dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017.

DOI: 10.9790/1959-090640108 www.iosrjournals.org 2 | Halaman


Paparan Pornografi Melalui Media Sosial pada Perilaku Seksual SMA..

Kriteria inklusi:
1. Pemuda 15-19 tahun
2. Menggunakan alat untuk mengakses media sosial
3. Siswa yang aktif belajar di sekolah

Kriteria pengecualian:
1. Siswa terdaftar tetapi tidak aktif mengikuti pembelajaran di sekolah
Metodologi prosedur
Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian dan persetujuan dari sekolah pernikahan.
Instrumen deteksi dini konten pornografi yang dikembangkan oleh Tim Kebijakan Pusat Penelitian Pendidikan dan
Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017 digunakan sebagai alat untuk mendapatkan
data. Kuesioner mencakup biodata (usia, pekerjaan orang tua dan pendidikan orang tua) serta serangkaian pertanyaan
untuk mendeteksi tingkat paparan pornografi.

Analisis statistik
Data dianalisis dalam dua tahap. Tahap pertama adalah menentukan tingkat keterpaparan siswa terhadap
konten pornografi berdasarkan instrumen deteksi dini. Kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan SPSS versi
22. Uji Spearman's rho merupakan bagian dari analisis non parametrik, yang digunakan untuk mengetahui tingkat
kekuatan hubungan antara dua variabel. nilai p < 0,05 dianggap sebagai batas atau nilai signifikansi.

AKU AKU AKU. Hasil

Responden yang berpartisipasi aktif dalam penelitian ini adalah 154 siswa SMA N di Kota Metro. Usia responden antara 16-18
tahun. Sebagian besar dari 124 responden (80,5%) berada pada kelompok remaja tahap akhir (berusia 17-21 tahun) dan berjenis
kelamin perempuan, sebanyak 99 siswa (64,3%).

Tabel 1. Karakteristik Responden


Karakteristik Responden Frekuensi (N) Persentase (%)

Usia saat belajar

Remaja Tahap Menengah (15-16 Tahun) 30 19,5


Remaja Akhir (17-21 Tahun) Jenis kelamin 124 80,5

Pria 55 35,7
Wanita 99 64,3
Total 154 100

Selanjutnya, hasil penelitian ini menggambarkan riwayat pertama kali responden terpapar
pornografi. Sebagian besar siswa yaitu 75 responden (48,7%), melihat atau terpapar pornografi mulai usia
12-15 tahun. Media yang pertama kali digunakan saat terpapar pornografi adalah media sosial sebanyak
65 responden (42,2%). Materi paparan pornografi pertama yang terlihat berasal dari video yaitu 75
responden (48,7%). Rumah merupakan tempat pertama yang paling banyak terpapar pornografi yaitu 79
responden (51,3%). Sengaja menjadi alasan terbanyak saat responden pertama kali terpapar pornografi
yaitu 79 responden (51,3%). Sebanyak 77 responden (50%) pertama kali terpapar pornografi dalam kondisi
sendiri. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Riwayat Pertama Kali Terpapar Pornografi


Sejarah Paparan Pertama terhadap Pornografi Frekuensi (N) Persentase (%)

Usia saat pertama kali terpapar pornografi

<12 tahun 27 17,5


12-15 tahun 75 48,7
16-18 tahun 48 31,2
Tidak pernah melihat 4 2,6
Paparan media pertama terhadap pornografi

Media cetak 12 7,8


situs internet 59 38,3
Media sosial 65 42,2
Media elektronik 14 9,1
Tidak pernah melihat 4 2,6

DOI: 10.9790/1959-090640108 www.iosrjournals.org 3 | Halaman


Paparan Pornografi Melalui Media Sosial pada Perilaku Seksual SMA..

Materi paparan pornografi pertama


Gambar 29 18,8
Patung 1 0,6
Foto 24 15,6
Video 75 48,7
Komik 4 2,6
Membaca 7 4,5
permainan 4 2,6
Tidak pernah melihat 4 2,6
Yang lain 6 3,9
Tempat di mana pornografi pertama kali diekspos

Rumah 79 51,3
Kafe 38 24,7
Sekolah 27 17,5
Tidak pernah melihat 4 2,6
Yang lain 6 3,9
Alasan Pertama Kali Terkena Pornografi
Secara tidak sengaja 79 51,3
rasa ingin tahu 54 35,1
Undang orang lain 15 9,7
Paksa orang lain 2 1,3
Tidak pernah melihat 4 2,6
Teman Pertama Terkena Pornografi
Anggota keluarga 6 3,9
Teman seusianya Orang 62 40,3
dewasa lain 5 3,2
Sendiri 77 50
Tidak pernah melihat 4 2,6
Total 154 100

Paparan Responden
Hasil penelitian menunjukkan hanya 4 responden (2,6%) yang belum pernah melihat atau tidak pernah terpapar
pornografi. Dari 150 responden (97,4%) yang terpapar pornografi, 100% berjenis kelamin laki-laki pernah terpapar.

Selanjutnya keterpaparan responden dikelompokkan ke dalam derajat keterpaparan berdasarkan alat deteksi
dini, diketahui sebagian besar responden berada pada kelompok paparan derajat II yaitu 91 responden (60,6%).
Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Distribusi Derajat Paparan Pornografi Berdasarkan Gender


Jenis kelamin

Paparan Pornografi Pria Perempuan F %


F % F %
Paparan 1 derajat 13 23,6 37 39 50 33,4
Paparan 2 derajat 39 70,9 52 54,7 91 60,6
Paparan 3 derajat 3 5,5 6 6,3 9 6
Total 55 100 95 100 150 100
N=150

Perilaku Seksual Remaja


Ada 40 responden yang tidak berpacaran atau tidak pernah melakukan perilaku seksual dengan pacar atau
lawan jenis (26%). Jenis perilaku seksual remaja yang paling banyak dilakukan adalah berpelukan yaitu sebanyak 85
responden (55,2%). Untuk lebih jelas melihat jenis-jenis perilaku seksual remaja dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Jenis Perilaku Seksual Remaja


Jenis Perilaku Seksual Remaja Frekuensi (N) Persentase (%)
Tidak berkencan 40 26
Memeluk 85 55,2
ciuman pipi 16 10,4

DOI: 10.9790/1959-090640108 www.iosrjournals.org 4 | Halaman


Paparan Pornografi Melalui Media Sosial pada Perilaku Seksual SMA..

Ciuman di bibir Ciuman di 7 4,5


area sensitif Masturbasi / 1 0,6
Masturbasi 5 3,2
Total 154 100

Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Spreaman's rho diperoleh hasil, nilai r = 0,276
dengan nilai p = 0,001. Hasil ini berarti bahwa hubungan antara paparan pornografi dengan perilaku
seksual remaja menunjukkan hubungan yang cukup (r = 0,276), memiliki pola positif dan signifikan.
Artinya semakin remaja terpapar pornografi akan berdampak pada perilaku seksual pada remaja.

Meja5. Hasil Analisis Korelasi Paparan Pornografi dan Perilaku Seksual Remaja semangat
Koefisien Korelasi 0,276**
Paparan pornografi dan perilaku seksual
Sig (2-ekor) 0,001**
remaja
N 154**

IV. Diskusi
Hasil penelitian menunjukkan hanya 4 responden (2,6%) yang belum pernah melihat atau tidak pernah
terpapar pornografi. Dari 150 responden yang terpapar pornografi, 100% laki-laki terpapar. Rata-rata usia
responden adalah 17,1 tahun, dengan usia termuda 16 tahun dan tertua 18 tahun. Tanpa memandang jenis
kelamin berdasarkan instrumen deteksi dini, hasil penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar responden
berada pada kelompok paparan grade 2 yaitu 91 responden (60,6%). Nilai ini lebih tinggi secara proporsi dan
derajat keterpaparan jika dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh 1340 siswa SMP dan SMA di DKI Jakarta
dan Banten Indonesia, dimana sebagian besar siswa pernah terpapar pornografi kelas 1 (94,5%)15. Hasil
penelitian ini sangat memprihatinkan karena Kota Metro merupakan kota kecil di Provinsi Lampung, jika
dibandingkan dengan DKI Jakarta dan Banten sebagai kota yang memiliki fasilitas dan kemudahan akses
pornografi.
Paparan pornografi merupakan salah satu dampak dari penggunaan media sosial, sehingga pornografi saat ini sulit untuk
dihindari16. Oleh karena itu, pornografi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan dewasa muda, termasuk remaja dalam
kehidupan sehari-hari17,18,19. Dalam pornografi diawali dengan rasa ingin tahu yang tinggi tentang seks, di sisi lain pendidikan seks yang
didapat di lingkungan keluarga sangat minim. Mayoritas remaja menyatakan bahwa mereka kurang nyaman berbicara dengan orang
tuanya tentang seks20.
Pertumbuhan dan perkembangan remaja yang dinamis menyebabkan remaja mulai bereksperimen dengan hampir
semua hal yang dapat mereka temukan dalam kehidupan sosial. Baik hal positif maupun negatif. Perubahan sosial yang terjadi
pada remaja berperan besar dalam menentukan aktivitas dan variasi individu berdasarkan jenis kelamin21. Pada masa remaja,
keinginan untuk melakukan perilaku seksual ini meningkat karena pematangan organ reproduksi, termasuk kematangan
seksual, perubahan fisik, hormon seks, dan fantasi seksual.22,23.
Perilaku seksual adalah segala tindakan dan perilaku yang timbul karena adanya hasrat seksual yang tinggi terhadap individu lain24.
Perilaku ini muncul sebagai akibat dari respon biologis dan dorongan yang ada pada diri remaja untuk dapat
“menikmati” tubuh pasangannya demi kepuasan seksual. Perilaku seksual berkaitan dengan fungsi atau identitas
reproduksi dengan merangsang reseptor sensasi yang terletak di sekitar organ reproduksi25.
Perilaku seksual pada remaja tidak terjadi secara alami, tetapi didukung oleh kebiasaan melihat dan
mendengar baik itu terjadi secara sengaja atau tidak. Hal ini merupakan wujud keingintahuan remaja terhadap
informasi baru. Mendengarkan (mendengar dan melihat) dapat memperkaya informasi remaja dalam struktur
kognitifnya. Kondisi ini merupakan hal yang positif karena remaja dapat menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi
manfaat dari informasi yang diperoleh, termasuk informasi yang berkaitan dengan perilaku seksual. Tapi itu bisa
menjadi bumerang ketika niat untuk mendengarkan mengarah pada domain biologis yang lebih intim. Organ
reproduksi akan sangat terstimulasi, ketika saraf eferen membawa sinyal dari sistem saraf pusat ke otot dan ini
merupakan cikal bakal lahirnya penyimpangan seksual pada remaja.22,26.
Perkembangan teknologi informasi berdampak besar pada ketersediaan, pengelolaan
dan penyebaran informasi. Pesatnya perkembangan teknologi membuat terpaan pornografi rentan diakses di berbagai media.
Media sosial adalah tempat pertama yang menyebabkan remaja terpapar pornografi11,27. Masa remaja merupakan fase dimana
individu berada dalam kondisi yang tidak stabil, emosi sering meledak dan suasana hati sering berubah-ubah. Rasa ingin tahu
dan rasa ingin tahu yang tinggi menjadi salah satu pendorong bagi remaja untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber.
Awalnya mungkin karena remaja secara tidak sengaja terpapar konten pornografi, namun dari keadaan tersebut dapat
menimbulkan rasa ingin tahu sehingga timbul rasa ingin tahu yang tinggi. Setelah melewati tahap ini dan remaja merasa
nyaman, mereka bisa berakhir dalam keadaan kecanduan atau adiksi. Kecanduan pornografi melewati tujuh tahap. Masing-
masing tahap ini memiliki perilaku umum yang membedakan antara

DOI: 10.9790/1959-090640108 www.iosrjournals.org 5 | Halaman


Paparan Pornografi Melalui Media Sosial pada Perilaku Seksual SMA..

setiap tahap. Perbedaan didasarkan pada kompulsif, frekuensi dan intensitas serta keyakinan bahwa individu membentuk
tentang diri mereka sendiri. Pada tahap pertama tingkat keterlibatan dengan pornografi dianggap paling ringan. Tahap ini
ditandai dengan faktor ketidaksengajaan menonton pornografi. Tahap di mana perilaku kompulsif menjadi impulsif terjadi pada
level tiga. Individu berada dalam keadaan fantasi dan pengalaman. Tahap selanjutnya individu ada upaya untuk menguranginya
tetapi sulit untuk menghentikannya, bahkan mereka tidak tahu bagaimana cara menghentikannya. Tahap ketujuh adalah tahap
terakhir. Individu setelah menonton pornografi merasa lepas kendali, sering berbohong tentang keterlibatannya dengan
pornografi, pikirannya didominasi oleh pornografi28.
Cline menjelaskan bahwa ada tahapan efek pornografi bagi mereka yang mengkonsumsi pornografi,
yaitu kecanduan, eskalasi, desensitisasi, dan tindakan keluar. Tahap kecanduan menyebabkan seseorang kecanduan
konten pornografi, kemudian tahap eskalasi terjadi peningkatan konten pornografi yang dicari seseorang akan mencari
materi seksual yang lebih eksplisit, lebih sensasional, lebih menyimpang dari yang biasa ia konsumsi. . Selanjutnya
adalah tahap desensitization, seseorang akan menganggap materi yang sebelumnya tabu menjadi materi yang biasa
untuk dilihat dan dinikmati. Tahap terakhir adalah act-out, dimana seseorang akan menerapkan apa yang terlihat dari
paparan pornografi29.
Kecanduan pornografi sama dengan kecanduan narkoba. Kecanduan pornografi menyebabkan kerusakan
otak yang serius baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Pada remaja, perkembangan otak melibatkan dua proses
utama: pertumbuhan dan perubahan signifikan pada korteks prefrontal dan peningkatan konektivitas antara korteks
prefrontal dan daerah sistem limbik. Perubahan ini dianggap mendukung fungsi kognitif tingkat tinggi, seperti
penalaran, interaksi interpersonal, persepsi risiko dan penghargaan jangka pendek dan panjang, dan regulasi perilaku
dan emosi.30,31,32.
Bagian otak yang rusak karena diserang pornografi adalah Pre Frontal Cortex
(PFC). Kondisi kerusakan otak dalam pornografi adalah sama pada orang yang mengalami kecelakaan mobil dengan kecepatan sangat
tinggi. Bagi manusia bagian ini merupakan bagian yang penting, menjadikan manusia memiliki etika dibandingkan dengan makhluk
lainnya. PFC berfungsi untuk mengatur emosi, memusatkan konsentrasi, memahami dan membedakan yang benar dan yang salah,
mengendalikan diri, berpikir kritis, berpikir dan merencanakan masa depan, membentuk kepribadian dan berperilaku sosial.22,33.
Paparan pornografi secara otomatis dapat mengubah pikiran remaja. Remaja menjadi tidak fokus dengan apa yang
harus mereka lakukan dan kehilangan semangat untuk melakukan aktivitas yang lebih positif. Kondisi yang lebih parah
membuat para pelajar ini kecanduan hal-hal negatif yang mengarah pada seks pranikah, seperti: berciuman, berciuman lidah,
memegang payudara, memegang penis, menyentuh vagina, melakukan hubungan seksual, dan oral seks.20. Paparan dini
terhadap pornografi dapat secara signifikan mempengaruhi kesehatan mental, perilaku dan sikap seksual, dan pola menonton
di masa dewasa34. Perilaku dapat berubah bila stimulus yang diberikan melebihi stimulus semula atau dapat meyakinkan
organisme. Perubahan perilaku tergantung pada kualitas rangsangan yang berkomunikasi dengan organisme. Keberhasilan
perubahan perilaku yang terjadi sangat ditentukan oleh kualitas sumbernya. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat semakin
tinggi rangsangan atau paparan pornografi yang diterima seseorang, maka semakin tinggi pula risiko seseorang melakukan
perilaku seksual menyimpang.35.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 97,4% terpapar pornografi disertai perilaku seksual dan responden
laki-laki dinyatakan terpapar secara keseluruhan. Perilaku seksual terberat dalam penelitian ini adalah berciuman di
area sensitif oleh 1 responden (0,6%) dan masturbasi/onani sebanyak 5 responden (3,2%). Studi lain menunjukkan
bahwa dampak negatif dari seks dini mungkin merupakan produk dari konservatisme seksual dan seksualitas gender36,
dan bahkan tidak terkait dengan perilaku bermasalah sama sekali37. Siswa laki-laki terpapar pada kategori pecandu
penuh dan berisiko dibandingkan dengan siswa perempuan38. Remaja yang melakukan perilaku seksual menyimpang
dapat berdampak pada banyak aspek antara lain dampak psikologis, dampak fisiologis, dampak sosial dan dampak fisik.
2,34.

Hasil penelitian menegaskan bahwa remaja di usia yang lebih muda yang melakukan aktivitas seksual
berhubungan dengan dampak perilaku seksual berisiko terhadap kesehatan reproduksi dan kehidupan di masa dewasa.
Dampak seksual dini dikaitkan dengan perilaku seksual berisiko39, peningkatan jumlah pasangan seksual40,41,
peningkatan aktivitas seksual yang tidak aman40, risiko IMS yang lebih tinggi42. Pada remaja putri selain penyakit
menular seksual, perilaku seksual remaja yang menyimpang akan menyebabkan meningkatnya pelecehan seksual43dan
kehamilan yang tidak diinginkan40. Dampak psikologis yang dirasakan remaja akan merasa malu hingga depresi akibat
hamil di luar nikah44.

V. KESIMPULAN
Paparan pornografi dan perilaku seksual remaja menunjukkan hubungan yang memadai (r = 0,276),
pola positif dan signifikan. Semakin banyak remaja terpapar pornografi akan berdampak pada perilaku
seksual pada remaja.

DOI: 10.9790/1959-090640108 www.iosrjournals.org 6 | Halaman


Paparan Pornografi Melalui Media Sosial pada Perilaku Seksual SMA..

Referensi
Bibliografi
1. Gunasa Singgih D GY. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Gunarsa Singgih D Yulia, editor. Jakarta: Gunung Mulia; 2008. 263 hal.

[2]. Sarwono Sarlito W. Psikologi Remaja. Depok: Rajawali Pers; 2010. 344 hal.
[3]. Kemenkes RI. Infodatin Reproduksi Remaja-Ed.Pdf. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. 2017. hal. 1–8.
[4]. WHO. Mencapai cakupan kesehatan universal untuk 1,2 miliar remaja di dunia [Internet]. WHO. 2019 [dikutip 23 September 2019]. Tersedia
dari: https://www.who.int/maternal_child_adolescent/adolescence/universal-health-coverage/en/
[5]. Kementerian PPN/Bappenas. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010 - 2035. Jakarta: Badan Pusat Statistik, Jakarta - Indonesia; 2013. 468 hal.

[6]. BPS Kota Metro. Kota Metro Dalam Angka. 2019;240.


[7]. Jayani Dwi Hadya. Indonesia Peringkat Kelima Dunia dalam Jumlah Pengguna Internet [Internet]. Databok. 2019 [dikutip 20 September
2003]. p. 3. Tersedia dari: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/11/indonesia-peringkat-kelima-dunia-dalam-
jumlahpengguna-internet
[8]. APJII. Penetrasi & Profil Perilaku Pengguna Internet Indonesia Tahun 2018. Apjii [Internet]. 2019;51. Tersedia dari:
www.apjii.or.id
[9]. Antara. Komnas PA Sebut 97% Remaja Indonesia Pernah Akses Pornografi Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/71598-
komnas-pa-sebut-97-remaja-indonesia-pernah-akses-pornografi. Media Indonesia [Internet]. 2016 Oktober; Tersedia dari: https://
mediaindonesia.com/read/detail/71598-komnas-pa-sebut-97-remaja-indonesia-pernah-akses-pornografi
[10]. Trisna E. Hubungan Paparan Pornografi dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri Belalau Kabupaten Lampung Barat. J
Keperawatan. 2015;XI(1):139–45.
[11]. Noya FC, Taihuttu YM, Syafiah W. Paparan Pornografi Melalui Media Berpengaruh Terhadap Perilaku Seksual Remaja Pada 2 Smp
Di Kota Ambon Maluku. Maluku Medika. 2018;11(April)::1–18.
[12]. Tamrin, Retnaningsih D. Paparan Pornografi Dengan Perilaku Seksual Pra-Nikah Pada Remaja Usia 15-18 Tahun FDi Desa
Ngaluran Kecamatan Karang Anyar Kabupaten Demak. 2014;51–60. Tersedia dari: https://www.google.com/search?
q=Tamrin+dan+Ratnaningsih+(2014)+melakukan+penelitian+tentang+paparan+pornografi+denga
n+perilaku+seksual+pra-nikah+pada+remaja +usia+15-
18+tahun+di+Desa+Ngaluran+Kecamatan+Karanganyar+Kabuparen+Demak&rlz=1C1GCEA_enID844ID845&o
[13]. Yutifa H, Dewi AP, Misrawati. Hubungan Paparan Pornografi Melalui Elektronik Terhadap Perilaku Seksual Remaja. JOM [Internet].
2015;2(2):1141–8. Tersedia dari: https://media.neliti.com/media/publications/186419-ID-none.pdf
[14]. BKKBN. Survei Demografi Dan Kesehatan : Kesehatan Reproduksi Remaja 2017. Badan Kependud dan Kel Berencana Nas
[Internet]. 2017;1–606. Tersedia dari: http://www.dhsprogram.com.
[15]. Maisyaa IB, Masitoh S. Derajat Keterpaparan Konten Pornografi Pada Siswa Smp Dan Sma Di Dki Jakarta Dan Banten
Indonesia. J KesehatReproduksi[Internet].2019;10(2):117–26.Tersedia dari: https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/
index.php/kespro/article/view/2463
[16]. Häggström-Nordin E, Sandberg J, Hanson U, Tydén T. “Ada di mana-mana!” Pemikiran dan refleksi anak muda Swedia tentang
pornografi. Scand J Caring Sci. 2006;20(4):386–93.
[17]. Griffiths M. Seks di Internet: Pengamatan dan implikasi untuk kecanduan seks internet. J Seks Res. 2010;38(4):333–42.
[18]. Häggström-Nordin, E., Tydén, T., Hanson, U., & Larsson M. Pengalaman dan sikap terhadap pornografi di antara sekelompok
siswa sekolah menengah Swedia. Eur J Contracept Reprod Heal Care [Internet]. 2009;14(4):277–84. Tersedia dari: https://
www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13625180903028171
[19]. Johansson T, Hammaré N. Hegemoni Maskulinitas dan Pornografi: Sikap kaum muda terhadap dan hubungannya dengan
pornografi. J Mens Stud. 2007;15(1):57–70.
[20]. Santrock John W. Remaja. edisi ke-11. Jakarta: Erlangga; 2009. 376 hal.
[21]. Masland RO, Estridge D. Apa yang ingin diketahui remaja tentang seks. edisi ke-4 Estridge D, editor. Jakarta: Bumi Aksara; 2006. 177 hal.

[22]. DeLamater J, Friedrich WN. Perkembangan seksual manusia. J Seks Res. 2002;39(1):10–4.
[23]. Drury KM, Bukowski WM. Perkembangan Seksual [Internet]. Suntingan Pertama. Buku Pegangan Seksualitas Anak dan Remaja. Elsevier
Inc.; 2013. 115–144 hal. Tersedia dari: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-387759-8.00005-2
[24]. Randall J, Langlais M. Media Sosial dan Sosialisasi Seksual Remaja. Ensiklus Jenis Kelamin. 2020; 1–10. Kartono
[25]. Kartini. Patologi Sosial 2 Kenakalan remaja. Depok: Rajawali Pers; 2008. 144 hal.
[26]. Blegur J. Preferensi Perilaku Seksual Remaja. Proyeksi. 2017;11(2):9–20.
[27]. Pratama A.D, Notobroto HB. Analisis Hubungan Pergaulan dengan Teman dan Paparan Media Pornografi terhadap Perilaku
Seksual Pranikah pada Remaja. Jil. 6, Jurnal Biometrika dan Kependudukan. 2018. hal. 1.
[28]. Skinner Kevin B. Mengobati Kecanduan Pornografi: Alat Penting Untuk Pemulihan. Utah: Iklim Pertumbuhan.Inc; 2010. 176 hal. Tindaon RL.
[29]. Pengaruh Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) melalui Media Leaflet dan Video terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang
Paparan Pornografi di SMP Negeri 1 Sidamanik Kec. Sidamanik Kab. Simalungan Tahun 2016. Jumantik. 2018;3(1):44–64.

[30]. Steinberg L. Perkembangan kognitif dan afektif pada masa remaja. Tren Cogn Sci. 2005;9(2):69–74. Giedd J, Keshavan
[31]. M, Paus T. Mengapa gangguan psikiatri pada masa remaja. Nat Rev Neurosci. 2008;9(12)::947–57.
[32]. Powers A, Casey BJ. Otak remaja dan munculnya dan puncak psikopatologi. J Bayi, Anak, Psikolog Remaja. 2015;14(1):3–
15.
[33]. Divisi Hukum dan Hubungan Masyarakat RSUP Dr. Sardjito. Dampak Pornografi Bagi Kesehatan pada Remaja, Apakah
Berbahaya ? [Internet]. Humas Sarjito. 2019. hal. 4. Tersedia dari: https://sardjito.co.id/2019/10/30/dampak-pornografi-
bagikesehatan-pada-remaja-apakah-berbahaya/
[34]. Muda B, Muda B. Dampak Waktu Paparan Pornografi Terhadap Kesehatan Mental, Kepuasan Hidup, dan Perilaku Seksual. 2017;

[35]. Notoatmodjo Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. edisi pertama Jakarta: Rineka Putra 2003; 2010. 43–44 hal. Kim HS.
[36]. Debut Seksual dan Kesehatan Mental di kalangan Remaja Korea Selatan. J Seks Res. 2016;53(3):313–20.
[37]. Udell W, Sandfort T, Reitz E, Bos H, Dekovic M. Hubungan antara debut seksual awal dan hasil psikososial: Sebuah studi
longitudinal remaja Belanda. Perilaku Seks Lengkung. 2010;39(5):1133–45.
[38]. Mardhatillah A, Kita Y, Hati B. Paparan Pornografi Remaja: Tes Penyaringan Ketergantungan dan Rekomendasi Perawatan. Int J Sci Res Publ
[Internet]. 2017;7(8):10. Tersedia dari: www.ijsrp.org
[39]. O'Donnell L, O'Donnell CR, Stueve A. Inisiasi seksual dini dan risiko terkait seks berikutnya di kalangan pemuda minoritas perkotaan:

DOI: 10.9790/1959-090640108 www.iosrjournals.org 7 | Halaman


Paparan Pornografi Melalui Media Sosial pada Perilaku Seksual SMA..
menjangkau studi kesehatan. Perspektif Rencana Keluarga. 2001;33(6):268–75.
[40]. Coker AL, Richter DL, Valois RF, McKeown RE, Garrison CZ, Vincent ML. Korelasi dan Konsekuensi Inisiasi Dini Hubungan
Seksual. Kesehatan J.S. 1994;64(9):372–7.
[41]. Sandfort TGM, Orr M, Hirsch JS, Santelli J. Korelasi kesehatan jangka panjang dari waktu debut seksual: Hasil dari studi nasional AS. Am J
Kesehatan Masyarakat. 2008;98(1):155–61.
[42]. Kaestle CE, Halpern CT, Miller WC, Ford CA. Usia muda saat pertama kali melakukan hubungan seksual dan infeksi menular seksual pada
remaja dan dewasa muda. Am J Epidemiol. 2005;161(8):774–80.
[43]. Edgardh K. Perilaku seksual dan coitarche awal dalam sampel nasional anak laki-laki Swedia berusia 17 tahun. Acta Paediatr Int J Paediatr
[Internet]. 2002;91(9):985–91. Tersedia dari: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12412877/
[44]. Kasim F. Dampak Perilaku Seks Berisiko terhadap Kesehatan Reproduksi dan Upaya Penanganannya (Studi tentang
Perilaku Seks Berisiko pada Usia Muda di Aceh). J Stud Pemuda [Internet]. 2014;3(1):39–48. Tersedia dari: https://
jurnal.ugm.ac.id/jurnalpemuda/article/download/32037/19361
http://iosrjournals.org/manuscript-publication.html

Firda Fibrila, dkk. Al. “Paparan Pornografi Melalui Media Sosial Terhadap Perilaku Seksual Remaja
SMA di Kota Metro.”Jurnal IOSR Ilmu Keperawatan dan Kesehatan (IOSR-JNHS), 9(6), 2020, hlm.
01-08.

DOI: 10.9790/1959-090640108 www.iosrjournals.org 8 | Halaman

Lihat statistik publikasi

Anda mungkin juga menyukai