A. RINGKASAN MATERI
1. Pengembangan Pendidikan Karakter dan Potensi Peserta Didik
a. Dalam mengembangkan pendidikan karakter serta memaksimalkan potensi peserta
didik, guru harus memahami terlebih dahulu tahap – tahap perkembangan siswa
sehingga materi dan metode yang dipilih guru sesuai dengan karakteristik siswa dan
tahap perkembangannya.
b. Patut disadari bahwa peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan
yang lain. Perbedaan tersebut salah satunya dipengaruhi oleh perkembangannya.
Untuk itulah guru harus menguasai psikologi perkembangan.
c. Terdapat dua metode yang digunakan dalam meneliti perkembangan manusia pada
psikologi perkembangan, yaitu longitudinal dan cross sectional. Metode longitudinal
melakukan penelitian pada satu atau banyak orang yang sama usia dalam kurun
waktu yang lama sejak pra sekolah sampai dewasa. Setiap tahap perkembangan
yang dilalui anak di amati. Walaupun hasilnya lebih meyakinkan, kelemahan metode
ini adalah lamanya waktu penelitian. Untuk mengatasi kelemahan yang ada pada
metode longitudinal, maka muncul metode cross sectional. Pada metode ini, peneliti
mengamati dan mengkaji banyak anak dengan berbagai usia dalam waktu yang
sama. Namun demikian, walau dari sisi waktu lebih singkat, penelitian dengan
metode cross sectional harus penuh kehati-hatian dalam mengambil kesimpulan
karena objek penelitian yang memiliki karakteristik yang berbeda.
d. Pendekatan dalam psikologi perkembangan terdiri dari pendekatan menyeluruh dan
pendekatan khusus. Pada pendekatan menyeluruh, manusia sebagai satu kesatuan
jasmani dan rohani serta berbagai aspek lain di analisis seluruhnya dan tidak
memfokuskan hanya pada beberapa aspek tertentu saja. Sedangkan pada
pendekatan khusus, analisis dilakukan dengan memfokuskan pada aspek tertentu
saja seperti aspek fisik saja, aspek moral saja, aspek emosi saja dan sebagainya.
e. Terdapat banyak teori perkembangan yang didalamnya dibedakan kedalam teori
menyeluruh dan teori khusus. Beberapa teori yang termasuk teori menyeluruh antara
lain teori yang dikemukakan oleh J.J. Rosseau, Stanleyy Hall, dan Havigurst.
Sedangkan teori khusus antara lain teori yan dikemukakan oleh Jean Piaget yang
memfokuskan pada ranah kognitif, Lawrence Kohlberg memfokuskan pada kognitif
moral atau moral reasoning, dan E.H. Erickson yang memfokuskan pada
perkembangan psikososial anak.
f. Perkembangan anak menurut J.J Rousseau terbagi menjadi empat tahap yaitu :
1) Masa bayi infancy (0-2 tahun), perkembangan fisik lebih dominan dibanding
aspek lain
2) Masa anak / childhood (2 – 12 tahun), selain fisik, mulai muncul kemampuan
berbicara, berpikir, intelektual, moral dan sebagainya namun masih pada tahap
sederhana.
3) Masa remaja awal /pubescence (12 – 15 tahun), perkembangan intelektual dan
kemampuan bernalar berlangsung pesat disebut juga masa bertualang
4) Masa remaja / adolescence (15 – 25 tahun), perkembangan pesat terjadi pada
aspek seksual, social, moral, dan nurani.
g. Stanley Hall dalam kajian ilmiahnya tentang siklus hidup (life span) berteori bahwa
perubahan menuju dewasa terjadi dalam sekuens (urutan) yang universal, bagian
dari proses evolusi, parallel dengan perkembangan psikologis, dengan factor
lingkungan yang dapat mempengaruhi cepat lambatnya perubahan tersebut. Tahap
perkembangan menurut Hall sebagai berikut :
1) Masa kanak – kanak / infancy (0-4 tahun)
2) Masa anak / childhood (4-8 tahun)
3) Masa puber / youth (8-12 tahun)
4) Masa remaja / adolescence (12 – dewasa)
h. Robert J. Havigurst mengembangkan konsep development task (tugas
perkembangan) yang menggabungkan antara dorongan tumbuh / berkembang
sesuai dengan kecepatan pertumbuhannya dengan tantangan dan kesempatan yang
diberikan lingkungannya. Menurut teori ini, terdapat sepuluh tugas perkembangan
yang harus dikuasai pada setiap fase perkembangan. Berikut tahap perkembangan
menurut Havigurst yaitu :
1) Masa bayi (0 – ½ tahun)
2) Masa anak awal (2/3 – 5/7 tahun)
3) Masa anak (5/7 tahun – pubesen)
4) Masa adolescence awal (pubesen – pubertas)
5) Masa adolescence (pubertas – dewasa)
i. Jean Piaget mengemukakan teori khusus tahap perkembangan dengan
memfokuskan kajian pada aspek perkembangan kognitif. Ia membagi perkembangan
kognitif anak menjadi empat tahap sebagai berikut :
1) Tahap sensorimotorik (0-2 tahun), kemampuan anak masih terbatas pada gerak
reflex, bahasa awal dan ruang waktu sekarang saja
2) Tahap pra operasional (2-4 tahun), anak mulai mengembangkan kemampuan
menerima stimulus terbatas, kemampuan bahasa berkembang, berpikir statis,
belum berpikir abstrak, dan persepsi waktu dan ruang masih terbatas.
3) Tahap operasional konkret (7 – 11 tahun), anak sudah mampu menggabungkan,
memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat dan membagi.
4) Tahap operasional formal (11-15 tahun), anak sudah mampu berpikir tingkat
tinggi
j. Lawrence Kohlberg focus pada koginitf moral atau moral reasoning. Kemampuan
kogintif moral diukur dengan menghadapkannya pada dilemma moral hipotesis tekait
dengan kebenaran, keadilan, konflik terkait aturan dan kewajiban moral.
Perkembangan moral kognitif anak terbagi menjadi tiga tahap yaitu :
1) Preconventional moral reasoning terdiri dari :
- Obidience and punishment orientation, benar salah dilihat dari hukuman dan
kepatuhan
- Naively egoistic orientation, perbuatan benar jika memuaskan keinginan
sendiri
2) Conventional moral reasoning terdiri dari :
- Good boy orientation, perbuatan baik adalah yang menyenangkan,
membantu dan disepakati orang lain
- Authority and social order maintenance orientation, orientasi pada aturan dan
hukum dalam mencegah kekacauan system. Hukum dan perintah penguasa
adalah mutlak dan final.
3) Post conventional moral reasoning terdiri dari :
- Contractual legalistic orientation, orientasi anak pada kontrak social sebagai
bentuk kesepakatan mayoritas masyarakat dengan menyadari bahwa hukum
hanya instrument yang dapat diubah jika hukum gagal
- Conscience or principle orientation, orientasi pada prinsip – prinsip etika yang
bersifat universal
k. Erick Homburger Erickson memfokuskan pada psiko sosial anak. Dalam
perkembangannya, anak melewati delapan tahap yang disebut siklus kehidupan (life
cycle) yang ditandai adanya krisis psikososial tertentu. Tahapannya sebagai berikut :
1) Basic trust vs mistrust (0-1 tahun), anak mencari rasa aman dan nyaman
2) Autonomy vs shame and doubt (2 -3 tahun), anak tidak ingin sepenuhnya
bergantung pada orang lain
3) Intiative vs guilt (3-6 tahun), anak mulai tumbuh inisiatif yang membutuhkan
dorongan dan bimbingan orang dewasa
4) Industry vs inferiority (7 – 12 tahun), anak sibuk melakukan aktivitas yang
mendapat hasil dalam waktu dekat
5) Identity vs role confusion (12 – 18 tahun), dihadapkan pada kondisi pencarian
identitas
6) Intimacy vs isolation (20 tahunan), menyadari perlunya ruang privasi
7) Generativy vs stagnation (20 – 50 tahun), munculnya rasa tanggungjawab atas
generasi yang akan dating
8) Ego integrity vs despair (>50 tahun), intropeksi dengan mereview perjalanan
kehidupan yang dilalui.
2. Teori Belajar
a. Teori belajar mutlak dikuasai guru sebagai salah satu unsur kompetensi pedagogik
seperti yang diamanatkan Permendikbud nomor 16 tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
b. Terdapat dua aliran teori belajar yaitu teori belajar tingkah laku (behavioristic) dan
teori belajar kognitif. Teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan
intelektual (mental) individu terkait uraian tentang 1) apa yang terjadi dan diharapkan
terjadi pada intelektual, dan 2) kegiatan intelektual anak mengenai hal – hal yang
bisa dipikirkan pada usia terntentu. Teori belajar behavoristic (tingkah laku)
merupakan suatu keyakinan bahwa pembelajaran terjadi melalui hubungan stimulus
(rangsangan) dan respon (response). Sedangkan teori belajar koginitif
beranggapan bahwa kegiatan belajar bukan sekedar stimulus dan respone yang
bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan mental yang
ada dalam individu yang sedang belajar.
c. Bebarapa tokoh yang mendukung teori belajar behavoristic antara lain Thorndike,
Skinner, Pavlov dan Bandura. Sedangkan tokoh teori belajar kognitif antara lain
Vygotsky, Van Hiele, Ausubel, dan Brunner.
d. Edward Lee Thorndike adalah tokoh teori belajar tingkah laku yang mengemukakan
beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan law of effect. Menurutnya,
belajar akan lebih berhasil bila respon terhadap stimulus segera diikuti dengan rasa
senang atau kepuasan. Teori belajar Thorndike disebut juga sebagai teori
koneksionisme dengan beberapa hukum sebagai berikut:
1) Hukum kesiapan (law of readiness), menjelaskan kesiapan anak melakukan
kegiatan yang melahirkan kepuasan
2) Hukum latihan (law of exercise), menyatakan bahwa jika stimulus-respon sering
terjadi hubungan semakin kuat, begitu juga sebaliknya, maka hukum ini
menganjurkan proses pengulangan
3) Hukum akibat (law of effect), asosiasi stimulus dan respon akan meningkat jika
diikuti kepuasan yang lahir dari adanya ganjaran.
Selanjutnya Thorndike mengemukakan hukum tambahan sebagai berikut :
1) Hukum reaksi bervariasi, melakukan trial dan eror untuk sampai pada respon
yang tepat
2) Hukum sikap, selain stimulus respon, belajar ditentukan keadaan diri baik
kognitif, emosi, social dan psikomotor
3) Hukum aktivitas berat sebelah, respon diberikan hanya pada stimulus tertentu
saja sesuai persepsi
4) Hukum respon melalui analogi, menghubungkan situasi baru dengan situasi lama
5) Hukum perpindahan asosiasi, proses peralihan dari situasi lama ke situasi baru
dengan menambahkan sedikit demi sedikit situasi baru
Selain menambahkan hukum baru, Thorndike merevisi hukum sebelumnya sebagai
berikut :
1) Hukum latihan ditinggalkan karena tanpa pengulangan belum tentu
memperlemah stimulus respon
2) Hukum akibat direvisi karena sebagian saja yang benar
3) Syarat utama stimulus respon bukan kedekatan, tapi kesesuaian
4) Akibat suatu perbuatan dapat menular pada bidang atau individu lain
e. Teori Belajar Pavlov disebut juga teori klasik dengan konsep pembiasaan
(conditioning). Menurut teori ini, anak akan belajar jika dibiasakan.
f. Burhus Frederic Skinner mengemukakan teori belajar yang menilai pentingnya
ganjaran dan penguatan pada proses belajar. Ganjaran merupakan respon yang
menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangan
penguatan merupakan suatu yang dapat meningkatkan respon serta dapat diamati
dan diukur. Penguatan terdiri dari penguatan positif dan penguatan negative.
Penguatan positif menghendaki adanya pengulangan perilaku pada anak seperti
dengan memberikan pujian. Sedangkan penguatan negative menghendaki agar anak
tidak mengulangi perilaku yang dilakukan seperti memberikan teguran, peringatan
atau sangsi.
g. Teori Belajar Bandura mengemukakan bahwa anak belajar dengan cara meniru.
Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata reflex otomoatis atas
stimulus, melainkan akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan. Teori belajar Bandura disebut juga sebagai teori belajar social dengan
berdasar pada tiga konsep : 1) reciprocal determinism, 2) beyond reinforcement, dan
3) self regulation / cognition.
h. Lev Semenovich Vygotsky merupakan tokoh penting dalam konstruktivisme social.
Teori belajar Vygotsky menyatakan bahwa individu akan menggunakan pengetahuan
siap dan pengalaman pribadi yang telah dimilikinya untuk membantu memahami
masalah atau materi baru. Ia juga menyatakan bahwa siswa dalam mengkontruksi
suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan social. Terdapat dua konsep penting
dalam teori Vygotsky yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
ZPD merupakan jarak antara tingkat perkembangan actual (kemampuan
memecahkan masalah mandiri) dan tingkat perkembangan potensial (kemampuan
memecahkan masalah dengan bimbingan orang dewasa). Sedangkan scaffolding
merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal
pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk
mengambil alih tanggungjawab yang lebih besar setelah ia sanggup melakukannya.
i. Teori Belajar Van Hiele menguraikan tahap – tahap perkembangan mental anak
dalam geometri. Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahapan pemahaman
geometri yaitu pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan akurasi.
j. Teori Belajar Ausubel memberi penekanan pada proses belajar yang bermakna dan
pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Menurut teori ini, terdapat dua
dimensi dalam belajar yaitu pertama, terkait dengan cara informasi atau materi
diterima oleh siswa melalui penerimaan atau penemuan, dan kedua terkait
bagaimana siswa dapat menghubungkan informasi yang diterima pada stuktur
kognitif yang telah ada meliputi fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari
dan diingat siswa.
Ausubel membedakan bentuk belajar menjadi belajar hapalan dan belajar bermakna.
Pada belajar hapalan, siswa menerima atau menemukan materi kemudian
menghafalkan materi tersebut. Sedangkan pada belajar bermakna, materi yang ia
terima atau temukan dimasukan ke dalam struktur kognitif yang telah ada. Terdapat
dua syarat belajar bermakna, yaitu 1) materi yang dipelajari bermakna secara
potensial karena memiliki kebermaknaan logis dan relevan dengan struktur kognitif
siswa, 2) siswa yang akan belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar
bermakna.
Prinsip dalam teori Ausubel antara lain :
1) Pengaturan awal, mengarahkan siswa pada materi sebelumnya
2) Diferensiasi progresif, belajar dari umum ke khusus (spesifik)
3) Belajar superordinat, belajar terjadi apabila konsep yang telah dipelajari
sebelumnya dikenal sebagai unsure dari suatu konsep yang lebih luas
4) Penyesuaian integrative, guru harus memperlihatkan secara eksplisit arti – arti
baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti – arti sebelumnya.
k. Teori Belajar Bruner. Jerome Bruner adalah pelopor aliran psikologi belajar kognitif
yang memberikan dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya
pengembangan berpikir. Bruner menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir
dan pencipta infromasi. Teorinya menyatakan bahwa belajar akan berhasil jika
proses pengajaran diarahkan kepada konsep – konsep dan struktur – struktur yang
termuat dalam pokok bahasan disamping hubungan yang terkait antar konsep dan
struktur tersebut.
Empat tema pendidikan menurut Bruner :
1) Pentingnya arti struktur pengetahuan
2) Kesiapan untuk belajar
3) Nilai intuisi dalam proses pendidikan
4) Motivasi serta cara memunculkan motivasi
Bruner menganggap belajar sebagai proses kognitif yang melibatkan tiga proses
yang berlangsung bersamaan, yaitu 1) memperoleh informasi baru, 2) transformasi
informasi, dan 3) menguji relevansi informasi dan ketepatan pengetahuan.
Pendewasaan intelektual menurut Bruner adalah sebagai berikut :
1) Pertumbuhan intelektual ditunjukan oleh bertambahnya ketidaktergantungan
respon dari sifat stimulus
2) Pertumbuhan intelektual tergantung pada bagaimana seseorang
menginternalisasi peristiwa menjadi suatu system simpanan yang sesuai dengan
lingkungan
3) Perumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk
berkata pada dirinya sendiri atau orang lain.
Tiga system keterampilan untuk menyatakan kemampuan menurut Bruner :
1) Cara penyajian enaktif, belajar dengan menggunakan benda – benda konkrit
atau situasi nyata
2) Cara penyajian ikonik, pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar atau
grafik. Bahasa menjadi penting sebagai media berpikir.
3) Cara penyajian simbolik, berpikir abstrak, arbiter dan lebih fleksibel melalui
symbol atau lambang objek tertentu.
Tindak lanjut dari teori belajar Bruner dalam pembelajaran di skeolah adalah
diterapkannya model belajar penemuan.
3. Model Pembelajaran
a. Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru harus sesuai dengan standar
proses seperti diatur dalam permendikbud nomor 22 tahun 2016 serta permendikbud
nomor 103 tahun 2014.
b. Berdasarkan permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses, terdapat
14 prinsip pembelajaran yang harus diterapkan yaitu :
1) Dari peserta didik diberi tahu menjadi peserta didik mencari tahu
2) Dari guru sebagai satu – satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka
sumber belajar
3) Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan pendekatan ilmiah
4) Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi
5) Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu
6) Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran
dengan jawaban kebenaran multi dimensi
7) Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif
8) Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskill) dan
keterampilan mental (softskill)
9) Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik sebagai pembelajar sepanjang hayat
10) Pembelajaran yang menerapkan nilai – nilai dengan memberi keteladanan (ing
ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri
handayani)
11) Pembelajaran yang berlangsung dirumah di skeolah dan di masyarakat
12) Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa
saja adalah peserta didik, dan dimana saja adalah kelas
13) Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran
14) Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik
c. Berdasarkan prinsip pembalajaran pada standar proses, dikembangkan beberapa
model pembelajaran antara lain : 1) pendekatan saintifik, 2) pembelajaran berbasis
masalah, 3) pembelajaran berbasis proyek dan 4) pembelajaran inquiry / discovery
d. Pendekatan saintifik berakar pada metode ilmiah berupa prosedur atau proses
dengan langkah – langkah sistematis dalam memperoleh pengtahuan yang
didasarkan pada persepsi indrawi dan melibatkan uji hipotesis. Langkah
pembelajaran dalam pendekatan saintifik yaitu :
1) Mengamati, siswa mengamati fenomena yang relevan dan menemukan masalah
– gap of knowledge
2) Menanya, siswa merumuskan pertanyaan terkait fenomena yang ia amati
3) Mengumpulkan informasi / mencoba, mengumpulkan data dari sumber relevan
terkait pertanyaan yang diajukan
4) Menalar / mengasosiasi, siswa menggunakan data yang dikumpulkan untuk
menjawab pertanyaan
5) Mengkomunikasikan, siswa menyampaikan jawaban pertanyaan ke kelas baik
secara lisan, tulisan atau media lain.
e. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah pembelajaran yang
menggunakan masalah nyata dalam kehidupan sehari – hari (otentik) yang bersifat
terbuka (open ended) untuk diselesaikan peserta didik untuk mengembangkan
keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, keterampilan social,
keterampilan belajar mandiri, dan membangun / memperoleh pengetahuan baru.
Langkah dalam model ini adalah :
1) Langkah 1 : klarifikasi permasalahan, siswa mengidentifikasi fenomena yang
disajikan guru dan menemukan masalah
2) Langkah 2 : Brainstorming, siswa mengembangkan alternative pemecahan
masalah
3) Langkah 3 : Pengumpulan informasi dan data, mengumpulkan dan mengolah
data untuk menyelesaikan masalah yang ada
4) Langkah 4 : Berbagi informasi dan berdiskusi untuk menemukan solusi
penyelesaian masalah
5) Langkaah 5 : Presentasi hasil penyelesaian masalah
6) Langkah 6 : Refleksi, siswa mengemukakan ulasan terhadap pembelajaran yang
dilakukan
f. Pembelajaran berbasis proyek (project based learning) adalah kegiatan
pembelajaran yang menggunakan proyek / kegiatan sebagai proses pembelajaran
untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penekanan
pembelajaran pada aktivitas siswa untuk menghasilkan produk sebagai hasil dari
proyek yang dilakukan. Langkah-langkah model pembelajaran ini adalah :
1) Langkah 1 : Penentuan projek
2) Langkah 2 : Perancangan langkah – langkah penyelesaian proyek
3) Langkah 3 : Penyusunan jadwal pelaksanaan projek
4) Langkah 4 : Penyelesaian projek dengan fasilitasi dan monitoring guru
5) Langkah 5 : penyusunan laporan dan presentasi / publikasi hasil
6) Langkah 6 : evaluasi proses dan hasil proyek
g. Pembelajaran inquiry / discovery merupakan proses pembelajaran yang didasarkan
pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.
Pengetahuan bukan sekedar sekumpulan fakta untuk diingat, tetapi hasil dari proses
menemukan atau mengkontruksi. Langkah pembelajaran inquiry / discovery adalah
sebagai berikut :
1) Merumuskan pertanyaan, merumuskan pertanyaan, masalah, atau topic yang
akan diselidiki
2) Merencanakan, merencanakan prosedur atau langkah pengumpulan dan analisis
data
3) Mengumpulkan dan menganalisis data
4) Menarik simpulan
5) Aplikasi dan tindak lanjut
Belajar Koneksionisme
Konstruktivisme (Vygotsky)
(Thorndike)
Pembelajaran Geometri
Pembiasaan/Conditioning
(Van Hiele)
(Pavlov)
Konsep Ganjaran dan Penguatan
Belajar Bermakna (Ausubel)
(Skinner) Pemahaman Konsep
(Bruner)
Belajar Sosial / Meniru
(Bandura)