Anda di halaman 1dari 5

Judul : Soekarno dan Nasakom

Pengarang : Nurani Soyomukti


Penerbit : Garasi 2008
Asli dari : Universitas Michigan
Didigitalkan : 19 Juli 2010
ISBN : 9792545123, 9789792545128
Tebal : 262 halaman

Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, Soekarno adalah figure terpenting. Dia
adalah peletak dasar kemerdekaan dan pencetus Pancasila, sang proklamator kemerdekaan,
serta seorang ideolog yang mumpuni. Pidato-pidatonya mampu menggugah dan
menggerakkan massa untuk mengikuti apa kebijakan yang harus ditempuh sang Presiden.

Karena sejak muda Soekarno sudah berkenalan dengan banyak budaya dan ideologi,
tentu saja perjalanan hidupnya juga sangat mempengaruhi pemikiran ideologisnya. Dengan
tujuan untuk mendekonstruksi ideologi Soekarno itulah, maka buku ini hadir. Buku yang
berjudul “Soekarno dan NASAKOM” karya Nurani Soyomukti ini bisa jadi merupakan buku
pertama yang paling komprehensif dalam mendedah bagaimakah pemikiran Bung Karno.

Jika buku ini adalah buku sejarah, tampaknya penulis merasa terbebani oleh ketakutan
kalau-kalau saya tidak mampu menggambarkan sejarah secara objektif. Karena itulah,
tampaknya memfokuskan pada pemikiran politik diambil semata-mata untuk menghindari
penafsiran tentang sejarah riwayat hidup yang terlalu individualis. Dengan menghindari
sejarah yang individualis penulis berharap dapat menghadirkan sosok Bung Karno dari
kebesaran dan kekayaan pandangan ideologisnya yang radikal.

Karena itulah penulis berusaha untuk memilih ’enjel’ berupa sejarah perlawanan Bung
Karno dan sejarah perlawanan rakyat, terutama sisi radikalnya. Penulis tampaknya tidak mau
masuk ke wilayah-wilayah individual yang kadang memberikan citra negatif bagi tokoh itu.
Dari buku-buku tentang Soekarno biasanya kita mendengar berbagai macam tuduhan dan
cerita tentang sisi negatif Bung Karno, misalnya Bung Karno itu ”ngacengan” dan tak tahan jika
melihat perempuan, Bung Karno pengecut dan antek penjajah Jepang, Bung Karno narsis,
Bung Karno itu Jawa kuno yang suka mistik dan seperti raja-raja yang suka mengagung-
agungkan diri, dan lain-lain, dan seterusnya.
Menekankan pada pemikiran ideologi Bung Karno tampaknya merupakan pilihan yang
tepat. Dan itulah yang menyebabkan buku ini fokus dengan tema yang diangkat, dengan
kemampuan eksplorasi yang menunjukkan kematangan penulis sebagai seorang intelektual
muda yang konsisten dengan tema-tema ideology politik dan gerakan sosial-politik. Penekanan
pada pemikiran dan tindakan radikal anti-penjajahan asing itulah yang saat ini memang
dibutuhkan; Ada baiknya kita menonjolkan berbagai kisah yang membuat mereka percaya diri
dan menirunya. Fakta bahwa Bung Karno adalah tokoh radikal, Kiri, idealis dan romantis
dalam dirinya yang terus berjuang diangkat secara nyata dalam buku ini.

Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) adalah tiga aliran yang disatukan
oleh Bung Karno dan dianggap sebagai pemersatu—dan ideology itu pulalah yang
menjelaskan kenapa Bung Karno menjadi radikal sejak muda hingga tuanya. Di masa muda ia
berkali-kali masuk penjara karena keberaniannya melawan penjajah. Di masa tuanya,
terutama sejak akhir 1950-an hingga pertengahan 1960-an, ia justru menjadi lebih radikal
lagi.

Yang berusaha ditelusuri oleh penulis adalah kenapa Bung Karno bisa menjadikan tiga
ideologi yang berbeda menjadi saru kesatuan, pada hal di kalangan tokoh-tokoh lainnya tidak
mungkin ketiga ideologi itu disatukan. Tentu hal itu tak lepas dari kepentingan Bung Karno
serta latarbelakang hidupnya. Menelusuri berbagai macam literatur, maka diketahui bahwa
Nasakom adalah ideologi yang melekat karena Soekarno memang bukan orang lain. Bung
Karno adalah tokoh yang “sanggup mensintesis pendidikan secara modern dengan kebudayaan
animistik purbakala dan mengambil ibarat dari hasilnya menjadi pesan-pesan pengharapan
yang hidup dan dapat dihirup sesuai dengan pengertian dari rakyat kampung. Hasil dari
semua ini dinamakan orang—dalam istilah biasa—Sukarnoisme” (hlm. 166).

Membaca dari awal hingga khir buku ini, akan kita dapatkan fakta yang tak
terbantahkan bahwa Bung Karno tetaplah seorang yang radikal hingga menjelang akhir
hayatnya. Ia tetap melihat ancaman imperialisme terhadap Indonesia—dan kemampuan itu
tak dimiliki oleh para pimpinan negeri ini sekarang. Bung Karno adalah orang yang
demokratis karena tidak hitam-putih dalam melihat persoalan. Cita-cita NASAKOM
(Nasionalisme, Islamisme, dan Komunisme) adalah warisannya, wasiatnya, yang harus kita
terima sebagai senjata pemersatu dan alat membangun negeri. Ketiga ide(ologi) itu adalah
produk sejarah (perlawanan) bangsa ini sepanjang bangsa ini lahir dan terus saja berhadapan
dengan penjajahan. Selama penjajahan ada, maka NASAKOM akan tetap menjangkiti kita—
entah sadar atau tidak!

Memahami dan mempraktekkan nasionalisme secara benar, Islam secara benar, dan
komunisme secara benar, serta tidak mempertentangkan antara ketiganya, akan menghasilkan
energi atau kekuatan anti-penjajahan yang luar biasa. Tetapi, mempraktekkan ketiganya
secara tidak benar, atau hanya memanipulasi ketiganya untuk kepentingan politik sempit,
justru akan mempercepat bangsa ini menuju lubang pembantaiannya.

Saat ini kita menghadapi nasionalisme palsu dan sempit, nasionalisme untuk
membohongi rakyat! Saat ini kita menghadapi Islam palsu dan sempit, yang hanya kelihatan
wajah teroristiknya, formalitas kosongnya, hingga Islam politik yang berwajah memalukan!
Saat ini kita berhadapan dengan orang-orang yang sok komunis dan menggunakan
komunisme untuk menakut-nakuti di satu sisi, atau anak-anak muda yang sok komunis!

Maka, dengan memahami pikiran Bung Karno kita akan mengetahui siapakah
nasionalis sejati, Islamis sejati, dan komunis sejati—yaitu mereka yang memiliki semangat
untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa dari tangan imperialis, yang menghormati
perbedaan kepercayaan dan suku, yang tidak memaksakan cara-cara kekerasan yang tidak
efektif, yang terlalu jauh meninggalkan kesadaran massa!

Pertama-tama, Nurani Soyomukti mengajak pembaca untuk memahami kontradiksi


sejarah bagaimana perkembangan masyarakat Indonesia sebelum Bung Karno muncul dan
saat Bung Karno hidup—alam penindasan dan penjajahan. Kedua, penulis menggambarkan
bagaimana riwayat hidup Bung Karno, dari masa kecil hingga tua. Ketiga, penulis membawa
pembaca pada inti dari apa yang ingin sampaikan dalam buku ini, yaitu konsep NASAKOM
menurut Bung Karno. Dari uraian itu, jelaslah apa yang dipahami oleh Bung Karno tentang
nasionalisme, Islam, dan Komunisme. Pembaca juga akan dibawa pada latarbelakang, baik
objektif maupun subjektif, kenapa Bung Karno menawarkan konsep NASAKOM.

NAMA : MITHA PRATIWI


KELAS : XI MIA 3

Anda mungkin juga menyukai