Anda di halaman 1dari 11

6.

Pathway

19
Gambar 2.2
Pathway Typhoid
Sumber : Dikembangkan dari Dermawan & Rahayuningsih (2010)

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid menurut pendapat Padila (2013) dalam buku
yang di tulis oleh Dewi dan Meira (2016) terdiri dari :

1. Pemeriksaan leukosit
Didalam beberapa literature dinyatakan bahwa demam typhoid

terdapa leucopenia dan limpositosis relative tetapi kenyataannya leucopenia tidaklah


sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan
darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT


SGOPT dan SGPT pada klien typhoid sering kali meningkat tetapi

dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan adanya penyakit typhoid, tetapi bila biakan
darah negative tidak menutup kemungkinan juga tetap dapat terjadi penyakit typhoid. Hal
ini karena hasil biakan darah tergantung dari beberapa factor yaitu ;

1) Teknik pemeriksaan laboratorium


Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan

laboratorium yang lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan

20

media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik

adalah saat demam tinggi, yaitu pada saat bakterimia berlangsung. 2) Saat pemeriksaan selama
perjalanan penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau


Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat

menimbulkan antibody dalam darah klien, antibody ini dapat


menekan bakterimia sehingga biakan darah negative. 4) Pengobatan dengan obat antimikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman
dalam media biakan trerhambat dan hasil biakan mungkin negative.

d. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutini dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid.

(Dewi dan Meira, 2016)

21

5. Uji Typhidot
Uji thypidot dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat

pada protein membrane luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan
2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG
terhadapa antigen s.typhi seberat 50kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa. (Djoko
widodo, 2014)

6. Uji IgM Dipstik


Uji ini khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap s. typhi

pada specimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung
antigen lipopolisakarida (LKS) S.typhi dan antigen IgM (sebagai control), reagen deteksi
yang mengandung antibody antigen IgM yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan
membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji.
Komponen

0 perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-25 C

ditempat kering tanpa paparan sinar matahari. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip
pada larutan campuran reagen deteksi dan serum, selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah
inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif,
diberikan penilaian terhadap garis uji dengan membandingkan dengan reference strip.
Garis control harus terwarna dengan baik. (Djoko widodo, 2014)

22
8. Penatalaksanaan
a. Non farmakologi

1) Bed rest
2) Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi

sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan

rendah serat. b. Farmakologi

1. 1)  Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau IV
selama 14 hari.
2. 2)  Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis 200
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intervena saat belum dapat minum
obat, selama 21 hari, atau amoksisilan dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4
kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8
mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian oral selama 14 hari.
3. 3)  Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kgBB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari.
4. 4)  Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.

(Amin & Kusuma , 2015)

23
9. Komplikasi
a. Usus halus

Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu : 1) Perdarahan usus

Tanda adanya perdarahan hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.
Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyeri perut dengan
tanda-tanda renjatan.

2) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi

pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila
terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara
hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

3) Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa

perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang (defense musculair) dan nyeri pada tekanan.

24
b. Komplikasi diluar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia)

yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu
bronkopneumia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan
perspirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.

(Arfiana & Arum Lusian, 2016)

B. Kebutuhan Nutrisi 1. Definisi

Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan terhadap proses pemasukan dan pengolahan zat
makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan energy dan digunakan untuk tubuh dalam
beraktifitas.

Dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi terdapat system tubuh yang berperan adalah system
pencernaan yang terdiri dari saluran pencernaan dan organ assesoris. Saluran pencernaan dimulai
dari mulut sampai usus halus bagian distal, dan organ assesoris terdiri dari hati, kandung empedu
dan pancreas.

(A. Aziz dan Musrifatul, 2012)


a. Zat gizi
Zat gizi terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin

dan air. Karbohidrat merupakan zat gizi yang terdapat didalam makanan,

25

pada umumnya dalam bentuk amilum. Pembentukan amilum ini terjadi dalam mulut melalui
enzim ptyalin yang ada dalam air ludah. Amilum diubah menjadi maltose. Maltose ini kemudian
diteruskan kedalam kedalam lambung. Dari lambung hidrat arang dikirim terus ke usus dua belas
jari. Getah pancreas yang dialirkan ke usus dua belas jari mengandung amylase. Dengan
demikian sisa amilum yang belum diubah menjadi maltose, oleh amylase pancreas ini diubah
seluruhnya menjadi maltose. Maltose ini kemudian diteruskan ke dalam usus halus. Usus halus
mengeluarkan getah pancreas hidrat arang yaitu maltose yang bertugas mengubah maltose
menjadi dua molekul glukosa saccharose menjadi fructose dan glukosa. Lactose bertugas
mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Setelah di usus halus seluruhnya menjadi
monosakarida oleh enzim-enzim tadi.

Penyerapan karbohidrat yang dikonsumsi/dimakan masih ditemukan didalam tiga bentuk yaitu
polisacharida, disacharida, dan monosacharida. Disacharida dan monosacharida mempunyai sifat
mudah larut didalam air, sehingga dapat diserap melewati dinding usus/mucosa usus mengikuti
hokum difusi osmose dan tidak memerlukan tenaga serta langsung memasuki pembuluh darah.
Proses penyerapan yang tidak memerlukan tenaga, dan mengikuti hukum difusi osmose dikenal
sebagai penyerapan pasif.

26

Penyerapan lemak mengalami proses pencernaan akan ditemukan dalam bentuk glycerol asam
lemak, glycerol diserap dengan cara pasif. Asam lemak mempunyai sifat empedu, asam lemak
yang teremulsi ini mampu diserap melewati dinding usus halus, pada proses penyerapan ini
membutuhkan tenaga, maka penye

Anda mungkin juga menyukai