Anda di halaman 1dari 25

KEGAWADARURATAN PASIEN DENGAN

SYOK NEUROGENIK
SYOK HEMORAGIK

KELOMPOK 10

HERU WIYONO
LENI MARLINA MALIK
DIAN AFRIZAL
TRY VENA KONTESA

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


ALJEN C BULUNGAN
A. Latar Belakang

Syok merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh
dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat.
Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan
eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal
merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik
juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga
abdomen. Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan
ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan
cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik
yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka
bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok
hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul seputar
cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah
memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi
syok hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon merekomendasikan untuk
memperlambat pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya syok
diatasi secara pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah digunakan secara ekstensif
ketika Perang Dunia II untuk menangani pasien dengan keadaan yang tidak stabil.
Pengalaman yang di dapat semasa perang melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan
bahawa resusitasi cairan dan intervensi pembedahan awal merupakan langkah terpenting
untuk menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan syok hemoragik. Ini dan
beberapa prisip lain membantu dalam perkembangan garis panduan untuk penanganan
syok hemoragik kaibat trauma. Akan tetapi, peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan
garis panduan ini, dan hari ini telah timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan
syok hemoragik yang paling optimal.
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien syock
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui : pengertian syock, penyebab terjadinya syok,
patofisiologi terjadinya syock, tanda dan gejala syock , manifestasi kllinis syock, jenis-
jenis syock, penatalaksanaan syock
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Suatu keadaan/syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh
sehingga tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. (Rupii, 2005)
Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan
oksigen baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular jaringan
tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen akut di tingkat sekuler.(Tash Ervien S,
2005)
Suatu bentuk sindroma dinamik yang akibat akhirnya berupa kerusakan
jaringan sebab substrat yang diperlukan untuk metabolisme aerob pada tingkat
mikroseluler dilepas dalam kecepatan yang tidak adekuatoleh aliran darah yang sangat
sedikit atau aliran maldistribusi (Candido, 1996)
Bentuk berat dari kekurangan pasokan oksigen dibanding kebutuhan. Keadaan
ini disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan atau perubahan dalam sirkulasi
kapiler. Kekurangan oksigen akan berhubungan dengan ASIDOSIS LACTATE,
dimana kadar lactat tubuh merupakan indikator dari tingkat berat- ringannya syock
Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan
perfusi jaringan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan
membuang sisa metabolisme ( Theodore, 93 ), atau suatu perfusi jaringan yang
kurang sempurna.
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal
gejala syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera.
Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan.
Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui
kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan
langsung dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada
pasien trauma dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Syok
kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas
diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat
serta medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien
trauma yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan.
B. STADIUM SYOK
1. Kompensasi
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu meningkatnya
resistensi sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada organ penting. TD
sistokis normal, dioshalik meningkat akibat resistensi arterial sistemik disamping
TN terjadi peningkatan skresi vaseprsin dan aktivasi sistem RAA. menitestasi
khusus talekicad, gaduh gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2 dok.
2. Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan
memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat menumpuk
terjadilah asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya asan karbonat
intrasel. Hal ini menghambat kontraklilitas jantung yang terlanjur pada
mekanisme energi pompo Na+K di tingkat sel. Pada syock juga terjadi pelepasan
histamin akibat adanya smesvar namun bila syock berlanjut akan memperburuk
keadaan, dimana terjadi vasodilatasi disfori & peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga volumevenous retwn berkurang yang terjadi timbulnya depresi muocard.
Maniftrasi klinis : TD menurun, porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napus
kusmail.
3. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem multiorgan,
cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam). terakhir kematian
walau sirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD taktenkur, nadi tak teraba,
kesadaran (koma), anuria.

C. PATOFISIOLOGI
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan
seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk
menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran
darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air.
Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah
arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas
otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk
memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi
karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi
glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan
darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,
gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan
akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak
mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan
tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis
kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC =
Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak
menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini
menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut
memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan
anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin
dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah
nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga
rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik
menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam
laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan
darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,
gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan
akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak
mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan
tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis
kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC =
Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak
menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini
menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut
memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan
anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin
dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah
nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga
rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik
menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam
laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
D. PATHWAY

E. TANDA DAN GEJALA


1. Sistem Kardiovaskuler
a. Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian
vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah.
b. Nadi cepat dan halus.
c. Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya
mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi
darah.
d. Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
e. CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah
sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar.
Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya
pasien memang karena kesakitan.
4. Sistem Saluran Cerna
Bisa terjadi mual dan muntah.
5. Sistem Saluran Kencing
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah
60 ml/jam (1/5–1 ml/kg/jam).

F. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum manifestasi klinis syock yang muncul antara lain : pucat,
bingung, coma tachicardy, Sianosis, Arithnia gagal jantung kongestif, Berkeringat,
takipneu, Perubahan suhu, Oedem paru, Gelisah, Disorientasi. Sedang manifestasi
klinis lain yang dapat muncul
1. Menurunnya filtrasi glomerulus
2. menurunnya urin out put
3. meningkatnya keeping darah
4. asidosis metabolic
5. hyperglikemi

G. JENIS SYOK
1. Syok Hypovolemik
Syok hipovolemik adalah suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan
tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang
tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah terjadi
perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma
tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2
penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga
bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga
abdomen.
a. Faktor Penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan, sedang
penyebab lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL). Syok misalnya
terjadi pada : patah tulang panjang, rupture spleen, hematothorak, diseksi arteri,
pangkreatitis berat. Sedang syok hipovolemik yang terjadi karena berkumpulnya
cairan di ruang interstisiil disebabkan karena: meningkatnya permeabilitas kapiler
akibat cedera panas, reaksi alergi, toksin bekteri.
Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan
ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik bisa merupakan akibat
dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak.
Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah
gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini
adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan
pelbagai kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an
telah memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip
penanganan resusitasi syok hemoragik.
Ketika Perang Dunia I, W.B.Cannon merekomendasikan untuk memperlambat
pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya syok diatasi
secara pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah digunakan secara ekstensif
ketika Perang Dunia II untuk menangani pasien dengan keadaan yang tidak stabil.
Pengalaman yang di dapat semasa perang melawan Korea dan Vietnam
memperlihatkan bahawa resusitasi cairan dan intervensi pembedahan awal
merupakan langkah terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan trauma yang
menimbulkan syok hemoragik. Ini dan beberapa prisip lain membantu dalam
perkembangan garis panduan untuk penanganan syok hemoragik kaibat trauma.
Akan tetapi, peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan
hari ini telah timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok
hemoragik yang paling optimal.
b. Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara
mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem
kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system hematologi
berespon kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut dengan
mengaktifkan cascade pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh
darah (dengan melepaskan thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan
immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan
mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan menyebabkan
deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam
diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi
matur.
Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan
mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat
peninggian pelepasan norepinefrin dan penurunan tonus vagus (yang
diregulasikan oleh baroreseptor yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta,
atrium kiri dan pembuluh darah paru. System kardiovaskular juga merespon
dengan mendistribusikan darah ke otak, jantung, dan ginjal dan membawa
darah dari kulit, otot, dan GI. System urogenital (ginjal) merespon dengan
stimulasi yang meningkatkan pelepasan rennin dari apparatus justaglomerular.
Dari pelepasan rennin kemudian dip roses kemudian terjadi pembentukan
angiotensi II yang memiliki 2 efek utama yaitu memvasokontriksikan
pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada kortex adrenal.
Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif dan konservasi
air.
System neuroendokrin merespon hemoragik syok dengan meningkatkan
sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior yang merespon pada
penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi sodium. ADH
secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCl) pada tubulus
distal. Ductus colletivus dan the loop of Henle.
Patofisiology dari hipovolemik syok lebih banyak lagi dari pada yang
telah disebutkan . untuk mengexplore lebih dalam mengenai patofisiology,
referensi pada bibliography bias menjadi acuan. Mekanisme yang telah
dipaparkan cukup efektif untuk menjaga perfusi pada organ vital akibat
kehilangan darah yang banyak. Tanpa adanya resusitasi cairan dan darah serta
koreksi pada penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan
terjadi kegagalan multiple organ.
c. Tahap Syok Hipovolemik
1) Tahap I :
a) terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
b) terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan darah
masih dapat dipertahankan
2) Tahap II :
a) terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
b) tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik, gelisah,
pucat.
3) Tahap III
a) bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
b) terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi
jaringan secara cepat
c) terjadi iskemik pada organ
d) terjadi ekstravasasi cairan.

2. Syok Kardiogenik
1. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung
yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi
jaringan yang diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak
ada definisi yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok
kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik
kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30
mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam)
dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya
kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara sindrom curah jantung
rendah dengan syok kerdiogenik.
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri
atau gagal jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan
yang luas. Otot jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan
penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ
vital (jantung,otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel
kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi
MI, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru,
kardiomiopati dan disritmia. (Brunner & Suddarth, 2001)
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung
yang tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik
jantung; manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi
yang lemah, kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland,
1998)
2. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non
koroner. Koroner, disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-
koroner disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung,
dan disritmia.
Lab/SMF Anestesiologi FKUA/RSUP Dr. M. Djamil, Padang
mengklasifikasikan penyebab syok kardiogenik sebagai berikut :
1. Penyakit jantung iskemik (IHD).
2. Obat-obatan yang mendepresi jantung.
3. Gangguan Irama Jantung.
3. Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh
infark miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium.
Gambaran klinis gagal jantung kiri :
1. Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea.
2. Pernapasan cheyne stokes
3. Batuk-batuk.
4. Sianosis
5. Suara serak
6. Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
7. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
8. BMR mungkin naik
9. Kelainan pada foto rontgen

4. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi
patofisiologi gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan
curah jantung, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke
organ-organ vital. Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan
oksigen ke jantung menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan
penurunan lebih lanjut kemampuan jantung untuk memompa, akhirnya
terjadilah depresi jantung. Tanda klasik syok kardiogenik adalah tekanan darah
rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan
adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin
dan lembab.
Disritmia sering terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung. Seperti
pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur
tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk mengkaji
beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah dilakukan.
Peningkatan tekananakhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP
= Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal
untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Faktor-faktor pencetus test diagnostik antara lain :
1. Electrocardiogram (ECG)
2. Sonogram
3. Scan jantung
4. Kateterisasi jantung
5. Roentgen dada
6. Enzim hepar
7. Elektrolit oksimetri nadi
8. AGD
9. Kreatinin
10. Albumin / transforin serum
11. HSD

3. Syok Distributif
a. Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara
abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul
dalam pembuluh darah perifer.
b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan oleh kehilangan tonus simpatis atau
oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang
menempatkan pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik
seperti cedera medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti
sensitivitas terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok
septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun,
malnutrisi
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok
distributif lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe :
1) Syock Neurogenik
a) Pengertian
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari
syok distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat
vasomotor karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di
seluruh tubuh.sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada
pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari perubahan resistensi
pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf
(seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik terjadi
karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya
vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke
otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu
lingkungan yang panas, terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa
pusing dan biasanya jatuh pingsan. Setelah pasien dibaringkan,
umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok.
Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain.
Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat
hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah
hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
b) Etiologi.
1) Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok
spinal).
2) Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri
hebat pada fraktur tulang.
3) Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
4) Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5) Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
c) Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok
neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah
cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan
adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia .
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar,
barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di
dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat
berwarna kemerahan.
2) Syock anafilaktik
a) Pengertian
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis =
perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan.
Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem
organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang
merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya
alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik(= shock
anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau
tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi
anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks.
Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen)
mengalami reaksi anti gen- anti bodi sistemik
b) Patofisiologi
Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam
hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction).
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
1. Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan
Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan
mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa,
saluran nafas atau saluran makan ditangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada
Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13)
yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma
(Plasmosit). Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E)
spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada
receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
2. Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang
dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya
yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang .
Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh.
Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu
terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara
lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif
lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan
Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi
yang disebut Newly formed mediators. Fase Efektor Adalah waktu
terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator
yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik
pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan
kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi
dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik
eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan
bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.
3) Syok Septik
a. Pengertian
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan
disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat
dikurangi dengan melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan
teknijk aseptik yang cermat, melakukan debriden luka ntuk membuang
jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan peralatan secara tepat
dan mencuci tangan secara menyeluruh
b. Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram
negatif. Ketika mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan
menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini membangkitkan
aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang
mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas kapiler, yang engarah
pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah dua efek
tersebut.
c. Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada
saat bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan
penurunan perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien
sepsis disebabkan oleh mikroorganisme gram-positive dan 60%
disebabkan mikroorganisme gram-negative. Pada orang dewasa infeksi
saluran kencing merupakan sumber utama terjadinya infeksi. Di rumah
sakit kemungkinan sumber infeksi adalah luka dan kateter atau kateter
intravena. Organisme yang paling sering menyebabkan sepsis adalah
staphylococcus aureus dan pseudomonas sp
Pasien dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit akut.
Pengkajian dan pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal
karena sepsis. Gejala umum adalah:
1) Demam
2) Berkeringat
3) Sakit kepala
4) Nyeri otot

H. PENATALAKSANAAN SYOK SEPTIK


Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen oleh darah,
untuk jantung (oksigen deliverip)
1. Oksigenasi adekuat, hindari hyroksemia.
utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan mempertahankan
saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
a. Membebaskan jalan nafas.
b. Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
c. Kurangi rasa sakit & auxietas.
2. Suport cadiovaskuler sistem.
Therapi cairan untuk meningkatkan preload.
a. pasang akses vaskuler secepatnya.
b. Resusitasi awal volume di berikan 10 – 30 ml/Kg BB cairan kastolord atau kalois
secepatnya (< 20 menit). dapat diulang 2 – 3 kali sampai tekanan darah dan
perfusi perifer baik.
Menurut konsesus Asia Afrika I (1997).
1) cairan kaloid lebih dianjurkan sebagai therapi intiab yang dianjurkan kaloid
atau kristoloid.
2) therapi dopaadv berdasarkan respon klinis, perfusi perifer, cup, mep sesuai
unsur.
c. Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan jantung tanpa
menambah konsumsi oksigen miocard.
1) Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokmstrokuta.
2) Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
3) Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
4) Dobtanine : meningkatkan cardiak output.
5) Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung, menurunkan
tekanan pembuluh darah sitemik.
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :
1. Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
2. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi).
3. Tekanan ventrikel kiri peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteri pulmonal (PCWP).
4. Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung.
5. Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5
6. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kanan adanya distensi vena jugularis,
peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat.
7. Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang.
8. Terdengar bunyi gallop S3, S4 atau murmur.
9. Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia.
10. Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
11. Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
12. Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
13. Sangat kehausan.
14. Mual, muntah.
15. Status ginjal haluaran urine di bawah 20 ml/jam, kreatinin serum meningkat,
nitrogen urea serum meningkat.
16. Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel.
17. Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal

B. Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan atau vena
3. Risiko hipovolemi b.d kekurangan intake cairan
4. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
C. Intervensi Keperawatan
No.d Tujuan Intervensi
x
1 Setelah dilakukan intervensi a. Monitor pola nafas pasien
keperawatan selama 2 x … jam, b. Pertahankan kepatenan jalan
diharapkan: napas
a. Menunjukkan jalan napas c. Berikan oksigen bila perlu
paten d. Posisikan semi-fowler
b. TTV dalam rentang normal e. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari
f. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi
farmakologi

2 Setelah dilakukan intervensi a. Observasi sirkulasi perifer


keperawatan selama 2 x … jam, b. Identifikasi factor resiko
diharapkan: gangguan sirkulasi
a. TTV dalam rentang normal c. Lakukan hidrasi
b. Tidak ada ortostatik d. Ajarkan program diet untuk
hipertensi memperbaiki sirkulasi (cairan
c. Tidak ada tanda-tanda oral)
peningkatan intracranial g. Kolaborasi dengan dokter
(tidak lebih dari 15 mmHg) dalam pemberian terapi
farmakologi
3 Setelah dilakukan intervensi a. Periksa tanda gejala
keperawatan selama 2 x … jam, hipovolemi
diharapkan: b. Monitor intake dan output
a. Tidak ada tanda-tanda cairan
dehidrasi c. Hitung kebutuhan cairan
b. Mepertahankan urin output d. Anjurkan memperbanyak
c. TTV dalam rentang normal asupan cairan oral
e. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian cairan IV

4 Setelah dilakukan intervensi a. Identifikasi lokasi,


keperawatan selama 2 x … jam, karakteristik, durasi, frekuensi,
diharapkan: kualitas, intensitas nyeri
a. Mampu mengontrol nyeri b. Identifikasi skala nyeri
b. Skala nyeri berkurang c. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
d. Ajarkan teknik non
farmakologis (nafas
dalam/guide imagery)
e. Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgetik.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-
gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan
efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.
2. Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan
pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah
yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan.
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume
darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada
pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi)
B. Saran
1. Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi
seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika
menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan
segera.
2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan
pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.
DAFTAR PUSTAKA

Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for
Physicians. USA, 2010 ; 75 – 94

Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive Care.
London: Chapman and Hall, 2007; 18-29.

Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 2011; 408-413

Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic
G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application.
USA : EB. Saunders Co. 2011 ; 441 - 499.

Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku:


Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia,
2011 ; 993 - 1002.

Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan makalah:
Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia, August 30 -
September 1, 2009 ; 1 - 4.

Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 2008; c:1-42.

Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of


Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine,
2010.

Anda mungkin juga menyukai