Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Mengingat permukaan bumi sebagai landasan atau alas suatu
bangunan atau konstruksi, tidak rata dan bergelombang serta
melengkung sesuai dengan kondisi bumi yang bulat, maka diperlukan
suatu system atau cara untuk dapat menggambarkannya dalam bidang
datar.
Semua perencanaan proyek baik yang berskala kecil maupun
besar seperti pembangunan gedung, jalan raya, jembatan, pelabuhan,
dan bandara, bendungan dan saluran pengairan memerlukan
pengukuran mendatar untuk mendapatkan bayangan tentang situasi
lapangan sebelum pelaksanaan suatu proyek tersebut. Untuk itu
diperlukan suatu pengetahuan tentang Ilmu Ukur Tanah yaitu suatu
ilmu tentang pengukuran pada permukaan bumi. Data yang didapat
dari suatu pengukuran di lapangan kemudian diselesaikan secara
matematik, kemudian digambarkan dalam bentuk peta.
Untuk itu dalam pelaksanaan praktikum ini mahasiswa teknik
sipil untuk dapat mempergunakan serta mengetahui dengan jelas
manfaat dan fungsi alat ukur yang digunakan dan dapat
menggunakannya lagi kelak jika ia turun kelapangan pekerjaan. Selain
itu merupakan syarat mutlak bagi mahasiswa yang memprogramkan
mata kuliah Ilmu Ukur Tanah.

I.2. Maksud dan Tujuan


Praktikum ini dilaksanakan dengan maksud untuk melatih
praktikan khususnya mahasiswa teknik sipil dalam melakukan
pengukuran, pengambilan data, pengolahan data dan
menggambarkannya di atas kertas serta menyusunnya dalam sebuah
laporan praktikum. Selain itu praktikum ini juga dilaksanakan untuk
memperkenalkan kepada mahasiswa bentuk kerja lapangan serta
melatih dalam menyelesaiakan perhitungan hasil pengukuran.
Adapun pelaksanaan praktikum Ilmu Ukur Tanah ini
mempunyai beberapa tujuan, yaitu :
a. Tujuan Umum
Adalah untuk mengenal dan mengetahui serta dapat
menggunakan alat-alat ukur tanah yang digunakan selama
praktikum.
b. Tujuan khusus
Adalah untuk menentukan titik-titik koordinat yang diukur
sudut jurusannya dan jaraknya kemudian menentukan beda
tinggi antara suatu titik dengan titik yang lainnya, selanjutnya
melakukan penggambaran.

I.3. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Untuk alat ukur Theodolit praktikum di laksanakan pada
tanggal 06 Juli 2022 pada pukul 10.00-18.00 Wita, bertempat di
Pekarangan kampus UMPAR
I.4. Kelompok Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan oleh kelompok 3 SIPIL KELAS C
BAB II
TEORI DASAR

II.1. Teori
II.1.1. Pengertian Poligon
Poligon adalah rangkaian garis khayal di atas permukaan bumi
yang merupakan garis lurus yang menghubungkan titik-titik dan
merupakan objek pengukuran.

Adapun bentuk-bentuk poligon yaitu :


1. Poligon terbuka yang terdiri atas tiga bagian, yakni :
a) Poligon lepas
Apabila hanya ada satu titik yang diketahui koordinatnya.
2 4 6

1(x1,y1) 3 5

b) Poligon terikat
Apabila titik awal dan titik akhir diketahui koordinatnya.
2 4 6(x1,y1)

1(x1,y1) 3 5
c) Poligon terikat sempurna
Apabila dua titik pada awal dan akhir yang diketahui
koordinatnya.

2(x2,y2) 4(x4,y4)

1(x1,y1) 3 6(x1,y1)

2. Poligon tertutup
Yakni pada bentuk geometri poligon ini sesungguhnya sama saja
pada poligon terbuka, hanya titik akhirnya juga merupakan titik awal
dari poligon tersebut.

P2 P3 P4 P5

P1 P6

P10 P9 P8 P7

α = sudut luar
Β = sudut dalam

Untuk proyeksi horizontal diketahui bahwa jumlah d sin α


sama dengan selisih koordinat titik akhir dengan ordinat titik awal
poligon. Jadi dapat disimpulkan tiga syarat geometri poligon yaitu :
1. Jumlah sudut yang diukur = ( akhir – awal ) + n . 180 + f
2. Jumlah d sin α = Xakhir – Xawal
3. Jumlah d cos α = Yakhir - Yawal
Umumnya hasil pengukuran dan jarak titik memenuhi tiga
syarat di atas maka diperoleh :
1. Sudut yang diukur = ( αakhir – αawal ) + n . 180 + f
2. d sin α = ( Xakhir – Xawal ) + fx
3. d cos α = ( Yakhir – Yawal ) + fy
Di mana :
fα = kesalahan pada sudut yang diukur
fx = kesalahan pada proyeksi sumbu x
fy = kesalaham pada proyeksi sumbu y
Kesalahan f tidak dapat dibagi habis dengan banyaknya sudut
maka sisa koreksi sudut dibagikan atau diberikan kepada sudut
poligon terpendek, karena pengukuran sudut pada titik itu kurang teliti
disebabkan oleh besarnya bayangan titik-titik ujung kaki yang
terpendek sehingga mengarahkan garis bidik ke titik tengah bayangan
dan menjadi sulit dan kurang tepat.

II.1.2. Pengukuran Poligon


Ada dua macam pengukuran yang dilakukan pada poligon
dalam Ilmu Ukur Tanah yaitu :
a. Pengukuran jarak mendatar
b. Pengukuran sudut mendatar
Pengukuran pada jarak mendatar dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan menggunakan pita ukur (rool meter ) dan dengan
pembacaan benang pada theodolit untuk mengetahui jarak optis.
Untuk tanah yang miring menggunakan jarak. Misalnya jarak
AB dilakukan dengan membagi jarak AB atas beberapa bagian atau
titik bantu. Setelah skala dinolkan pada titik A, pita ukur ditarik lurus
mendatar ke titik bantu pertama untuk mengetahui skala pembacaan
pita ukur di atas titik pertama dan untuk itu dapat digunakan bantuan
unting-unting. Dengan cara yang sama untuk jarak d1, d2, d3, …,dn
D1
A

D2

D3

D4

Pengertian sudut mendatar adalah selisih dua arah yang


berlainan. Dalam Ilmu Ukur Tanah dikenal dua macam sudut
mendatar / sudut horizontal yaitu :
a. Sudut arah (β)
Yaitu selisih antara arah A dan arah B

β Β=A-B

b. Sudut jurusan (α ) = azimuth


Yaitu sudut yang terbentuk berdasarkan salib sumbu Y atau yang
terbentuk dari arah utara ( U ).

Y A

0 α x

Hubungan sudut sisi poligon

Y
P

YAP

A XAP
X

XAP
AP = arc tg
YAP

COS α β

SIN α

( dAB )2 = (XB – X A ) + ( YB – YA )2
(X) = ( XB – X A ) = dAB . sin α
(Y) = ( YB – Y A ) = dAB . cos α

hubungan antara sudut arah dan sudut jurusan ( β dan α )


αOA = α1
αOB = α1 + β1
αOC = α1 + β1 + β2
αOA = α1
αAO = α1 + 1800
= 3600 – ( α1 + 1800 )
= 1800 – α1
αAB = β1 – β2
= β1 – ( 1800 – α1 )
= β1 + α1 - 1800

II.2. Metodologi Pelaksanaan


II.2.1. Alat dan Bahan
Adapun peralatan yang digunakan dalam praktikum ilmu ukur
tanah ini adalah sebagai berikut :
A. Sistem Theodolit
 Theodolit
Alat ini berfungsi sebagai alat utama yang digunakan untuk
mengukur sudut horisontal dan sudut vertikal terhadap bidang
dan jarak antara satu titik dengan titik yang lainnya.
 Statif ( kaki tiga )
Alat ini sebagai tempat meletakkan theodolit, dimana pada ketiga
kakinya dilengkapi dengan sekrup penyetel untuk mengatur
tinggi rendahnya pesawat.
 Bak ukur
Alat ini sebagai bak pembacaan jarak atau ketinggian suatu titik
yang dapat dibaca melalui theodolit yaitu pada pembacaan
benang.
 Rool meter
Alat ini digunakan untuk mengukur jarak antara dua titik secara
langsung.
 Patok
Digunakan sebagai tanda dimana bak ukur atau pesawat akan
ditempatkan pada saat pengukuran.
 Payung
Digunakan untuk melindungi alat ukur, dalam hal ini theodolit
dari pengaruh panas dan hujan.
 Parang
Untuk menghilangkan rintangan, baik berupa semak-semak atau
tanaman yang menghalangi penglihatan.
 Spidol
Digunakan untuk memberi nomor pada patok-patok
yang akan diukur.
 Tabel lapangan
Digunakan untuk mencatat data selama pengukuran di
lapangan.
B. Sistem Waterpass
 Waterpass
Digunakan untuk mengukur beda tinggi suatu titik dengan titik
untuk menetukan besar sudut antara kedua titik tersebut.
 Statif (kaki tiga )
Sebagai tempat meletakkan Waterpas selama pengukuran.
 Unting-unting
Menunjukkan kedudukan vertikal dari pesawat terhadap suatu
titik.
 Bak ukur
Sebagai mistar untuk menunjukkan ketinggian suatu titik yang
dibaca melalui waterpass.
 Patok
Tanda sebuah titik tempat bak ukur dan pesawat diletakkan.
 Payung
Melindungi pesawat dari panas matahari atau hujan sehingga
nivo pesawat tidak terpengaruh.
 Kompas
Menentukan arah utara.
 Parang
Membersihkan rintangan baik yang berupa semak-semak, pohon
atau tanaman yang menghalangi didalam pengukuran.

II.2.2. Persiapan dan Pelaksanaan Dalam Pengukuran


Tata cara penggunaan peralatan praktikum mengikuti tahap-
tahap sebagai berikut :
A. Sistem Theodolit
Prosedur dan cara pengukuran di lapangan :
1. Penentuan lokasi pengukuran, kemudian menentukan tempat
dimulainya pengukuran yang disebut P0.
2. Pemasangan patok dengan jarak 30-50 meter atau disesuaikan
dengan lokasi pengukuran. Lakukan sampai membentuk poligon
tertutup.
3. Pasang statif kuat-kuat tepat di atas patok, usahakan agar
permukaan statif menjadi datar.
4. Pasang alat ukur theodolit di atas statif tepat di atas piringan lalu
keraskan dengan sekrup pengencang agar tidak bergerak selama
pengukuran. Namun sebelumnya ukurlah besar sudut yang
dibentuk terhadap arah utara pada patok awal.
5. Pasang unting-unting pada sekrup pengencang.
6. Perhatikan ujung unting-unting, bila masih menyimpang dari
patok poligon, longgarkan sekrup statif dan geserlah pesawat
sehingga tepat di atas paku.
7. Aturlah nivo tabung dengan menggunakan sekrup penyetel pada
alat, sebelumnya aturlah kedudukan kaki tiga.
8. Siap melakukan pembacaan.
9. Ukurlah tinggi pesawat pada setiap patok.
10. Dengan jarak tertentu, lakukanlah pengukuran dengan jarak
detail, usahakan membidik tempat yang srategis.
11. Selama berlangsungnya pengukuran, lindungilah alat dari
sengatan sinar matahari.

Pengoperasian alat theodolit :


1) Buka semua kunci alat baik vertikal maupun horisontal lalu
arahkan teropong pada patok belakang, dengan jalan sebagai
sasaran.
2) Putarlah cincin pengontrol sudut alat dengan sudut putaran
tepat pada titik nol alat, stel pengatur halus sehingga sasaran
tepat pada titik nol.
3) Kencangkan kunci horisontal, stel toropong sedapat mungkin
tidak melampaui panjang jalan atau bak ukur.
4) Buka kunci horisontal lalu arahkan teropong pada patok depan
dengan membidik bak ukur. Setelah mengenai sasaran,
kencangkan kunci horisontal dan vertikalnya.
5) Stel okuler teropong sehingga okuler menjadi jelas.
6) Bacalah benang atas, tengah dan bawah serta sudut horisontal.
7) Putarlah tombol penilikan sudut vertikal dan baca besarnya.
8) Ulangi langkah-langkah seperti di ataspada setiap patok sampai
patok yang terakhir.
B. Sistem Waterpass
Pengukuran profil memanjang :
1. Pemasangan patok pada jarak 40 meter tiap-tiap patok sebanyak
6 buah.
2. Letakkan pesawat di tengah jarak antara kedua patok tersebut,
hal ini bertujuan untuk mjenghindari kesalahan –kesalahan
akibat kelengkungan.
3. Mengatur pesawat waterpass dengan tahap-tahap sebagai berikut
:
 Meletakkan pesawat di atas statif dan mengakukan
kedudukan pesawat di atas penopang statif dan
menguncinya agar tidak goyang pada saat teropong diputar.
 Statif dipasang dengan menyetel kakinya. Perhatikan
gelembung nivo di pesawat, apabila nivo sudah berada di
tengah-tengah lingkaran berarti pesawat siap digunakan.
4. Meletakkan bak ukur di atas patok, kedudukannya diusahakan
vertikal dari segala arah.
5. Mengarahkan pesawat ke patok utama yaitu Po selanjutnya
disebut pembacaan belakang, maka akan terlihat pada teropong
pembacaan benang atas, tengah dan bawah. Apabila angkanya
belum jelas atur fokusnya dengan memutar tombol fokus.
6. Dengan tidak merubah kedudukan pesawat, pesawat diarahkan
ke patok berikutnya P1 sebagai pembacaan muka dan mulai lagi
dengan pembacaan atas, tengah dan bawah.
7. Melakukan langkah 2-6 bertu-turut dari P0 sampai patok terakhir
yang disebut pengukuran pergi dam melakukan pengukuran
kembali dari patok terakhir sampai patok P0 yang disebut
pengukuran pulang.
Pengukuran Profil Melintang :
1. Pesawat diletakkan pada patok utama dan diseimbangkan
kedudukan nivonya seperti pada pengukuran profil memanjang.
2. Setelah nivo seimbang, mencatat tinggi pesawat.
3. Mencari sudut setiap patok terhadap patok sesudahnya dan
sebelumnya dengan membidik patok sebelumnya, dan memutar
posisi sudut 00 lalu membidik patok sesudahnya, kemudian
mencatat besar sudut yang terbaca pada pesawat.
4. Meletakkan bak ukur pada garis yang membagi sudut ketiga
patok tersebut. Misalnya jika pesawat diletakkan pada P 1, maka
sudut tersebut adalah ½ P0P1P2.
5. Mengarahkan teropong ke bak ukur dan mulai melakukan
pembacaan benang atas, tengah dan bawah.
6. Mengambil titik detail pada garis tersebut dengan jumlah dan
jarak tertentu sesuaidengan petunjuk asisten. Titik detail diambil
pada arah kiri dan kanan pesawat.
7. Pengukuran dilakukan pada tiap patok dan dimulai dari P0
sampai patok yang paling akhir.
8. Mencatat semua data yang diperoleh pada tabel lapangan.

Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam pengukuran :


1) Kesalahan Besar
Kesalahan ini terjadi karena kurang hati-hati dalam pengukuran,
kurang pengalaman dan kurang pengetahuan. Bila terjadi
kesalahan besar maka pengukuran harus diulang. Kesalahan ini
terjadi bila kesalahan jauh lebih besar dari toleransi yang
diizinkan.
2) Kesalahan Sistematis
Umumnya terjadi karena kasalahan alat ukur. Hal ini dapat
dihilangkan dengan cara memberikan koreksi pada hasil
pengukuran.
3) Kesalahan Tak Terduga
Kasalahan ini diakibatkan oleh hal-hal yang tak dapat diperiksa.
Kasalahan ini kecil kemungkinannya untuk terjadi. Kesalahan ini
dapat dibuat sekecil mungkin dengan melakukan pengukuran
beberapa kali dan mengambil rata-ratanya.

Sumber-sumber kasalahan :
1. Kesalahan pada alat yang digunakan
Kesalahan ini berhubungan dengan syarat utama dari
pengukuran. Kesalahan ini terjadi bila :
a. Garis bidik tidak sejajar garis nivo.
b. Garis nol pada bak ukur tidak berhimpit dengan alasnya.
c. Kesalahan nivo kotak dan nivo tabung.
2. Kesalahan akibat keadaan alam
Kesalahan ini terjadi akibat :
3. kelengkungan permukaan bumi.
4. melengkungnya sinar.
5. Perubahan arah garis nivo.
a. Kesalahan pengukur
Kesalahan ini dapat terjadi karena kejenuhan dan kelelahan
pengukur, kurang pengalaman atau kurang menguasai cara
pembacaan pada bak ukur atau pada pesawat.
BAB III
ANALISIS DATA DAN FORMULA

III.1. Data Lapangan


(Terlampir)

III.2. Rumus Yang Digunakan Dan Pembuktiannya


III.2.1. Rumus Yang Dugunakan
a. Sistem theodolit
1. Pengukuran sudut dalam / luar (β )
Untuk sudut dalam : β = (n – 2 ) . 180
Untuk sudut luar : β = ( n + 2 ) . 1800
dimana n = banyaknya sudut polygon

2. Perhitungan sudut dalam dan sudut luar


β = ½ . ( β1 + β2 )

3. Perhitungan jumlah kesalahan terkoreksi


K = ∑β – [ ( n ± 2 ) . 1800 ]
Dimana :
K = jumlah kesalahan sudut horizontal
n = jumlah titik pengamatan
= ( n + 2 ) untuk sudut luar
= ( n – 2 ) untuk sudut dalam
= ( n ± 2 ) . 1800 adalah sudut teroptis

4. Perhitungan koreksi sudut horizontal


K
Β=
n
5. Perhitungan azimuth benar ( α )
αn + 1 = αn – 1 + β - 1800
dimana :

αn + 1 = azimuth benar dua titik yang ditinjau


αn – 1 = azimuth benar titik sebelumnya

βn = sudut horizontal titik yang ditinjau

β = koreksi sudut horizontal

6. Perhitungan jarak horizontal ( Dx )

a. Perhitungan jarak proyeksi (Dp )

Dp = Do . cos 2 θ

Dimana :

Dp = jarak proyeksi ( m )

Do = jarak optis ( Ba – Bb )

θ = sudut lereng (900 – sudut vertical )

b. perhitungan jarak horizontal ( Dx )

Dxn = Dp . sin αn
Dimana :

Dxn = jarak horizontal pada jarak yang ditinjau

αn = azimuth benar

c. perhitungan jarak vertical ( Dy )

Dyn = Dp . cos αn
Dimana :

Dyn = jarak vertical pada jarak yang ditinjau


7. Perhitungan koreksi jarak ( δD )

a. perhitungan koreksi jarak horizontal ( δDx )


Dpn
δDxn = δDx
Dp

Dimana :

δDxn = Koreksi jarak horizontal (m )

b. Perhitungan koreksi jarak vertical ( δDy )


Dpn
δDyn = δDy
Dp

Dimana :

δDyn = koreksi jarak vertical (m )

8. Perhitungan koreksi linear ( δ1 )

[ ( Dx )2 + ( Dy )2 ]½
δ1 =
Dp

9. Perhitungan koordinat titik ( Xn dan Yn )

Xn = Xn-1 + Dxn – 1 + δDxn – 1

Yn = Yn – 1 + Dyn – 1 + δDyn – 1

10. Perhitungan elevasi / tinggi titik ( H )


a. Perhitungan beda tinggi ( H )

H = tinggi pesawat + D0 . sin α – Bz – tinggi patok


b. Perhitungan koreksi pada beda tinggi ( δH )
Jumlah koreksi + jarak koreksi
δH =
n
c. Perhitungan tinggi titik ( H )

Hn = Hn +1 + Hn – 1 + δH

11. Perhitungan luas areal ( L )

L= ½ ( X n Yn+1 ) – ( Y n Xn+1 )

Dimana :

L = luas areal ( Ha )
X = koordinat titik terhadap sumbu X
Y = koordinat titik terhadap sumbu Y

12. Perhitungan elevasi / tinggi titik ( H )


a. Perhitungan beda tinggi ( H )

H = Tps + 50 ( Ba – Bb ) sin 20 – Bt tp

Dimana :

Tps = tinggi pesawat

Bt = benang tengah

Tp = tinggi patok

b. Perhitungan koreksi beda tinggi (δ H )


Jumlah koreksi + jarak koreksi
δH =
n

c. Perhitungan tinggi titik ( Hn )

Hn = Hn – 1 ± H n – 1 ± δH
d. Perhitungan tinggi titik detail ( H det )

Hdet = Hn ± Hdet

c. Sistem Waterpass
1. Jarak optis

D = (Ba – Bb) . 100

Dimana :
D = jarak optis (m)

Ba= benang atas (m)

Bb= benang bawah (m)

2. Jarak optis rata-rata

Dr = ½ ( Dpergi + Dpulang )

Dimana :

Dr = jarak optis rata-rata

D = jarak optis
3. Beda tinggi patok utama

H = Btb -Btm

Dimana :
H = Beda tinggi (m)

Btb = benang tengah belakang (m)

Btm= benang tengah muka (m )

4. Beda tinggi rata-rata patok utama

H = ½ ( Hpergi + Hpulang )

Dimana :
H = beda tinggi rata-rata (m )

H = beda tinggi patok utama (m )


5. Beda tinggi detail

Hdet = Hps - Btdet

Dimana :

Hdet = beda tinggi detail ( m )

Hps = tinggi pesawat ( m )

Btdet= benang tengah detail ( m )

6. Kesalahan dan toleransi kesalahan

Kesalahan = Hpergi ( tot ) ± Hpulang ( tot )


Toleransi = 10. D½

D = jarak keseluruhan (km ), toleransi


(mm)
7. Koreksi beda tinggi

Hpergi ( tot ) ± Hpulang (tot )


Koreksi =
n–1
dimana :
Koreksi =(m)
H (tot ) = Jumlah beda tinggi ( m )
n = Jumlah patok berdiri
8. Tinggi patok utama

Hn – 1 = Hn – Hpulang – koreksi

Hn = Hn – 1 + Hpergi + koreksi

Dimana :

Hn – 1 = tinggi patok sebelum patok n ( m)

Hn = tinggi patok n ( m )

Koreksi =(m)
9. Tinggi detail

Hdet = Hn ± Hdet
Dimana :

Hdet = Tinggi titik detail ( m )

Hn = Tinggi patok utama ( m )

Hdet = beda tinggi detail ( m )

10. Tinggi Vizier

Tv = Hn + Hps. n

Dimana :

Tv = tinggi vizier ( m )

Hn = tinggi patok n ( m )

Hps . n = tinggi pesawat pada patok n ( m )

11. Prosentase kemiringan patok utama

Hn – Hn – 1
Q=
D

Dimana :
Q = Prosentase kemiringan patok utama ( % )

Hn = tinggi patok n ( m )

D = jarak ukur antara patok n dengan patok n


–1

Hn – 1 = tinggi patok sebelum patok n ( m )


12. Prosentase kemiringan detail

( Hm – Hn )
Km-n = . 100%
Dd
Dimana :

Km-n = prosentase kemiringan detail m dan n

Hm,n = tinggi detail m atau n

Dd = jarak optis detail m atau n

III.2.2. Pembuktian Rumus

1. Jarak Optis

Dp = d . cos2θ

Dimana :

d = jarak optis = 100 . ( Ba – Bb )

Bukti jarak optis

Ba
Foby
Bt P
Bb

A D
D= A-D ; diabaikan karena sangat kecil. Jika disbanding dengan
D, jadi: D = D’
Maka:
D’ : Foby = I : P.................... perbandingan segitiga
Foby
D= . I (pada alat)
P
P = 0,01 . Foby
I = Ba – Bb
Foby
D = .i
P
Foby
= . (Ba-Bb)
0,01.Foby
= (Ba – Bb) . 100 ........................................................ (Terbukti)

Dari gambar tersebut di atas d’ dapat dicari dengan


menggunakan dua persamaan yang mempunyai titik api lensa

obyektif, fob yang sebangun, maka :

d’ : fob = i : p

fob
d’ = .i
p

Jadi :

fob
d= + ( s + fob )
p
nilai :
f ob
B= = 100 ( konstanta alat pabrik )
p
A = s + fob , pada alat sangat kecil A=0
Sehingga :
d = Bi + A =100i
i = ( Ba – Bb )
Dimana :
l’ = Ba (A) – Bb (B)
d = jarak miring ( optis ) = 100 . l’
l'
cos θ = sehingga l’ = l . cos θ
l
sehingga :
D = d.cosθ
= 100.l’.cosθ
= 100. l cosθ . cosθ
= 100 ( A – B ) cos2θ (jarak proyeksi)

Bukti Jarak Horisontal

Dxn = D . sinαn

p(n+1)
αn D
x
Dxn
Dxn
Sin αn = jadi : Dxn = D . sin αn (terbukti)
D

Bukti Jarak Vertikal

Dyn = D . cos αn
y
Dyn
cos αn =
D
jadi :
Dyn = D . cos αn (terbukti)

Anda mungkin juga menyukai