Anda di halaman 1dari 5

Nama : Mila Rosa Saragih

Nim : 5203142027

Kelas : V A Pendidikan Tata Boga 2020

Dosen Pengampu : Drs. Mesra , M.Sn

Tugas Rutin III

1.Jelaskan dasar dasar hukum kesetaraan dan keadilan gender (kkg) dan pengarusutamaan gender
(PUB)

Jawab :

Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional mengamanatkan kepada seluruh kementerian dan lembaga untuk mengintegrasikan
gender pada setiap tahapan proses pembangunan yaitu mulai dari perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pemantauan evaluasi pada seluruh bidang pembangunan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan, serta berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan dan
Penganggaran Responsif Gender untuk Kementerian/Lembaga yang merupakan lampiran dari
Surat Edaran Bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan,
Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tentang
Strategi Nasional Percepatan PUG melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
(PPRG), maka perlu ditindaklanjuti dengan membuat Pedoman Umum Pemantauan dan
Evaluasi. Kegiatan pemantauan dan evaluasi merupakan kegiatan yang penting dalam
pelaksanaan program PUG dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dan data capaian
program/kegiatan.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 dan Pasal 28C–D tentang Persamaan Hak dan Kewajiban
Setiap Warga Negara.

a. Pada Pasal 27 ayat (2): Pemerintah menjamin warganya untuk dapat mengembangkan kualitas
diri dan bekerja untuk mendapat penghidupan yang layak.

b. Pasal 28 C ayat (1): Setiap orang berhak mengembangkan dirimelalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitashidupnya dan demi kesejahteraan umat
manusia.
c. Pasal 28 D ayat (2): Setiap orang berhak untuk bekerja sertamendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

2.Jelaskan dan berikan contoh konsep dan isu gender

Jawab :

Marginalisasi adalah kondisi peminggiran/pemiskinan salah satu jenis kelamin. Sebagai contoh :
persyaratan masuk AKABRI harus laki laki, dengan demikian perempuan dipinggirkan,
dianggap tidak pantas atau tidak ada atau tidak diberi kesempatan sama sekali.

Sub ordinasi

Sub ordinasi pada dasarnya adalah kondisi dimana salah satu jenis kelamin dianggap lebih
penting atau lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Masih banyak kenyataan
yang memperlihatkan bahwa perempuan mempunyai kedudukan yang lebih rendah di
bandingkan laki-laki.

Contoh : Anak laki-laki harus sekolah setinggi tingginya sedang anak perempuan cukup
lulusan SLTP saja.

c. Stereotipe

Adalah cap atau pelabelan pada salah satu jenis kelamin. Pelabelan ini pada umumnya bersifat
negatif. Sebagai contoh, perempuan sebagai pelacur. Perusak rumah tangga, dll

d. Beban ganda

Beban ganda adalah beban kerja yang bertumpuk tumpuk (berlebihan) yang harus dilakukan
oleh salah satu jenis kelamin.

Contoh : seorang isteri yang bekerja mencari nafkah dan tetap mengerjakan semua
pekerjaan rumah tangga tanpa bantuan suaminya.

Sebagian orang mungkin telah memahami istilah gender dengan benar, tetapi bagi sebagian lain
masih perlu penjelasan. Ketidakpahaman tentang istilah gender sesungguhnya bukan saja terjadi
pada masyarakat awam, tetapi juga di di kalangan akademisi sekali pun masih banyak yang
belum tahu apa itu gender. Hal ini terbukti dari seringnya istilah gender digunakan untuk
menyebut kaum perempuan. Selain itu, kesalahan memahami arti gender juga tercermin dari cara
menyebutkan kata ”gender”, misalnya ada yang menyebutnya dengan istilah ”jender” atau
”gender”. Untuk menghilangkan ketidaktahuan dan keraguan tentang arti istilah gender, maka
ada baiknya membahas istilah seks dan kodrat terlebih dahulu. Pembahasan istilah seks dan
kodrat ini dianggap penting karena kedua istilah ini sangat terkait dan sering dikacaukan dengan
istilah gender. Misalnya, banyak orang yang berkata bahwa ” mengerjakan pekerjaan rumah
tangga adalah kodrat bagi seorang perempuan”. Anggapan dan ucapan semacam itu sudah pasti
keliru.

3.jelaskan apa yang dimaksud dengan keadilan dan kesetaraan gender (kkg) dan pengarusutan
gender (pug)

Jawab : Pengarusutamaan Gender (PUG) merupakan strategi untuk mencapai Kesetaraan dan
Keadilan Gender (KKG) melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman,
aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan,

PUG adalah strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis untuk mencapai kesetaraan
dan keadilan gender dalam aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang
memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki
untuk memberdayakan perempuan dan laki-laki mulai dari tahap perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dari seluruh kebijakan, program, kegiatan di berbagai bidang
kehidupan pembangunan nasional dan daerah. Indonesia telah memiliki komitmen kuat dalam
mengupayakan terwujudnya kesetaraan dan pengarusutamaan gender. Hal ini dibuktikan dengan
adanya komitmen pemenuhan hak-hak dasar perempuan antara lain dalam UUD 1945, Inpres
No. 9 Tahun 2000, dan Peraturan Presiden tentang RPJMN 2020-2024.

Kesetaraan gender adalah pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang setara
dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas gender mereka yang bersifat kodrati.[1] Isu ini
adalah salah satu tujuan dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB yang berusaha
untuk menciptakan kesetaraan dalam bidang sosial dan hukum, seperti dalam aktivitas demokrasi
dan memastikan akses pekerjaan yang setara dan upah yang sama

Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk
memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamanan nasional
dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
4.jelaskan mengapa “kebijakan “ pengarusutamaan gender (pug ) penting dalam pendidikan

Jawab :1. agar tecapai pengusutan kesetaraan gender tersebut

2. Memberantas buta huruf di kalangan perempuan;


3. Meningkatkan akses bagi kaum perempuan terhadap pelatihan kejuruan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta pendidikan lanjutan;
4. Mengembangkan pendidikan dan pelatihan yang tidak diskriminatif;
5. Mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk memantau pelaksanaan reformasi
pendidikan, dan
6. Mempromosikan pendidikan dan pelatihan seumur hidup untuk kaum perempuan
enjamin akses yang sama terhadap pendidikan;

Pendidikan merupakan hak asasi manusia dan menjadi alat yang sangat penting untuk mencapai
kesetaraan, pengembangan, dan kedamaian. Pendidikan yang tidak diskriminatif akan
bermanfaat bagi perempuan maupun laki-laki, terutama untuk menyetarakan hubungan di antara
keduanya. Untuk menjadi agen perubahan, perempuan harus memiliki akses yang adil terhadap
kesempatan pendidikan. Melek huruf bagi perempuan merupakan kunci untuk meningkatkan
kesehatan, gizi, dan pendidikan, dan untuk memberdayakan perempuan agar bisa berpartisipasi
penuh dalam pembuatan keputusan dalam masyarakat.

Dengan tingkat pengembalian (return) yang sangat tinggi, investasi dalam pendidikan formal
dan informal serta pelatihan-pelatihan untuk anak perempuan maupun perempuan dewasa telah
terbukti menjadi salah satu sarana terbaik untuk mencapai pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan. Setiap orang harus memiliki akses ke pendidikan dasar dan
pelayanan-pelayanan penting lainnya. Tanpa akses semacam itu, para perempuan, terutama
perempuan miskin dan anak-anaknya, hanya akan memiliki sedikit peluang untuk meningkatkan
status ekonominya atau partisipasi penuhnya dalam masyarakat. Agar bisa berpartisipasi penuh
dalam masyarakat, Kaum perempuan dan kaum miskin harus memiliki akses yang sama terhadap
kesempatan mendapatkan pendidikan.

5. jelaskan implementasi gender dalam kurikulum dan proses pendidikan

Jawab :

Implementasi berbasis kesetaraan gender adalah model implementasi kurikurikulum yang


memberi kesempatan kepada semua peserta didik tanpa diskriminasi dalam memperoleh
pengalaman belajar sebagaimana yang tertera dalam kurikulum yang berlaku. Semua peserta
didik diberi hak, tanggung jawab, kesempatan, perlakuan, dan penilaian yang sama dalam proses
pembelajaran. Ciri-ciri implementasi kurikulum berbasis kesetaraan gender, antara lain: pertama,
semua peserta didik memperoleh kesempatan yang sama dalam memperoleh pengalaman belajar
sebagaimana yang tertera dalam kurikulum yang berlaku; kedua, materi pembelajarannya
dikembangkan dari berbagai sumber dan tidak bias gender; dan ketiga, menekankan pada
partisipasi yang sama semua peserta didik dalam proses transmisi dan transformasi pengalaman
belajar di sekolah. Berdasarkan uraian di atas, sesungguhnya, implementasi kurikulum berbasis
kesetaraan gender dipandang relevan diterapkan dalam kurikulum yang berlaku pada saat ini,
yaitu KTSP. Model implementasi kurikulum berbasis kesetaraan gender sesuai dengan hakekat
proses pendidikan yang pemanusiaan peserta didik. Proses pendidikan merupakan proses
pengembangan segenap potensi peserta didik.

Dua pola penerapan model implementasi kurikulum berbasis kesetaraan gender. Pertama,
mengembangkan desain kurikulum (silabus dan RPP) dengan berwawasan kesetaraan gender.
Artinya, aspek-aspek kurikulum yang terkait dalam desain kurikulum dikembangkan dengan
mengacu pada kesetaraan gender, misalnya; pengembangan materi pembelajaran tak
diskriminatif. Kedua, menggunakan berbagai model pembelajaran berbasis kesetaraan gender
dalam implementasi kurikulum yang sedang berjalan. Di sini, yang perlu ditekankan adalah
memberi kesempatan yang sama semua peserta didik dalam memperoleh pengalaman belajar di
sekolah sehari-hari. Model-model pembelajaran berbasis budaya yang bisa digunakan adalah
model pembelajaran pemecahan masalah, model pembelajaran inkuiri, model pembelajaran
kontektual, dan lain-lain

Implementasi kurikulum berbasis kesetaraan gender dapat dilakukan di sekolah sehari-hari.


Dengan model implementasi ini diharapkan semua peserta didik memperoleh kesempatan yang
sama dalam mengikuti semua kegiatan pembelajaran tanpa diskriminasi atas dasar perbedaan
jenis kelamin. Pola pelaksanaannya dapat terjadi sejak pengembangan silabus dan RPP.
Demikian pula, dapat terjadi sewaktu proses pembelajaran dengan memberi kesempataan yang
semua peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar

Anda mungkin juga menyukai