Anda di halaman 1dari 31

Laporan Praktikum Dosen Pembimbing

Dasar-dasar Proses Kimia II Ida Zahrina, ST.MT

DISTILASI BATCH

Kelompok : V (Lima)

Nama Kelompok : ADRI RIDUANSYAH (1007021640)


HERY KURNIAWAN (1007035513)
LIZA OKTAVIA S (1007033794)
MIFTAKHUL FAIZIN (1007033723)

LABORATORIUM INSTRUKSIONAL DASAR PROSES DAN OPERASI


PABRIK PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
JURUSAN TEKNIK KIM IA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2012
Abstrak
Distilasi adalah suatu metode operasi pemisahan suatu komponen dari
campurannya yang didasarkan pada perbedaan titik didih. Percobaan ini
bertujuan untuk menghitung jumlah plat teoritis berdasarkan metode Mc. Cabe-
Thiele dan persamaan Fenske serta menghitung efisiensi dari kolom tersebut.
Parameter yang dilakukan adalah dengan memvariasikan power dan rasio refluks
dimana variasinya adalah pada keadaan refluks total power yang digunakan 0,8
kW dan 0,9 kW dan pada rasio refluks 4:1. Dari percobaan berdasarkan metode
Mc. Cabe-Thiele, pada refluks total power 0,8 kW efisiensinya 62,5% dan jumlah
plate 5; pada refluks total power 0,9 kW, efisiensinya 87,5% dan jumlah plate 7
dan pada rasio refluk 4:1, efisiensinya 12,5% dengan jumlah plate 1, sama
halnya dengan menggunakan persamaan Fenske, dimana, pada refluks total
power 0,8 kW efisiensinya 62,5% dan jumlah plate 5; pada refluks total power 0,9
kW, efisiensinya 75% dan jumlah plate 6 dan pada rasio refluk 4:1, efisiensinya
37,5% dengan jumlah plate 3.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
a. Menghitung jumlah plat teoritis dengan metode Mc. Cabe-Thiele dan
persamaan Fenske.
b. Menghitung efesiensi kolom dengan memvariasikan rasio refluks.

1.2. Dasar teori


Proses pemisahan secara distilasi dapat dilakukan secara batch maupun
kontinyu. Dalam operasi distilasi secara batch, sejumlah massa larutan umpan
dimasukkan ke dalam labu distilasi kemudian dipanaskan. Selama proses distilasi
berjalan, larutan akan menguap. Uap yang terbentuk akan segera meninggalkan
labu distilasi untuk diembunkan. Dengan demikian, sejumlah komponen dalam
umpan yang memiliki titik didih rendah akan terpisah lebih dahulu menjadi
distilat. Pada operasi distilasi batch, laju alir maupun komposisi umpan dan
produk distilat berubahsetiap waktu selama operasi berlangsung. Proses
pemisahan dengan metode distilasi batch digunakan untuk proses pemisahan
berkapasitas kecil, misalnya dilakukan di laboratorium. Distilasi batch dapat
dilakukan dalam suatu kolom yang tersusun dari sejumlah tumpukan packing
yang dilengkapi dengan reboiler. Kolom distilasi batch dapat dipandang sebagai
kolom yang tersusun dari enriching section karena sebelum operasi dimulai,
sejumlah umpan dengan komposisi tertentu dimasukkan ke dalam reboiler.

Distilasi adalah unit operasi yang sudah ratusan tahun diaplikasikan secara
luas. Di sperempat abad pertama dari abad ke-20 ini, aplikasi unit distilasi
berkembang pesat dari yang hanya terbatas pada upaya pemekatan alcohol kepada
berbagai aplikasi di hampir seluruh industri kimia. Distilasi pada dasarnya adalah
proses pemisahan suatu campuran menjadi dua atau lebih produk lewat eksploitasi
perbedaan kemampuan menguap komponen-komponen dalam campuran.
Operasi ini biasanya dilaksanakan dalam suatu klom baki (tray column)
atau kolom dengan isian (packing column) untuk mendapatkan kontak antar fasa
seintim mungkin sehingga diperoleh unjuk kerja pemisahan yang lebih baik. Salah
satu modus operasi distilasi adalah distilasi curah (batch distillation). Pada operasi
ini, umpan dimasukkan hanya pada awal operasi, sedangkan produknya
dikeluarkan secara kontinu. Operasi ini memiliki beberapa keuntungan :
1. Kapasitas operasi terlalu kecil jika dilaksanakan secara kontinu. Beberapa
peralatan pendukung seperti pompa, tungku/boiler, perapian atau
instrumentasi biasanya memiliki kapasitas atau ukuran minimum agar
dapat digunakan pada skala industrial. Di bawah batas minimum tersebut,
harga peralatan akan lebih mahal dan tingkat kesulitan operasinya akan
semakin tinggi.
2. Karakteristik umpan maupun laju operasi berfluktuasi sehingga jika
dilaksanakan secara kontinu akan membutuhkan fasilitas pendukung yang
mampu menangani fluktuasi tersebut. Fasilitas ini tentunya sulit diperoleh
dan mahal harganya. Peralatan distilasi curah dapat dipandang memiliki
fleksibilitas operasi dibandingkan peralatan distilasi kontinu. Hal ini
merupakan salah satu alasan mengapa peralatan distilasi curah sangat
cocok digunakan sebagai alat serbaguna untuk memperolehkembali pelarut
maupun digunakan pada pabrik skala pilot.
Perangkat praktikum distilasi batch membawa para pengguna untuk
mempelajari prinsip-prinsip dasar pemisahan dengan operasi distilasi, seperti
kesetimbangan uap cair dan pemisahan lewat multitahap kesetimbangan.
Perangkat ini dapat juga dimanfaatkan untuk mempelajari dasar-dasar penilaian
untuk kerja kolom distilasi pacing dan mempelajari perpindahan massa dalam
kolom distilasi packing.
Proses pemisahan secara destilasi dipengaruhi oleh :

1. Sifat dari campuran


2. Karakteristik kolom
- Jenis kolom (plate, packed, vigreuz)
- Panjang kolom

3. Sifat dari campuran

- Besaran-besaran lainnya (laju uap naik, laju cairan turun/ reflux, luas
permukaan kontak antara fasa gas dan cair, dan effisiensi perpindahan
massa).
Pada operasi destilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa
bila campuran zat cair dalam keadaan setimbang dengan uapnya, maka fasa
uapnya akan lebih banyak mengandung komponen yang lebih mudah menguap,
sedangkan faksi cairanya akan mengandung lebih sdikit komponen yang mudah
menguap. Apabila uap tersebut kemudian dikondensasikan, maka akan didapatkan
cairan yang berbeda komposisinya dari cairan yang pertama. Cairan yang
didapatkan dari kondensasi tersebut mengandung lebih banyak komponen yang
lebih mudah menguap (volatile) dibandingkan dengan cairan yang tidak
teruapkan. Bila cairan yang berasal dari kondensasi diuapkan lagi sebagian, maka
akan didapatkan uap dengan komponen volatile yang lebih tinggi. Keberhasilan
suatu operasi destilasi tergantung pada keadaan setimbang yang terjadi antara fasa
uap dan fasa cair dari suatu campuran biner yang terdiri dari komponen volatile
dan non-volatile. (Ir. Ema H. Muhari MT)

1.2.1. Kesetimbangan Uap-Cair


Seperti telah disampaikan terdahulu, operasi distilasi mengekspoitasi
perbedaan kemampuan menguap (volatillitas) komponen-komponen dalam
campuran untuk melaksanakan proses pemisahan.
Berkaitan dengan hal ini, dasar-dasar keseimbangan uap-cair perlu
dipahami terlebih dahulu. Berikut akan diulas secara singkat pokok-pokok penting
tentang kesetimbangan uap-cair guna melandasi pemahaman tentang operasi
distilasi.

1.2.2. Harga-K dan Volatillitas Relatif


Harga-K (K-Value) adalah ukuran tendensi suatu komponen untuk
menguap. Jika harga-K suatu komponen tinggi, maka komponen tersebut
cenderung untuk terkonsentrasi di fasa uap, sebaliknya jika harganya rendah,
maka komponen cenderung untuk terkonsentrasi di fasa cair. Persamaan (1) di
bawah ini menampilkan cara menyatakan harga-K.
yi
K= …. (1)
xi
Dengan yi adalah fraksi mol komponen i di fasa uap dan xi adalah fraksi
mol komponen I di fasa fasa cair. Harga-K adalah fungsi dari temperatur, tekanan,
dan komposisi. Dalam kesetimbangan, jika dua di antara variable-variabel
tersebut telah ditetapkan, maka variable ketiga akan tertentu harganya. Dengan
demikian, harga-K dapat ditampilkan sebagai fungsi dari tekanan dan komposisi,
temperature dan komposisi, atau tekanan dan temperatur. Volatillitas relative
(relative volatility) antara komponen i dan j.
Kt
∝t , j= ….(2)
Kj
Dengan Ki adalah harga-K untuk komponen I dan Ki adalah harga-K
untuk komponen j. volatillitas relatif ini adalah ukuran kemudahan terpisahkan
lewat eksploitasi perbedaan volatillitas. Menurut konsensus, volatillitas relative
ditulis sebagai perbandingan harga-K dari komponen lebih mudah menguap
(MVC = more-volatile component) terhadap harga-K komponen yang lebih sulit
menguap.
Dengan demikian, harga α mendekati satu atau bahkan satu, maka kedua
komponen sangat sulit bahkan tidak mungkin dipisahkan lewat operasi distilasi.

Gambar 1. Diagram x-y sistem biner A-B


Sebagai contoh untuk system biner, misalkan suatu cairan yang dapat
menguap terdiri dari dua komponen, A dan B. cairan ini dididihkan sehingga
terbentuk fasa uap dan fasa cair, maka fasa uap akan kaya dengan komponen yang
lebih mudah menguap, misalkan A, sedangkan fasa cair akan diperkaya oleh
komponen yang lebih sukar menguap, B. Berdasarkan persamaan (1) dan (2),
volatillitas relative, αAB, dapat dinyatakan sebagai :
yA /xA
αAB = … (3)
yB /xB
Atau dapat dikembangkan menjadi :
xa α AB
ya = … (4)
1+ ( α AB−1 ) xA
Jika persamaan (4) tersebut dialurkan terhadap sumbu x-y, maka akan
diperoleh kurva kesetimbangan yang menampilkan hubungan fraksi mol
komponen yang menampilkan hubungan fraksi mol komponen yang mudah
menguap di fasa cair dan fasa uap yang dikenal sebagai diagram x-y. perhatikan
gambar (1). Garus bersudut 45o yang dapat diartikan semakin banyaknya
komponen A di fasa uap pada saat kesetimbangan. Ini menandakan bahwa
semakin besar harga αAB, semakin mudah A dan B dipisahkan lewat distilasi.

1.2.3. Sistem Ideal dan Tak Ideal


Uraian terdahulu berlaku dengan baik untuk campuran-campuran yang
mirip dengan campuran ideal. Yang dimaksud dengan campuran ideal adalah
campuran yang perilaku fasa uapnya mematuhi Hukum Dalton dan perilaku fasa
cairnya mengikuti Hukum Raoult. Hokum Dalton untuk gas ideal, seperti
diperlihatkan pada persamaan (5), menyatakan bahwa tekanan parsial komponen
dalam campuran, pi, sama dengan fraksi mol komponen tersebut, yi, dikalikan
tekanan parsial komponen, pi, sama dengan fraksi mol komponen di fasa cair
pt= yt P …. (5)

1.2.4. Diagram T-x-y


Proses-proses distilasi industrial seringkali diselenggarakan pada tekanan
yang relative konstan. Untuk keperluan ini diagram fasa isobar (pada tkanan
tertentu) paling baik untuk ditampilkan.
Gambar 2. Diagram T-x-y

Diagram yang menempatkan temperatur dan komposisi dalam ordinat dan


absis ini dinamai diagram T-x-y. Bentuk umum diagram ini diperlihatkan dalam
gambar 1 yang mewakili campuran dengan dua komponen A dan B berada dalam
kesetimbangan uap-cairnya. Kurva ABCadalah titik-titik komposisi cairan jenuh,
sedangkan kurva AEC adalah titik-titik komposisi untuk uap jenuh. Titik C
mewakili titik didih komponen A murni dan Titik A mewakili titik didih
komponen B murni. Bayangkan suatu campuran berfasa cair titik G,
bertemperatur To dan komposisinya Xo, dipanaskan hingga mencapai temperatur
T1 di kurva ABC yang berarti campuran berada pada temperatur jenuhnya
sedemikian hingga pemanasan lebih lanjut akan mengakibatkan terjadinya
penguapan T1 dapat dianggap sebagai temperatur terbentuknya uap pertama kali
atau dinamai titik didih (bubble point) campuran cair dengan komposisi X0.
Perhatikan bahwa uap yang terbentuk memiliki komposisi tidak sama dengan x0
tetapi y0 (diperoleh dari penarikan garis horizontal dari T1).
Pemanasan lebih lanjut mengakibatkan semakin banyak uap terbentuk dan
sebagai konsekuensinya adalah perubahan komposisi terus menerus di fasa cair
sampai tercapainya titik E. Pada temperatur ini, semua fasa cair telah berubah
menjadi uap. Karena tidak ada massa hilang untuk keseluruhan system, komposisi
uap yang diperoleh akan sama dengan komposisi cairan awal. Penyuplaian panas
berikutnya menghasilkan uap lewat jenuh seperti diwakili oleh titik F.Sekarang
operasi dibalik. Mula-mula campuran fasa uap di titik F didinginkan dari
temperatur T2 hingga mencapai titik E di kurva AEC. Di titik ini, uap berada
dalam keadaan jenuh dan cairan mulai terbentuk. Titik ini kemudian dinamai titik
embun (dew point). Pendinginan lebih lanjut menyebabkan fasa cair makin
banyak terbentuk sampai tercapainya titik H yang mewakili titik jenuh fasa cair.
Diagram T-x-y dengan demikian dapat dibagi menjadi tiga daerah : (1)
Daerah di bawah kurva ABC yang mewakili subcooled liquid mixtures (cairan
lewat jenuh), (2) Daerah di atas kurva AEC yang mewakili superheated vapor
(uap lewat jenuh), dan (3) Daerah yang dibatasi kedua kurva tersebut yang
mewakili system dua fasa dalam kesetimbangan. Operasi distilasi bekerja di
daerah tempat terwujudnya kesetimbangan dua fasa, uap dan cair. ( McCabe,dkk.
1999 )

1.2.5. Aseotrop dan Larutan Tak Campur


Apa yang ditampilkan oleh gambar 2 adalah tipikal untuk sistem normal.
Jika interaksi fisik dan kimiawi yang terjadi di dalam sistem sangat signifikan
maka bentukan kurva T-x-y dan x-y akan mengalami penyimpangan yang berarti.
Perhatikan gambar 3. Berbagai modifikasi, seperti distilasi ekstraktif, distilasi
kukus, dsb, perlu dilakukan untuk memisahkan komponen-komponen dari sistem
yang tak ideal ini.
Gambar 3a dan 3b mewakili sistem aseotrop yaitu sistem yang memiliki
perilaku seperti zat murni di suatu komposisi tertentu. Lihat titik a dengan
komposisi xa. Pada titik ini perubahan temperature saat penguapan terjadi tidak
menyebabkan perbedaan komposisi di fasa uap dan cair. Gambar 3amewakili
sistem maximum boiling azeotrope, sedangkan gambar 3b mewakili sistem
minimum boiling azeotrop.

Gambar 3 Diagram T-x-y untuk sistem tak ideal


Interaksi antar komponen yang sangat kuat memungkinkan terbentuknya
dua fasa cairan yang ditunjukkan oleh daerah tak saling larut (immiscible region)
dalam diagram fasa seperti tampak dalam gambar 3c. Diagram x-y untuk sistem-
sistem ini dapat diliha pada gambar 4.

Gambar 3 diagram x-y untuk sistem tak ideal

1.2.6. Distilasi Diferensial


Kasus distilasi batch (partaian) yang paling sederhana adalah operasi yang
menggunakan peralatan seperti pada Gambar berikut ini.

Keterangan :
D = laju alir distilat, mol/jam
yD = komposisi distilat, fraksimol
V = jumlah uap dalam labu
W = jumlah cairan dalam labu
Pada alat ini, cairan dalam labu dipanaskan sehingga sebagian cairan akan
menguap dengan komposisi uap yD yang dianggap berada dalam kesetimbangan
dengan komposisi cairan yang ada di labu, xw. uap keluar labu menuju kondenser
dan diembunkan secara total. Cairan yang keuar dari kondenser memiliki
komposisi xD yang besarnya sama dengan yD. Dalam hal ini, distilas berlangsung
satu tahap.
Uap yang keluar dari labu kaya akan komponen yang lebih sukar menguap
(A), sedangkan cairan yang tertinggal kaya akan komponen yang lebih sukar
menguap (B). Apabila hal ini berlangsung terus, maka komposisi di dalam cairan
akan berubah; komponen A akan semakin sedikit dan komponen B akan semakin
banyak. Hal ini juga berdampak pada komposisi uap yang dihasilkan. Jika
komposisi komponen A di dalam cairan menurun, maka komposisi komponen A
di dalam uap yang berada dalam kesetimbangan dengan cairan tadi juga akan
menurun. Berdasarkan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa komposisi dalam
operasi ini berubah terhadap waktu.

1.2.7. Rektifikasi dengan Refluks Konstan


Distilasi partaian menggunakan kolom rektifikasi yang ditempatkan di atas
labu didihnya (reboiler) akan memberikan pemisahan yang lebih baik dari pada
distilasi diferensial biasa, karena kolom rektifikasi menyediakan terjadinya
serangkaian tahap kesetimbangan. Dengan jumlah tahap kesetimbangan yang
lebih banyak, komposisi komponen yang mudah menguap di fasa uap akan
semakin besar atau dengan kata lain, pemisahan yang diperoleh akan lebih baik
berupa kolom dengan baki (plate) atau dengan isian (packing).
Di puncak kolom, sebagian cairan hasil kondensasi dikembalikan ke
dalam kolom sebagai refluks agar pada kolom terjadi kontak antar fasa uap-cair.
Jika nisbah refluks dibuat tetap, maka komposisi cairan dalam reboiler dan distilat
akan berubah terhadap waktu. Untuk saat tertentu, hubungan operasi dan
kesetimbangan dalam kolom distilasi dapat di gambarkan pada diagram McCabe-
Thiele. Perhatikan gambar 6 berikut ini.
Gambar 6 Diagram McCabe-Thiele

Pada saat awal operasi (t=t0), komposisi cairan di dalam reboiler


dinyatakan dengan x0. Jika cairan yang mengalir melalui kolom tidak terlalu besar
dibandingkan dengan jumlah cairan di reboiler dan kolom memberikan dua tahap
pemisahan teroritik, maka komposisi distilat awal adalah xD. Komposisi ini dapat
diperoleh dengan membentuk garis operasi dengan kemiringan L/V dan
mengambil dua buah tahap kesetimbangan antara garis operasi dan garis
kesetimbangan seperti yang ditunjukan pada gambar 3. Pada waktu tertentu
setelah operasi (t=t1), komposisi cairan di dalam reboiler adalah xW dan
komposisi distilat adalah xD. Karena refluks dipertahankan tetap, maka L/V dan
tahap teoritik tetap. Secara umum, persamaan garis operasi adalah sbb : cairan dan
uap yang mengalir di dalam kolom. Dengan mendefinisikan nisbah refluks, R,
sebagian R = L/D, maka persamaan (5)
R xD
∅= xt + ……………… (5)
R+1 R +1
Waktu yang diperlukan untuk distalasi curah menggunakan kolom rektifikasi
dengan refluks konstan. ( McCabe,dkk. 1999 )
Karena karakter campuran yang berbeda maka distilasi dilakukan dengan
cara berbeda pula. Oleh karena itu distilasi meliputi beberapa tipe yaitu: distilasi
azeotropik, distilasi kering, distilasi ekstraktif, distilasi beku (freeze distillation),
distilasi fraksinasi, distilasi ua (steam distillation) dan distilasi vakum.
Berdasarkan prosesnya, distilasi juga dapat dibedakan menjadi distilasi batch
(batch distillation) dan distilasi kontinyu (continuous distillation). Disebut distilasi
batch jika dilakukan satu kali proses, yakni bahan dimasukkan dalam peralatan,
diproses kemudian diambil hasilnya (distilat dan residu). Disebut distilasi
kontinyu jika prosesnya berlangsung terusmenerus.Ada aliran bahan masuk
sekaligus aliran bahan keluar.Rangkaian alat distilasi yang banyak digunakan di
industri adalah jenis tray tower dan packed tower.

Perawatan peralatan distilasi, yaitu kolom distilasi harus dirawat agar


kebersihan dan penggunaannya dapat seoptimal mungkin, dilakukan sebagai
berikut adalah pengaruh panas kolom pada unit kolom distilasi terbatas pada
kondensor dan pendidih ulang (reboiler), karena pada umumnya, kolom tersebut
diisolasi, sehingga kehilangan kalor sepanjang kolom relatif kecil. Untuk umpan
yang berupa zat cair pada titik gelembungnya (q = 1) yaitu cairan jenuh, kalor
yang diberikan pada pendidih ulang sama dengan yang dikeluarkan pada
kondensor. Untuk umpan yang berwujud selain cairan jenuh kebutuhan kukus,
pemanas dihitung dengan neraca panas (neraca entalpi). (Suparni Setyowati
Rahayu).
BAB II

METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat dan bahan

Gambar 2.1 Skema peralatan praktikum distilasi batch

2.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam proses distilasi yaitu:
1. Satu set alat sieve tray tower
2. Gelas ukur 100 mL
3. Stopwatch

2.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang dipakai dalam proses distilasi yaitu
1. Etanol 50 %
2. Aquades
2.2. Prosedur Kerja
2.2.1 Menvariasikan power controller 0,8 kW dan 0,9 kW.
1. Semua valve dipastikan dalam keadaan tertutup.
2. Valve V10 pada pipa refluks dibuka.
3. Reboiler diisi dengan campuran etanol dan aquades dengan komposisi
50% etanol sebanyak 10 L.
4. Air pendingin dialirkan ke kondensor dan valve V5 dibuka.
5. Power pada control panel dihidupkan.
6. Power controller diputar ke angka 0,8 kW dan refluks setting di set dalam
keadaan refluk total.
7. Reboiler dibiarkan memanaskan campulan etanol tadi hingga etanolnya
menguap.
8. Setelah konstan, valve V3 dibuka untuk mengukur laju boil-up dan
lakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
9. Sampel pada overhead dan bottom diambil secara bersamaan dari V3 dan
V2 secara bersamaan sebanyak 3 kali. Komposisi dari sampel tersebut
diukur dengan menggunakan alcoholmeter.
10. Suhu pada T1 dan T8 dicatat.
11. Percobaan diulangi kembali setelah 30 menit lalu putar power controller
dengan 0,9 kW.

2.2.2 Menvariasikan reflux setting 4:1 dengan power controller yang sama
yaitu 0,8 kW.
1. Semua valve dipastikan dalam keadaan tertutup.
1. Valve V10 pada pipa refluks dibuka.
2. Reboiler diisi dengan campuran etanol dan aquades dengan komposisi
50% etanol sebanyak 10 L.
3. Air pendingin dialirkan ke kondensor dan valve V5 dibuka.
4. Power pada control panel dihidupkan.
5. Power controller diputar ke angka 0,8 kW dan refluks setting di set dalam
keadaan refluk total.
6. Reboiler dibiarkan memanaskan campulan etanol tadi hingga etanolnya
menguap.
7. Setelah konstan, valve V3 dibuka untuk mengukur laju boil-up dan
lakukan sebanyak 3 kali pengulangan.
8. Sampel pada overhead dan bottom diambil secara bersamaan dari V3 dan
V2 secara bersamaan sebanyak 3 kali. Komposisi dari sampel tersebut
diukur dengan menggunakan alcoholmeter.
9. Suhu pada T1 dan T8 dicatat.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Perhitungan jumlah plat teoritis dengan metode Mc. Cabe-Thiele


3.1.1. Pada keadaan refluks total Power 0,8 kW
Rata-rata komposisi Destilat = 96,3 %
Rata-rata kompoisi Bottom = 34 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,91
XB = 0,17

Gambar 3.1.1 Kurva keseimbangan Alkohol-Air Pada Refluks Total 0,8 kW

untuk Menentukan Tahap Actual dengan Metode Mc.Cabe and Thile

Dari gambar 3.1.1 didapatkan jumlah plat secara teoritis adalah 5 keping
dan efesiensi kolom yang terhitung adalah 62,5 %.
3.1.2. Pada keadaan refluks total Power 0,9 kW
Rata-rata komposisi Destilat = 98 %
Rata-rata kompoisi Bottom = 34 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,95
XB = 0,17

Gambar 3.1.2 Kurva keseimbangan Alkohol-Air Pada Refluks Total 0,9 kW

untuk Menentukan Tahap Actual dengan Metode Mc.Cabe and Thile

Dari gambar 3.1.2 didapatkan jumlah plat secara teoritis adalah 7 keping
dan efesiensi kolom yang terhitung adalah 87,5 %.

3.1.2. Pada Rasio Refluks 4:1


Rata-rata komposisi Destilat = 85 %
Rata-rata kompoisi Bottom = 31,6 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0, 7
XB = 0,15
Karena rasio refluks adalah 4:1, maka Φ = 0,14

Gambar 3.1.3 Kurva keseimbangan Alkohol-Air pada Rasio Refluks 4:1 untuk

Menentukan Tahap Actual dengan Metode Mc.Cabe and Thile.

Dari gambar 3.1.3 didapatkan jumlah plat secara teoritis adalah 1 keping
dan efesiensi kolom yang terhitung adalah 12,5 %.
Dari perhitungan plat teoritis menggunakan metode Mc. Cabe-Thiele, pada
kondisi refluks total dengan power 0,8 kW didapatkan jumlah plate 5 , dan pada
refluks total dengan power 0,9 kW didapatkan jumlah plate yaitu 7, tetapi pada
rasio refluks terjadi penurunan jumlah yaitu pada rasio refluks 4:1 didapatkan 1
plate. Efisiensi keadaan refluks total power 0,8 kW adalah 62,5 % , pada refluks
total power 0,9 kW adalah 87,5% dan pada rasio refluks 4:1 efisiensinya 12,5.
Rendahnya efisiensi refluks total power 0,8 kW dan rasio refluks 4:1 , disebabkan
oleh jumlah piringan yang didapatkan secara perhitungan jauh berbeda dari yang
actual (8 plate) dan karena peningkatan power sehingga mengakibatkan suhu
mengalami penguapan bersamaan dengan menguapnya air oleh sebab itu kadar
destilat menurun, sedangkan pada refluks total 0,9 Kw efisiensinya bagus dan
jumlah piringan yang didapatkan secara perhitungan hampir mendekati nilai
actualnya dan hal ini disebabkan oleh kenaikan power mengakibatkan suhu pada
boiler meningkat sehingga etanol yang menguap lebih banyak, maka kadar destilat
meningkat yang mempengaruhi efisiensi semakin bagus.

3.2. Perhitungan jumlah plat teoritis dengan persamaan Fenske


3.2.1. Pada keadaan refluks total Power 0,8 kW
 Komposisi etanol
Rata-rata komposisi Destilat = 96,3 %
Rata-rata kompoisi Bottom = 34 %
Komposisi Feed = 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,91
XB = 0,17
XF = 0,28
αD = 1,336
 Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat = 3,7 %
Rata-rata komposisi Bottom = 66 %
Komposisi Feed = 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,015
XB = 0,43
XF = 0,28
αB = 4,269
Berdasarkan persamaan Fenske didapatkan jumlah plat secara teoritis adalah 5
keping dan efisiensinya adalah 62,5 %.
3.2.2. Pada keadaan refluks total ( 0,9 kW )
 Komposisi etanol
Rata-rata komposisi Destilat = 98 %
Rata-rata kompoisi Bottom = 34 %
Komposisi Feed = 50 %

Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,95
XB = 0,17
XF = 0,28
αD = 1,336
 Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat =2%
Rata-rata komposisi Bottom = 66 %
Komposisi Feed = 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,0078
XB = 0,43
XF = 0,28
αB = 4,269
Berdasarkan persamaan Fenske didapatkan jumlah plat secara teoritis adalah 6
keping dan efisiensinya adalah 75 %

3.2.3. Pada Rasio Refluks 4:1


 Komposisi etanol
Rata-rata komposisi Destilat = 85 %
Rata-rata kompoisi Bottom = 31,6 %
Komposisi Feed = 50%
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,7
XB = 0,15
XF = 0,28
αD = 1,336

 Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat = 15%
Rata-rata komposisi Bottom = 68,4%
Komposisi Feed = 50%
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,063
XB = 0,46
XF = 0,28
αB = 4,269
Berdasarkan persamaan Fenske didapatkan jumlah plat secara teoritis adalah 3
keping dan efisiensinya adalah 37,5%.

Dari perhitungan plat teoritis menggunakan persamaan Fenske, pada


kondisi refluks total dengan power 0,8 kW didapatkan jumlah plate 5 , dan pada
refluks total dengan power 0,9 kW didapatkan jumlah plate yaitu 6, tetapi pada
rasio refluks terjadi penurunan jumlah yaitu pada rasio refluks 4:1 didapatkan 3
plate. Efisiensi keadaan refluks total power 0,8 kW adalah 62,5 % , pada refluks
total power 0,9 kW adalah 75% dan pada rasio refluks 4:1 efisiensinya 37,5.
Rendahnya efisiensi refluks total power 0,8 kW dan rasio refluks 4:1 , disebabkan
oleh jumlah piringan yang didapatkan secara perhitungan jauh berbeda dari yang
actual, sedangkan pada refluks total 0,9 Kw efisiensinya bagus dan jumlah
piringan yang didapatkan secara perhitungan hampir mendekati nilai actualnya.
BAB IV

PENUTUP
4.1. Kesimpulan
a. Berdasarkan metode Mc. Cabe-Thiele dan persamaan Fenske menentukan
jumlah plat teoritis, hasil yang didapatkan agak berbeda dari jumlah plat
secara aktual.
b. Efesiensi kolom yang dihasilkan rendah terdapat pada refluks total 0,8 Kw
dan rasio refluks 4:1, hal ini disebabkan karena efisiensi dipengaruhi oleh
jumlah plat yang didapatkan secara perhitungan, sedangkan efisiensi yang
tertinggi diperoleh pada refluks total 0,9 Kw, karna jumlah piringan yang
didapatkan secara perhitungan hampir berdekatan dengan actualnya.
4.2. Saran

a. Pastikan suhu campuran dalam reboiler berada dalam keadaan konstan


sebelum pengambilan sampel dilakukan.
b. Saat pengukuran komposisi sampel sebaiknya dilakukan setelah sampel
dingin.
DAFTAR PUSTAKA

Ir. Ema H. Muhari MT. Minggu, 02 Mei 2010. destilasi-batch.com.

McCabe,Warren L., Smith, Julian C., dan Harriot, Peter. 1999. Operasi Teknik
Kimia Jilid I Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga.
Suparni Setyowati Rahayu.distilasi batch. 22-08-2009.

Tim Program Studi. 2009. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Proses II.

Pekanbaru : laboratorium Dasar-Dasar Proses Program D3 Jurusan

Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.


LAMPIRAN

1. Perhitungan jumlah plat teoritis dengan metode Mc. Cabe-Thiele


a. Pada keadaan refluks total power 0,8 kW
98+96+ 95
Rata-rata komposisi Destilat =
3
= 96,3 %
36+35+31
Rata-rata kompoisi Bottom =
3
= 34 %
Komposisi Feed = 50%

96,3
46
XD =
96,3 3,7
+
46 18
= 0,91
34
46
XB =
34 66
+
46 18
= 0,17

Untuk penentuan jumlah plat teoritis dapat dilihat pada kurva


keseimbangan etanol-air yang dilampirkan pada bagian akhir laporan. Dari kurva
tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya sebanyak 5 keping. Maka efisiensi
kolomnya :

5
E= x 100 %
8

= 62,5 %

b. Pada keadaan refluks total power 0,9 kW


99+98+ 97
Rata-rata komposisi Destilat =
3
= 98 %
37+34+ 31
Rata-rata kompoisi Bottom =
3
= 34 %
Komposisi Feed = 50%
98
46
XD =
98 2
+
46 18
= 0,95
34
46
XB =
34 66
+
46 18
= 0,17

Untuk penentuan jumlah plat teoritis dapat dilihat pada kurva


keseimbangan etanol-air yang dilampirkan pada bagian akhir laporan. Dari kurva
tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya sebanyak 7 keping. Maka efisiensi
kolomnya :

7
E= x 100 %
8

= 87,5 %

c. Pada Rasio Refluks 4:1


87+85+ 83
Rata-rata komposisi Destilat =
3
= 85 %
36+31+28
Rata-rata kompoisi Bottom =
3
= 31,6 %
Komposisi Feed = 50%

85
46
XD =
85 15
+
46 18
= 0,7
31,6
46
XB =
31,6 68,4
+
46 18
= 0,15

Untuk penentuan jumlah plat teoritis dapat dilihat pada kurva


keseimbangan etanol-air yang dilampirkan pada bagian akhir laporan. Dari kurva
tersebut didapatkan jumlah piringan teoritisnya sebanyak 1 keping. Maka efisiensi
kolomnya :

1
E = x 100 %
8

= 12,5 %

2. Perhitungan jumlah plat teoritis dengan persamaan Fenske


a. Pada keadaan refluks total ( 0,8 kW )
 Komposisi etanol
Rata-rata komposisi Destilat = 96,3 %
Rata-rata kompoisi Bottom = 34 %
Komposisi Feed = 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,91
XB = 0,17
XF = 0,28
αD = 1,336
 Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat = 3,7 %
Rata-rata komposisi Bottom = 66 %
Komposisi Feed = 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,015
XB = 0,43
XF = 0,28
αB = 4,269

Maka jumlah plat secara teoritis adalah sebagai berikut :

n+1 =
log
[( ) ( ) ]
XA
XB D
.
XB
XA B

log ⁡( √ ∝D . ∝B ) AV

=
log ([ 0,015
0,91
0,17 )]
).( 0,43
log ⁡( √ 1,336 x 4,269)

2,186
=
0,378
n =6-1
=5
Efisiensi kolomnya adalah :

5
E= x 100 %
8

= 62,5%

b. Pada keadaan refluks total ( 0,9 kW )


 Komposisi etanol
Rata-rata komposisi Destilat = 98 %
Rata-rata kompoisi Bottom = 34 %
Komposisi Feed = 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,95
XB = 0,17
XF = 0,28
αD = 1,336
 Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat =2%
Rata-rata komposisi Bottom = 66 %
Komposisi Feed = 50 %
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,0078
XB = 0,43
XF = 0,28
αB = 4,269
Maka jumlah plat secara teoritis adalah sebagai berikut :

n+1 =
log
[( ) ( ) ]
XA
XB D
.
XB
XA B

log ⁡( √ ∝D . ∝B ) AV

=
log ([ 0,0078
0,95
0,17 ) ]
).( 0,43
log ⁡( √1,336 x 4,269)
2,49
=
0,378
n =7-1
=6
Efisiensi kolomnya adalah :

6
E= x 100 %
8

= 75 %

c. Pada Rasio Refluks 4:1


 Komposisi etanol
Rata-rata komposisi Destilat = 85 %
Rata-rata kompoisi Bottom = 31,6 %
Komposisi Feed = 50%
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,7
XB = 0,15
XF = 0,28
αD = 1,336
 Komposisi air
Rata-rata komposisi Destilat = 15 %
Rata-rata komposisi Bottom = 68,4 %
Komposisi Feed = 50%
Dari data diatas didapatkan fraksi mol pada masing-masing komponen sebagai
berikut,
XD = 0,063
XB = 0,46
XF = 0,28
αB = 4,269
Maka jumlah plat secara teoritis adalah sebagai berikut :

n+1 =
log
[( ) ( ) ]
XA
XB D
.
XB
XA B

log ⁡( √ ∝D . ∝B ) AV

=
log
[( ) ( ) ]
0,7
.
0,46
0,063 0,15
log ⁡( √ 1,336 x 4,269)
1,53
=
0,378
n =4-1
=3

Efisiensi kolomnya adalah :

3
E= x 100 %
8

= 37,5 %

Anda mungkin juga menyukai