INDUSTRI SABUN
Disusun untuk memenuhi mata kuliah Proses Industri Kimia
DOSEN PEMBIMBING
Fahma Riyanti S.Si. M.Si
DISUSUN OLEH :
Agung Pratama 08031281924120
Amso Aprijayani Siregar 08031381924098
Erwin Gilbert 08031281924112
Kartika Sophia Nurcahyani R 08031381924103
Meyshin Herawati 08031281924108
Muhammad Restu Syahnardi 08031181924003
Neneng Mardiana 08031181924107
Siti Nur Hidayati 08031381924070
Umi Nurlailia 08031281924118
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya khususnya bagi penulis yang telah menyelesaikan tugas makalah
sebagai bahan penilaian mata kuliah Proses Industri Kimia yang berjudul “Industi
Sabun”. Dalam menulis makalah ini, alhamdulillah penulis tidak mendapatkan
kendala –kendala yang berarti, sehingga penyelesaiannya dapat dikerjakan dengan
cepat dan baik. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu Bu Fahma Riyanti, S.Si, M.Si. sebagai pembimbing dan semua orang
yang terlibat yang telah memberikan dorongan dan motivasi sehingga makalah ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Disini penulis juga sampaikan, jika seandainya dalam penulisan makalah ini
terdapat hal – hal yang tidak sesuai dengan harapan dan banyak kesalahan dalam
penulisan maupun penyampaian informasi, untuk itu penulis dengan senang hati
menerima masukan, kritikan dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga apa yang di harapkan penulis dapat
dicapai dengan sempurna. Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Sejarah Sabun.........................................................................................1
1.2 Macam-Macam Industri Sabun..............................................................2
1.3 Industri Sabun di Indonesia....................................................................4
1.4 Sifat, Karakteristik dan Kegunaan Sabun................................................9
1.6 Sifat Fisik dan Kimia Bahan Pembuat Sabun........................................10
1.7 Standar Kualitas Sabun.........................................................................12
1.7 Metode-metode Pembuatan Sabun.......................................................14
1.8 Penentuan Karakteristik Mutu Sabun...................................................16
2.1 Rumusan Masalah................................................................................19
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................20
BAB III PENUTUP................................................................................................26
3.1 Kesimpulan...........................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27
Universitas Sriwijaya
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Sabun
Pada abad ke-18, sabun telah mengalami peningkatan yang kuat khususnya di
Marseilles. Sabun adalah produk murah sejak talah berkembangnya proses Le Blanc
dalam membuat alkali yang merupakan bahan baku sabun di abad ke-19. Nama
sapo berdasarkan legenda Romawi kuno pada tahun 2800 SM yakni asalnya
Gunung Sapo, dimana pada acara keagamaan ada binatang yang dikorbankan.
Lemak dari binatang dicampur dengan abu kayu dapat memperoleh sabun. Pada
saat hujan, abu kayu dan sisasisa lemak mengalir ke sungai dimana sungai itu
terletak di bawah Gunung Sapo yaitu Sungai Tiber. Bila masyarakat mencuci
pakaian di aliran sungai tersebut akan mendapatkan air sungai yang berbusa dan
berubah pakaian menjadi lebih bersih. Maka saat itu, awal sabun dikenal.
Revolusi industri yang berkembang di negeri-negeri Eropa pada abad ke-19
memperpesat industri sabun. Namun di beberapa negara, sabun masih dikenai
pajak tinggi karena tergolong barang mewah. “Kombinasi monopoli dan pajak
khusus telah menghalangi pembangungan industri sabun” tulis Patricia E.
Malcolmson dalam English Laundresses:a Social History. Pada 1852 Inggris dan
Prancis menghilangkan pajak sabun untuk meningkatkan standar hidup bersih dan
sehat masyarakat. Sabun pun menjadi komoditas sehari-hari yang bisa digunakan
masyarakat biasa. Sebelum mengenal sabun, masyarakat di Nusantara biasanya
mandi dengan menggosokan lempeng-lempeng batu halus untuk menyingkirkan
kotoran di tubuh. Agar kulit harum dan halus, mereka menaburkan kuntum mawar,
melati, kenanga, sirih, dan minyak zaitun dalam wadah penampungan air.
Kebiasaan ini masih berlangsung hingga 1980-an, terutama di desa-desa. Pada abad
ke-1 masyarakat Romawi Kuno melakukan saponifikasi dengan cara mereaksikan
ammonium karbonat yang terdapat dalam air seni atau urine dengan minyak
tumbuhan dan lemak hewan. Ada pekerja khusus yang mengumpulkan air seni
untuk dijual ke para pembuat sabun. Tapi baru pada abad ke-2 dokter Galen (130-
200 SM) menyebutkan penggunaan sabun untuk membersihkan tubuh.
Ahamad Y. al-Hassan dan Donald Hill dalam bukunya Islamic Technology: An
Illustrated History, menyebut Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi, kimia-
Universitas Sriwijaya
2
wan Persia, sebagai peracik pertama ramuan sabun modern. Orang Arab membuat
sabun dari minyak nabati atau minyak atsiri, misalnya minyak thymus. Sentra
industri sabun berada di Kufah, Basrah, dan Nablus di Palestina. Sabunnya sudah
berbentuk padat dan cair. Masyarakat di Eropa Utara, pada abad pertengahan, baru
mengenal sabun cair tapi baunya kurang enak. Pada abad ke-13 jenis sabun keras
mulai diekspor ke Eropa. Teknologi pembuatan sabun juga ditransfer ke Italia dan
Prancis selatan selama Renaissance.
Penggunaan sabun antiseptik dapat menghilangkan banyak kuman dan virus
dalam waktu yang lebih singkat. Ada berbagai macam zat antiseptik alami yang
dapat ditambahkan pada pembuatan sabun, antara lain daun sirih, kayu manis, lidah
buaya, kunyit dan mengkudu. Morinda Citrifolia merupakan nama latin mengkudu,
atau dikenal juga dengan sebutan pace mengandung beberapa zat-zat yang bersifat
antibakteri antara lain beberapa zat antraquinon. Antraquinon dapat melawan
bakteri, yang menyerang kulit. Anti bakteri ini bermanfaat sebagai anti septik
sehingga dapat digunakan untuk pembersih. Vitamin C sebagai anti oksidan yang
dimiliki mengkudu. Antioksidan pada mengkudu selain mampu melawan radikal
bebas juga memperbaiki kerusakan sel kulit.
Pemanfatan buah mengkudu untuk sabun cair adalah dengan mengolahnya menjadi
ekstrak atau sari buah terlebih dahulu. Sabun dari buah mengkudu dapat digunakan
untuk perawatan kulit karena lebih alami dan berkhasiat. Sifat anti bakteri dan anti
virus ini dari buah mengkudu dibutuhkan pada sabun cair antiseptik. Pada tahun
1950, Dr. Ralph Heinecke menemukan xeronine dalam mengkudu yang membuat
buah ini menjadi populer. Xeronine mampu menetralisasi gula darah dan kolesterol.
Metoda atau cara membuat pembersih bentuk cair yang bersifat antiseptik ini
menggunakan mengkudu sangat mudah dipahami, sehingga memberikan peluang
untuk membuka usaha pembuatan sabun cair antiseptik.
Universitas Sriwijaya
3
Mulai
Analisa Mutu
Selesai
Universitas Sriwijaya
4
1.2.5 Deterjen
Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk
membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.
Disbanding dengan sabun detergen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai
daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.
Universitas Sriwijaya
5
karbon C12-C18 dan sodium atau potassium. Sabun dapat dibuat dari minyak
(trigliserida), asam lemak bebas (ALB) dan metil ester asam lemak dengan
mereaksikan basa alkali terhadap masingmasing zat, yang dikenal dengan proses
saponifikasi. Salah satu minyak yang bisa digunakan pada pembuatan sabun yaitu
minyak kelapa sawit. Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau
lemak dicampur dengan larutan alkali.Jenis alkali yang umum digunakan dalam
proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolimines.
NaOH atau yang biasa dikenal soda koustik dalam industri sabun, merupakan alkali
yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak
digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam
air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat
menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida. Industri
sabun di Indonesia, diantaranya
Universitas Sriwijaya
6
1.3.2 Unilever
Universitas Sriwijaya
7
terus berusaha memasyarakatkan cara hidup yang lebih bersih, lebih cantik dan
lebih sehat. Pada tahun 1990, dibentuklah PT Dinokao Indonesia yang memasarkan
produk-produk PT Dino Indonesia Industrial Ltd, dan diawal tahun 1997, PT Dino
Indonesia Industrial Ltd, bergabung dengan PT Dinokao Indonesia menjadi PT Kao
Indonesia, meskipun telah mengakuisisinya 100% saham dibawah kepemilikan PT
Rodamas. Dimana saat ini ada 6 produk Kao Corporation yang berada di Indonesia
yaitu: Biore, Men's Biore, Laurier, Attack, Merries dan Magiclean.
Universitas Sriwijaya
8
Universitas Sriwijaya
9
hewani) yaitu minyak kelapa sawit dan minyak kelapa. Fasilitas produksi terletak
di 30.000 meter persegi di kawasan industri, sekitar 30 menit dari kota Medan dan
memiliki laboratorium sendiri untuk memastikan kualitas sabun jadi kami
memenuhi standar kami. PT Adimulia Sarimas memiliki dua produk sabun yaitu
JOI Beauty Soaps dan SONOMA Fruity Soaps telah mendapatkan persetujuan
kualitas dari Departemen Kesehatan Indonesia. Kedua produk ini saat ini diterima
dengan baik di pasar lokal dan berkat mitra distribusi dan sudah didistribusikan
menyebar di seluruh tempat di Indonesia. Produk sabun berhasil mengekspor ke
pasar luar negeri di Kepulauan Pasifik, Asia, dan Afrika pada tahun 2004. Karena
itulah perusahaan tersebut memiliki peluang berkembang ke seluruh dunia.
Universitas Sriwijaya
10
Universitas Sriwijaya
11
Universitas Sriwijaya
12
1.5.3 Air
Air merupakan zat kimia yang miliki rumus molekul H2O. Suatu molekul
air terdiri dari dua atom hidrogen[87] dimana berikatan secara kovalen dengan satu
atom oksigen. Air memiliki tidak berasa, berwarna ataupun berbau[88] pada
kondisi[89] standar dimana tekanan dan suhunya yaitu 100 kPa (1 bar) dan 273,15
K (0 °C).
1.5.4 Zat Aditif
Zat aditif yang paling umum ditambahkan dalam proses pembuatan sabun
adalah pewangi, pewarna[90-91], dan garam (NaCl)[92-95]. Pewangi ialah suatu zat
bahan bila dicampurkan pada produk sabun seperti sabun wajah[96] dan sabun
badan[97] yang bertujuan untuk menutupi bau yang tidak enak. Jumlah umum yang
diperlukan sekitar 0,05% hingga 2% untuk campuran sabun. Pewarna digunakan
untuk membuat produk agar lebih menarik. NaCl merupakan sebagai kunci dalam
proses membuat sabun dimana bila digunakan dengan banyak akan menghasilkan
tekstur sabun yang keras dan NaCl berbentuk padatan atau air garam (brine)
digunakan sebagai memisahkan gliserin[98] dalam sabun. Gliserin tidak mengalami
pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan
mengendap. NaCl harus murni[99] dari kalsium, besi, dan magnesium supaya
mendapatkan sabun yang memiliki kualitas bagus.
1.5.5 Gliserin Monostearat (GMS)
Gliserin adalah campuran dari asam stearat[100-102] dengan gliserol dimana
menghasilkan zat digunakan sebagai bahan pengemulsi alami. Selain digunakan
sebagai bahan aditif dalam makanan, gliserin juga dimanfaatkan pada produk
kosmetik dan sabun. Gliserin yang digunakan memperoleh emulsi yang stabil
dengan tidak meninggalkan bekas licin.
1.5.6 Surfaktan
Bahan ini mampu untuk mengangkat kotoran. Sabun menghasilkan busa
berasal dari bahan surfaktan. Bahan surfaktan yang umum dipakai adalah Emal 20
C, Emal TD, Texhapon, dan sebagainya.
Universitas Sriwijaya
13
sabun sesuai dengan standar yang ada. Terdapat beberapa parameter yang
digunakan untuk menentukan kualitas suatu sabun, yaitu:
a. Kandungan air
Air didalam sabun dapat meningkatkan kelembaban sehingga memicu
pertumbuhan mikroba pada sabun. Menurut Idoko et al. (2018), kandungan air yang
disarankan untuk sabun adalah sekitar 10-20%, sedangkan menurut SNI maksimal
15%.
b. Alkali Bebas
Kandungan alkali kaustik bebas menentukan sifat abrasif pada sabun, yaitu
kemampuan untuk menggosok atau mengasah bahan lain yang lebih lunak.
Parameter ini perlu ditentukan untuk memastikan sabun tidak melukai kulit.
Menurut SNI, kandungan alkali bebas (dihitung sebagai NaOH) maksimal 0,1%,
sedangkan menurut International Standard Organization (ISO), maksimal 2%
(Idoko et al., 2018).
c. Bahan tak larut dalam alkohol atau Matter Insoluble in Alcohol (MIA)
Parameter ini merupakan ukuran seberapa banyak kandungan material non-
sabun atau dikenal dengan filler (pengisi), seperti natrium silikat, natrium fosfat,
dan natrium karbonat. Sabun dengan kandungan MIA tinggi, dianggap memiliki
pengotor yang tinggi atau kemurnina sabun rendah. menurut SNI, kandungan MIA
disarankan maksimal 5% (Ningrum dkk., 2021).
d. Asam Lemak Bebas atau Free Fatty Acid (FFA)
Parameter menentukan jumlah asam lemak yang dapat dipisahkan dari
sampel. Menurut SNI, asam lemak bebas pada sabun tidak melebihi 2,5%.
e. Derajat Keasaman (pH)
Standar pH yang baik menurut SNI berkisar 9-11. Nilai pH sabun dapat
dipengaruhi oleh keberadaan alkali bebas maupun asam lemak bebas.
f. Kadar Klorida
Sabun memiliki klorida karena sabun sendiri merupakan garam dari asam
lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani. Menurut SNI, bahwa
kadar klorida maksimal pada sabun padat adalah 1%. Kadar klorida yang tinggi
berbahaya bagi kesehatan karena bersifat korosif pada kulit (Ningrum dkk., 2021).
g. Lemak tak tersabunkan
Universitas Sriwijaya
14
Parameter ini digunakan untuk mengetahui seberapa banyak lemak pada sabun
yang tidak mengalami reaksi esterifikasi. Jika kadar lemak tak tersabunkan tinggi,
maka busa yang dihasilkan sabun akan berkurang. Menurut SNI, kadar maksimal
lemak tak tersabunkan adalah 0,5% (Ningrum dkk., 2021).
1.7 Metode-metode Pembuatan Sabun
Terdapat beberapa metode untuk menghasilkan sabun yang berkualitas
diantaranya :
1.7.1 Metode Batch
Pada proses batch, lemak atau minyak akan dipanaskan dengan alkali (NaOH
atau KOH) berlebih dalam sebuah reactor batch. Jika penyabunan telah selesai,
garam-garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Pada lapisan air yang
mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol
diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur
dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan
dengan garam berkali-kali. Pada proses akhir endapan direbus dengan air
secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk
lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa
pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan
pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok.
Beberapa perlakuan dibutuhkan pada sabun gubal agar dapat menjadi sabun mandi,
sabun obat, sabun bubuk, sabun cuci, sabun apung (dilarutkan di udara), sabun
wangi, dan sabun cair (Fauzi dkk, 2019).
Universitas Sriwijaya
15
Metode ini mudah dilakukan dan tanpa disertai pemanasan. Namun metode
ini hanya dapat dilakukan terhadap minyak pada suhu kamar yang memang sudah
berbentuk cair. Minyak dicampurkan dengan larutan alkali disertai pengadukan
terus menerus hingga reaksi saponifikasi selesai. Larutan akan menjadi sangat
menebal dan kental. Selanjutnya ditambahkan pewarna, pewangi dan zat tambahan
lain. Berbeda dengan metode panas, gliserol yang terbentuk tidak dipisahkan. Ini
menjadi suatu nilai tambah tersendiri karena gliserol merupakan humektan yang
dapat memberikan kelembaban. Lapisan gliserol akan tertinggal pada kulit
sehingga melembabkan kulit. Proses pembuatan sabun dengan metode dingin
dikenal menghasilkan kualitas sabun yang tahan lama. Sabun dari minyak kelapa
dapat dibuat melalui proses ini (Srivasta, 1974).
1.7.3 Metode Kontinu
Metode kontinu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak di
hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, lalu dibantu dengan katalis
seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu
ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung
yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan
dengan alkali untuk menjadi sabun (Fauzi dkk, 2019).
Universitas Sriwijaya
16
Universitas Sriwijaya
17
Keterangan:
mL NaOH: Volume titran NaOH
N NaOH: Normalitas larutan NaOH
BE NaOH: Berat ekivalen NaOH (Surilayani dkk., 2019).
Selain itu kadar asam lemak bebas juga dapat ditentukan dengan
menghitung angka tak tersabunkan melalui rumus sebagai berikut:
Universitas Sriwijaya
18
Keterangan:
m: Bobot contoh (g)
m1: Bobot residu contoh (g)
m2: Bobot residu blanko (g) (Surilayani dkk., 2019).
Keterangan:
V = Volume HCl yang digunakan (ml)
N = Normalitas HCl yang digunakan
W = Berat sampel (gram)
Universitas Sriwijaya
19
Keterangan:
A: berat cawan kosong (g)
B: berat cawan dan contoh awal (g)
C: berat cawan dan contoh kering (g) (Surilayani dkk., 2019).
Universitas Sriwijaya
20
BAB II
PEMBAHASAN
Pada abad ke-18, sabun telah mengalami peningkatan yang kuat khususnya
di Marseilles. Sabun adalah produk murah sejak talah berkembangnya proses Le
Blanc dalam membuat alkali yang merupakan bahan baku sabun di abad ke-19.
Revolusi industri yang berkembang di negeri-negeri Eropa pada abad ke-19
memperpesat industri sabun. Namun di beberapa negara, sabun masih dikenai pajak
tinggi karena tergolong barang mewah. “Kombinasi monopoli dan pajak khusus
telah menghalangi pembangungan industri sabun”. Pada 1852 Inggris dan Prancis
menghilangkan pajak sabun untuk meningkatkan standar hidup bersih dan sehat
masyarakat. Sabun pun menjadi komoditas sehari-hari yang bisa digunakan
masyarakat biasa. Pada abad ke-1 masyarakat Romawi Kuno melakukan
saponifikasi dengan cara mereaksikan ammonium karbonat yang terdapat dalam air
seni atau urine dengan minyak tumbuhan dan lemak hewan. Tapi baru pada abad
ke-2 dokter Galen (130-200 SM) menyebutkan penggunaan sabun untuk
membersihkan tubuh. Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi, kimiawan
Persia, sebagai peracik pertama ramuan sabun modern. Masyarakat di Eropa Utara,
pada abad pertengahan, baru mengenal sabun cair tapi baunya kurang enak. Pada
abad ke-13 jenis sabun keras mulai diekspor ke Eropa. Hingga akhirnya teknologi
pembuatan sabun juga ditransfer ke Italia dan Prancis selatan selama Renaissance.
Industri sabun dibagi menjadi enam macam, yaitu industri sabun padat
transparan, industri sabun mandi cair, industri sabun cuci piring, industri sabun
padat dan cair dari minyak jarak, industri detergen, dan indiustri sabun colek.
Dimana keenam jenis tersebut berbeda berdasarkan kegunaan dan cara
pembuatannya.
Industri sabun padat transparan, memiliki busa yang halus dibandingkan
sabun yang tidak transparan seperti opaque. Sabun ini dibuat dengan
mencampurkan bahanbahannya dengan formulasi yang telah ditentukan untuk
pembuatan sabun padat lalu dibuat ekstrak daun putih sebagai pewangi dalam sabun
transparan. Ekstrak teh putih dilakukan dengan metode maserasi tunggal. Proses
pembuatan sabun transparan ini menggunakan metode panas dengan waterbath
sebagai medianya. Setelah itu, dilakukan pengujian mutu sabun dan analisa mutu
Universitas Sriwijaya
21
sabun. Faktor yang mempengaruhi transparansi sabun dalam hal ini adalah
kandungan alkohol, gula, dan gliserin dalam sabun serta kualitas bahan yang
digunakan. Gliserin baik untuk kulit karena berfungsi sebagai pelembab pada kulit
dan membentuk fasa gel pada sabun.
Industri sabun mandi cair dari VCO. Bahan baku pada pembuatan sabun
cair yatu minyak kelapa murni (VCO) dan minyak jarak (Castor Oil) dimana
minyak kelapa 36 murni terdiri dari 90% asam lemak jenuh berupa asam laurat
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan baku sabun mandi. Produksi sabun mandi
cair dari VCO dimula dari mempersiapkan bahan baku pembuatan sabun yang
berupa minyak murni dan minyak jarak, lalu mempersiapkan bahan kimia lainnya
seperti asam sitrat, KOH 30%, gliserin, akuades, propilena glikol dan coco-
dietanolamida serta bahan pendukung seperti tissu dan kapas. Proses yang
digunakan dalam pembuatan sabun menggunakan metode Hot Process.
Sabun cuci piring, dimulai dengan persiapan bahan baku lalu proses
pembuatannya dilakukan di gelas beker berukuran 2L seagai tempat pencampuran
bahan-bahan baku. Setelah dihasilkan sabun, ditambahkan pewangi dimana dapat
digunakan minyak atsiri dan jeruk nipis serta pewarna untuk menambah nilai
estetika dan daya jual dari sabun tersebut.
Industri sabun padat dan cair dari minyak jarak, menggunakan bahan baku
utama yang berasal dari tanaman jarak. Tanaman jarak memiliki kandungan minyak
yang cukup besar sekitar 55% dalam inti biji. Minyak jarak diperoleh dengan
mengekstrak biji jarak dengan pengepresan mekanik. Asam lemak yang terkandung
dalam minyak jarak ini diantaranya, asam lemak oleat dan linoleat yang tinggi
sehingga dapat digunakan untuk pembuatan sabun dengan mereaksikan lemak
terseut dengan natrium hidroksida yang dikenal dengan reaksi saponifikasi. Proses
pembuatan sabun ini dimulai dengan persiapan bahan baku berupa minyak jarak,
akuades dan natrium hidroksida lalu dilakukanlah proses pembuatan sabun sesuai
produk yang ingin dihasilkan yaitu produk sabun padat atau sabun cair.
Industri detergen, dimulai dengan persiapan bahan baku diantarnya bahan
aktif,bahan pengisi, bahan penunjang, bahan tambahan, bahan pewangi dan bahan
tambahan untuk membuat detergen dengan kualitas istimewa. Bahan aktif
merupakan bahan inti detergen sehingga bahan ini harus ada dalam pembuatan
Universitas Sriwijaya
22
detergen. Bahan aktif yang digunakan berupa sodium lauryl ether sulfat (SLES),
Linear Alkyl Benzene Sulfonat (LAS), yang mempunyai andil meningkatkan daya
bersih dan bahan aktif ini mempunyai busa yang banyak dan bentuknya gel atau
pasta. Bahan pengisi berfungsi sebagai bahan pengisi dari keseluruhan bahan baku
yang digunakan untuk memperbesar atau memperbanyak volume dimana bahan
pengisi ini berupa sodium sulfat. Bahan penunjang berfungsi meningkatkan daya
bersih dimana digunakan soda abu (Na2CO3) atau bisa juga digunakan STPP
(sodium tripoly posphate) yang berbentuk serbuk putih. Bahan tambahan, yang
digunakan berupa enzim AR yang berbentuk serbuk putih yang dapat mencegah
kotoran kembali ke pakaian. Bahan pewangi sangat penting keberadaannya sebab
biasanya konsumen selalu mencium dulu barang yang akan dibeli, baru mencoba
untuk memakai produk tersebut. Penambahan protease pembersih noda yang
membandel disebabkan oleh protein, seperti darah, kecap, susu, saos, dan lain-lain
dapat menambah nilai jual produk.
Industri sabun colek, menghasilkan produk berupa sabun colek yang memiliki
beragam kegunaan seperti untuk cuci piring, pencuci baju, mobil bahkan toilet.
Tetapi, sabun colek kurang ramah lingkungan sebab bahan utamanya berupa
berupa ABS (Alkil Benzena Sulfanoat) atau lebih dikenal sebagai DDBS (Dedocyl
Benzena Sulfonat).
Bahan-bahan sabun yang digunakan dalam industri sabun yaitu asam lemak,
alkali NaOH dan KOH, air, zat aditif dan gliserin. Asam lemak tersusun dari dua,
ialah gugus hidroksil rantai hidrokarbon dimana berikatan dengan gugus karboksil.
Asam lemak berfasa cair atau padat pada suhu 27OC dan semakin panjang rantai
karbon akan mudah membeku dan sulit larut. Asam lemak menghasilkan sifat
sabun yang berbeda sesuai asam lemaknya yaitu asam laurat dan asam miristat
menghasilkan sifat sabun mengeras, membersihkan, busa, lembut, asam palmitat
menghasilkan mengeraskan, membersihkan, dan lembut, asam stearat
menghasilkan mengeraskan, busa yang stabil, dan melembabkan, asam linoleate
dan asam oleat menghasilkan sifat melembabkan, dan asam ricinoleat
menghasilkan sifat melembabkan, busa stabil, dan lembut.
Alkali yang sangat sering dipakai yaitu NaOH dan KOH, tetapi untuk membuat
sabun yang menghasilkan keras menggunakan NaOH. Dimana NaOH memiliki
Universitas Sriwijaya
23
sifat tidak larut dalam air, sangat basa, keras, rapuh, dan bila dibiarkan diudara akan
menyerap karbondioksida dan melembabkan. Berat molekul yaitu 39,9971 gr/mol,
titik leleh 318OC dan titik didih 1360OK. Menggunakan alkali terlalu banyak akan
menyebabkan iritasi pada kulit disebabkan alkali bebas tidak dapat berikatan
dengan trigliserida atau asam lemak, sedangkan terlalu sedikit akan mengganggu
proses emulsi sabun dan kotoran disebabkan mengandung asam lemak bebas
tinggi.
Air ialah pelarut yang dapat melarutkan zat kimia. Air memiliki rumus molekul
H2O dan sifat yaitu tidak berwarna, tidau berbau dan tidak ada rasa, tekanan 100
kPa (1 bar) dan suhu 273,15 K (0OC). Zat aditif yaitu zat tambahan untuk sabun
seperti pewangi sebagai menutupi bau yang tidak enak, pewarna membuat produk
lebih menarik, dan air garam yaitu NaCl sebagai pemisahan sabun dengan gliserin
dimana gliserin tidak mengendap dalam brine dan NaCl haruslah bebas dari besi,
mangnesium, dan kalsium agar mendapatkan sabun yang berkualitas. Gliserin
Monostearat ialah zat pengemulsi yang berasal dari asam stearate dan gliserol
dimana menggunakan bahan ini untuk sabun sebagai untuk menghasilkan emulsi
yang baik tanpa ada bekas berminyak dan licin. Surfaktan yang biasa digunakan
Emal TD, Emal 20 C, Texhapon dan lainnya berfungsi sebagai untuk mengikat dan
mengangkat kotoran.
Sifat-sifat sabun dalam industri sabun yaitu sabun merupakan garam alkali
yeng dari lemak dengan suhu tinggi dihidrolisis parsial oleh air ini menyebabkan
larutan sabun bersifat basa dalam air, larutan sabun diaduk dalam air akan
menghasilkan buih, sedangkan pada air sadah tidak ada, sabun mempunyai sifat
membersih dikarena adanya proses kimia[138-140] koloid, sabun mempunyai
rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) sedangkan
COONa+ bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air, dan proses penghilang
kotorannya yaitu sabun menghasilkan buih yang dapat menurunkan tegangan
permukaan air, sifat hidrofobik mengikat kotoran dan saat pembilasan kotoran
tersebut keluar atau lepas. Kemampuan sabun dalam pengemulsi kotoran
berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Ini sebabkan karena
memiliki sifat yaitu rantau hidrokarbon yang bersifat non polar dapat larut dalam
non polar seperti tetesan minyak dan ujung anion yang tertarik air sehingga terjadi
Universitas Sriwijaya
25
Universitas Sriwijaya
25
dan NaOH. Proses ini memerlukan waktu untuk bereaksi sempurna selama 24 jam
dan dihasilkan sabun berkualitas tinggi. Adapun syarat-syarat terjadinya proses
dingin adalah Minyak atau lemak yang digunakan harus murni, Konsentrasi NaOH
harus terukur dengan teliti, Temperatur harus terkontrol dengan baik. Metode semi-
panas ini merupakan modifikasi dari cara dingin. Perbedaannya hanya terletak pada
penggunaaan panas di temperatur 70℃ sampai 80°C. Cara ini dapat memungkinkan
pembuatan sabun dengan menggunakan lemak atau minyak bertitik leleh yang lebih
tinggi
Pada metode kontinu lemak atau minyak di hidrolisis dengan air pada suhu
dan tekanan tinggi, lalu dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau
minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak
dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara
penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi
sabun.
Secara umum metode panas melibatkan reaksi saponifikasi dengan
menggunakan panas yang menghasilkan sabun dan membebaskan gliserol. Tahap
selanjutnya dilakukan pemisahan dengan penambahan garam (salting out),
kemudian akan terbentuk dua lapisan yaitu bagian atas merupakan lapisan sabun
yang tidak larut didalam air garam dan lapisan bawah mengandung gliserol, sedikit
alkali dan pengotor-pengotor dalam fase air.
Universitas Sriwijaya
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Industri sabun ialah industri yang menghasilkan produk sabun yang menjadi
kebutuhan pokok masyarakat. Sabun merupakan produk industri yang memiliki
fungsi sebagai pembersih dan pencuci kotoran seperti tubuh manusia, pakaian,
dan lainnya. Industri sabun dibagi menjadi enam macam yaitu industri sabun padat
transparan, industri sabun mandi cair, industri sabun cuci piring, industri sabun
padat dan cair dari minyak jarak, industri detergen, dan indiustri sabun colek.
Bahan pembuatan sabun yaitu asam lemak, NaOH atau KOH, air, zat aditif,
gliserin monostearat, dan surfaktan. Terdapat beberapa parameter yang digunakan
untuk menentukan kualitas suatu sabun, yaitu kandungan air, alkali Bebas, bahan
tak larut dalam alkohol atau Matter Insoluble in Alcohol (MIA), asam Lemak
Bebas atau Free Fatty Acid (FFA), derajat keasaman (pH), kadar klorida, dan
lemak tak tersabunkan. Metode dalam pembuatan sabun yaitu metode batch,
metode kontinu, metode panas, metode dingin dan metode semi-panas.
Universitas Sriwijaya
27
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sriwijaya