Disusun Oleh:
Rahayu Prasetyowati
K1217062
Pendidikan Bahasa Indonesia/B
1. Pengertian Drama
Drama merupakan salah satu dari bentuk karya sastra yang menggambarkan atau
mengilustrasikan kehidupan dengan menyampaikan konflik dengan melalui dialog.
Kennedy (dalam Gani, 1988:262) menyebut kata drama berasal dari kata Yu-nani;
dran, artinya melakukan sesuatu. Dari akar kata Yunani ini dapat dihimpun beberapa
definisi, antara lain: “komposisi literer yang menyampaikan sebuah cerita, umumnya
mengenai konflik kemanusiaan, dengan menggunakan dialog dan gerak se-bagai alat,
untuk dipertunjukkan oleh para aktor di atas pentas”.
Drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus
melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku (Hasanuddin, 1996:2).
Sebagaimana Kamus Webster’s News Dictionary se-bagaimana yang dikutip
Rahmanto (dalam Mardianto, 2012:152) dijumpai kata “dra-ma”. Drama diartikan
sebagai a literary composition that tell a story, usually of hu-man conflict, by means
of dialogue and ac-tion, to be performed bay actor atau ‘suatu karangan yang
mengisahkan suatu cerita yang mengandung konflik yang disajikan dalam bentuk
dialog atau laga, dan diper-tunjukkan oleh para aktor di atas pentas’.
Drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan
mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog (Gemtou, 2014). Drama
seperti sebuah gambaran kehidupan masyarakat yang diceritakan lewat pertunjukan.
Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan
kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung (Hasanuddin, 1996:2).
Thompson (2010:9) menyampaikan bahwa drama dan teater tidak dibedakan dalam
praktik, namun secara teoritis dan sejarah, keduanya harus dibedakan. Dra-ma
dipentaskan di sebuah teater sehingga teater merupakan bagian yang dibutuhkan oleh
drama. Drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus
melahirkan kehendak manusia denga action dan perilaku. Lain halnya dengan drama,
drama diciptakan untuk dipentaskan dan dinik-mati secara bersama-sama (Dewojati,
2012:16).
2. Jenis-Jenis Drama
Istilah drama ada dua macam, yaitu drama naskah dan drama pentas. Drama naskah
adalah salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Sedangkan
drama pentas adalah adalah jenis kesenian mandiri, yang merupakan integrasi antara
berbagai jenis kesenian seperti musik, tata lampu, seni lukis, seni kostum, seni rias,
dan sebagainya (Waluyo, 2002 dalam Saddhono dkk, 2016)). Ada yang berpendapat
lain, yaitu jenis-jenis drama antara lain drama ajaran, drama baca, drama pentas,
drama busana, drama masa, drama duka, drama ria, drama dukaria, drama riadi,
drama riang, drama riantik, drama romantik, drama santun, drama sebabak, drama
wiraan, drama puitik, drama liris, drama simbolis, drama monolog, drama rakyat,
drama tradisional, drama modern, drama absurd, drama problema, drama sejarah,
drama liturgi, dan dramaturgi (Satoto, 2012).
Ada beberapa jenis drama tergantung dari dasar yang dipakainya. Menurut
Putra (2012:13-24) ada beberapa jenis drama yang dikenal yaitu jenis drama
berdasarkan penyajian lakon tragedi, sarana pertunjukkan dan ada tidaknya naskah.
Tragedi atau duka merupakan drama yang menceritakan kisah yang penuh dengan
kesedihan. Tragedi juga disebut drama duka. Pelaku utama dalam drama tragedi
dari awal sampai akhir pertunjukkan selalu menemui kegagalan dalam
memperjuangkan nasibnya. Drama tragedi diakhiri dengan kedukaan yang
mendalam atas apa yang menimpa pelakunya (sad ending) misalnya Komedi,
Tradekomedi, Melodrama, Farce (Dagelan), Opera, Tablo, Sendratari. Komedi
disebut juga drama sukacita. Komedi merupakan drama ringan yang sifatnya
menghibur. Dalam cerita komedi terdapat dialog kocak yang sifatnya menyindir
dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan (happy ending). Tragekomedi
merupakan perpaduan antara drama tragedi dan komedi. Isi drama tragekomedi
penuh dengan kesedihan, tetapi juga mengandung hal-hal yang menggelikan dan
menimbulkan tawa. Melodrama merupakan drama yang menampilkan lakon tokoh
sentimentil, mendebarkan hati, dan mengharukan. Cerita-cerita dalam melodrama
terkesan berlebihan sehingga kurang meyakinkan penonton. Dagelan merupakan
jenis drama yang memiliki lakon lucu. Dagelan bersifat entertain sehingga tujuan
utamanya yaitu menghibur. Opera adalah drama yang dialognya berupa nyanyian
dengan iringan musik. Lagu yang dinyanyikan antara pemain satu dan pemain lain
berbeda. Opera lebih mementingkan nyanyian dan musiknya daripada lakonnya.
Tablo merupakan jenis drama yang mengutamakan gerak jalan cerita dapat
dimengerti melalui gerakan-gerakan yang dilakukan para tokoh. Sendratari adalah
gabungan antara seni drama dan seni tari. Rangkaian cerita dan adegannya
diwujudkan dengan gerakan dalam bentuk tarian yang diiringi musik.
Jenis drama berdasarkan Sarana Pertunjukkan meliputi; Drama Panggung,
Drama Radio. Drama Televisi, Drama Film dan Wayang. Drama panggung
dimainkan oleh para pemain di panggung pertunjukkan. Penonton berada di sekitar
panggung dan dapat menikmati drama secara langsung. Drama radio merupakan
jeis drama yang disiarkan di radio. Berbeda dengan drama panggung yang dapat di
tonton saat dimainkan, drama radio tidak dapat ditonton. Drama Televisi bersifat
visual dan auditif. Drama televisi dapat ditayangkan secara langsung atau direkam
dahulu. Drama film hampir sama dengan drama televisi. Jika drama televisi
ditampilkan di layar kaca, drama film ditampilkan menggunakan layar lebar dan
biasanya dipertunjukkan di bioskop. Wayang, ciri khas tontonan drama adanya
cerita dan dialog. Oleh karena itu, banyak anggapan yang menyatakan semua
bentuk yang menggunakan cerita disebut drama. Berdasarkan ada tidaknya naskah
yaitu drama tradisional atau drama tanpa naskah dan drama modern atau drama
lengkap menggunakan naskah (Satrianingsih, 2016 dalam Saddhono dkk, 2018)).
Drama Tradisional adalah drama yang berkembang pada zaman dahulu dan masih
terpengaruh kuat dengan alat. Drama tradisional sering ditampilkan dengan lakon
tanpa naskah. Drama Modern, sering berkembangnya zaman, kesenian drama
semakin berkembang sehingga muncul berbagai jenis drama modern. Drama
modern mampu mengalahkan keberadaan drama tradisional karena struktur dan
unsur drama modern lebih lengkap.
3. Unsur Drama
Di dalam drama juga memiliki unsur yang harus dipenuhi, supaya drama dapat
berjalan dengan baik. Karya sastra juga memiliki beberapa struktur yang bersistem,
berkaitan, dan saling menentukan satu sama lain (Eryanti, Rahman, dan Permana,
2015). Unsur-unsur tersebut adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam atau karya itu sendiri
(Weisberg dan Goodstein, 2009), sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang
membangun karya sastra dari luar (Kemal, 2013). Drama dikelompokkan sebagai
karya sastra karena menggunakan media bahasa (Tsai, Chang, dan Huang, 2016).
Sebagai salah satu genre sastra, drama dibangun oleh unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Unsur intrinsik drama, meliputi: 1) tokoh, peran, dan karakter; 2) motif, peristiwa,
konflik, dan alur; 3) latar dan ruang; 4) penggunaan bahasa; 5) tema dan amanat
(Hasanuddin W.S., 1996). Tokoh merujuk pada orang atau pelaku cerita, sedangkan
watak dan karakter merujuk pada sifat dan sikap para tokoh dan lebih merujuk pada
kualitas pribadi seorang tokoh (Nurgiyantoro, 1994:165). Konflik adalah sesuatu
dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan
menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan.
Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian
tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diharapkan (Fitriana, 2013). Gaya bahasa adalah tingkah laku pengarang dalam
menggunakan bahasa (Tappe dan Hara, 2013). Tema adalah suatu gagasan sentral
atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai oleh pengarang dengan
topiknya tadi (Semi, 1988). Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan
pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai
kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro,
1995).
4. Ciri-Ciri Drama
Drama mempunyai ciri-ciri yang membedakannya dengan karya sastra lain yaitu di
antaranya; harus ada konfliks, harus ada aksi, harus dilakonkan, tempo masa kurang
daripada 3 jam dan tiada ulangan dalam satu masa. Berbicara mengenai drama,
Hasanudin (1996:7) mengatakan “Drama mempunyai ciri khusus, yaitu berdimensi
sastra pada satu sisi dan berdimensi pertunjukan pada sisi yang lain”. Namun, di
dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi drama sebagai dimensi karya sastra.
Dengan begitu, penelliti akan meneliti drama sebagai dimensi karya sastra. Peneliti
akan melakukan pemisahan drama sebagai dimensi karya sastra dan drama sebagai
dimensi seni pertunjukkan (teater). Hal ini dilakukan, sebab unsur-unsur yang
membangun drama berbeda antara dimensi karya sastra dengan dimensi seni
pertunjukan (teater). Drama akan dikaji secara tekstual (bersifat otonom atau
objektif), kembali kepada teks karya sastra itu sendiri.
5. Struktur Drama
Drama dibangun dari Struktur fisik maupun struktur batin yang mana keduanya sama-
sama membangun sebuah drama. Dalam kaitannya sebagai struktur yang membangun
teks drama, Hasanudin (1996:76) memilah-milah menjadi lima bagian, yakni: 1)
Tokoh, peran, dan karakter; 2) Motif, konflik, peristiwa, dan alur; 3) Latar dan ruang;
4) Penggarapan bahasa; dan 5) Tema (premisse) dan amanat. Waluyo (2002:6)
mengungkapkan bahwa sebagai salah satu genre sastra, drama naskah dibangun oleh
struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin (se-mantik, makna). Selanjutnya
Waluyo menjelaskan bahwa bagian-bagian itu meli-puti plot atau kerangka cerita,
penokohan dan perwatakan, dialog, setting/landasan/tempat kejadian, tema/nada dasar
cerita, amanat/pesan pengarang, dan petunjuk teknis (2002: 8-30). Secara singkat,
struktur drama tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
3. Dialog
Ciri khas sebuah drama adalah naskah berbentuk dialog. Jalan cerita dalam
drama diwujudkan melalui dialog dan gerak yang dilakukan para pemain. Dialog ialah
bagian dari naskah drama yang berupa percakapan antara satu tokoh dengan yang lain
(Endraswara, 2011: 21). Saddhono dan Slamet (2014:71) mengatakan bertukar pikiran
baru dapat dikatakan berdiskusi apabila (1) ada masalah yang dibicarakan, (2) ada
seseorang sebagai anggota diskusi, (3) ada peserta sebagai anggota diskusi, (4) setiap
anggota mengemukakan pendapatnya dengan teratur, dan (5) kalau ada simpulan atau
keputusan harus disetujui oleh semua anggota. Dialog dalam drama harus bersifat
komunikatif karena pada hakikatnya drama adalah tiruan kehidupan nyata. Naskah
drama yang bermutu menggunakan ragam bahasa yang estetis dan juga komunikatif.
Percakapan yang terjadi antarpetutur seringkali mengandung maksud-maksud tertentu
yang berbeda dengan struktur bahasa yang digunakan. Pendapat Grice (dalam Wijana
1996:37) seperti yang dikutip oleh menyatakan bahwa preposisi yang diimplikasikan
dalam tuturan yang bukan merupakan bagian dari tuturan bersangkutan. Ragam
bahasa yang digunakan dalam dialog harus mencerminkan bahasa yang digunakan di
kehidup-an sehari-hari. Waluyo menegaskan bahwa percakapan yang ditulis
pengarang da-lam naskah drama harus pantas untuk diucapkan di atas panggung
(2002: 20). Waluyo menambahkan bahwa keindahan bahasa itu tidak boleh
mengganggu makna yang terkandung dalam naskah, artinya walaupun indah tetap
komunikatif (2002: 22).
4. Setting/Landasan/Tempat Kejadian
Di dalam dalam latar atau setting merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan.
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta
yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung (Stanton,
2007: 35). Waluyo membagi setting dalam tiga dimensi, yaitu tempat, ruang, dan
waktu (2002:23). Setting ruang ini dapat berarti ruang dalam rumah ataupun di luar
rumah. Makin mendetail penulis menggambarkan setting ruang, akan makin
mempermudah pementasannya. Hampir senada dengan Waluyo, Sato-to (2012: 55)
membagi setting ke dalam tiga aspek, yaitu aspek ruang, aspek wak-tu, dan aspek
suasana. Aspek suasana ini, misalnya suasana gembira, berkabung, hiruk pikuk, sepi
mencekam, dan sebagainya.
7. Petunjuk Teknis
Sebuah naskah drama juga memerlukan adanya petunjuk teknis, yang se-ring
pula disebut dengan teks samping. Petunjuk teknis ini berguna untuk mem-permudah
pembaca ataupun sutradara dalam memahami naskah. Petunjuk teknis yang semakin
lengkap akan memudahkan sutradara dalam menafsirkan naskah. Waluyo (2002: 29)
menjelaskan bahwa teks samping ini memberikan petunjuk teknis tentang tokoh,
waktu, suasana pentas, suara, musik, keluar masuknya aktor atau aktris, keras
lemahnya dialog, warna suara, perasaan yang mendasari dialog, dan sebagainya
(2002: 29). Biasanya petunjuk teknis ditulis dengan tulisan yang berbeda dari dialog,
misalnya dengan huruf miring atau huruf kapital. Berdasar-kan uraian di atas
disimpulkan bahwa petunjuk teknis adalah teks.
Eryanti, W. N., Rahman, R., dan Permana, R. (2015). Analisis Struktur dan Nilai
Moral dalam Kumpulan Naskah Drama “Kalangkang Urang” Karya Arthur
S. Nalan. Dangiang Sunda 3(2), 1-7.
Gani, Rizanur. 1988. Pengajaran Sastra Indonesia: Respon dan Analisis. Padang:
Dian Dinamika Press.
Hasanuddin W. S. (1996). Drama Karya dalam Dua Dimensi Kajian Teori, Sejarah
dan Analisis. Bandung: Angkasa.
Hasanuddin WS. 1996. Drama Karya dalam Dua Dimensi Kajian Teori,
Sejarah Dan Analisis. Bandung: Angkasa.
Hastuti, Sri., Yanuri Natalia., kundharu saddhono. 2014. “ Tinjauan Struktural dan
Nilai Pendidikan Novel Bidadari-Bidadari Surga Karya Tere Liye:
(Rellevansinya dalam Pembelajaran Di Sekolah Menengah Atas)”. Jurnal
Basastra. Vol 1 no 3. Issn 12302-6405
Lilik Herawati, Dewi Kusuma dan Tato Nuryanto. Analisis Struktural Naskah Drama
Raja Galau. Indonesian Language Education and Literature e-ISSN: 2502-
2261 http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/jeill/ Vol. 3, No. 2, Juli
2018, 171 – 180. http://doi: 1.0.24235/ileal.V3i2.21.75
Wulandari R., Saddhono K., Rohmadi M. (2014). Analisis Buku Humor Politik Pak
Presiden, Buatlah Rakyat Atres Karya Edy Aumartono: Kajian Pragmatik
dan Nilai-Nilai Pendidikan. BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra
Indonesia dan Pengajarannya. Volume 2 Nomor 3, Agustus 2014, ISSN
I2302-6405
Saddhono Kundharu, Slamet. 2014. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Saddhono, Kundaru. 2013. “Pendekatan Scientific pada Mata Pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia Sekolah Menengah Pertama dalam Kurikulum 2013”.
Proceeding Seminar Internasional: Pengembangan Peran Bahasa dan Sastra
Indonesia untuk Mewujudkan Generasi Berkarakter. Surakarta: PIBSI
XXXV.
Satoto, Soediro. (2012). Analisis Drama dan Teater Bagian 1. Yogyakarta: Penerbit
Ombak.
Stanton, Robert. (2007). Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tappe, H. dan Hara, A. (2013). Language Specific Narrative Text Structure Elements
in Multilingual Children. Stellenbosch Papers in Linguistics Plus, 42, 297-
331. doi: 10.5842/42-0-160