Anda di halaman 1dari 10

GENTA HREDAYA Volume 5 No 1 April 2021 P ISSN 2598-6848

E ISSN 2722-1415

AKTUALISASI MANUSIA HINDU DALAM RITUAL DIKSA


Oleh:
Yunitha Asri Diantary Ni Made
I Made Hartaka
STAHN Mpu Kuturan Singaraja
Email: Yunithadiantary1993@gmail.com hartakamade@gmail.com

ABSTRACT
Humans in the Hindu viewpoint are unique, that is, with their intellect and mind,
humans are able to make themselves holy. In this case, it does not necessarily mean that the
sacred meaning in humans is obtained easily, it needs a long process and is based on faith
(sraddha). As the opinion of Abraham Maslow who said that humans have several needs, where
those needs are arranged in a hierarchy, because humans in fulfilling their needs run in stages,
starting from physiological needs in the form of primary needs, need for security, social needs,
need for appreciation, to actualization needs. . This actualization need is a need in the highest
position, this need covers the development of one's potential to become a better person. In
relation to Maslow's theory of needs, diksa is one of the actualizations of developing human
potential in Hinduism to become physically and spiritually pure. Diksa is a way to perfect
oneself in a perfect life phase, by carrying out diksa it is hoped that individuals can actualize
themselves in spreading dharma teachings for the people and the welfare of the world.
Key words: Hindu human actualization, diksa ritual

I. PENDAHULUAN Amat sukar menjadi manusia,


Manusia dalam konteks agama selalu meskipun dengan kelahiran paling hina.
menarik untuk dibahas, manusia sebagai Sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab
makhluk yang dinamis memiliki kesadaran sarasamuscaya bawasannya menjelma
dalam membentuk dan dibentuk oleh suatu menjadi manusia itu sungguh utama, sebab
sistem nilai kehidupan ciptaannya sendiri, ia dapat menolong dirinya dari keadaan
sehingga manusia dapat dikatakan sebagai sengsara, hendaknya menjelma menjadi
subyek dan obyek dari kebudayaan itu manusia dipergunakan dengan baik yaitu
sendiri. Sebuah derajat yang tinggi dengan mengejar dan menerapkan dharma
dibandingkan dengan makhluk hidup dalam hidup. Tubuh dan jiwa merupakan
lainnya telah melekat pada diri manusia, dua hal yang penting jika kita melihat
kelebihan akan akal dan pikiran yang manusia dalam pandangan Hindu. Dilihat
dimiliki manusia memberikan efek manusia dari filsafat manusia, tubuh dikatakan
mampu berpikir, berkata dan berbuat yang sebagai res extens yakni aktualisasi keluasan
baik. Sejalan dengan hal ini, menurut Mas substansi semesta, sedangkan jiwa adalah
(2012:1) ditinjau dari unsur-unsur elemen res cogitans (perwujudan substansi
manusia, dengan tepat dapat dikatakan berpikir). Pada hakikatnya tubuh manusia
bahwa manusia adalah makhluk yang adalah yoni, dalam kitab suci atharva veda
derajatnya tinggi. Dalam evolusi X.2.31-34 menjelaskan bawasannya tubuh
(penciptaannya), manusia terdiri dari unsur manusia adalah lambang keadaan universal.
kejiwaan (purusa/ prakerti), kemuliaan budi Dalam tubuh manusia terdapat sthana
(budi, intelek, kemauan), ahamkara (ego, dewata, dengan 8 roda dan 9 pintu. Badan
keakuan), lalu ada unsur organisme seperti merupakan pura bagi jiwa yang abadi, yang
manas (pikiran), buddhindriya terdiri dari diterangi sinar yang luhur. Jiwa terbungkus
lima alat intlek budi yaitu penglihatan, oleh badannya sendiri, Raja seluruh alam
pendengaran, penciuman, pencicipan dan semesta. Ia penuh rahasia dan hanya
penyentuhan.
YUNITHA & HARTAKA 88
diketahui oleh mereka yang memperoleh Ilmu pengetahuan mampu menghadirkan
penerangan. kehidupan yang sejatinya harus dijalankan,
Sebagai pancaran cahaya kasih Tuhan, semakin banyak kita mempelajari atau
manusia memiliki tugas dalam mendapatkan pengetahuan akan terasa
mengharmoniskan alam semesta dan bawasannya hanya sedikit yang kita ketahui
memiliki tujuan untuk menyatu kembali selama menjalani kehidupan. Dalam agama
dengan Tuhan, namun tugas terberat dalam hindu pengetahuan mengenai Tuhan atau
mencapai tujuan tersebut adalah perlu brahmawidya merupakan pengetahuan suci
adanya sebuah kesadaran penuh dalam yang penting untuk dipahami. Brahmawidya
proses penyatuan tersebut. Dengan mengajarkan umat hindu untuk mengetahui,
kesadaran penuh ini maka manusia akan mendekati, dan memuja Tuhan dengan
memahami sang diri, bawasannya ada berbagai cara dan jalan sesuai dengan
Tuhan dalam diri kita yang mengarahkan kematangan spiritual setiap orang.
kita untuk ke jalan dharma. Melalui pondasi Agama Hindu menuntun umatnya
kesadaran akan Tuhan ini, manusia akan untuk mencapai tujuan tertingginya yakni
mampu mengelola segala tindakannya di kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan
dunia. Setiap umat manusia semestinya batin dalam kehidupan di dunia dan
memiliki sebuah pemahaman akan konsep mencapai kelepasan (moksa). Moksa adalah
karmaphala (sebab akibat) dan kaitannya akhir dari proses punarbhawa atau akhir dari
dengan punarbhawa (kelahiran berulang- lahir dan mati. Dharma adalah sebuah
ulang). Konsep punarbhawa ini merupakan landasan umat hindu dalam kehidupan untuk
implikasi dari ajaran karmaphala. Segala mencapai tujuan tersebut. Menurut Donder
bentuk tindakan yang bersumber dari (2009:329) dharma adalah segala yang
pikiran, perkataan dan perbuatan membawa mendukung manusia untuk mendapat
dampak kepada kehidupan manusia, dalam kerahayuan. Dalam kenyataan, dharma itu
arti lain segala bentuk tindakan manusia adalah kebajikan dan peraturan-peraturan
diliputi oleh ajaran karmaphala, dan hidup. Dengan melaksanakan kebajikan dan
punarbhawa adalah kesimpulan dari semua peraturan-peraturan hidup, kerahayuan akan
karmaphala yang terwujud dalam sebuah akan diperoleh seseorang. Kerahayuan itu
penjelmaan, jika manusia menerapkan dalam wujud kesejahteraan hidup, rasa
ajaran subhakarma dalam dirinya maka aman, sehat lahir dan bathin. Karena dharma
baiklah yang diterima sehingga manusia itu kebajikan, maka seseorang yang
akan lahir kembali dengan tingkat hidupnya berdasarkan dharma akan lepas
penjelmaan yang lebih sempurna, begitu pula dari dosa dan papa. Demikianlah
dengan sebaliknya jika manusia menerapaka dharma memegang peranan penting dalam
najaran asubhakarma maka buruk yang akan hidup, ia merupakan obor penerang
diterima dan kelahiran berikutnya akan kegelapan.
mengalami penjelmaan dengan tingkatan Manusia dalam kaitannya mencapai
yang rendah. tujuan dengan berlandaskan ajaran dharma
Sebuah pengetahuan suci perlu perlu diikuti dengan sebuah proses
dimiliki oleh setiap umat manusia penyucian diri. Penyucian diri ini salah
khususnya umat hindu dalam menjalankan satunha dapat dilaksanakan dengan
setiap kehidupan untuk mengelola pelaksanaan diksa. Diksa yang dipandang
perputaran hidup atau kelahiran kembali. hanya kaum tertentu saja yang boleh
Jika dibandingkan dengan harta kekayaan, melaksanakannya, namun sejatinya dalam
pengetahuan adalah hal utama yang pandangan dan ajaran agama Hindu diksa
melebihi segalanya, pengetahuan boleh dan wajib dilaksanakan seluruh umat
merupakan kekayaan yang tidak bisa dicuri, Hindu tanpa memandang golongan.
dengan pengetahuan suci akan Menurut Suhardana (2008:49) menjadi
mendatangkan kedamaian bagi pemiliknya. sulinggih atau pandita tidaklah diharuskan

YUNITHA & HARTAKA 89


dari wangsa brahmana. Apalagi dari induktif/kualitatif, dan hasil penelitian
keturunan brahmana atau wangsa brahmana. kualitatif lebih menekankan makna dari
Semua warga Hindu apapun wangsanya pada generalisasi (Sugiyono, 2012).
dapat diangkat menjadi pandita sesuai
dengan persyaratan yang ditentukan. Diksa III. PEMBAHASAN
ini merupakan sebuah keyakinan umat hindu 3.1 Manusia dalam Pandangan Hindu
yang dijunjung tinggi sebagai rangka Istilah manusia (manusya), secara
terwujudnya dharma serta menjaga etimologi berasal dari bahasa sansekerta,
keharmonisan dunia, sebagaimana yang yakni kata manu (berarti pikiran) dipadukan
termuat dalam kitab Atharvaveda XXI.1.1 sya bentuk genetif yang menyatakan arti:”
yang menyatakan bahwa “sesungguhnya milik atau sifat yang dimiliki kata benda
satya, rta, diksa, tapa, brahma, dan yajna yang dilekatinya. Dengan demikian secara
adalah yang menyangga dunia”. Tujuan harafiah kata manusia berarti ia yang
diksa ini tidak lain sebagai penyucian secara memiliki pikiran atau ia yang senantiasa
lahir dan batin sehingga dengan upacara berpikir dan menggunakan akal pikirannya.
diksa seseorang akan dapat melaksanakan Pengertian ini dapat dikaitkan dengan
tugas pokok nglokapalasraya dan belajar pandangan filsafat bahasa Ludwig
serta mengajarkan Veda. Telah banyak Wittgendtein yang menyatakan, bahwa kata/
penelitian yang mengangkat mengenai bahasa adalah logika, sehingga secara
upacara diksa ini, namun dengan runtutan konsepsional dapat kita pahamkan bahwa
yang panjang membuat sulit mencari inti dalam kata manu atau manusia tersebut pada
dan makna yang terkandung di dalamnya, dasarnya telah terumuskan tentang makna
melalui penelitian ini, masyarakat akan hakiki dari jenis makhluk hidup yang
lebih memahami secara mendasar dan bernama manusia berpikir dengan akal
mudah mengenai makna diksa sebagai pikirannya (manah). Berpikir merupakan
aktualisasi diri mencapai kehidupan perwujudan dari tindakan sadar mengada
sejatinya dimana melalui diksa ini manusia (eksistensi) dari manusia sebagai subjek
dapat mengaktualisasikan dirinya di jalan pengada yang berkesadaran, karena itu
spiritual kepastian pertama dari eksistensi manusia
menurut Rene Descartes adalah “cogito,
II. METODE PENELITIAN ergo sum” (saya berpikir maka saya ada);
Penelitian ini menggunakan metode selanjutnya dinyatakan dengan cogito, ergo
kualitatif. Metode ini digunakan sum cogitas” yang maksudnya,”saya
berdasarkan atas beberapa pertimbangan berpikir, maka saya adalah pengada yang
yaitu, penelitian yang dilakukan dengan berpikir”(Suryani,2014:44)
mengumpulkan data yang tidak dalam Selain sebagai makhluk berakal dan
bentuk data angka – angka, melainkan data berpikir, hindu memandang manusia terdiri
kualitatif bersifat naratif. Penelitian dari 2 unsur, yaitu unsur jasmani dan rohani.
kualitatif ini diharapkan mampu Badan sebagai unsur jasmani dan atman
menghasilkan suatu uraian mengenai yang merupakan hakekat Tuhan yang abadi
aktualisasi manusia dalam kaitannya dan kekal sebagai unsur rohani. Sejalan
upacara diksa. Jadi, penelitian kualitatif dengan dua unsur ini manusia dikatakan
dapat diartikan sebagai metode penelitian pula sebagai makhluk ilahi, dimana segala
yang berlandaskan pada filsafat hal yang tampak disekitar kita adalah hasil
pospositivisme digunakan untuk meneliti dari kesadaran ilahi. Segala hal yang baik,
pada kondisi objek yang alamiah, sebagai kuat, ampuh dalam sifat manusia berasal
lawannya adalah eksperimen, karena dari keilahian itu, dan walaupun berpotensi
peneliti sebagai instrumen kunci, teknik dalam banyak hal, pada dasarnya tidak ada
pengumpulan data dilakukan secara bedanya antara manusia satu dengan
triangulasi (gabungan), analisis data bersifat manusia lainnya, dimana esensialnya semua

YUNITHA & HARTAKA 90


makhluk hidup adalah ilahi. Maya adalah bagian yang tak terpisahkan. Dari karma
kekuatan dari Tuhan yang merupakan pula mendatangkan phala yang bermacam-
karana sarira (badan penyebab) yang macam pula sesuai dengan karma yang
menyembunyikan yang nyata dan membuat dilakukan (Hartaka 2020). Melalui media
yang tidak nyata menjadi nyata. Maya badan atma dapat berkarma dan melalui
memiliki dua kekuatan yaitu daya badan atma menjadi bermakna.
menyelubungi atau avarana sakti dan daya Sebagaimana yang dijelaskan oleh Raka
pemantulan atau viksepa sakti dan manusia (2007:72) jika atma dan pikiran diabaikan,
melupakan sifat ilahinya yang disebabkan lalu hanya kesenangan tubuh saja yang
oleh avarana sakti dan alam semesta ini diperhatikan ini merupakan sifat
diselimuti oleh maya pemantulan atau kebinatangan. Bila tubuh dan pikiran
viksepa sakti. Manusia sebenarnya murni bekerja sama dengan mengabaikan atma, ini
dan sempurna bila dirinya menyadari merupakan sifat iblis. Jika manusia dapat
keilahianya. mengabaikan badan beserta pikirannya dan
Badan jasmani atau tubuh manusia hanya hidup di dalam atma, maka ia bersifat
mempunyai makna penting bagi jiwa-atma Tuhan. Peningkatan kesadaran badan dan
yang menjadi akar hidup dan dilahirkan membawa manusia pada sifat kebinatangan.
menjadi badan jasmani (sthula sarira) pada Manusia harus melenyapkan kecendrungan
dasarnya sebagai manusia dalam pandangan hewani dan iblis, meningkatkan kelekatan
Hindu adalah keutamaan atau kemuliaan. pada atma dan mencapai kecemerlangan
Tubuh adalah alat atau sarana sebagai wujud batin dengan mengelola pikirannya.
atas kehendak Sang Hyang Widhi yang Sebagaimana yang termuat dalam kitab
tampak didunia, agar Sang Atma dapat Sarasamuscya 80 berikut:
menyelesaikan masalahnya dengan sarana
tubuh dalam melakukan kebajikan “Apan ikang manah ngaranya, ya ika
(Dharma). Hanya melalui ajaran kerohanian witning indriya, maprawrtti ta ya ring
dan kesusilaan agama yang disebut dharma subhasubhakarma, matangnyan ikang
seseorang akan dapat mencapai tujuan hidup manah juga prihen kahrtanya
yang tertinggi yaitu kebebasan atman/roh sakareng”
dari penderitaan hidup duniawi, bebasnya Terjemahan:
roh dari dosa, kebahagiaan rohani dalam Oleh karena pikiran ini merupakan
wujud ketentraman,menunggalnya atma asal mulanya napsu, da nasal
dengan paramataman yang dikenal dengan timbulnya perbuatan yang baik
Moksa dalam Agama Hindu. Segala maupun buruk, maka dari itu perlukan
kegiatan demi kesejahteraan dan kebahagian sekalilah pengendalian pikiran itu dari
semua mahluk itu disebut dharma, tiada sekarang juga (Sudharta,2009:38)
disangsikan lagi apapun yang bertalian
dengan kesejahteraan untuk sesamanya Demikian mulianya lahir menjadi
itulah dharma. Walaupun artha (kebutuhan manusia yang memiliki keungguan dalam
harta benda) untuk kama (nafsu, keinginan) pengendalian pikiran sebagai wujud bentuk
namun artha harus selalu bersumber pada arah perbuatan baik maupun buruk dapat
dharma (kerohanian, kebenaran). Dharma mengelola karmanya untuk mendapat
terikat erat dengan artha dan dharma tidak kehidupan yang lebih baik, sebagaimana
menentang artha tetapi mengendalikan yang termuat dalam kitab Sarasamuscaya 2
untuk kebahagiaan dan yang menyatakan:
kesejahteraan/kedamaian makhluk hidup.
Manusia harus menyadari bahwa ia ri sakwehning sawra bhuta, iking
tidak akan luput dari pengaruh hukum janma wwang juga wenang
karma, oleh karena itu selama manusia gumawayaken ikang subhakarma,
masih hidup karma akan senantiasa jadi kuneng panentasakena ring

YUNITHA & HARTAKA 91


subhakarma juga ikangsubhakarma hidup atau jalan spiritual. Griffin dalam
phalaning dadi wwang Atmadja (2017:302) menyatakan
spiritualitas dalam arti sempitnya
Terjemahan: menyangkut sikap hidup seseorang yang
Diantara semua makhluk, hanya diorientasikan kepada nilai-nilai moral dan
manusia jugalah yang dapat religious (dan mungkin juga estetis), yang
melaksanakan (dan membedakan) berbeda dengan yang biasa disebut dengan
perbuatan yang baik maupun yang nilai-nilai fisik atau material, seperti
buruk. Justru dalam melebur yang kepuasan daging dan kepemilikan benda-
buruk menjadi baik itulah merupakan benda material. Tentu saja, dalam kaitannya
tujuan hidup (phala) menjadi manusia ini seorang spiritualis berarti adalah
(Sudharta,2009:04) seseorang yang berpikir tentang segala hal
material secara tidak egoistis, yang
Lahir menjadi manusia memang wajib menginginkan agar setiap orang
hukumnya untuk bersyukur akan apa yang mendapatkan bagian dari kekayaan
telah kita miliki dibanding dengan makhluk masyarakat secara adil. Akan tetapi pada
hidup lainnya, yakni akal dan pikiran, selain tingkat tertentu seorang spiritualis bisa
itu dalam proses kelahiran menjadi manusia berkurang minat terhadap kepemilikan dan
dalam pandangan hindu memerlukan proses kenikmatan badaniah daripada realisasi
yang panjang dan berulang-ulang, nilai-nilai lainnya.
sebagaimana yang dinyatakan dalam Tubuh sejatinya dapat digunakan
Donder (2007:143) dalam bukunya untuk hal-hal yang bersifat positif, untuk
Brahmawidya-Teologi Kasih Semesta mengerjakan kewajiban yang telah diatur
menjelaskan bahwa diperukan waktu oleh dharma, hal ini harus disadari sehingga
8.400.000 kali reinkarnasi menjadi berbagai tidak larut dalam kegelapan atau awidya
macam makhluk hingga dapat menjadi yang diakibatkan oleh keterikatan yang
manusia. Selama menjadi manusia, penuh terhadap benda-benda duniawi.
pergunakan waktu kehidupan yang singkat Orang yang terlalu terikat dengan hal-hal
dengan berkarma baik dan berproses dalam duniawi akan sering menggunakan segala
mengaktualisasikan diri dengan menerapkan cara dalam mencapai tujuan duniawinya,
nilai-nilai keagamaan dalam diri hingga sehingga sad ripu (enam jenis sifat yang
nantinya setiap manusia hindu matang dan tidak baik), sad atatayi (enam macam
siap menuju tahap kehidupan yang suci. pembunuhan yang sangat kejam yang
dilarang dan tidak dibenarkan dalam ajaran
3.2 Proses Penyucian Diri agama Hindu), sapta timira (tujuh macam
Manusia merupakan sebuah keadaan yang menyebabkan orang lupa
kombinasi dari badan, pikiran dan jiwa, daratan/ lupa diri), tri mala (tiga jenis
dimana ketiga elemen ini memiliki peran kekotoran dan kebatilan jiwa manusia akibat
dan fungsinya tersendiri, badan yang pengaruh negatif napsu) dan dasa mala
bertugas dalam kegiatan jasmani, pikiran (sepuluh macam sifat yang kotor) akan
yang bertuas menyelidiki setiap lini aktivitas tumbuh subur di dalam hati manusia
dan kejadian yang nampak, sedangkan jiwa tersebut. Selain tubuh unsur lain dalam diri
atau atma bertugas sebagai saksi. Ketiga manusia yakni jiwa yang merupakan
manusia yang mampu memposisikan tugas percikan ataupun bagian dari Tuhan,
tiga elemen ini maka layaklah manusia terkadang akibat awidya atau kegelapan
disebut sebagai manusia sejati. Manusia tersebut maka manusia tidak menyadari
dalam mencapai kemantapan batin dapat dirinya bagian dari Tuhan. Agama
melaksanakan penyucian diri dengan memegang peranan penting dalam
mengambil jalan diksa. Manusia yang yakin menghambat perubahan ke ranah negatif.
akan jalan ini akan mampu menuju tahapan Perlu usaha ekstra dalam

YUNITHA & HARTAKA 92


mengumandangkan ajaran agama dengan  Tri Parartha artinya tiga perihal
metode ilmiah agar dapat diterima oleh yang dapat menyebabkan
pikiran manusia modern yang rasional, terwujudnya kesempurnaan,
dengan cara representasi terhadap ajaran- kebahagiaan, keselamatan,
ajaran agama (Made and Hartaka 2021). kesejahteraan, keagungan, dan
Menurut Suratmini (2012:3) agar kesukaan hidup umat manusia.
dapat mencapai moksa maka kita haris Adapun bagiannya yakni asih
menyucikan diri secara lahir dan bhatin. (cinta kasih), punia artinya saling
Penyucian lahir dan bhatin ini ada yang tolong menolong dengan
menggunakan sarana dan ada juga tanpa memberikan secara ikhlas sesuatu,
sarana. Dengan sarana biasanya dan bhakti artinya hormat atau
diaktualisasikan dalam bentuk upacara sujud diantara sesamanya manusia
yadnya yakni manusia yadnya yang dapat hendaknya saling menghormati.
dilakukan penyucian bhatin dari upacara
bayi dalam kandungan hingga upacara Selain menerapakan ajaran suci diatas
pawiwahan, sedangkan dengan tanpa sarana sebagai bentuk penyucian diri terhadap
dapat dilakukan dengan menerapkan bhatin manusia, penyucian diri lainnya
beberapa ajaran berikut yakni dapat dilaksanakan dengan jnana yadnya
 Tri Kaya parisuda yakni tiga yakni belajar dan mengamalkannya di dalam
landasan etika manusia yang kehidupan masyarakat. Ilmu pengetahuan
berporos pada setiap individu, yang dapat menyucikan diri seseorang, karena
terdiri dari manacika (berpikir yang dengan ilmu pengetahuan seseorang dapat
baik dan benar), wacika (berkata membedakan mana yang baik dan benar,
yang baik dan benar) dan kayika kemudian memilih hal yang baik untuk
(berbuat atau melaksanakan dirinya. Dengan perbuatan yang baik dan
aktivitas yang baik dan benar). mulia ini tentu dapat meningkatkan kualitas
 Panca yama brata yakni lima jenis kesucian seseorang. Dalam pandangan
pengekangan diri berdasarkan atas agama Hindu, pengetahuan suci ini dapat
upaya menjauhi larangan agama dibagi menjadi dua yakni para vidya yakni
sebagai norma kehidupan, yang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan
terdiri dari ahimsa (kasih kepada rohani (Ketuhanan), ilmu ini yang akan
makhluk lain, tidak membunuh), mengembangkan rohani manusia lepas dari
brahmacari (berguru dengan kegelapan dan mencapai kedamaian abadi
sungguh-sungguh), satya (pantang dan apara vidya yakni ilmu pengetahuan
ingkar janji), awyawaharika (cinta yang berkaitan dengan jasmani
kedamaian), dan asteya (jujur, (keduniawian).Ilmu pengetahuan ini untuk
pantang melakukan pencurian) meningkatkan kualitas sehingga mendapat
(Atmaja,2010:46) kesejahteraan di dunia (Suratmini, 2012:4).
 Panca Niyama Brata yakni lima Sebagaimana sebuah pengetahuan suci
jenis pengekangan diri berdasarkan merupakan tombak dalam penyucian diri,
atas tuntuk akan aturan dharma seluruh elemen tubuh pun penting
yang telah ditentukan, yang dibersihkan untuk mencapai tujuan hidup.
bagiannya terdiri dari akroda (tidak Dalam Manawadharmasastra V.109 sangat
dikuasai oleh nafsu), guru susrusa jelas disiratkan mengenai elemen manuasia
(hormat dan taat terhadap guru), yang patut dibersihakan dan disucikan
sauca (menyucikan diri lahir sebagai berikut:
batin), aharalagawa (tidak hidup
berfoya-foya) dan aparamada Adbhir gatrani suddhyanti manah
(tidak menyombngkan diri) satyena suddhyati,

YUNITHA & HARTAKA 93


Vidyatapobhyam bhutatma buddhir Pola pikir materialisme dimana
jnanena suddhyati seseorang berpikir bahwa materi, harta,
kekayaan atau jabatan adalah tolak ukur dari
Terjemahan: mulia atau tidaknya seseorang, masyarakat
Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran yang menganut paham ini akan memiliki
disucikan dengan kebenaran, jiwa ambisi yang besar untuk memperoleh materi
manusia dengan pelajaran suci dan sebanyakbanyaknya, mereka akan
tapa brata, kecerdasan dengan beranggapan semakin banyak materi yang
pengetahuan yang benar mereka miliki maka semakin di pandang
(Sudharta,204:250) mulia (Hartaka, Ardiyani, and Suciani
2020). Nilai ritual yang luhur tidak patut
3.3 Ritual Padiksaan sebagai dicemari dengan pemikiran-pemikiran
Aktualisasi Penyucian Diri tersembut yang pada akhirnya dapat
Menurut Donder (2013: 513-515) mengaburkan tujuan utama yang hendak
“Ritual is a tool and not a final goal of dicapai para pelaksananya. Sejalan dengan
human being. The final goal of human life is hal ini dalam mencapai suatu tujuan hidup
self-realisation, that is, unity with God. setiap orang harus mampu mengoptimalkan
Ritual is an important part of religion, potensi yang ada di dalam dirinya, sehingga
especially in the Hindu religion. Because of dengan mengaktualisasikan diri menjadi
the rituals’ importance, the rituals have puncak dan kematangan diri seseorang.
survived for so long, but many people still Aktualisasi diri merupakan salah satu teori
misunderstand the Hindu rituals; and this hierarki Abraham Maslow yang berada pada
misunderstanding is due to their ignorance puncak tertinggi setelah manusia
to the rituals, they never wanted to know merealisasikan kebutuhan lainnya.
properly about the rituals. Terjemahannya: Sebagaimana pula dengan diksa ini, dapat
“Ritual adalah alat dan bukan tujuan akhir dilakukan setiap umat Hindu jika dirinya
manusia. Tujuan akhir kehidupan manusia sudah siap dan mampu merealisasikan
adalah realisasi diri, yaitu persatuan dengan kebutuhan pokok lainnya sehingga pada
Tuhan. Ritual adalah bagian penting dari puncaknya mampu mengaktualisasikan
agama, terutama dalam agama Hindu. dirinya dalam mencapai tujuan hidup
Karena pentingnya ritual tersebut, ritual melalui diksa ini.
tersebut bertahan begitu lama, namun Dalam Veda, purana, dan susastra
banyak orang masih salah mengerti ritual lainnya, upacara dan ritual digambarkan
Hindu; dan kesalahpahaman ini disebabkan sebagai yang melingkupi kehidupan
oleh ketidaktahuan mereka terhadap ritual, manusia semenjak bayi masih dalam
mereka tidak pernah ingin mengetahui kandungan, dilahirkan, tumbuh menjadi
dengan benar tentang ritual tersebut. Ritual orang dewasa, dan akhirnya meninggal.
yang sesungguhnya adalah karya nyata Melalui upacara dan ritual seseorang
sebagai tugas kewajiban manusia secara individu mampu memahami hidup dengan
langsung untuk turun tangan ikut lebih baik, dan juga mampu mengatasi
bertanggung jawab terhadap kelestarian halangan dan rintangan (Bhalla, 2010:108).
alam, yang secara timbal balik nantinya Dalam kaitannya dengan pelaksanaan ritual
alam juga akan memberikan kesejahteraan ini, upacara diksa merupakan salah ritual
kepada manusia secara otomatis. Lambang- yang menjadi tahapan kehidupan manusia
lambang yang digambarkan dalam upacara hindu menuju jalan spiritual. Diksa berasal
ritual itu sendiri sebenanya memberikan dari bahasa sansekerta yang memililiki arti;
arah yang jelas kepada manusia, bagaimana penyucian, pentahbisan, pelantikan, inisiasi.
dan kemana arah tujuan karya nyata yang Istilah ini memiiki padanan kata dengan
dimaksudkan oleh ritual itu (Maswinara, podgala, masuci, mabersih madwijati dan
1996:25). malinggih (Miartha, 2007:4). Di dalam

YUNITHA & HARTAKA 94


Atharva Veda XX.25 diksa sebagai salah Menurut Puspa (2018:58)
satu wujud aktualisasi sraddha keyakinan, Pelaksanaan upacara madiksa akan dapat
sebagai berikut; berlangsung bilamana ada calon diksa atau
sisia, Nabe, upakara, dan dudonan upacara
Dengan melakukan brata seseorang padiksan. Calon diksa atau sisia adalah
memproleh diksa orang yang akan di-diksa sedangkan Nabe
Dengan melakukan diksa seseorang adalah orang yang akan men-diksa atau yang
memperoleh daksina memberi pentasbihan kepada calon diksa
Dengan daksina seseorang memproleh atau sisia. Upakara adalah sarana prasarana
sraddha, dan berupa banten dan perlengkapan upacara
Dengan sraddha seseorang memproleh mediksa, Dudonan upacara mediksa adalah
satya prosesi atau proses berlansungnya upacara
mediksa. Nabe adalah seorang guru spiritual
Dalam terjemahan sloka di atas yang telah diuji oleh masyarakat dalam sila,
menguraikan bahwa diksa dilakukan tapa, dan yajña. Demikian juga memenuhi
melalui berbagai rangkaian dan kesiapan kriteria sebagai seorang guru yakni sehat
menjalankan brata. Brata disini memiliki lahir batin, mampu melepaskan diri dari
makna pengendalian diri akan keinginan ikatan duniawi, tenang dan bijaksana, selalu
atau nafsu. Pada hakikatnya brata ini berpedoman kepada sastra, paham dan
merupakan sebuah pengekangan diri dari mengerti Catur Veda, teguh melaksanakan
sifat yang tidak baik ataupun sikap yang tapa, brata, yoga, dan samadi Demi
dapat merugikan orang lain. Melalui diksa kemurnian ilmu pengetahuan
ini akan mengantarkan seseorang pada (Brahmavidyà), maka seorang Nabe tidak
kehidupan yang baru yakni fase kehidupan akan sembarangan men-dìksa seseorang bila
yang lebih sempurna, karena dengan diksa dianggap kurang memenuhi syarat yang
ini seseorang diharapkan untuk mampu telah ditentukan oleh parisada maupun oleh
mendekatkan diri dengan Tuhan dan Guru Nabe, sehingga ilmu pengetahuan
mempelajari sifat-sifat Tuhan.Upacara diksa tentang ketuhanan (Brahmavidya) hanya
merupakan salah satu dari bagian dari Panca dapat di berikan kepada mereka yang telah
Yajna yakni rsi yajna. Sebagai umat yang di-dìksa, dikelahiran yang kedua lewat
beragama Hindu memiliki suatu tujuan kelahiran Weda atau mantram suci.
hidup yaitu moksartam jagadhita yakni Dalam konsep yang dibangun terkait
mencapai kelepasan abadi yakni menyatu dengan diksa tidak hanya didefinisikan
kembali kepada Ida Sang Hyang Widhi sebagai upacara inisiasi, melainkan diksa
Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. sebagai institusi atau pranata yang
Pelembagaan diksa yang benar serta merupakan sebuah sistem terintegrasi atas
dilaksanakan oleh seorang Guru yang berbagai sub-sistem yang terdiri atas: sisya
bonafide/ Krta Diksita akan membawa (murid spiritual) - siksa (penggemblengan),
dampak yang luar biasa, terwujudnya sosok pariksa (seleksi), diksa (inisiasi), pandita
siva sakala atau manusia (pendeta), sista (pendeta ahli), siva (teofani),
devani/ilahi/hierofani sebagai pemilik moksa (pembebasan) untuk
modal simbolik, sebagai penghubung utama menghubungkan diri dengan Tuhan. Dengan
antara masyarakat dengan Tuhan. Sebagai demikian diksa adalah proses penyucian
pemegang modal simbolik, para diri. Orang yang mediksa sebenarnya adalah
diksita/Paṇḍita ini diidentikkan messias atau menyucikan diri, dan tidak ada lain, karena
juru selamat membebaskan manusia dari para pandita adalah orang suci yang sudah
penderitaan. Dalam tindakan ritual terlahir kedua kalinya dari sastra
dilakukan peleburan papa/noda umat serta (Miartha,2015:8). Demikian tujuan utama
menurunkan gangga serta amertha untuk dari eksistensi manusia adalah
keselamatan umat (Miartha: 2015 :10). mengaktualisasikan dirinya dalam hal yang

YUNITHA & HARTAKA 95


positif dan bermanfaat, keberadaan manusia keterikatan yang penuh terhadap benda-
yang telah memilih untuk masuk dalam jalan benda duniawi. Orang yang terlalu terikat
spiritual adalah menemukan identitas dengan hal-hal duniawi akan sering
abadimu denga roh tertinggi yang tumbuh menggunakan segala cara dalam mencapai
menjadi gambaran Tuhan, karena Tuhan tujuan duniawinya. Ajaran agama serta
merupakan wujud kesempurnaan yang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
tertinggi. Dalam proses menemukan wajib kiranya untuk diterapkan sebagai
kembali identitas diri maka penting tahapan awal penyucian diri.
menumbuhkan rasa kesamaan dengan Jalan diksa adalah kewajiban yang
Tuhan. Dengan pemurnian dan pemberian harus dijalankan di bumi, ketika manusia
sifat sattwa sepenuhnya dalam diri, maka sadar akan tujuan dan kemampuan ilahinya.
pengetahuan suci tersebut akan menyinari Diksa merupakan pintu pembuka menuju
raga manusia. penyatuan dengan Tuhan. Dalam konsep
yang dibangun terkait dengan diksa tidak
IV. SIMPULAN hanya didefinisikan sebagai upacara inisiasi,
Manusia dalam pandangan hindu melainkan diksa sebagai institusi atau
terdiri dari dua unsur yakni jasmani yakni pranata yang merupakan sebuah sistem
tubuh manusia dan rohani yaitu atman terintegrasi.Diksa adalah proses penyucian
sebagai hakikat Tuhan dalam diri manusia. diri. Orang yang mediksa sebenarnya adalah
Penyatuan dua unsur ini mengangkat menyucikan diri, dan tidak ada lain, karena
manusia menjadi sebagai makhluk ilahi, para pandita adalah orang suci yang sudah
dimana segala hal yang tampak disekitar kita terlahir kedua kalinya dari sastra.
adalah hasil dari kesadaran ilahi. Setiap Sebagaimana kaitannya dengan teori
manusia wajib untuk mengelola diri sesuai aktualisasi diri dari Abraham Maslow yang
ajaran dharma, sebagaimana tubuh manusia menyatakan aktualisasi diri yakni kebutuhan
mempunyai makna penting bagi jiwa-atma untuk membuktikan dan menunjukkan
yang menjadi akar hidup dan dilahirkan dirinya kepada orang lain. Pada tahap ini
menjadi badan jasmani (sthula sarira) pada seseorang mengembangkan semaksimal
dasarnya sebagai manusia dalam pandangan mungkin segala potensi yang dimilikinya,
Hindu adalah keutamaan atau kemuliaan. sehingga ritual diksa yang merupakan
Tubuh adalah alat atau sarana sebagai wujud sebuah aktualisasi diri setiap umat Hindu
atas kehendak Sang Hyang Widhi yang tidak terbatas pada pembuktian dirinya
tampak didunia, agar Sang Atma dapat kepada orang lain, tetapi lebih dari itu yakni
menyelesaikan masalahnya dengan sarana menjadi manusia yang transenden dalam
tubuh dalam melakukan kebajikan konteks kesucian.
(Dharma). Hanya melalui ajaran kerohanian
dan kesusilaan agama yang disebut dharma DAFTAR PUSTAKA
seseorang akan dapat mencapai tujuan hidup
yang tertinggi yaitu kebebasan atman/roh Atmaja, I Made Nada, tim.2010. Etika
dari penderitaan hidup duniawi Hindu. Surabaya: Paramita
Moksa atau pembebasan adalah tujuan Atmadja, Nengah Bawa.dkk. 2017. Bali
akhir dari umat Hindu, sehingga dalam Pulau Banten Perspektif Sosiologi
proses pencapaiannya perlu tahapan dan Komodifikasi Agama. Singaraja:
fase yang cukup berat untuk dilalui. Tubuh Pustaka Lasaran.
sebagai media utama dalam menjalankan Bhalla, Prem.P.2010. Tata Cara, Ritual,
tahapan yang dimaksud patut untuk Dan Tradisi Hindu. Surabaya:
diarahkan melaksanakan tugas dan Paramita.
kewajiban yang berlandas dharma, sehingga Donder, I Ketut. 2009. Brahmawidya-
tubuh manusia tidak larut dalam kegelapan Teologi Kasih Semesta. Surabaya:
atau awidya yang diakibatkan oleh Paramita.

YUNITHA & HARTAKA 96


Donder, I Ketut. 2009. Teologi: Memasuki Bagi Sisya Calon Sulinggih.
Gerbang Ilmu Pengetahuan Ilmiah Surabaya: Paramita.
tentang Tuhan Paradigma Sanatana Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Dharma. Surabaya: Paramita. Kombinasi (Mixed Methods).
Donder, I Ketut. 2013. “Logical Interpretation Bandung: Alfabeta.
of Some Performing Hindu Rituals”. Suratmini, Ni Wayan.2012. Merawat Diri
Disertasi. Kolkata India: Rabhindra Untuk Menjaga Kesucian Lahir
Bharati University Bhatin. Surabaya: Paramita.
Hartaka, I. M., Ardiyani, L. P. C., & Suciani, K. Suryani I Gusti Ayu Putu, tim.2014.
(2020). Berbagai Sikap Terhadap
Pendidikan Agama Hindu Di
Eksistensi Tuhan Pada Era Industri 4.0.
Vidya Darśan: Jurnal Filsafat Hindu, Perguruan Tinggi.Denpasar:
1(2). Udayana University Press.
Hartaka, I. M. (2020). MENINGKATKAN Puspa, Ida Ayu Tary, tim. 2018. Eksistensi
KESADARAN INDIVIDU MELALUI Nabe Istri Griya Pidada Klungkung
AJARAN KARMAPHALA. Widya Dalam Upacara Dikṣa: Perspektif
Katambung, 11(1), 18-33. Teologi Feminis. Vidya Samhita:
Made, Y. A. D. N., & Hartaka, I. M. (2021). Jurnal Penelitian Agama, IV (1), hal:
Dharmagita; Seni Budaya Dalam Siar 55-61.
Agama Hindu. JÃ±Ä nasiddhâ nta:
Jurnal Teologi Hindu, 2(2), 76-85.
Mas, A.A. Gede Raka.2012. Runtuhnya
Kemuliaan Manusia Menurut
Perspektif Hindu. Surabaya:
Paramita.
Maswinara, I Wayan.1996. Konsep Panca
Sraddha. Surabaya: Paramita.
Miartha, I Wayan. 2007. Pedoman
Pelaksanaan Padiksan. Denpasar:
Pengurus Pusat MGPSSR
Miartha, I Wayan. 2015. “Diksanisasi
Mahagotra Pasek Sanak Sapta Resi
(MGPSSR)di Bali”. Disertasi.
Denpasar: Program Pascasarjana
IHDN Denpasar
Miartha, I Wayan. 2015. Diksanisasi
Teogeneologis-
Teoantropologis.Denpasar: Yayasan
Santha Yana Dharma MGPSSR.
Raka, A.A. Gede.2007. Tuhan, Manusia,
dan Alam Semesta. Denpasar:
Majalah Hindu Raditya.
Sudharta, Tjok. Rai.2004. Manawa
Dharmasastra (Manu Dharmasasrta).
Surabaya: Paramita.
Sudharta, Tjok. Rai.2009. Sarasamusccaya
Smerti Nusantara (Berisi Kamus
Jawa Kuno-Indonesia). Surabaya:
Paramita
Suhardana, K.M. 2008. Dasar-Dasar
Kesulinggihan Suatu Pengantar

YUNITHA & HARTAKA 97

Anda mungkin juga menyukai