NPM : 191FI03033
1
A. PENGERTIAN
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
G. PENATALAKSANAAN MEDIS / TERAPI
H. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Rencana Tindakan
I. DAFTAR PUSTAKA
2
I. PENGERTIAN
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Istilah
peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang dipakai manusia untuk
membasmi hama yang merugikan manusia.Termasuk peptisida ini adalah insektisida.
Ada 2 macam insektisuda yang paling benyak digunakan dalam pertanian :
1. Insektisida hidrokarbon khorin ( IHK : Chlorinated Hydrocarbon )
2. Isektida fosfat organic ( IFO : Organo Phosphatase Insectisida )
Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus
meningkat. Sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak digunakan
dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah Tabun
dan Sarin. Bahan ini dapat menembusi kulit yang normal (intact) juga dapaat diserap
diparu dan saluran makanan,namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti
golongan IHK.
Macam-macam IFO adalah malathion ( Tolly ) Paraathion, Diazinon, Basudin,
Paraoxon dan lain-lain. IFO ada 2 macam adalah IFO Murni dan golongan carbamate.
Salah satu contoh gol.carbamate adalah baygon.
II. PATOGENESIS
IFO bekerja dengan cara menghabat ( inaktivasi ) enzim asetikolinesterase tubuh
(KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid
(AKH) dengan jalan mengikat Akh – KhE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi
racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan
terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat tertentu, sehingga timbul gejala-gejala
ransangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik
dan SSP ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP ). Pada keracunan IFO,
ikatan Ikatan IFO – KhE bersifat menetap ( ireversibel ), sedangkan keracunan
carbamate ikatan ini bersifat sementara ( reversible ). Secara farmakologis efek Akh
dapat dibagi 3 golongan :
1. Muskarini,terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil,
bronkus dan jantung.
2. Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan
otot pernafasan.
3
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang ( Konvulsi )
sampai koma.
IV. PATHWAY
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorik.
Pengukuran kadar KhE dengan sel darah merah dan plasma, penting untuk
memastikan diagnosis keracunan IFO akut maupun kronik (Menurun sekian %
dari harga normal).
Kercunan akut :
4
Ringan : 40 - 70 %
Sedang: 20 - 40 %
Berat : < 20 %
Keracunan kronik bila kadar KhE menurun sampai 25 - 50 % setiap individu
yang berhubungan dengan insektisida ini harus segara disingkirkan dan baru
diizinkan bekerja kemballi kadar KhE telah meningkat > 75 %.
2. Patologi Anatomi ( PA ).
Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering
hanya ditemukan edema paru, dilatsi kapiler, hiperemi paru, otak dan
organoragan lainnya.
5
2. Eliminasi.
- Emesis merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau
dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila
tidak berhasil.
- Katarsis ( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah
sampai diusus halus dan besar.
- Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya
menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila
kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
- Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang dari 4 – 6 jam pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
kumbah lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon, untuk mencegah aspirasi pnemonia.
3. Anti dotum
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada
tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul
gejala-gejala atropinisasi ( muka merah, mulut kering, takikardi, midriasis,
febris dan psikosis).
c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap
2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
6
B. Masalah keperawatan. Yang mungkin timbul adalah :
• Tidak efektifnya pola nafas
• Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh.
• Gangguan kesadaran
• Tidak efektifnya koping individu.
C. Intervensi.
• Pertolongan pertama yang dilakukan meliputi : tindakan umum yang bertujuan
untuk keselamatan hidup,mencegah penyerapan dan penawar racun
( antidotum ) yan meliputi resusitasi, : Air way, breathing, circulasi eliminasi
untuk menghambat absorsi melalui pencernaaan dengan cara kumbah
lambung,emesis, ata katarsis dan kerammas rambut.
• Berikan anti dotum sesuai advis dokter minimal 2 x 24 jam yaitu pemberian
SA.
• Perawatan suportif; meliputi mempertahankan agar pasien tidak samapi
demamatau mengigil,monitor perubahan-perubahan fisik seperti perubahan
nadi yang cepat,distress pernafasan, sianosis, diaphoresis, dan tanda-tanda lain
kolaps pembuluh darah dan kemungkinan fatal atau kematian.Monitir vital
sign setiap 15 menit untuk bebrapa jam dan laporkan perubahan segera
kepada dokter.Catat tanda-tanda seperti muntah,mual,dan nyeri abdomen serta
monotor semua muntah akan adanya darah. Observasi fese dan urine serta
pertahankan cairan intravenous sesuai pesanan dokter.
• Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen dan lakukan suction. Ventilator
mungkin bisa diperlukan.
• Jika keracunan sebagai uasaha untuk mebunuh diri maka lakukan safety
precautions . Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis. Pertimbangkan
juga masalah kelainan kepribadian,reaksi depresi,psikosis .neurosis, mental
retardasi dan lainlain.
7
3. La/UPF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr.Soetomo Surabaya,( 1994 ) Pedoman
Diagnosis dan Terapi, Surabaya.
4. Phipps , ect, ( 1999 ) Medikal Surgical Nursing : Consept dan Clinical Pratise,
Mosby Year Book, Toronto.