Asosiasi Pelabuhan ASEAN mendukung penerapan konsep pelabuhan ramah lingkungan atau green
ports di berbagai pelabuhan negara-negara ASEAN. konsep green ports sejak lima tahun terakhir
gencar diterapkan oleh manajemen pelabuhan di negara-negara ASEAN, baik di pelabuhan yang
sudah maju maupun yang sedang berkembang. Penerapan konsep pelabuhan ramah lingkungan di
sejumlah pelabuhan negara-negara anggota ASEAN merupakan bagian dari upaya mempertahankan
kelestarian lingkungan dan ekosistem laut di sekitarnya secara berkesinambungan.
Upaya mewujudkan pelabuhan yang ramah lingkungan bukan hanya tanggung jawab pengelola
pelabuhan semata, melainkan harus didukung oleh setiap pengguna jasa kepelabuhanan dalam
upaya meminimalisir tingkat pencemaran laut, polusi udara, dan berbagai dampak kerusakan
lingkungan yang ditimbulkan oleh berbagai aktifitas lain di pelabuhan.
Sasaran penyusunan ini adalah terwujudnya kompetensi di bidang lingkungan bagi para pengelola
dan penyelenggara pelabuhan sehingga mampu melakukan pengelolaan lingkungan pelabuhan
untuk :
a) Menurunkan beban pencemaran yang masuk ke pelabuhan terutama limbah cair, sampah,
sedimen, minyak dan limbah B3, sehingga dapat terwujud peningkatan kualitas kebersihan
sisi darat dan perairan daerah lingkungan pelabuhan.
b) Meningkatkan kenyamanan dan keamanan pelabuhan termasuk kebersihan, keteduhan, dan
keasrian lingkungan dalam kawasan pelabuhan.
c) Meningkatkan prasarana pelayanan umum, keamanan, ketertiban dan keselamatan umum.
d) Meningkatkann kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia pengelola lingkungan di
kawasan pelabuhan.
e) Meningkatkan kinerja pelayanan dan keselamatan kerja di pelabuhan.
f) Mengimplementasikan peraturan dan pedoman teknis yang mendukung pengelolaan
lingkungan pelabuhan dalam rangka terwujudnya kapasitas hukum.
g) Meningkatkan peran aktif stakeholders dalam mewujudkan pelabuhan berwawasan
lingkungan.
Page 2 of 12
1.4.Dasar hukum
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran dan atau
Perusakan Laut.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dab Beracun (B3).
f. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Bahan Berbahaya dan Beracun
g. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
h. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006 Pedoman Penyusunan AMDAL.
i. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pemanfaatan Limbah B3
j. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Limbah
Pelabuhan.
k. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2006 Tentang TATA Cara Peizinan
Pengelolaan Limbah B3.
l. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Persyaratan dan Tata
Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah ke Laut.
Page 3 of 12
Bab II
Prasyarat Pengelolaan Lingkungan Hidup
2.1.Dokumen AMDAL
AMDAL yang merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan adalah salah satu
produk yang cukup penting yang dubutuhkan pihak manajemen dalam pengambilan keputusan.
Dokumen UKL-UPL
Sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006
Tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dokumen AMDAL, maka
untuk seluruh kegiatan yang dikategorikan tidak berdampak besar danpenting terhadap lingkungan
hidup (secara teknologi dapat dikelola) tidak wajib dilengkapi dengan dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL). Untuk itu perlu menyusun dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan
dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL/UPL).
Bab III
Kegiatan Kepelabuhanan dan Potensi Pencemaran di Pelabuhan
Berbagai kegiatan yang terjadi baik di perairan pelabuhan maupun di daratan pelabuhan dapat
mengakibatkan pencemaran dikawasan pelabuhan. Pencemaran perairan, baik itu di kolam
pelabuhan, alur maupun ambang luar merupakan isu pokok masalah lingkungan di pelabuhan.
Pencemaran ini terjadi karena masuknya limbah dalam bentuk cair maupun padat ke dalam perairan
pelabuhan. Buangan limbah ini menyebabkan kualitas air laut turun sampai tingkat tertentu
sehingga merusak ekosistem perairan.
3.1.Kegiatan Kepelabuhanan
Berdasarkan Peraturan Pemeruintah No.69 tahun 2001 tentang kepelabuhanan bahwa untuk
kepentingan penyelenggaraan pelabuhan umum, ditetapkan batas-batas daerah lingkungan kerja
dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan berdasarkan rencana induk yang telah ditetapkan.
Batas-batas daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan umum
ditetapkan dengan koordinat geografis untuk menjamin kegiatan kepelabuhanan
3.2.Kerusakan lingkungan
Selain pencemaran pelabuhan, beberapa pelabuhan di Indonesia telah mengalami kerusakan
lingkungan, yaitu berupa terjadinya abrasi yang mengakibatkan pantai atau jetty di pelabuhan
mengalami kerusakan atau sebaliknya perairan pelabuhan mengalami pendangkalan sebagai akibat
terjadinya sedimentasi. Terjadinya abrasi atau sedimentasi di perairan pelabuhan pada umumnya
Page 4 of 12
disebabkan oleh factor alam atau oleh kegiatan manusia di wilayah pesisir. Kegiatan-kegiatan
tersebut adalah pekerjaan reklamasi pantai, pembuatan bangunan dengan struktur massif yang
menjorok ke laut dan pengerukan pasir laut yang berlebihan dan tidak terkendali, penebangan
mangrove dan perusakan terumbu karang.
3.3.Sumber pencemar
Sumber pencemaran libngkungan di wilayah perairan pelabuhan yang berasal dari daratan adalah
dari kegiatan:
a) Industry
b) Perkantoran
c) Permukiman
d) Bongka-muat barang
e) Pengurugan/reklamasi
f) Erosi lahan
g) Limbah domestic
Sumber pencemaran yang berasal dari kegiatan dilaut antara lain:
a) Kegiatan pelayaran
b) Pengerukan alur/kolam
Beberapa sumber penghasil limbah ini merupakan asal mula terjadinya pencemaran di perairan
pelabughan. Pada umumnya limbah yang dihasilkan tersebut berbentuk padat, cair dan gas maupun
kebisingan.
Page 5 of 12
Bab V
Strategi pelaksanaan pengelolaan lingkungan
5.1 Startegi
Untuk memperkecil terjadinya pencemaran di laut telah diadakan pertemuan resmi dan peninjauan
antar anggota IMO (International Maritime Organization) yang menghasilkan komsesus yang dkenal
dengan Konvensi Marpol MARPOL 73/76. Konvensi itu terdiri dari 5 annex yaitu tentang polusi di
laut terhadap minyak, bahan cair beracun, bahan berbahaya, limbah kotoran, dan sampah yang
terakhir ditambhan dengan annex VI tentang pencemaran udara dari kapal.
Beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mengendalikan pencemaran laut dan kerusakan
lingkungan pelabuhan ini adalah sebagai berikut.
Strategi pengelolaan pencemaran dan kerusakan yang berasal dari daratan (land based pollution)
dan dari laut (sea based pollution) dikembangkan dengan beberapa pendekatan, yaitu meliputi:
A. Pengelolaan Limbah (waste management)
Limbah Padat (solid waste)
pada prinsipnya, pengendalian pencemaran perairan pelabuhan yang berasal dari limbah
padat dari kegiatan kepelabuhanan dan dari kegiatan di darat lainnya adalah dengan tiga
cara yaitu :
Pengurangan jumlah atau beban limbah/ sampah yang masuk kedalam perairan
pelabuhan.
Upaya upaya yang dilakukan pengurangan jumlah limbah harus dilakukan pada
sungai-sungai yang masuk kesekitar lokasi pelabuhan. Dan semua kegiatan yang
berada disekitar sungai yang akan bermuara ke sekitar pelabuhan serta semua
kegiatan yang berhubungan langsung dengan kolam pelabuhan (industri di lokasi
pelabuhan, perkantoran dan kapal-kapal)
Untuk mengatasi limbah padat berupa sampah yang terapung dipermukaan perairan
dapat dilakukan dengan cara menyekat atau membuat penahan sampah (saringan).
Sampah- sampah yang tertahan tersebut dapat dikeluarkan sehingga tidak masuk ke
areal pelabuhan. Selain itu pengurangan beban limbah juga harus dilakukan pada
sumber-sumber pencemar yang membuang limbah ke dalam sungai.
Rehabilitasi kondisi sungai yang telah tercemar.
Sampah yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan kepelabuhanan, perkantoran,
industri di areal pelabuhan dimasukkan kedalam tempat sampah kemudia petugas
Page 6 of 12
kebersihan yang berwenang harus mengumpulkan sampah dari tempat yang telah
diatur kemudian membuangnya ke tempat sampah akhir (TPA). Sampah yang
berasal dari kegiatan pelayaran dapat dikurangi dengan cara mengoperasikan atau
meningkatakan efisiensi operasi dari fasilitas pengelolaan imbah yang seharusny ada
dalam sebuah kapal menurut konvensi MARPOL 1973)
Pengelolaan kawasan pesisir terpadu
Untuk kepentingan pengelolaan dalam rangka mengurangi beban pencemaran yang
masuk ke perairan pelabuhan, maka batasan kearah daratsuatu wilayah pesisir
dapat ditetapkan menjadi 2 jenis, yaitu batasan untuk wilayah perencanaan
(planning zone) dan wlayah pengaturan (regulation zone). Dengan demikian,
keterpaduan antara potensi sumber daya alam wilayah tersebut dan rencana tata
ruang adalah faktor penting dalam pemanfaatan sumber daya yang terintegrasi baik
berdasarkan aspek ekologis, ekonomis maupun sosial.
Penangan limbah /sampah dari kegiatan pelayaran/kapal berdasarkan MARPOL Annex V
(MARPOL 73/78)
Annex V berlaku pada semua jenis kapal termasuk yacht, kapal perikanan, semua jenis kapal
dan platform (anjungan) lepas pantai. Pembuangan limbah sampah kelaut meliputi:
Pembuangan sampah plastik
Dunnage, lining dan packing kecuali pada jarak 25 mil laut dari daratan.
Limbah makanan dan semua jenis sampah tidak dapat dibuang dalam wilayah 12 mil
laut dari daratan kecuali dengan perlakuan tertentu sehingga ukurannya tidak lebih
besar dari 25mm dengan persyaratan pembuangan 3 mil laut dari daratan.
Regulasi 7 dari MARPOL, bahwa dari negara peratifikasi harus memastikan adanya reception
facilities untuk minyak dan oli bekas dari kapal di terminal dan pelabuhan.
Penyediaan RF tidak cukup dengan menyediakan fasilitas saja, akan tetapi yang lebih
penting adalah kapasitas yang memadai dan desain yang sesuai untuk semua jenis
kapal yang diharapkan menggunakan pelabuhan atau terminal untuk tujuan utam.
RF tersebut dapat berupa instalasi yang tetap atau yang dapat bergerak.
Sistem penangan limbah cair domestik terpadu,
Limbah Industri
Berbagai teknologi dan metoda penangan limbah cair industri dapat diterapkan baik secara
biologis, kimiawi maupun fisik.
Limbah B3
Page 7 of 12
E. Strategi pengendalian
Beberapa instrumen yang digunakan dalam implementasi strategi pengendalian pencemaran dan
keruskan lingkungan pelabuhan yaitu:
a) Peraturan perundang-undangan
b) Baku mutu limbah dan baku mutu lingkungan
c) Pembinaan teknis dan pedoman pelaksanaan
d) Perijinan
e) Pengendalian produk
f) Insentif dan disinfektif
g) Minimalisasi limbah dan produksi bersih
h) Penataan hukum
i) Perencanaan dan pengawasan limbah
j) Pemantauan dan pengawasan
Dalam penyusunan strategi ada 4 langkah aksi yang penting utnutk diperhatikan yaitu: penerapan
baku mutu, pelaksanaan program pengawasan, izin pembuangan limbah dan penataan serta
penegakan hukum.
F. Penanggulangan pencemaran
Upaya-upaya yang dilakukakn dalam penangulangan pencemaran meliputi tindakan sebgai beikut:
a) Eliminasi sumber pencemar
b) Membatasi daerah / lingkunga tercemar
c) Membersihkan pencemar
d) Menghilangkan dampak lingkungan akibat pencemaran
G. Penerapan baku mutu
Baku mutu yang perlu diterapkan ada dua yaitu baku mutu limbah (emis/effluent) dan baku mutu
lingkungan (ambient)
a) Pengendalian kualitas air laut
b) Pengendalian emisi atau sumber pencemaran
Program penataan hukum yakni penataan terhadap peraturan berlaku bagi semua kegiatan yang
berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan laut di wiliayah pelabuhan. Hasil pengawasan
dalam rangka penataan dimaksud harus ditindak lanjuti berupa sanksi bagi pelanggar ketentuan
perundang-undangan yang berlaku sedangkan bagi yang mentaati akan diberikan penghargaan.
Page 10 of 12
Prasarana pelayanan
umum, meliputi 1. Jumlah tempat sampah
1. Tempat sampah 2. Jenis/type, volume
2. Selokan 3. Kondisi kebersihan
3. Penataan
kios/toko/sarana publik 4. Kondisi drainase pembuangan
4. Toilet
Prasarana kegiatan
pelabuhan meliputi: 1. Type/jenis pencemar
Tempat sampah 2. Jumlah/volume pencemar
Peralatan pencegahan
pencemaran 3. Tingkat kelancaran aliran drainase
4. Ketersediaan peralatan pencegahan
Selokan pencemaran
Lokasi pengerukan, 1. Dokumen lingkungan
Aktivitas pengerukan dan Lokasi penempatan material
penempatan bahan/hasil keruk 2. Dokumen resiko lingkungan
pengerukan (reklamasi) 3. Penataan peraturan
Aktivitas pengisian BBM Lokasi pengisian bbm 1. Kenocoran/rembesan
untuk kapal, kendaraan 2. Jenis bahan pencemar
bermotor, peralatan 3. Volume kebocoran
bongkar muat 4. Frekwensi/aktivitas pengisian BBM
Workshop 1. Frekwensi perawatan kapal
Aktivitas perawatan kapal 2. Dokumen perawatan kapal
dan peralatan kapal 3. Tersedianya SOP
Lokasi pembangunan 1. Dokumen pembangunan fasilitas
Aktivitas pembangunan
2. Pola garis kedalamn
dermaga, gudang, CY dan
galangan 3. Besaran pendangkalan/pendalaman
4. Penataan peraturan terkait
1. Baku mutu kualitas udara di kawasan
Aktivitas operasional Emisi udara dari kapal dan
pelabuhan
pelabuhan kawasan pelabuhan
2. Penataan peraturan terkait
1. Dermaga bongkar muat 1. Jumlah sampah atau bahan
barang pencemar lainnya
Aktivitas operasional
pelabuhan 2. Gudang 2. Penataan baku mutu udara dan baku
3. Cy mutu kebisingan atau peraturan terkait
lainnya
Page 11 of 12