DISUSUN OLEH :
NIM : P27820114002
KELAS : I - REGULER A
JURUSAN KEPERAWATAN
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat rahmat dan bimbingan-
Nya saya dapat menyelesaikan Makalah Gizi dan Diet tentang Program Pemerintah mengenai
penggalakan ASI Eksklusif dengan sebaik-baiknya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari Dosen mata kuliah Gizi dan Diet.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan para pembaca lainnya. Serta
kelancaran pelaksanaan kegiatan belajar mengajar serta peningkatan kualitas pembelajaran.
Makalah ini jauh dari kesempurnaan apabila ada kesalahan dalam pembuatan makalah
ini saya mohon kritik dan saran , atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Penyusun
( Anisa Mubarokah )
i
DAFTAR ISI
Sampul Depan……………………………………………………………………………. i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………… ii
I. Bab I ( Pendahuluan )
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………... 1
1.2 Tujuan …………………………………………………………………………... 2
1.3 Manfaat …………………………………………………………………………. 3
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………...
ii
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah
bayi hanya diberi Air Susu Ibu saja, tanpa adanya tambahan cairan lain seperti
susu formula, jeruk, madu, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Bayi sehat umumnya
tidak memerlukan tambahan makanan sampai usia 6 bulan, namun pada kondisi
tertentu dibenarkan untuk mulai memberikan makanan padat setelah bayi berumur
4 bulan walaupun belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena terjadi kurang
meningkatnya berat badan atau ditemukan tanda – tanda lain yang menunjukkan
bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik (Roesli, 2005).
Bayi baru lahir perlu mendapat perawatan yang optimal sejak dini, termasuk
pemberian makanan yang ideal. Tidak ada satupun makanan yang ideal untuk bayi
selain ASI. World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s
Fund (UNICEF) menganjurkan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu ASI saja
sampai bayi berusia 6 bulan, tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain selain
ASI ( Partiwi dan Purnawati, 2008 ).
Kenyataan di masyarakat saat ini menunjukkan bahwa pemberian ASI secara
eksklusif tidak semudah yang dibayangkan. Kepercayaan yang berkembang di
masyarakat serta kebiasaan yang turun temurun memberikan MP – ASI (pisang)
setelah bayi berumur 2 bulan yang merupakan kendala besar dalam pemberian
ASI secara eksklusif. Selain itu, tenaga kesehatan yang menolong ibu saat
melahirkan sering kali memberikan susu formula maupun air gula terlebih dahulu
sampai ibu siap menyusui. Padahal di kode etik tenaga kesehatan telah dijelaskan
bahwa tenaga kesehatan harus ikut mendukung program ASI Eksklusif. Faktor
lain yang menjadi kendala dalam pemberian ASI Eksklusif adalah tingkat
pendidikan ibu dan pengetahuan ibu tentang ASI.
1
Kedua faktor tersebut dimungkinkan memiliki pengaruh yang cukup besar
dalam pemberian ASI Eksklusif. Jika tingkat pendidikan ibu rendah maka
pengetahuan ibu tentang ASI juga akan rendah, sehingga pemberian ASI
Eksklusif selama 6 bulan tidak akan tercapai. Apalagi ditambah dengan
ketidaktahuan masyarakat tentang lama pemberian ASI eksklusif yang benar
sesuai dengan yang dianjurkan pemerintah. Bahkan hingga saat ini jangka waktu
pemberian ASI yang benar masih menjadi perdebatan dikalangan dunia kesehatan.
Menyusui dan ASI Eksklusif merupakan persoalan mendasar dan bernilai sangat
startegis sehingga perlu diatur sampai dengan tingkat Peraturan Pemerintah(PP).
Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang ASI sampai menjadi
Peraturan Pemerintah tentang Pemberian ASI Eksklusif setidaknya dibutuhkan
waktu paling tidak sekitar lima tahun untuk mewujudkan regulasi tersebut.
II. Tujuan
III. Manfaat
2
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Umur Ibu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran umur ibu balita berada
pada kisaran termuda 19 tahun dan tertua 49 tahun. Melihat sebaran umur
tersebut dapat dinyatakan bahwa sebagian ibu balita melahirkan pada usia
risti. Hal ini diduga akan mempengaruhi pengetahuan maupun perilaku
sehari-hari termasuk pengetahuan dan perilaku tentang pemberian ASI
pada bayi.
3
Sebab dengan usia yang lebih muda memungkinkan seseorang lebih
aktif dan proaktif untuk mengetahui dan memahami sesuatu hal.
2. Pendidikan Ibu
Jenjang pendidikan formal ibu berada pada kisaran lama pendidikan
6–14 tahun, sebagian besar pada kategori menengah . Hal ini berarti ada
sebagian ibu yang tingkat pendidikannya dasar. Pendidikan berperan
dalam aspek sosial masyarakat sehingga apabila pendidikan seseorang
relatif rendah, maka pengetahuannya akan kurang sedangkan orang yang
pendidikannya lebih tinggi maka pengetahuannya akan lebih baik. Ibu
balita yang memiliki tingkat pendidikan tinggi adalah ibu balita dengan
usia 25 sampai 30 tahun. Sedangkan ibu balita yang tingkat pendidikannya
menengah dan dasar adalah ibu balita dengan usia kurang dari 25 tahun.
Ibu yang tingkat pendidikannya tinggi justru memberikan ASI
Eksklusif kurang dari 6 bulan. Hal ini terjadi karena adanya beberapa
faktor yang mendorong ibu untuk memberikan ASI Eksklusif kurang dari
6 bulan, yaitu kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat. Ibu balita
dengan pendidikan menengah sampai tinggi cenderung bekerja mencari
nafkah untuk menopang ekonomi keluarganya, dan ketika daya beli mulai
meningkat menyebabkan ibu balita memilih untuk memberikan susu
formula sebagai pengganti ASI agar lebih praktis dan derajat sosial
keluarga di mata masyarakat semakin meningkat. Hal inilah yang diduga
memberikan pengaruh yang kuat sehingga tingkat pendidikan tidak
berhubungan dengan lama pemberian ASI Eksklusif .
3. Pekerjaan Ibu
Sebagian besar penduduk desa bermata pencaharian sebagai petani.
Tetapi hampir seluruh penduduk yang bekerja adalah suami. Istri pada
umumnya tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yang bertugas
membereskan semua pekerjaan rumah serta mengasuh anak. Ibu balita
yang berprofesi sebagai guru adalah ibu balita yang memiliki tingkat
pendidikan tinggi yaitu lulus S-1.
4
Sedangkan ibu balita yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga
yang memiliki latar belakang pendidikan terakhir sebagian besar adalah
tingkat dasar. Hal ini tentunya berpengaruh dalam pemahaman mereka
akan pentingnya ASI bagi anak mereka.
5
BAB III
PEMBAHASAN
I. Program Pemerintah
Beberapa regulasi ditetapkan oleh Pemerintah untuk meningkatkan cakupan
pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Regulasi yang diterbitkan pemerintah terkait
dengan program Peningkatan Pemberian ASI (PPASI) diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang “Kesehatan” dalam
pasal 128 dan 129.
2. Kepmenkes No 450 Tahun 2004 tentang “Pemberian Air Susu Ibu
secara Eksklusif pada Bayi di Indonesia”.
3. Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 237 Tahun 1997
tentang “Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu”, didalamnya antara lain
diatur bahwa sarana pelayanan kesehatan dilarang menerima sampel
atau sumbangan susu formula bayi dan susu formula lanjutan atau
menjadi ajang promosi susu formula.
6
Keadaan tersebut sama dengan yang terjadi di Kalimantan Barat. Berdasarkan
data profil kesehatan dalam 2 tahun terakhir menunjukkan terjadi penurunan angka
cakupan pemberian ASI eksklusif dari 37,59% tahun 2008 menjadi 35,08% tahun
2009. Sedangkan untuk wilayah kota Pontianak cakupan ASI eksklusif pada tahun
2008 sebesar 31,18% turun menjadi 24,12% pada tahun 2009.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan di negara berkembang, kegagalan
pemberian ASI eksklusif berhubungan dengan faktor ibu serta petugas kesehatan.
Studi kualitatif tentang promosi ASI eksklusif yang dilakukan oleh Abba tahun 2009
menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan terhadap 900 ibu di
sekitar Jabotabek tahun 2002 bahwa ibu dan keluarga kurang mendapatkan informasi
tentang ASI eksklusif dari petugas kesehatan sehingga perlu ada peningkatan kegiatan
promotif oleh tenaga kesehatan secara professional dan pengawasan secara teratur
oleh lembaga terkait dalam upaya peningkatan pemberian ASI Eksklusif.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, usia ibu, status
ibu bekerja, tempat melahirkan, keluarga atau masyarakat dan gencarnya promosi
susu formula oleh produsen susu kepada konsumen yang dilakukan oleh petugas
kesehatan dan di sarana kesehatan juga menjadi hambatan dalam meningkatkan
pemberian ASI eksklusif.
Sedangkan penelitian yang terkait dengan dukungan untuk menyusui dari
petugas kesehatan, menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan kegiatan pemasaran
sosial mengenai pemberian ASI eksklusif pada ibu dan keluarga masih kurang dan
pada kegiatan program ASI eksklusif yang dilaksanakan bidan di puskesmas ternyata
belum optimal. Padahal dipihak lain, hasil penelitian menunjukkan bahwa bidan
memiliki persepsi yang baik terhadap sosialisasi program ASI eksklusif yang
dilakukan oleh pemerintah.
Kebijakan Program Peningkatan Pemberian ASI (PPASI) merupakan upaya
pemerintah untuk meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif dengan
menekankan pada keterlibatan masyarakat dan petugas kesehatan untuk
mempromosikan ASI. Program PPASI dapat dilaksanakan dengan cara kemitraan
yang bersifat kooperatif antara birokrasi pemerintah dangan masyarakat khususnya
dengan Ibu yang Menyusui. Program Pemerintah ini akan berjalan dengan baik dan
sesuai dengan yang diharapkan apabila mendapat dukungan dari semua pihak, apabila
salah satu tidak mendukung berjalannya Program Pemerintah ini tentunya Program
ini tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. 7
BAB IV
PENUTUP
I. Kesimpulan
II. Saran
Pemerintah Perlu mengadakan penyuluhan yang lebih intensif terhadap ibu
balita tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif, termasuk penyuluhan tentang
cara penyimpanan ASI ekslusif selama ibu balita bekerja, serta cara perawatan
payudara untuk memperlancar produksi ASI. Kerjasama yang baik antara
Pemerintah, keluarga, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan di lingkungan
masyarakat sangat diperlukan untuk menggalakkan program pemberian ASI
ekslusif selama 6 bulan. Pendekatan informal dari tokoh masyarakat setempat
diperlukan guna memotivasi ibu balita agar lebih memperhatikan dan
mengutamakan kesehatan buah hatinya. Pendekatan juga diperlukan untuk
memupus anggapan bahwa pemberian susu formula pada bayi dapat
meningkatkan derajat sosial keluarga.
8
DAFTAR PUSTAKA
1. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jkmi/article/download/61/144
2. http://www.who.int/nutrition/landscape_analysis/
IndonesiaLandscapeAnalysisCountryAssessmentReport_Bahasa.pdf
3. http://canrakrisnajaya.blogspot.com/2013/01/peraturan-pemerintah-tentang-
pemberian_20.html