Makalah Persatuan Dan Kesatuan
Makalah Persatuan Dan Kesatuan
PENDAHULUAN
3
E. Bhinneka Tunggal Ika : Berbeda-Beda Tetapi Satu Jua – Semboyan Negara
Indonesia
Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari buku
atau kitab sutasoma karangan Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki
makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain
sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan
bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.Kata-kata Bhinneka
Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu Burung Garuda
Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah pita yang bertuliskan
Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula diartikan : Berbeda-beda tetapi tetap satu
jua.
Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari
bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap
satu”. Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma,
karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Kakawin ini istimewa
karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwadengan umat Buddha.
Sejak Negara Republik Indonesia ini didirikan (merdeka), para pendiri bangsa dengan
dukungan penuh seluruh rakyat telah sepakat mencantumkan kalimat “Bhinneka Tunggal Ika”
pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang
sejak jaman Kerajaan Majapahit juga sudah dipakai sebagai motto pemersatu wilayah di kawasan
Nusantara. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu sekali, jauh sebelum jaman menjadi modern
seperti sekarang, jauh sebelum bangsa ini menjadi terdidik dengan tingkat intelektualitas tinggi
seperti sekarang, kesadaran akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan
menjadi jiwa serta semangat anak-anak banga di negeri ini. Tetapi memasuki abad 21, di mana
anak-anak Bangsa Indonesia telah menjadi bangsa yang terdidik, bangsa yang banyak sekali
punya orang pintar alias kaum inteletual yang ilmunya bahkan diperoleh dari sekolah-sekolah
tinggi di luar negeri, sebuah kata, yaitu “pluralisme” yang artinya sama dengan keberagaman,
tiba-tiba saja menjadi istilah yang begitu gencar disebut. Setiap orang seakan kurang yakin
dengan keintelekannya bila tidak menyebut kata pluralisme setiap kali bicara, berdiskusi,
berpidato dan lain sebagainya.
6
H. Hakikat Multikulural
Multikultural sebagai suatu konsep dan implementasi yang belum sepenuhnya disadari
segenap warga masyarakat. Setiap manusia terlahir dalam keadaan berbeda satu sama lain,
membawa sejumlah karakter fisik dan psikis yang berbeda. Di samping itu setiap individu
memiliki sistem keyakinan, yang berbeda belum sepenuhnya bisa diterima dengan nalar kolektif
masyarakat. Nalar kolektif masyarakat tentang multikultural masih terkooptasi logisentrisme,
tafsir hegemonik yang sarat prasangka, curiga, kebencian, dan reduksi terhadap kelom-pok yang
ada diluar dirinya. Tingkat pemahaman masyarakat Indonesia tentang multikultural sangat
beragam. Namun demikian, pada mayoritas masyarakat Indonesia telah sadar akan pentingnya
multikultural ini sebagai kekuatan bangsa, dan bukannya potensi untuk mencerai beraikan
persatuan dan kesatuan.
Secara konseptual, M.G.Smith dalam Abdul Rachman (2001) mendefinisikan bahwa
multikultural bangsa sebagai sesuatu yang lebih dari hanya keragaman kebudayaan. Masyarakat
yang benar-benar bersifat plural hanyalah apabila ada sesuatu keanekaragaman yang resmi
(diakui) di dalam sistem dasar dari kelembagaan-kelembagaan yang diwajibkan. Kejelasan dari
konsep M.G.Smith karena ia bertolak dari premis bahwa sistem kelembagaan apapun cenderung
mengarah kepada integrasi dan kekentalan internal sementara setiap kelompok-kelompok yang
berbeda akan cenderung membentuk suatu kesatuan sosial budaya yang berdekatan.
Terlepas dari konteks wilayah dan zaman yang memang sangat berpengaruh munculnya
sebuah konsep, namun kecenderungan adanya penyeragaman terhadap bermacam-macam suku
bangsa. Kecenderungan ini akan menempatkan suku bangsa tertentu yang mayoritas sebagai
unsur yang berhak mengatasnama dirinya “mewakili masyarakat”. Walau-pun pada
kenyataannya dapat menimbulkan sikap primodial yang menguta-makan kepentingan suatu
kelompok atau komunitas masyarakat tertentu.
Pada dasarnya manusia menciptakan budaya atau lingkungan sosial mereka sebagai suatu
adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan-kebiasaan, praktek-praktek,
dan tradisi-tradisi untuk terus hidup dan berkembang diwariskan oleh suatu generasi ke generasi
lainnya dalam suatu masyarakat tertentu. Pada gilirannya kelompok atau suku bangsa tersebut
tidak menyadari dari mana asal warisan kebijaksanaan tersebut. Generasi berikutnya
terkondisikan untuk menerima “kebenaran-kebenaran” tersebut tentang kehidupan di sekitar
mereka, karena norma dan nilai tertentu telah ditetapkan oleh generasi sebelumnya. Namun
demikian, norma dan nilai tertentu dari suatu daerah atau suku bangsa, dapat diterima atau tidak
tergantung dari persepsi, pengetahuan dan keyakinan dari orang-orang yang bersangkutan.
Pada umumnya individu-individu cenderung menerima dan mempercayai apa yang
dikatakan budaya mereka. Hal ini dapat dipahami, karena manusia yang hidup tumbuh dan
berkembang dipengaruhi oleh keluarga dan masyarakat dimana kita dibesarkan dan tinggal.
Tentunya terlepas dari bagaimana validatas obyektif masukan dan penanaman budaya ini pada
diri kita. Pada umumnya individu akan mengabaikan atau menolak apa yang bertentangan
“kebenaran” kultural atau bertentangan dengan kepercayan-kepercayaan yang diyakininya.
Budaya adalah gaya hidup unik suatu kelompok manusia tertentu (Dedi Mulyana,2001).
Budaya merupakan pengetahuan yang dapat dikomunikasikan, sifat-sifat perilaku dipelajari yang
juga ada pada anggota-anggota dalam suatu kelompok sosial dan berwujud dalam lembaga-
lembaga artefak-artefak mereka. E.B.Taylor, pakar Antropologi menyebutkan budaya sebagai
keseluruhan dimensi meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan atau kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh angggota-anggota suatu
masyarakat. Dalam hal ini setiap kelompok budaya menghasilkan jawaban-jawaban khususnya
sendiri terhadap tantangan-tantangan hidup seperti kelahiran, pertumbuhan, hubungan-hubungan
sosial, dan bahkan kematian.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa budaya memberikan identitas kepada sekelompok
orang terhadap karakteristik kulturnya. Beberapa aspek budaya tampak jelas dalam perilaku
manusia, namun ada pula aspek lainnya tersembunyi. Sebagian dari aspek-aspek budaya ini
7
eksplisit dalam adat dan pengetahuan masyarakat, dan mungkin berwujud dalam hukum adat,
tradisi-tradisi yang dipercayai oleh kelompok masyarakatnya.
Di antara sekian banyak definisi budaya, ada definisi yang menyebutkan budaya sebagai
rancangan-rancangan yang tercipta secara historis untuk hidup untuk hidup yang bisa rasional,
irasional dan nonrasional. Perilaku rasional dalam suatu budaya didasarkan atas apa yang
dianggap kelompok masuk akal untuk mencapai tujuan-tujunannya. Perilaku irasional
menyimpang dari norma-norma yang diterima suatu masyarakat dan mungkin bersumber dari
frustasi seseorang dalam usaha memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Perilaku irasional akan
dilakukan orang tanpa disertai logika dan kemungkinan besar sebagai suatu respons emosional.
Perilaku nonrasional tidak berdasarkan logika, tidak juga bertentangan dengan ekspetasi-
ekspetasi yang masuk akal. Banyak perilaku termasuk ke dalam kedua jenis ini. Kita tidak
menyadari mengapa kita melakukan perilaku itu, mengapa kita mempercayai yang kita lakukan,
atau bahwa mungkin berpra-sangka menurut pandangan orang-orang di luar kelompok budaya
kita.
Manusia menciptakan budaya tidak hanya sebagai suatu mekanisme adaptif terhadap
lingkungan biologis dan geofisik mereka tetapi juga sebagai alat untuk memberikan adil dari
evolusi sosial kita. Dengan demikian manusia sebagai mahluk individu, akan melekat sifat-sifat
bawaan yang dapat disebabkan dari sifat generasi manusia sebelumnya. Dalam
perkembangannya lingkungan geofisik dimana kita tinggal dan berada seperti rumah, sekolah,
tempat ibadah, tempat kantor, atau tempat lainnya memberikan konteks budaya yang
berpengaruh terhadap perilaku kita. Budaya memudahkan kehidupan untuk memecahkan
masalah-masalah dengan menerapkan pola-pola hubungan, dan cara-cara memelihara kohesi dan
konsensus kelompok. Banyak cara atau pendekatan yang berlainan untuk menganalisis dan
mengkategorikan suatu budaya agar budaya tersebut lebih mudah dipahami.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia berarti persatuan bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia. Persatuan itu didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas dalam
wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
2. makna dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dapat mewujudkan sifat
kekeluargaan, jiwa gotong-royong, musyawarah dan lain sebagainya.
3. Prinsip Bhineka Tunggal Ika, nasionalisme Indonesia, kebebasan bertanggung jawab,
wawasan nusantara dan prinsip untuk mewujudkan cita-cita pada era reformasi.
4. Meningkatkan keadilan dan tidak membedabedakan antar suku bangsa.
5. Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari buku
atau kitab sutasoma karangan Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika
memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat,
bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air.
6. Membangun Persatuan dan kesatuan mencakup upaya memperbaiki kondisi kemanusiaan
lebih baik dari hari kemarin. Semangat untuk senantiasa memperbaiki kualitas diri ini
amat sejalan dengan perlunya menyiapkan diri menghadapi tantangan masa depan yang
kian kompetitif.
7. bangsa Indonesia terdiri dari kolektifitas kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat
majemuk. Dari segi etnitasnya terdapat 656 suku bangsa (Hidayat, 1997) dengan tidak
kurang dari 300 jenis bahasa-bahasa daerah, dan di Irian Jaya saja lebih 200 bahasa-
bahasa sukubangsa (Koentjaraningrat,1993). Penduduknya sudah mencapai 200 juta,
yang menempatkan Indonesia pada urutan keempat dunia. Suatu masyarakat yang
multikultural tidak dapat disamakan dengan masyarakat yang memiliki unit-unit
kekerabatan yang bersifat segmenter, akan tetapi sekaligus juga tidak dapat disamakan
pula dengan masyarakat yang memiliki diferensiasi atau spesialiasi yang tinggi.
8. multikultural bangsa sebagai sesuatu yang lebih dari hanya keragaman kebudayaan.
Masyarakat yang benar-benar bersifat plural hanyalah apabila ada sesuatu
keanekaragaman yang resmi (diakui) di dalam sistem dasar dari kelembagaan-
kelembagaan yang diwajibkan.
9. Multikultural dapat terjadi di Indonesia karena Letak geografis Indonesia, perkawinan
campur dan iklim.
B. Saran
Indonesia memang suatu bangsa yang multicultural, bangsa yang berdiri dari bebagai
macam suku, budaya, ras dan berbagai bahasa. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan
bagi kita sebagai bangsa indonesia untuk bersatu dan berjuang untuk bangsa yang terdiri dari
bermacam-macam kultur ini. Kita harus bersatu agar duduk sama rendah dan berdiri sama
dengan bangsa yang lain dan bersama-sama, bergotong royong untuk mengangkat martabat
bangsa Indonesia di mata dunia.
10
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pembangunan Bangsa: Etos Nasionalisme dan Negara Kesatuan.
Yogyakarta: Kanisius
Ade Makmur Kartawinata. 1999. Persatuan dan Kesatuan Bangsa: Suatu renungan
Pembentukan Indonesia Merdeka Ke Arah Kebudayaan Kebangsaan. Bandung: Primaco
Akademika
Deddy Mulyasa dan Jalaluddin Rakhmat. 2001. Komunikasi Antar Budaya, Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya. Bandung: Rosda
Nasikun. 2000. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hidayat, Zulyani. 1997. Eksklopedi Suku Bangsa Indonesia. Jakarta: LP3ES
11
TUGAS MAKALAHMAKALAH
DI
S
U
S
U
N
OLEH : KELOMPOK 5
12