DISUSUN OLEH :
SARTINA
NIM: 2022031032
CI LAHAN CI INSTITUSI
LAPORAN PENDAHULUAN
Quardriceps femoris
Rektus femoris
Vastus lateralis
Vastus medialis
Vastus intermedius
Pectineus
Sartorius
Iliopsoas
2) Otot medial femur
Adduktor longus
Adduktor brevis
Adduktor magnus
Gracilis
Osturator eksternus
3) Otot posterior
Semi
memb
ranous
us
a) Semitendinos
us
b) Bisep femoris
Sistem persyarafan yang berada pada tulang femur (Moffat & Faiz,
2002), antara lain:
1. Syaraf anterior femur, yaitu nervus femoralis adalah saraf yang
mensuplai otot fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia
panggul, dan tungkai bawah atau nervus yang menginnervasi
muskulus anterior.
2. Syaraf medial femur, yaitu nervus obturatorius adalah saraf
perifer utama dari ekstremitas bawah yang berfungsi
menginnervasi muskulus adduktor
3. Syaraf posterior femur, yaitu nervus iskiadikus adalah saraf
yang terbesar dalam tubuh manusia yang mempersarafi regio
cruralis dan pedis serta otot-otot bagian di bagian dorsal regio
femoris, seluruh otot pada crus dan pedis, serta seluruh
persendian pada ekstremitas inferior.
Sistem perdarahan pada tulang femur, antara
lain:
1. Arteri digluteal dan posterior daerah
paha
a. Arteri glutealis
b. Arteri glutealis inferior
c. Arteri pudenda interna
2. Arteri anterior dan medial paha
a. Arteri femoralis
b. Arteri profunda femoris
c. Arteri femoralis sirkumfleksa lateral
d. Arteri femoralis medial sirkumfleksa
e. Arteri obturtor
3. Vena pada tulag femur
a. Vena saphena besar
b. Vena femoralis
a. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur
merupakan salah satu gangguan atau masalah yang terjadi pada sistem
muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan bentuk dari tulang
maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di
berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun tulang
itu sendiri. Salah satu contoh dari fraktur adalah yang terjadi pada
tulang femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya
kontinuitas tulang pangkal paha yang disaebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang
atau osteoporosis (Muttaqin, 2008). Fraktur femur terbagi menjadi :
1) Fraktur batang femur
Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi, diantara
jenis-jenis patah tulang. Umumnya fraktur femur terjadi pada
batang femur 1/3 tengah. Fraktur femur lebih sering terjadi
pada laki-laki dari pada
perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau kecelakaan.
2) Fraktur kolum femur
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien
terjatuh dengan posisi miring dan trokanter mayor langsung
terbentur pada benda keras seperti jalan. Pada trauma tidak
langsung, fraktur kolum femur terjadi karena gerakan eksorotasi
yang mendadak dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini
terjadi pada wanita tua yang tulangnya sudah mengalami
osteoporosis (Mansjoer, 2000).
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:
1) Fraktur interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi,
panggul, dan melalui kepala femur (fraktur kapital).
2) Fraktur ekstrakapsular
a) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur
yang lebih besar / lebih kecil/ pada daerah intertrokanter.
b) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak
lebih dari 2 inci di bawah trokanter minor.
Klasifikasi fraktur femur (Muttaqin, 2008) terbagi menjadi:
1) Fraktur leher femur
Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering
ditemukan pada orang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas
disertai tulang yang osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak
anak jarang ditemukan fraktur ini lebih sering terjadi pada anak
laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2.
Insiden tersering pada usia 11-12 tahun.
2) Fraktur subtrokanter
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada semua usia, biasanya
disebabkan trauma yang hebat. Pemeriksaan dapat menunjukkan
fraktur yang terjadi dibawah trokanter minor.
3) Fraktur intertrokanter femur
Pada beberapa keadaan, trauma yang mengenai daerah tulang
femur. Fraktur daerah troklear adalah semua fraktur yang terjadi
antara trokanter mayor dan minor. Frkatur ini bersifat
ekstraartikular dan sering terjadi
pada klien yang jatuh dan mengalami trauma yang bersifat
memuntir. Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan
minor tempat fragmen proksimal cenderung bergeser secara
varus. Fraktur dapat bersifat kominutif terutama pada korteks
bagian posteomedial.
4) Fraktur diafisis femur
Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada daerah femur pada
setiap usia dan biasanya karena trauma hebat, misalnya
kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.
5) Fraktur suprakondilar femur
Daerah suprakondilar adalah daerah antar batas proksimal
kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur.
Trauma yang mengenai femur terjadi karena adanya tekanan
varus dan vagus yang disertai kekatan aksial dan putaran
sehingga dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini.
Pergeseran terjadi karena tarikan otot.
c. Epidemiologi
Fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya
saja pada fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada wanita tua
dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami
osteoporotik, trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan
(jatuh terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penderita muda
ditemukan riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang
femur, fraktur suprakondilar, fraktur interkondilar, fraktur kondilar
femur banyak terjadi pada penderita laki – laki dewasa karena
kecelakaan ataupun jatuh dari ketinggian. Sedangkan fraktur batang
femur pada anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau
disekolah.
d. Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup
mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan.
Penyebab fraktur batang femur antara lain (Muttaqin, 2011):
1) Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
2) Fraktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau
kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan
tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur
patologis.
medial.
f. Patofisiologi
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma,
tergantung dimana fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga
dengan fraktur femur ada dua faktor penyebab fraktur femur, faktor-
faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis merupakan suatu
kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga
fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan
tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2007).
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh
trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan
fisik, gangguan metabolik dan patologik. Kemampuan otot
mendukung tulang turun, baik
yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP atau
curah jantung menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema
lokal maka terjadi penumpukan didalam tubuh. Disamping itu fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat
terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan
jaringan lunak yang akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup.
Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat
mengenai tulang sehingga akan terjadi masalah neurovaskuler yang
akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
h. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur
femur (Muttaqin, 2008), antara lain:
1) Fraktur leher femur
Komplikasi yang bersifat umum adalah trombosis vena, emboli
paru, pneumonias, dan dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi
pada 30% klien fraktur femur yang disertai pergeseran dan 10%
fraktur tanpa pergeseran. Apabila lokasi fraktur lebih ke
proksimal, kemungkinan terjadi nekrosis avaskular lebih besar.
2) Fraktur diafisis femur
Komplikasi dini yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis
femur adalah sebagai berikut:
a) Syok terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur
bersifat tertutup.
b) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan
fraktur femur.
c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang
menembus jaringan lunak dan merusak arteri femoralis
sehingga menmyebakan kontusi dan oklusi atau terpotong
sama sekali.
d) Trauma saraf pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen
dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari
neuropraksia sampai ke aksonotemesis. Trauma saraf dapat
terjadi pada nervus iskiadikus atau pada cabangnya, yaitu
nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama,
misalnya distraksi di tempat tidur dapat mengalami
komplikasi trombo-emboli.
f) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang
terkontaminasi. Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan
operasi.
Komplikasi lanjut pada fraktur diafisis femur yang sering terjadi
pada klien dengan fraktur diafisis femur adalah sebagai berikut:
a) Delayed Union, yaitu fraktur femur pada orang dewasa
mengalami union dalam empat bulan.
b) Non union apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik.
c) Mal union apabila terjadi pergeseran kembali kedua ujung
fragmen. Mal union juga menyebabkan pemendekan tungkai
sehingga dipelukan koreksi berupa osteotomi.
d) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi
kesulitan pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari
apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan
lebih awal.
e) Refraktur terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang
solid.
i. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur,
trauma, dan jenis fraktur.
2) Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat
keparahan fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan
linak.
3) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma) peningkatan
jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.
5) Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien
ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah,
tranfusi mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).
j. Penatalaksanaan
1) Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk
mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka,
iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi
tersebut meliputi:
a) Profilaksis antibiotik
b) Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan
sedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan
yang mati dieksisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi
fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi.
c) Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
2) Fraktur femur tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran
kolaboratif dalam melakukan asuhan keperawatan.
a. Fraktur diafisis femur, meliputi:
1. Terapi konservatif
2. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum
dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.
3. Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada
sendi lutut. Indikasi traksi utama adalah faraktur yang
bersifat kominutif dan segmental.
4. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union
fraktur secara klinis.
3) Terapi Operasi
1. Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis
atau distal femur
2. Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan
operasi tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail
terutama adalah farktur diafisis.
3. Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur
kominutif, infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka
dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
4) Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
1. Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan
penahan lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
2. Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat
direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan
mempergunakan nail- phorc dare screw dengan berbagai tipe
yang tersedia (Muttaqin, 2011).
Trauma pada tulang (Kecelakaan) Tekanan yang berulang (Kompresi) Kelemahan tulang abnormal (osteoporosis)
Fraktur femur
Stimulus neurotransmitter
nyeri
Kehilangan cairan ekstra sel ke
jaringan yang rusak
Pelepasan mediator
prostaglandin
Resiko syok hipovolemik
Respon nyeri hebat dan akut
Nyeri akut
4. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara
terhadap pasien dengan fraktur femur yaitu :
1) Identitas pasien
a) Nama : Nama pasien
b) Usia : usia lebih dari 60 tahun dimana tulang
sudah mengalami osteoporotik, penderita muda ditemukan
riwayat mengalami kecelakaan, fraktur batang femur pada
anak terjadi karena jatuh waktu bermain dirumah atau
disekolah
c) Suku : Suku pasien
d) Pekerjaan : Pekerjaan pasien
e) Alamat : Alamat pasien
2) Riwayat keperawatan
a) Riwayat perjalanan penyakit
1. Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan
kesehatan : nyeri pada paha
2. Apa penyebabnya, waktu : kecelakaan atau trauma,
berapa jam/menit yang lalu
3. Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
4. Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
5. Kehilangan fungsi
6. Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b) Riwayat pengobatan sebelumnya
1. Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan
jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama
2. Apakah klien pernah menggunakan obat-obat
hormonal, terutama pada wanita
3. Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
4. Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
3) Pemeriksaan fisik
Mengidentifikasi tipe
fraktur
a) Inspeksi daerah mana yang terkena
1. Deformitas yang nampak jelas
2. Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
3. Laserasi
4. Perubahan warna kulit
5. Kehilangan fungsi daerah yang cidera
b) Palpasi
1. Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
2. Krepitasi
3. Nadi, dingin
4. Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
4) Pemeriksaan Penunjang
a) Foto Rontgen
1. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara
langsung
2. Mengetahui tempat dan tipe fraktur
b) Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi
dan selama proses penyembuhan secara periodik
c) Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
d) Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
b. Diagnosa keperawatan
1) Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan
sekunder pada fraktur
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera
jaringan sekitar/fraktur
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan
kerusakan jaringan lunak
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau
pembedahan
2) Intra operasi
Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan
akibat pembedahan
3) Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
jaringan post pembedahan
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi
c. Perencanaan keperawatan
1) Pre operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan spasme otot 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui karakteristik
dan kerusakan 3. Tingkat kenyamanan komprehensif termasuk lokasi, nyeri secara menyeluruh
sekunder pada Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, untuk menentukan
fraktur 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas dan faktor presipitasi intervensi selanjutnya
penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Mengetahui
menggunakan tehnik ketidaknyamanan perkembangan respon
nonfarmakologi untuk 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri nyeri
mengurangi nyeri, mencari 4. Ajarkan tentang teknik non 3. Mengurangi peningkatan
bantuan) farmakologi nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 4. Meniminalkan nyeri yang
berkurang dengan 6. Kolaborasikan dengan dokter jika dirasakan
menggunakan manajemen nyeri ada keluhan dan tindakan nyeri 5. Mengetahui keefektifan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, tidak berhasil intervensi
intensitas, frekuensi dan tanda 6. Pengobatan medis untuk
nyeri) mengurangi nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
2. Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik 1. Gerakan: aktif Latihan Kekuatan
berhubungan 2. Tingkat mobilitas 1. Ajarkan dan berikan dorongan 1. Pasien dapat termotivasi
dengan cedera 3. Perawatan diri: ADL pada klien untuk melakukan untuk melakukan program
jaringan Kriteria Hasil : program latihan secara rutin latihan
sekitar/fraktur 1. Klien meningkat dalam aktivitas Latihan untuk ambulasi 2. Mencegah resiko cedera
fisik 1. Ajarkan teknik ambulasi & 3. Memudahkan pasien
2. Mengerti tujuan dari peningkatan perpindahan yang aman kepada untuk melakukan
mobilitas klien dan keluarga. mobilisasi
3. Memverbalisasikan perasaan 2. Sediakan alat bantu untuk klien 4. Pasien terus termotivasi
dalam meningkatkan kekuatan dan seperti kruk, kursi roda, dan untuk tetap melakukan
kemampuan berpindah walker ambulasi
4. Memperagakan penggunaan 3. Beri penguatan positif untuk 5. Klien dan keluarga
alat Bantu untuk mobilisasi berlatih mandiri dalam batasan memahami mobilisasi
(walker) yang aman. dengan benar
Latihan mobilisasi dengan kursi 6. Klien termotivasi untuk
roda memperkuat anggota
1. Ajarkan pada klien & keluarga tubuh
tentang cara pemakaian kursi roda 7. Klien tidak akan
& cara berpindah dari kursi roda mengalami kekakuan
ke tempat tidur atau sebaliknya. sendi dan keluarga dapat
2. Dorong klien melakukan latihan membantu klien untuk
untuk memperkuat anggota tubuh mobilisasi
3. Ajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan kursi
roda
3. Resiko tinggi NOC : NIC :
infeksi 1. Status imun Kontrol infeksi 1. Untuk mencegah infeksi
berhubungan 2. Kontrol resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah yang ditularkan oleh
dengan fraktur Kriteria Hasil : dipakai pasien lain pasien lain
terbuka dan 1. Klien bebas dari tanda dan gejala 2. Gunakan sabun antimikrobia 2. Memotong rantai infeksi
kerusakan jaringan infeksi untuk cuci tangan 3. Memotong rantai infeksi
lunak 2. Menunjukkan kemampuan untuk 3. Cuci tangan setiap sebelum dan 4. Tenaga kesehatan dapat
mencegah timbulnya infeksi sesudah tindakan keperawatan mencegah infeksi
3. Jumlah leukosit dalam batas 4. Gunakan baju, sarung tangan nosokomial
normal sebagai alat pelindung 5. Resiko infeksi tidak
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat 5. Pertahankan lingkungan aseptik terjadi
selama pemasangan alat 6. Diet makanan tinggi
6. Tingktkan intake nutrisi protein untuk
7. Berikan terapi antibiotik bila mempercepat
perlu penyembuhan luka
7. Untuk mencegah atau
mengobati infeksi
4. Ansietas NOC NIC
berhubungan Kontrol ansietas Penurunan kecemasan 1. Kecemasan tidak
dengan prosedur Kriteria hasil: 1. Tenangkan klien meningkat
pengobatan atau 1. Monitor intensitas kecemasan 2. Berikan informasi tentang 2. Pasien dapat
pembedahan 2. Menyikirkan tanda kecemasan diagnosa prognosis dan tindakan memahami terkait
3. Mencari informasi untuk 3. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi keadaannya
menurunkan kecemasan fisik pada tingkat kecemasan 3. Mengetahui tingkat
4. Merencanakan strategi koping 4. Gunakan pendekatan dan kecemasan untuk
5. Menggunakan teknik relaksasi sentuhan menentukan intervensi
untuk menurunkan kecemasan 5. Temani pasien untuk mendukung selanjutnya
4. Empati petugas kesehatan
6. Melaporkan penurunan durasi keamanan dan penurunan rasa dapat dirasakan pasien
dan episode cemas takut 5. Kecemasan tidak
7. Melaporkan tidak adanya 6. Sediakan aktifitas untuk meningkat
manifestasi fisik dan menurunkan ketegangan 6. Pengalihan terhadap
kecemasan 7. Intruksikan kemampuan klien kecemasan yang dirasakan
8. Tidak adaa manifestasi perilaku untuk menggunakan teknik pasien
kecemasan relaksasi 7. Mengurangi kecemasan
pasien
2) Intra operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Resiko syok NOC NIC
hipovolomik Deteksi resiko Manajemen syok :volume 1. Mengetahui perkembangan
berhubungan dengan Kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan pasien
perdarahan akibat 1. Kenali tanda dan gejala perdarahan yang konsisten 2. Resiko syok hipovolemik
pembedahan yang mengindikasikan risiko 2. Cegah kehilangan darah (ex : tidak terjadi
2. Cari validasi dari risiko yg melakukan penekanan pada 3. Memenuhi kebutuhan
dirasakan tempat terjadi perdarahan) cairan pasien
3. Pertahankan info terbaru tentang 3. Berikan cairan IV 4. Mengetahui perubahan
riwayat keluarga 4. Catat Hb/Ht sebelum dan sesudah komponen darah
4. Pertahankan info terbaru tentang kehilangan darah sesuai indikasi 5. Keseimbangan kebutuhan
riwayat pribadi 5. Berikan tambahan darah (ex : darah
5. Gunakan sumber informasi platelet, plasma) yang sesuai
tentang risiko potensial
3) Post operatif
Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
keperawatan
1. Nyeri NOC NIC 1. Mengetahui karakteristik
berhubungan 1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri nyeri secara menyeluruh
dengan proses 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri untuk menentukan
pembedahan 3. Tingkat kenyamanan secara komprehensif termasuk intervensi selanjutnya
Kriteria Hasil : lokasi, karakteristik, durasi, 2. Mengetahui
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu frekuensi, kualitas dan faktor perkembangan respon
penyebab nyeri, mampu presipitasi nyeri
menggunakan tehnik nonfarmakologi 2. Observasi reaksi nonverbal 3. Mengurangi peningkatan
untuk mengurangi nyeri, mencari dari ketidaknyamanan nyeri
bantuan) 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri 4. Meniminalkan nyeri yang
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 4. Ajarkan tentang teknik non dirasakan
dengan menggunakan manajemen farmakologi 5. Mengetahui keefektifan
nyeri 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri intervensi
3. Mampu mengenali nyeri (skala, 6. Kolaborasikan dengan dokter jika 6. Pengobatan medis untuk
intensitas, frekuensi dan tanda ada keluhan dan tindakan nyeri mengurangi nyeri
nyeri) tidak berhasil
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
2. Kerusakan NOC : NIC 1. Tidak ada tekanan pada
integritas kulit Intergritas jaringan: kulit and membran Manajemen tekanan luka
berhubungan mukus 1. Anjurkan pasien untuk 2. Mencegah terbentuknya
dengan trauma Kriteria Hasil : menggunakan pakaian yang luka yang baru
jaringan post 1. Integritas kulit yang baik bisa longgar 3. Terhindar dari infeksi
pembedahan dipertahankan 2. Hindari kerutan pada tempat tidur 4. Mencegah terjadinya
2. Melaporkan adanya gangguan sensasi 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap dekubitus
atau nyeri pada daerah kulit yang bersih dan kering 5. Mengetahui perkembangan
mengalami gangguan 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi mobilisasi pasien
3. Menunjukkan pemahaman dalam pasien) setiap dua jam sekali 6. Mengetahui nutrisi yang
proses perbaikan kulit dan 5. Monitor kulit akan adanya dikonsumsi pasien
mencegah terjadinya sedera kemerahan 7. Pasien tetap terjaga
berulang 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi perawatan dirinya
4. Mampumelindungi kulit dan pasien
mempertahankan kelembaban kulit 7. Monitor status nutrisi pasien
dan perawatan alami 8. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
3. Resiko tinggi NOC : NIC : 1. Untuk mencegah
infeksi 1. Status imun Kontrol infeksi infeksi yang ditularkan
berhubungan 2. Kontrol resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah oleh pasien lain
dengan luka Kriteria Hasil : dipakai pasien lain 2. Memotong rantai infeksi
operasi 1. Klien bebas dari tanda dan 2. Gunakan sabun antimikrobia 3. Memotong rantai infeksi
gejala infeksi untuk cuci tangan 4. Tenaga kesehatan
2. Menunjukkan kemampuan untuk 3. Cuci tangan setiap sebelum dan dapat mencegah infeksi
mencegah timbulnya infeksi sesudah tindakan keperawatan nosokomial
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 4. Gunakan baju, sarung tangan 5. Resiko infeksi tidak
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat sebagai alat pelindung terjadi
5. Pertahankan lingkungan aseptik 6. Diet makanan tinggi
selama pemasangan alat protein untuk
6. Tingktkan intake nutrisi mempercepat
7. Berikan terapi antibiotik bila penyembuhan luka
perlu 7. Untuk mencegah atau
mengobati infeksi
d. Discharge Planning
a) Persiapan Perawatan Rumah
Klien membutuhkan orang terdekat klien yang akan membantu
perawatan atau proses penyembuhan di rumah. Hal – hal yang
perlu diperhatikan, yaitu mencegah kemungkinan jatuh harus
dihilangkan, ruangan harus bebas atau minimal perabot untuk
memudahkan pergerakan klien dengan menggunakan kruk atau alat
bantu lain.
b) Edukasi Klien dan Keluarga
Klien dengan fraktur biasanya dipulangkan kerumah dalam
keadaan memakai pembalut / bandage, splint, gips atau fiksasi
eksternal. Perawat harus menyiapkan instruksi verbal / tertulis
untuk klien dan keluarga tentang mengkaji dan merawaqt luka
untuk meningkatkan penyembuhan dan pencegahan infeksi.
DAFTAR PUSTAKA