Anda di halaman 1dari 11

Tugas Pendidikan Pancasila

Hakekat Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

II. Hakekat Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hakikat memiliki pengertian sebagai
inti sari atau dasar. Sehingga, ketika kata “Hakekat” dilekatkan pada kalimat “Sila Kedua”
akan berarti sebagai inti sari / keseluruhan dasar isi / prinsip / falsafah dari sila kedua pada
Pancasila.

Membahas mengenai hakekat sila kedua itu sendiri tentunya akan banyak menjelaskan
sila kedua pada Pancasila dari berbagai hal yang perlu untuk kita ketahui dan pahami bersama
sebagai bagian dari warga negara Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Penjelasan
mengenai hakekat sila kedua dapat berupa pengenalan sila kedua pada Pancasila, makna sila
kedua, hubungan sila kedua dari semua sisi, kaitan sila kedua dengan UUD NRI Tahun 1945,
dan sebagainya yang akan dibahas secara lengkap dan mendalam pada makalah ini. Berikut
ini adalah pemaparan pembahasan mengenai hakekat sila kemanusiaan.

A. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Pada hakikatnya, sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Kemanusiaan yang adil dan
beradab itu sendiri mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku
manusia yang didasari pada potensi hati nurani dalam hubungan terhadap norma-
norma dan kebudayaan manusia dengan lingkungannya.

Sila kedua pada Pancasila mempunyai peran sebagai dasar fundamental dalam
kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini
bersumber pada dasar filosofi antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan
kodrat rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan
kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Selain itu juga dapat berupa nilai-nilai dasar filosofis antropologis bahwa negara harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang bermartabat.
Hal ini tentunya harus didukung dengan terwujudnya tujuan memanusiakan manusia
terutama dalam hal hak asasi manusia yang harus dijamin dalam setiap perundang-
undangan negara melalui peraturan perundang-undangan yang dibuat.
B. Kaitan Sila Kedua pada Pancasila dengan UUD NRI Tahun 1945

Sila kedua pada Pancasila dituangkan ke dalam pasal-pasal yang terdapat pada
UUD NRI Tahun 1945 sebagai berikut.

 Pasal 27
(1) Segala Warganegara bersamaan kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan
dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.

Penjelasan:
Warga negara Indonesia apapun statusnya, seharusnya sama dihadapan hukum dan
pemerintahan. Baik orang biasa atau pejabat negara jika melakukan kesalahan dan
diadili, hukumannya harus setimpal. Tidak dibeda-bedakan dan harus adil. Dan semua
warga negara, harus mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia tanpa terkecuali.
Warga negara juga berhak untuk mendapatkan pekerjaan dan hidup yang layak.

 Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang.

Penjelasan:
Warga negara Indonesia memiliki hak untuk mengeluarkan pendapatnya baik secara
langsung atau tidak langsung. Warga negara Indonesia bebas untuk berkumpul atau
bermusyawarah dan semuanya itu sudah di tetapkan dalam Undang-undang.

 Pada bab XA tentang Hak Asasi Manusia dari pasal 28A sampai pasal 28J
(amandemen):
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.

Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan uman manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.

Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkanya,
serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.

Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi
denggan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat menusia dan berhak memperoleh suaka politik dari
negara lain.

Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabai.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih secara sewenang oleh siapa pun.

Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apa pun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggun jawab negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokaratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin,
diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokaratis.

Penjelasan:
Penjabaran kemanusiaan yang adil dan beradab terlihat jelas pada pasal-pasal
diatas. Setiap orang berhak untuk hidup dan menjalankan kehidupan yang
dimilikinya. Setiap orang berhark untuk berkeluarga, setiap anak berhak untuk
berkembang, setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan, mendapat
pendidikan, tidak mendapat siksaan dan banyak lagi. Semua orang berhak
mendapatkan semuanya itu agar terwujud adil dan beradab kemanusiaan di
Indonesia.

C. Makna Sila Kedua pada Pancasila


Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia
sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini
mengandung suatu pengertian bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan
dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan
negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan yang Maha Esa.

D. Hubungan Sila Kedua pada Pancasila dari Berbagai Aspek (Hubungan Sila
Kedua dengan beberapa kalangan masyarakat)
Dari segi kehidupan kenegaraan, segala sesuatunya harus senantiasa dilandasi
oleh moral kemanusiaan, antara lain dalam kehidupan pemerintahan negara, politik,
ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta dalam kehidupan
keagamaan. Oleh karena itu dalam kehidupan bersama dalam negara harus dijiwai
oleh moral kemanusiaan untuk saling menghargai sekalipun terdapat suatu perbedaan
karena hal itu merupakan suatu bawaan kodrat manusia untuk saling menjaga
keharmonisan dalam kehidupan bersama.

E. Nilai-nilai yang terkait Sila Kedua pada Pancasila


Jika kita pahami secara mendalam, dalam sila kemanusiaan banyak sekali
terkandung nilai-nilai yang menyatakan bahwa pada dasarnya suatu negara harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh
karena itu, dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-
undangan negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan
martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi)
harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan negara.
Melihat secara lebih dalam dan terperinci, kemanusiaan yang adil dan beradab
mengandung mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia
yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-
norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama
manusia maupun terhadap lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang beradab adalah
perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral, dan
beragama.

F. Konsekuensi dari Adanya Sila Kedua pada Pancasila


Konsekuensi nilai yang terkandung dalam Kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan
yang Maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan
hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status sosial, agama, maupun
antargolongan.

G. Pengaplikasian Sila Kedua pada Pancasila

Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa, tidak


semena-mena terhadap sesama manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
(Darmodihardjo, 1966). Demikianlah kemudian berikutnya nilai-nilai tersebut harus
dijabarkan dalam segala aspek kehidupan negara termasuk juga dalam berbagai
kebijakan negara sebagai realisasi pembangunan nasional, serta terutama moral para
penyelenggara negara. Oleh karena itu, korupsi di negara Indonesia bukan saja
pelanggaran hukum, melainkan pelanggaran keberadaan manusia.
Bagian Hakekat Ketuhanan Yang Maha Esa

Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila pertama pada Pancasila sebagai dasar filsafat negara adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa. Oleh karena sebagai dasar negara maka sila tersebut merupakan sumber nilai, dan
sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik yang bersifat material
maupun spiritual. Dengan lain perkataan bahwa segala aspek penyelenggaraan negara harus
sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan, baik material maupun spiritual. Hal
ini mengandung konsekuensi bahwa nilai-nilai Ketuhanan harus dijabarkan dalam realisasi
penyelenggaraan negara dalam arti material antara lain, bentuk negara tujuan negara, tertib
hukum dan sistem negara. Adapun yang bersifat spiritual antara lain moral agama dan moral
penyelenggara negara.

Hal ini ditegaskan oleh Moh. Hatta, bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan
dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk menyelenggarakan yang baik bagi
masyarakat dan penyelenggara negara. Dengan dasar sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini,
maka politik negara mendapat dasar moral yang kuat, sila ini yang menjadi dasar yang
memimpin kerokhanian arah jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, dan persaudaraan
(Hatta, Panitia Lima, 1984).

Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa secara ilmiah filosofis mengandung makna
terdapat kesesuaian hubungan sebab-akibat antara Tuhan, manusia dengan negara. Hubungan
tersebut baik bersifat langsung maupun tidak langsung. Manusia kedudukan kodratnya adalah
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu terdapat hubungan sebab akibat
yang langsung antara Tuhan dengan manusia karena manusia adalah sebagai makhluk tuhan.

Adapun hakikat Tuhan adalah sebagai causa prima (sebab pertama). Adapun manusia
diciptakan oleh Tuhan karena manusia adalah sebagai makhluk Tuhan (Kaelan dalam
Ensiklopedia Pancasila, 1995: 110-115)

Dalam hubungannya dengan negara maka antara manusia dengan negara terdapat
hubungan sebab akibat yang langsung karena negara adalah merupakan lembaga
kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang dibentuk oleh manusia dan segala tujuannya
untuk manusia. Adapun kedudukan kodrat manusia adalah sebagai makhluk pribadi dan
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa oleh karena itu antara negara dengan Tuhan terdapat
hubungan sebab-akibat yang tidak langsung. Konsekuensinya negara kebangsaan menurut
Pancasila adalah negara kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, selain itu setiap
warga negara kiga Berketuhanan Yang Maha Esa dalam arti memiliki kebebasan dalam
memeluk agama sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan masing-masing, Pasal 29 Ayat (1)
dan Ayat (2).

Dalam kaitan dengan tertib Hukum Indonesia maka secara material nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa harus merupakan sumber bahan dan sumber nilai bagi hukum positif di
Indonesia. Dalam pengertian ini dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat nilai-nilai hukum
Tuhan (Alinea III), hukum kodrat (Alinea I), dan hukum Etis (Alinea III). Nilai-nilai hukum
tersebut merupakan suatu sumber materi dan nilai bagi setiap perumusan dan produk hukum
positif di Indonesia (Kaelan, dalam Ensiklopedia Pancasila, 1995:116) ( v )

Makna Nilai-Nilai Setiap Pancasila

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya.
Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah
sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh
karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara bahkan
moral negara, moral penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan negara, hukum dan
peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai
nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

Demikianlah kiranya nilai-nilai etis yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa
yang dengan sendirinya sila pertama tersebut mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya.

Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa

Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut
berdasarkan pada hakikat bahwa pendukung pokok negara adalah manusia, karena negara
adalah sebagai lembaga hidup bersama sebagai lembaga kemanusiaan dan manusia adalah
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sehingga adanya manusia sebagai akibat adanya
Tuhan Yang Maha Esa sebagai kausa prima. Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu,
Tuhan adalah mutlak, sempurna dan kuasi, tidak berubah, tidak terbatas pula sebagai pengatur
tata tertib alam (Notonagoro, 1975:78). Berdasarkan pengertian tersebut maka sila pertama
mendasari, meliputi, dan menjiwai keempat sila lainnya.

Hakikat sila Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila
lainnya. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan
adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa.
Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaran negara
bahkan moral agama, moral penyelenggara negara, politik negara, pemerintahan negara,
hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warga negara
harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

Demikianlah kiranya nilai-nilai etis yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang
Maha Esa yang dengan sendirinya sila pertama tersebut mendasari dan menjiwai keempat sila
lainnya. Negara Indonesia adalah negara kebangsaan yang mengakui Ketuhanan Yang Maha
Esa. Negara sebagai suatu persekutuan hidup bersama, sebagai suatu bagian dari masyarakat
bangsa di dunia adalah Berketuhanan Yang Maha Esa. Selain Negara Berketuhanan Yang
Maha Esa, setiap warga Negara pun juga Berketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu,
Negara Indonesia yang Berketuhanan Yang Maha Esa adalah bukan Negara Atheis, yang
mengingkari hakikat keberadaan Tuhan. Negara Berketuhanan Yang Maha Esa mengandung
konsekuensi bahwa Negara memberikan kebebasan yang asasi terhadap semua warganya
untuk percaya dan meyakini adanya Tuhan sesuai dengan keyakinan agama masing-masing.

Negara memberikan kebebasan dalam memilih agama dan meyakinkan agama sesuai
dengan kepercayaan dan keimanan masing-masing. Negara tidak berhak untuk mencampuri
wilayah keimanan dan ketaqwaan setiap warga negaranya. Kapasitas negara terbatas pada
wilayah hubungan manusia dengan manusia lain, manusia dan masyarakat bangsa dan negara.
Konsekuensinya dalam negara harus direalisasikan dalam penyelenggaraan negara yang
Berketuhanan Yang Maha Esa, baik menyangkut sifat negara, dasar politik negara, tujuan
negara, sistem pendidikan dalam negara, dan terutama dalam sistem hukum di Indonesia.
Dengan demikian Negara Indonesia yang Berketuhanan Yang Maha Esa adalah
Negara yang bukan atheis, demikian pula Negara Indonesia bukan Negara Kebangsaan yang
chauvinistic, yang congkak dan sombong melainkan Negara Indonesia adalah Negara dan
bangsa yang mendasarkan pada moral keagamaan dan kemanusiaan.

Demikian pula Negara Indonesia bukanlah negara liberal yang mendasarkan pada
kebebasan manusia sebagai makhluk individu sehingga di samping kebebasan dalam
berketuhanan tetapi bebas juga untuk anti Tuhan dan tidak percaya terhadap Tuhan agama
apapun. Akhirnya Negara Indonesia yang Berketuhanan Yang Maha Esa adalah bukan negara
agama, dalam arti negara yang berdasarkan pada salah satu ajaran agama tertentu, meskipun
agama terbesar sekalipun dengan cara melaksanakan kepada semua warga negara untuk
menjalankan agama tertentu dalam kehidupan kenegaraan.

Anda mungkin juga menyukai