Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH INTRAPARTUM

TUGAS

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NURWALIDAINI

PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas Berkat dan Rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa karena atas

karunia, izin, hidayah dan kesempatan yang telah diberikankan-Nya kepada

penulis, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul

“Makalah Intrapartum”. Makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan berbagai

pihak, maka dengan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Achmad Farich, dr., MM selaku Rektor Universitas Malahayati.

2. Riyanti, dr., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Malahayati.

3. Dainty Maternity, SST., M.Keb selaku Ketua Program Studi DIV Kebidanan

Bandar Lampung, 2022

Nurwalidaini

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Penulisan.................................................................................... 4
1.3 Manfaat Penulisan..................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Trauma Traktus Genetal............................................................................. 6
2.2 Perdarahan Pasca Persalinan Dan Patalogi Kala III................................... 9
2.3 Seksio Sesarea............................................................................................17

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Jenis Penelitian...........................................................................................21
3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian....................................................................22

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut laporan World Health Organization (WHO) diperkirakan

diseluruh dunia terdapat sekitar 536.000 wanita meninggal dunia akibat

masalah persalinan. Dari jumlah tersebut, 99% di antaranya terjadi di negara-

negara berkembang (Septiawan, & Sugerta, 2016). Di Indonesia dalam

peningkatan status kesehatan masyarakat, indikator yang akan dicapai adalah

menurunnya angka kematian Ibu dari 359 per 100.00 kelahiran hidup pada

SDKI 2012 menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2019

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2019).

Keberhasilan program kesehatan ibu dapat dinilai melalui indikator

utama Angka Kematian Ibu (AKI). Kematian ibu dalam indikator ini

didefinisikan sebagai semua kematian selama periode kehamilan, persalinan,

dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau

pengelolaannya tetapi bukan karena sebab lain seperti kecelakaan atau

insidental. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah semua kematian dalam ruang

lingkup tersebut di setiap 100.000 kelahiran hidup (Profil Kemenkes RI,

2020).

Jumlah kematian ibu yang dihimpun dari pencatatan program kesehatan

keluarga di Kementerian Kesehatan pada tahun 2020 menunjukkan 4.627

kematian di Indonesia. Jumlah ini menunjukkan peningkatan dibandingkan

tahun 2019 sebesar 4.221 kematian. Berdasarkan penyebab, sebagian besar

kematian ibu pada tahun 2020 disebabkan oleh perdarahan sebanyak 1.330

1
kasus, hipertensi dalam kehamilan sebanyak 1.110 kasus, dan gangguan

sistem peredaran darah sebanyak 230 kasus (Profil Kemenkes RI, 2020).

Bila dilihat Penyebab kasus kematian ibu di Provinsi lampung tahun

2019 disebabkan oleh perdarahan sebanyak 29 kasus (26,3%), hipertensi

sebanyak 31 kasus (28,1%), infeksi sebanyak 3 kasus, ganguan sistem

peredaran darah sebanyak 4 kasus (3,6%) , gangguan metabolik sebanyak 1

kasus (0,9%) dan lain-lain sebanyak 42 (38,1%). kasus kabupaten Lampung

Tengah memiliki kasus kematian ibu tertinggi sebesar 16 kasus, sedangkan

yang terendah berada di kabupaten Tulang Bawang Barat sebesar 2 kasus

(Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2020). Berdasarkan data di Puskesmas

Kesumadadi pada tahun 2020-2021 angka kematian ibu 1% jiwa per 100.000

kelahiran hidup. Pelayanan nifas 100% pemberian vitamin A pada ibu nifas

sebesar 100%, penanganan komlikasi kebidanan sebesar 100%. Pelayanan

keluarga Berencana sebesar 82,4% KB aktif dan 17,6% KB (Dinas Kesehatan

Provinsi Lampung Tengah, 2021).

Asuhan intrapartum merupakan asuhan yang diberikan kepada ibu yang

mempengaruhi angka kesakitan dan kematian ibu dan juga bayi baru lahir,

karena dengan dilakukannya asuhan intrapartum yang tepat akan dapat

mencegah sebagian besar penyebab kesakitan dan kematian ibu. Oleh karena

itu dalam suatu persalinan seorang wanita membutuhkan dukungan baik

secara fisik maupun emosional untuk megurangi rasa sakit dan ketegangan

(Rohani dkk, 2011).

Ketidaknyamanan seorang ibu dalam proses kehamilan dapat dirasakan

sejak trimester satu, dua, dan tiga. Mulai memasuki trimester ke tiga, ibu

2
hamil akan mulai merasakan perubahan pelvik dan sering muncul kontraksi.

Kontraksi muncul diakibatkan karena meningkatnya aktivitas uterus dalam

minggu-minggu terakhir kehamilan, dan merupakan bagian dari proses

pengosongan uterus, pematangan servik dan kesiapan untuk persalinan

(Bobak, 2014)

Persalinan adalah proses dimana bayi, Plasenta, dan selaput ketuban

keluar dari uterus ibu bersalin. Persalinan yang normal terjadi pada usia

kehamilan cukup bulan/setelah usia kehamilan 37 minggu atau lebih tanpa

penyulit. Pada akhir kehamilan ibu dan janin mempersiapkan diri untuk

menghadapi proses persalinan. Janin bertumbuh dan berkembang dalam

proses persiapan menghadapi kehidupan di luar Rahim. Ibu menjalani

berbagai perubahan fisiologis selama masa hamil sebagai persiapan

menghadapi proses persalinan dan untuk berperan sebagai ibu. Persalinan dan

kelahiran adalah akhir kehamilan dan titik dimulainya kehidupan di luar

Rahim bagi bayi baru lahir. Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan

menyebabkan perubahan pada serviks yang membuka dan menipis dan

berakhir dengan lahirnya bayi beserta plasenta secara lengkap Pengalaman

persalinan bisa dialami oleh ibu pertama kali (primi), maupun kedua atau

lebih (multi). (Fauziah, 2015).

Epitel mukosa traktus genitalis merupakan komponen dari sistem imun

mukosa yang terhubung dari sel dan jaringan dan bekerja sebagai mekanisme

pertahanan imun yang kompleks pada permukaan mukosa. Mediator pada

imunitas sistemik juga berpenetrasi ke dalam jaringan traktus genitalis dan

sekresi untuk melindungi respon imun mukosa setempat. Patogen yang

3
menyebabkan Infeksi menular seksual (IMS) memiliki cara untuk mengatasi

dan menghindari sejumlah pertahanan yang telah disiapkan oleh sistem

imunitas tubuh.

Seksio sesarea merupakan melahirkan janin yang sudah mampu hidup

(beserta plasenta dan selaput ketuban) secara transabdominal melalui insisi

uterus. Seksio sesarea pada umumnya dilakukan apabila terdapat indikasi

medis sebagai tindakan akhir dalam mengakhiri kesulitan persalinan. Seiring

dengan perkembangan jaman, seksio sesarea menjadi alternatif persalinan

karena dianggap lebih mudah dan nyaman. Sejak tahun 1985, lembaga

komunitas kesehatan internasional telah menentukan rasio ideal untuk operasi

sesar, yaitu sekitar 10% hingga 15%. Sejak saat itu, operasi sesar menjadi hal

yang umum baik bagi negara maju maupun negara berkembang (Manuaba,

2014).

Operasi sesar dapat menekan dan mencegah beberapa kematian maternal

dan perinatal, namun tidak ada bukti yang signifikan mengenai keuntungan

dari operasi sesar untuk wanita ataupun bayinya bila tidak ada indikasi khusus

untuk melakukan operasi sesar. Operasi sesar berkaitan dengan beberapa

risiko jangka pendek dan jangka panjang yang dapat meluas hingga bertahun-

tahun dari kelahiran awal dan mempengaruhi ibu, bayi, dan kehamilan

selanjutnya. Risiko ini semakin bertambah bila ibu memiliki akses terbatas

terhadap perawatan khusus obstetric (Manuaba, 2014).

1.2 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian dan sub bab trauma traktus genetal.

4
2. Mengetahui pengertian dan sub bab perdarahan pasca persalinan dan

patalogi kala III.

3. Mengetahui pengertian dan sub bab seksio sesarea.

1.3 Manfaat Penulisan

1) Bagi Teoritis

Dapat dijadikan bahan bacaan bagi mahsiswi kesehatan, kususnya

kebidanan sebagai metode penilaian pada para mahasiswa dalam

melaksanakan tugasnya dalam menyusun laporan tugas akhir,

membimbing dan mendidik mahasiswa agar lebih terampil dalam

memberikan asuhan kebidanan serta sebagai tambahan bahan referensi di

perpustakaan tentang asuhan kebidanan secara kesinambungan

2) Bagi Aplikatif

Dapat dijadikan bahan pemberian asuhan kebidanan bagi ibu dan keluarga

mendapatkan pelayanan asuhan kebidanan secara komprehensif

(continuity of care) yang sesuai dengan standar pelayanan kebidanan

mulai dari kehamilan TM III, persalinan, serta bahaya dalam.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma Traktus Genetal

1. Pengertian Infeksi Post Partum

Infeksi Post partum merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu

pasca bersalin. (Saifuddin, 2006). Infeksi post partum atau puerperalis

adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman

ke dalam alat-alat genitalia pada waktu persalinan dan perawatan masa

post partum. Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua

peradangan alat-alat genitalia dalam masa post partum (Prawirohardjo,

2007).

Jadi yang dimaksud dengan infeksi puerperalis adalah infeksi bakteri

pada traktus genitalia yang terjadi setelah melahirkan, ditandai dengan

kenaikan suhu 38oC. Infeksi post partum/puerperalis ialah infeksi klinis

pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah persalinan (Bobak,

2004).

2. Etiologi

Penyebab infeksi puerperalis ini melibatkan mikroorganisme anaerob

dan aerob patogen yang 11 merupakan flora normal serviks dan jalan lahir

atau mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50%

adalah Streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai

6
penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan

infeksi puerperalis antara lain :

a. Streptococcus haematilicus aerobic Masuknya secara eksogen dan

menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari penderita lain,

alatalat yang tidak steril, tangan penolong dan sebagainya.

b. Staphylococcus aurelis Masuk secara eksogen, infeksinya sedang,

banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit.

c. Escherichia coli Sering berasal dari kandung kemih dan rektum

menyebabkan infeksi terbatas.

d. Clostridium welchii Kuman anaerobik yang sangat berbahaya, sering

ditemukan pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong dukun

dari luar rumah sakit.

3. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi post partum antara lain

demam, nyeri di daerah infeksi, terdapat tanda kemerahan pada daerah

yang terinfeksi, fungsi organ terganggu. Gambaran klinis infeksi post

partum adalah sebagai berikut:

a. Infeksi lokal

Warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak pada luka, lokea

bercampur nanah, mobilitas terbatas, suhu tubuh meningkat.

b. Infeksi umum

Sakit dan lemah, suhu badan meningkat, tekanan darah menurun, nadi

meningkat, pernafasan meningkat dan sesak, penurunan kesadaran

7
hingga koma, gangguan involusi uteri, lokea berbau, bernanah dan

kotor.

4. Patofisiologi

Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka

dengan diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, terdapat

benjolan-benjolan karena banyak vena yang ditutupi trombus. Daerah ini

merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kumankuman dan

masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering

mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina dan

perineum yang semuanya merupakan tempat masuknya kumankuman

patogen. Proses radang dapat terbatas pada lukaluka tersebut atau

menyebar di luar luka asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi sebagai

berikut:

a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada

pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada

dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung

tangan atau alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak

sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.

b. Droplet infeksi. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi

bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas

kesehatan lainnya yang berada di ruang tersebut. Oleh karena itu,

hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin harus ditutup

8
dengan masker dan penderita infeksi saluran pernapasan dilarang

memasuki kamar bersalin.

c. Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari

penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini

bisa dibawa oleh aliran udara kemana-mana, antara lain ke handuk,

kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang digunakan untuk merawat

wanita dalam persalinan atau pada waktu post partum. d. Koitus pada

akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, apabila

mengakibatkan pecahnya ketuban.

d. Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada

waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intra partum biasanya

berlangsung pada waktu partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama

pecah dan beberapa kali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala-

gejalanya antara lain, kenaikan suhu tubuh biasanya disertai dengan

leukositosis dan takikardi, denyut jantung janin dapat meningkat pula.

Air ketuban biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra

partum kuman-kuman memasuki dinding uterus pada waktu persalinan,

dan dengan melewati amnion dapat menimbulkan infeksi pula pada

janin.

2.2 Perdarahan Pasca Persalinan Dan Patalogi Kala III

2.2.1 Perdarahan Post Partum

1. Perdarahan Post Partum

Definisi Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc

atau lebih setelah kala III selesai setelah plasenta lahir). Fase dalam

9
persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm

sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah

membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak,

kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan

lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan

postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2014).

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat

dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam

syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi

terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan

menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh

dalam syok (Saifuddin, 2014).

2. Jenis Perdarahan

Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua, yaitu perdarahan

postpartum primer/dini dan perdarahan postpartum sekunder/lanjut. 1)

Perdarahan postpartum primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi

dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum

primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan

lahir, dan inversio uteri. 2) Perdarahan postpartum sekunder yaitu

perdarahan postpartum yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran.

Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan

rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal (Manuaba, 2014).

3. Etiologi

10
Perdarahan postpartum disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa

faktor predisposisi adalah anemia, yang berdasarkan prevalensi di negara

berkembang merupakan penyebab yang paling bermakna. Penyebab

perdarahan postpartum paling sering adalah atonia uteri serta retensio

plasenta, penyebab lain kadang-kadang adalah laserasi serviks atau vagina,

ruptur uteri, dan inversi uteri (Saifuddin, 2014). Sebab-sebab perdarahan

postpartum primer dibagi menjadi empat kelompok utama:

a. Tone (Atonia Uteri)

Atonia uteri menjadi penyebab pertama perdarahan postpartum.

Perdarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan

retraksi serat-serat miometrium. Kontraksi dan retraksi ini

menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran

darah ke tempat plasenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme

akibat gangguan fungsi miometrium dinamakan atonia uteri (Oxorn,

2010). Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir

perdarahan masih ada dan mencapai 500-1000 cc, tinggi fundus uteri

masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek

(Saifuddin, 2014). Pencegahan atonia uteri adalah dengan melakukan

manajemen aktif kala III dengan sebenar-benarnya dan memberikan

misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 mcg) segera setelah bayi lahir

(Oxorn, 2010).

b. Trauma dan Laserasi

Perdarahan yang cukup banyak dapat terjadi karena robekan pada saat

proses persalinan baik normal maupun dengan tindakan, sehingga

11
inspeksi harus selalu dilakukan sesudah proses persalinan selesai

sehingga sumber perdarahan dapat dikendalikan. Tempat-tempat

perdarahan dapat terjadi di vulva, vagina, servik, porsio dan uterus

(Oxorn, 2010).

c. Tissue (Retensio Plasenta)

Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan

mengganggu kontraksi dan retraksi, sinus-sinus darah tetap terbuka,

sehingga menimbulkan perdarahan postpartum. Perdarahan terjadi

pada bagian plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Bagian plasenta

yang masih melekat merintangi retraksi miometrium dan perdarahan

berlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan

(Oxorn, 2010). Retensio plasenta, seluruh atau sebagian, lobus

succenturiata, sebuah kotiledon, atau suatu fragmen plasenta dapat

menyebabkan perdarahan plasenta akpostpartum. Retensio plasenta

dapat disebabkan adanya plasenta akreta, perkreta dan inkreta. Faktor

predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas

seksio sesarea, pernah kuret berulang, dan multiparitas (Saifuddin,

2014).

d. Thrombophilia (Kelainan Perdarahan)

Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dapat terjadi setelah

abruption placenta, retensio janin-mati yang lama di dalam rahim, dan

pada emboli cairan ketuban. Kegagalan mekanisme pembekuan darah

menyebabkan perdarahan yang tidak dapat dihentikan dengan tindakan

yang biasanya dipakai untuk mengendalikan perdarahan. Secara

12
etiologi bahan thromboplastik yang timbul dari degenerasi dan

autolisis 14 decidua serta placenta dapat memasuki sirkulasi maternal

dan menimbulkan koagulasi intravaskuler serta penurunan fibrinogen

yang beredar (Oxorn, 2010).

4. Gejala Klinis Perdarahan Postpartum

Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum

hamil, derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat

persalinan. Gambaran PPP yang dapat mengecohkan adalah kegagalan

nadi dan tekanan darah untuk mengalami perubahan besar sampai terjadi

kehilangan darah sangat banyak. Kehilangan banyak darah tersebut

menimbulkan tandatanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah

rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain

(Wiknjosastro, 2012).

5. Penatalaksanaan

Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama yaitu

resusitasi dan pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai syok

hipovolemik dan identifikasi serta pengelolaan penyebab dari perdarahan.

Keberhasilan pengelolaan perdarahan postpartum mengharuskan kedua

komponen secara simultan dan sistematis ditangani (Edhi, 2013).

Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama)

memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum.

Pijat rahim disarankan segera setelah diagnosis dan resusitasi cairan

kristaloid isotonik juga dianjurkan. Penggunaan asam traneksamat

disarankan pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan tetap

13
terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terusmenerus dan sumber

perdarahan diketahui, embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika

kala tiga berlangsung lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali

dan pemberian oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk menangani

retensio plasenta. Jika perdarahan berlanjut, meskipun penanganan dengan

uterotonika dan intervensi konservatif lainnya telah dilakukan, intervensi

bedah harus dilakukan tanpa penundaan lebih lanjut (WHO, 2012).

6. Pencegahan

Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan

memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi

pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan. Akan tetapi,

pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai risiko untuk

terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah PPP (Prawirohardjo,

2014). Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III.

Manajemen aktif kala III adalah kombinasi dari pemberian uterotonika

segera setelah bayi lahir, peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan

plasenta. Setiap komponen dalam manajemen aktif kala III mempunyai

peran dalam pencegahan perdarahan postpartum (Edhi, 2013).

Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika selama kala III

persalinan untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin (IM/IV 10

IU) direkomendasikan sebagai uterotonika pilihan. Uterotonika injeksi

lainnya dan misoprostol direkomendasikan sebagai alternatif untuk

14
pencegahan perdarahan postpartum ketika oksitosin tidak tersedia.

Peregangan tali pusat terkendali harus dilakukan oleh tenaga kesehatan

yang terlatih 18 dalam menangani persalinan. Penarikan tali pusat lebih

awal yaitu kurang dari satu menit setelah bayi lahir tidak disarankan

(WHO, 2012).

2.2.2 Patologi Kala III

Etiologi risiko perdarahan persalinan kala III Penyebab munculnya

risiko perdarahan pada persalinan kala III ialah adanya kondisi dimana

memungkinkan terjadinya perdarahan pada persalinan kala III, sehingga

perlu diketahui penyebab dari perdarahan pada persalinan kala III.

Menurut Sukarni K & P (2013) penyebab perdarahan pada persalinan kala

III antara lain:

1. Atonia Uteri

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus

untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab

perdarahan pasca persalinan yang paling penting dan biasa terjadi

segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan (Nugroho,

2012). Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan

dengan faktor predisposisi seperti:

a. Over distention uterus seperti : gemeli makrosmia, polihidro

amnion, atau paritas tinggi

b. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua, multipara dengan

kelahiran pendek , partus lama / partus terlantar, malnutrisi

15
c. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya

plasenta belum lepas dari dinding uterus (Sukarni &

Purwaningsih, 2013).

2. Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta

hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian

gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi

uterus (Nugroho, 2012). Menurut Nugroho (2012) retensio plasenta

terdiri dari beberapa jenis, antara lain:

a. Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion

plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi

fisiologis.

b. Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

memasuki sebagian lapisan miometrium.

c. Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

mencapai/memasuki miometrium.

d. Plasenta Perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang

menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding

uterus.

e. Plasenta Inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum

uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

3. Trauma Perinium

Perineum adalah otot, kulit dan jaringan yang ada diatara kelamin dan

anus. Trauma perineum adalah luka pada perineum yang sering terjadi

16
saat proses persalinan. Hal ini karena desakan kepala atau bagian tubuh

janin secara tiba-tiba, sehingga kulit dan jaringan perineum robek

(Sukarni & Purwaningsih, 2013). Berdasarkan tingkat keparahannya

menurut Sukarni K (2013), trauma perineum dibagi menjadi 4 derajat,

antara lain:

a. Trauma derajat I, ditandai dengan adanya luka pada lapisan kulit

dan lapisan mukosa saluran vagina.

b. Trauma derajat II, luka sudah mencapai otot.

c. Trauma derajat III, meliputi daerah yang lebih luas.

d. Trauma derajat IV, telah mencapai otot-otot anus, sehingga

perdarahannya pun lebih banyak.

4. Ruptur Uteri

Menurut Prawirohrdjo pengertian ruptur uteri adalah robekan atau

diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang pada

miometrium (Aspiani, 2017). Menurut Aspiani (2017) ada beberapa

hal yang menyebabkan ruptur uteri antara lain:

a. Riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus.

b. Induksi dengan oksitosin yang dilakukan sembarangan atau

persalinan yang lama, presentasi abnormal (terjadi penipisan pada

segmen bawah uterus).

c. Panggul sempit, letak lintang, hydrochepalus. 4) Tumor yang

menghalangi jalan lahir, presentasi dahi atau muka.

2.3 Seksio Sesarea

1. Pengertian Seksio Sesarea

17
Terdapat beberapa definisi Seksio sesarea. Seksio sesarea adalah

suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada

dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh

serta berat janin diatas 500 gram (Prawirohardjo, 2016). Seksio sesarea

adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding

abdomen dan uterus sehingga janin dapat lahir secara utuh dan sehat.

2. Indikasi Tindakan Seksio Sesarea

Indikasi dalam seksio sesarea dapat dibagi menjadi indikasi absolut

dan indikasi relatif. Setiap keadaan yang mengakibatkan kelahiran melalui

jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolut. Misalnya

kesempitan panggul, adanya neoplasma yang menyumbat jalan lahir.

Indikasi relatif yaitu bila kelahiran melalui vagina bisa terlaksana tetapi

dengan pertimbangan keamanan ibu dan bayi maka dilakukan seksio

sesarea (Oxorn., Forte, 2010).

Manuaba (2014) mengatakan indikasi seksio sesarea meliputi partus

lama, disproporsi sepalo pelvic, panggul sempit, gawat janin,

malpresentasi, rupture uteri mengancam, dan indikasi lainnya. Indikasi

klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar SC adalah prolong labour,

ruptur uteri mengancam, fetal distress, berat janin melebihi 4000 gram,

perdarahan ante partum. Indikasi yang menambah tingginya angka seksio

sesarea adalah seksio sesarea berulang, kehamilan prematur, kehamilan

resiko tinggi, kehamilan kembar, SC dengan kelainan letak.

3. Kontraindikasi Tindakan Seksio Sesarea

18
Dalam praktik kebidanan modern, tidak ada kontaindikasi tegas

terhadap SC, namun jarang dilakukan dalam kasus janin mati atau Intra

Uterine Fetal Death (IUFD), terlalu premature bertahan hidup, ada infeksi

pada dinding abdomen, anemia berat yang belum teratasi, kelainan

konginetal, kurangnya fasilitas (Amalia, 2020).

4. Komplikasi Tindakan Seksio Sesarea

Beberapa komplikasi yang paling banyak terjadi dalam seksio sesarea

adalah akibat tindakan anastesi, jumlah darah yang diekeluarkan oleh ibu

selama operasi berlangsung, komplikasi penyulit, Endometriosis (radang

endometrium), Tromboplebitis (gangguan pembekuan darah pembuluh

balik), Embolisme (penyumbatan pembuluh darah paru), dan perubahan

bentuk serta letak rahim menjadi tidak sempurna. Komplikasi serius pada

tindakan seksio sesarea adalah perdarahan karena atonia uteri, pelebaran

insisi uterus, kesulitan mengeluarkan plasenta, hematoma ligamentum

latum (Broad Ligamen), infeksi pada saluran genetalia, pada daerah insisi,

dan pada saluran perkemihan (Prawirohardjo, 2016).

5. Risiko persalinan Seksio Sesarea

Frekuensi seksio sesarea yang semakin tinggi mengakibatkan masalah

tersendiri untuk kesehatan ibu, bayi dan kehamilan berikutnya. Morbiditas

dan mortalitas tersebut berhungan dengan adanya luka parut uterus

(Suryawinata, 2019).

Menurut Chuningham dalam Suryawinata (2019) bekas luka seksio

sesarea terdiri dari dua komponen yaitu bagian hypoecoic pada bekas luka

dan jaringan parut pada myometrium yang dinilai sebagai ketebalan

19
myometrium residual (KMR). Ketebalan seluruh Segmen Bawah Rahim

(SBR) diukur dengan menggunakan transabdominal sonografi, sedangkan

lapisan otot diukur dengan menggunakan Trasvaginalsonografi (TVS).

Ketebalan SBR harus dievaluasi karena berperan penting sebagai

predictor terjadinya ruptur uteri. Angka kejadian rupture uteri sebesar

0,6% pada pasien dengan riwayat seksio sesarea 1 kali dan meningkat

menjadi 1,8% pada pasien dengan riwayat seksio sesarea dua kali.

Persalinan melalui seksio sesarea juga terbukti akan meningkatkan resiko

terjadinya plasenta previa dan abrupsio plasenta pada kehamilan

berikutnya. Peningkatan resiko terjadinya plasenta previa 47% dan

abrupsio plasenta 40%. Respon yang berbeda terhadap luka operasi seksio

sesarea terutama respon terhadap sitokin dan mediator inflamasi, kejadian

stress oksidatif berdampak pada pertumbuhan dan rekontruksi desidua

basalis serta kemampuan desidua untuk menampung dan memodulasi

infiltrasi trofoblast. Remodelisasi kondisi uterus pasca seksio sesarea juga

dapat menyebabkan kelainan pada letak plasenta, yaitu plasenta previa.

Adanya insisi SBR yang membuat modulasi dari SBR menipis sehingga

menyebabkan plasentosis menyebar hingga ke permukaan rendah uterus.

Plasenta previa ini dapat menyebabkan perdarahan anate partum dan

menjadi indikasi untuk kembali dilakukan seksio sesarea pada kehamilan

selanjutnya (Suryawinata, 2019).

20
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

1. Epitel mukosa traktus genitalis merupakan komponen dari sistem imun

mukosa yang terhubung dari sel dan jaringan dan bekerja sebagai

mekanisme pertahanan imun yang kompleks pada permukaan mukosa.

2. Perdarahan postpartum adalah adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi

yang lahir melewati batas fisiologis normal. Secara fisiologis, seorang ibu

yang melahirkan akan mengeluarkan darah sampai 500 ml tanpa

menyebabkan gangguan homeostatis. Atonia uteri merupakan penyebab

terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling

sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus

merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah

21
melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan

pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut

miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi

daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut

miometrium tidak berkontraksi.

3. Operasi sesar atau bedah sesar, disebut juga dengan seksio sesarea adalah

proses persalinan dengan melalui pembedahan di mana irisan dilakukan di

perut ibu dan rahim untuk mengeluarkan bayi.

3.2 Saran

Melihat besarnya efek yang ditimbulkan dengan adanya masalah

persalinan dengan dengan perdarahan post partum dan patologi kala III yang

akan berdampak pada buruknya keadaan ibu dan janin, maka perlu diberikan

tindakan yang tepat dan segera untuk mengantisipasi masalah tersebut. Oleh

karena itu, Adapun saran dari penulis sebagai berikut:

1. Untuk mencegah terjadinya masalah perdarahan post partum dan

patologi kala III maka perlu peningkatan kualitas pelayanan ANC dan

pertolongan yang cepat dan tepat, sehingga dapat segera di antisipasi

kemungkinan masalah lain yang dapat terjadi.

2. Seorang bidan harus dapat menilai dan mengetahui penyulitpenyulit

yang dapat terjadi pada persalinan serta memberikan tindakan yang

efektif dan efesien.

22
DAFTAR PUSTAKA

Andalas, H. 2014. Goresan Tangan Spesialis Kandungan. Sibuku Media.

Anggraeni, N., Asriani, dan Rahmadani, R. 2020. Hubungan antara Durasi


Ketuban Pecah Dini dengan APGAR Skor Neonatus. UMI Medical
Journal, 5(2), 1–7. https://doi.org/10.33096/umj.v5i2.117

Dania, H., Baroroh, F., dan Bachri, M. S. 2016. Evaluasi Penggunaan Antibiotik
Pada Pasien Bedah Sesar Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Bantul
Yogyakarta. 13(02), 228–238.

Dania, H., Wahyono, D., dan Retnowati, S. 2014. Perbandingan Efektivitas


Misoprostol Dosis 50 µg Dan 100 µg Terhadap Keberhasilan Kelahiran
Induksi Di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

D, N. N., dan Dwi, M. 2013. Asuhan Kebidanan Patologi. Nuha Medika.

Diana, S., Mail, E., dan Rufaida, Z. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Percetakan CV Oase Group.

Evi Yunitasari, Riska Hediya Putri, A. D. L. 2021. Hubungan Ketuban Pecah


Dini, Umur Kehamilan Dan Partus Lama Dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum. Journal Wellnes, 2(February), 309–313.

23
Furqooniyah, N., Hadisubroto, Y., dan Hermansyah, B. 2019. Keberhasilan Terapi
Konservatif pada Persalinan Preterm Disertai dan Tanpa Disertai
Ketuban Pecah Dini di RSD dr . Soebandi , Jember. 7(1), 20–26. 120

Gusnidarsih, V., dan Sari, L. L. 2019. Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan
Kejadian Asfiksia Neonatorum Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Hasanuddin Damrah Manna. 4(1), 8–13.

Handajani, S. D. 2010. Manajemen Asuhan Kebidanan. Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Hapsari, D. I., dan Hendraningsih, T. 2018. Determinan Peningkatan Angka


Kejadian Tindakan Sectio Caesarea Pada Ibu Bersalin di Rumah Sakit
Ade Muhammad Djoen Kabupaten Sintang. Jumantik Jurnal
Mahasiswa Dan Penelitian Kesehatan, 5(1), 1–11.

Hariadi, Alkaff, Z., dan Siswosudarmo, R. 2002. Efektivitas Misoprostol Per


Vaginam dan Per Oral Untuk Induksi Persalinan Pada Kehamilan
Aterm Ketuban Pecah Dini. Haryanti, Y. 2020. Analisis Hubungan
Ketuban Pecah Dini (KPD) dan Paritas dengan Partus Lama. Jurnal
Dunia Kesmas, 9(3), 371–377.

Ida Ayu Chandranita Manuaba, Manuaba, I. B. G. F., dan Manuaba, I. B. G. 2009.


Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan (ke-1).
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Kemenkes. 2013. Kontrasepsi.
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan,
231–256.

Komalasari, R., Meiliya, E., dan Wahyuningsih, E. 2010. Buku Saku Kebidanan.
EGC.

Kusmintarti, A., dan Erwita, Y. 2011. Karakteristik Ibu Bersalin Dengan


Tindakan Induksi Di RSUD Cibinon. 2, 1–8.

Marmi, Suryaningsih, R. M., dan Fatmawati, E. 2016. Asuhan Kebidanan


Patologi. Pustaka Pelajar. Maryani. 2016. Determinan Persalinan Seksio
Sesarea di RSUD Wates Kulon Progo.

Mutmainah, N., Setyati, P., dan Handasari, N. 2014. Evaluasi Penggunaan dan
Efektivitas Antibiotik Profilaksis pada Pasien Bedah Sesar di Rumah
Sakit Surakarta. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 3(2), 44–49.

Nugroho, T. 2012. Patologi Kebidanan. Nuha Medika.

Nurdiansyah, N. 2011. Buku Pintar Ibu Dan Bayi (ke-1). Bukune.

Nurhayanti, E. 2019. Patologi Dan Fisiologi Persalinan. Pustaka Baru Press.

24
Nur Helmi, Z. R. 2019. Determinan Persalinan Sectio Caesarea Pada Ibu Bersalin
Suatu Rumah Sakit di Kota Pekanbaru Tahun. 6(1), 115–120.

Pamilangan, E. D., Wantania, J. J. E., dan Lumentut, A. M. 2020. Indikasi Seksio


Sesarea di RSUP Prof . Dr . R . D . Kandou Manado Tahun 2017 dan
2018. 8(28), 137–144.

Pratiwi, A. M., dan Fatimah. 2019. Patologi Kehamilan. Pustaka Baru Press.

Pratiwi, Ika, dan Rahayu, Sri. 2018. Studi Pengukuran PH Cairan Ketuban.
Midwifery, 6(2), 13–18.

Prawirohardjo, S. 2016. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

25

Anda mungkin juga menyukai