Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONSEP DASAR PPN DAN PPNBM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Ekonomi Perpajakan

Dosen Pengampu : M. Andriansyah, S.EI., ME

Disusun Oleh Kelompok : 1


Aricha Dwi Julianti (2020.161.207)
Sabila Aulia (2020.161.226)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI
2022
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat


dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam
mata kuliah Ekonomi Perpajakan kami mendapatkan tugas makalah
yang berjudul “Konsep dasar PPN dan PPNBM” dengan dosen
pembimbing bapak M. Andriansyah, S.EI., ME atas bimbingannya,
petunjuk dan dorongan Alhamdulillah sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Dalam penyusunan makalah ini kami sadar bahwa masih banyak


kekurangan dan kekeliruan, maka dari itu mengharapkan kritikan positif
sehingga bisa diperbaiki dengan baik. Akhirnya semoga makalah ini
menjadi amalan dan bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya
bagi seluruh pembaca. Aamiin Yaa Rabbal’Alamin.

Muara Bulian, 15 Oktober 2022

Penulis

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar.............................................................................................ii
Daftar Isi.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Tujuan................................................................................................2
C. Rumusan Masalah.............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................3
A. Pengertian PPN (Pajak Pertambahan Nilai)......................................3
B. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia...........................3
C. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)..............................................5
D. Dasar Pengenaan Pajak PPN (DPP).................................................7
E. Pengertian PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah).....................9
F. Tujuan Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah................9
BAB III PENUTUP......................................................................................13
A. Kesimpulan.......................................................................................13
B. Saran................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan
oleh hampir seluruh negara didunia, masalah pajak adalah masalah
negara dan setiap orang yang hidup dalam negara harus berurusan
dengan pajak sehingga setiap anggota masyarakat perlu mengetahui
bagaimana sistem perpajakan dinegaranya. Secara umum, pajak
yang berlaku di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi pajak pusat
dan pajak daerah. Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang yang oleh wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintah. 1
Pemerintah pusat melalui undang-undang yang wewenang
pemungutannya ada pada pemerintah pusat dan hasilnya digunakan
untuk membiayai pengeluaran pemerintah pusat dan pembangunan.
Adapun pajak daerah yaitu pajak yang dikelola oleh pemerintah
daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Salah satu
pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat yaitu, Pajak pertambahan
nilai (PPN) yang merupakan pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan dari barang atau jasa dalam peredarannya dari
produsen ke konsumen.

1
Untung Sukardi, Pajak Pertambahan Nilai Edisi Revisi 2015, hlm.1.

1
B. Tujuan
A. Untuk Mengetahui Pengertian PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
B. Untuk Mengetahui Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di
Indonesia
C. Untuk Mengetahui Apa itu Objek PPN
D. Untuk Mengetahui Dasar Pengenaan Pajak PPN (DPP)
E. Untuk Mengetahui Pengertian PPnBM
F. Untuk Mengetahui Apa itu Tujuan Pengenaan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah

C. Rumusan Masalah
A. Jelaskan Pengertian Pengertian PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
B. Jelaskan Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia
C. Jelaskan Apa itu Objek PPN
D. Jelaskan Apa saja Dasar Pengenaan Pajak PPN (DPP)
E. Apa yang dimaksud dengan PPnBM
F. Apa saja tujuan Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian PPN (Pajak Pertambahan Nilai)


PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri
oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam
penerapannya, Badan atau Perorangan yang membayar pajak
ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara,
melainkan lewat pihak yang memotong/memungut PPN. Pajak
Pertambahan Nilai bersifat objektif, tidak kumulatif, dan merupakan
pajak tidak langsung. Subjek pajaknya terdiri dari Pengusaha Kena
Pajak (PKP) dan non PKP. Harus dipahami subjek pajak ini berbeda
dengan Wajib Pajak. Subjek pajak belum memiliki kewajiban untuk
membayar pajak sedangkan Wajib Pajak sudah memiliki kewajiban
untuk membayar pajak dan menyetorkannya ke kas negara.

B. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia


Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN
dari pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10%
dari Harga Jual atau penggantian, dan membuat Faktur Pajak
sebagai bukti pemungutannya.
2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan
Pajak Keluaran bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai
pajak yang harus dibayar (utang pajak).
3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan
BKP/JKP yang dikenakan PPN, PPN tersebut merupakan Pajak
Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di muka,
sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung
dengan kegiatan usahanya.

3
4. Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak
Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya
harus disetor ke Kas Negara paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan
sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada
Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat dikompensasi ke
masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir
tahun buku. Hanya PKP yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b)
UU Nomor 42 Tahun 2009 saja yang dapat mengajukan restitusi
untuk setiap Masa Pajak.
5. PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke
Kantor Pelayanan Pajak terkait paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa Pajak.
Undang-Undang yang mengatur PPN
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983. UU No. 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan
PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) yang disahkan
pada 1 April 1985.
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000. Setelah UU No. 8 Tahun
1983, muncul perubahan kedua yaitu Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.
Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sistem
perpajakan yang tepat untuk  masyarakat juga untuk
meningkatkan penerimaan negara.
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (PERUBAHAN PADA UU
CIPTA KERJA). Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan PPnBM.

4
Untuk melengkapi kekurangan pada UU PPN sebelumnya,
undang-undang ini bertujuan memberikan keadilan hukum dan
keamanan bagi negara dan masyarakat dengan sistem
perpajakan yang jauh lebih sederhana.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020. Meski ketentuan baru
tentan PPN ini juga diatur kembali dalam UU No.11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja pada klater perpajakan, namun UU 42 Tahun
2009 sebagian masih berlaku.

C. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)


Jika ada objek yang dikenakan pajak, maka kebalikannya juga akan
ada objek yang dibebaskan dari pengenaan pajak. ssBerikut adalah
objek PPN dan yang dikecualikan dari PPN alias yang masuk dalam
daftar negatif list PPN:
1. Barang/Jasa yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
 Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak
(JKP)
di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
 Impor Barang Kena Pajak.
 Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean.
 Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.
 Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan
ekspor
Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
 Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari
200 m2 yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau
pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya
digunakan
sendiri atau pihak lain.

5
 Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, sepanjang pajak masukan yang dibayar pada
saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.
2. Daftar Negatif List PPN atau Pengecualian PPN
Tidak semua barang atau jasa dikenakan PPN, ada sejumlah
BKP/JKP yang masuk dalam daftar negatif list PPN alias tidak
dikenakan PPN. Pengecualian PPN ini dikenakan terhadap
barang/jasa tertentu yang diatur dalam peraturan menteri
keuangan sebagai berikut :
a. Barang hasil pertambangan atau pengeboran (minyak mentah,
asbes, batu bara, gas bumi, dan lain-lain).
 Barang Kebutuhan Pokok (beras, jagung, susu, daging, kedelai,
sayuran, dan lainnya).
 Makanan dan minuman yang disajikan di rumah makan atau
restoran.
 Uang dan emas batangan.
 Jasa pelayanan medis, pelayanan sosial, jasa keuangan,
asuransi,
pendidikan dan sebagainya.
b. Barang/Jasa yang Dikeluarkan dari Daftar Negatif List PPN
(Sembako
Kena PPN) Seiring dengan rencana kenaikan tarif PPN 12%, dalam
draft RUU KUP ini pemerintah juga akan mengeluarkan sejumlah
barang/jasa yang bebas PPN menjadi dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
Apa saja barang/jasa yang bebas PPN ini akan dikenakan pajak
pertambahan nilai?
Berikut adalah daftar barang/jasa yang dikeluarkan dari daftar
negatif list PPN:

6
1. Sembako/sembilan bahan pokok, seperti beras, gula konsumsi,
dan lainnya
2. Jasa Pendidikan

D. Dasar Pengenaan Pajak PPN (DPP)


Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak
Pertambahan Nilai digunakan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan
Pajak (DPP). Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sendiri terdiri dari:
1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan
Barang Kena Pajak.
2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena
penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar
penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
4. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain
Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar
Pengenaan Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.
DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak PPN) yang diatur dalam Pasal 9
ayat 1 sebagai berikut:
 Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud,
DPP-nya adalah jumlah harga jual.

7
 Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai
impor lihat Pasal 1 angka 20 UU PPN).
 Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.
 Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai
lain. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan Menteri
Keuangan sebagai Dasar Pengenaan PPN atas jenis penyerahan
BKP/JKP tertentu.
Tarif PPN dan Kenaikan Tarif PPN Terbaru 12%
Sesuai Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN
adalah sebagai berikut:
1. Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
2. Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun
tidak berwujud, dan ekspor JKP.
3. Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu
5% dan paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan
Pemerintah.
Jika mengacu pada RUU KUP yang tengah digodog antara pemerintah
dan parlemen, maka dengan rencana kenaikan tarif pajak menjadi 12%
ini masih di bawah dari ketentuan tarif PPN paling tinggi sebesar 15%
Rumus & Cara Perhitungan PPN
Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif
pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). ​Proses perhitungan
tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:
PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
Contoh Kasus:
PT AAA  menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual
Rp25.000.000.
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000 = Rp2.500.000

8
PPN sebesar Rp2.500.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak PT AAA.

E. Pengertian PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah)


Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan Pajak yang
dikenakan selain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk penjualan
barang-barang yang tergolong sebagai barang mewah. PPnBM
merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai. Pajak ini merupakan pajak yang
dikenakan oleh Pemerintah untuk menjalankan fungsi keseimbangan
pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan
konsumen berpenghasilan tinggi, serta pengendalian pola konsumsi
atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Sederhananya, jika
Anda memiliki penghasilan yang tinggi, otomatis Anda juga harus
membayar pajak lebih tinggi.

F. Tujuan Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah


Berikut ini adalah beberapa pertimbangan mengapa pemerintah
menganggap pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sangat
penting. Berikut penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU PPN No. 42 TAHUN
2009:
 Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
 Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang
tergolong mewah;
 Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau
tradisional;
 Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
Apa Saja Barang yang Dikenakan Pajak?
Pada 1 Maret 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor:
35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak Yang Tergolong

9
Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah. Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang PPN,
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan terhadap beberapa
barang berikut:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tergolong mewah dilakukan
oleh pengusaha yang menghasilkan BKP tergolong mewah di
dalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor barang kena pajak yang tergolong mewah.
Dengan demikian, PPnBM hanya dikenakan pada saat penyerahan
BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada
saat impor BKP mewah.
PPnBM tidak dikenakan lagi pada rantai penjualan setelah itu. Adapun
pihak yang memungut PPnBM tentu saja pabrikan BKP Mewah pada
saat penyerahan atau penjualan BKP Mewah. Sementara itu, PPnBM
atas impor BKP Mewah dilunasi oleh importir bersamaan dengan
pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 impor.
Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
lainnya adalah:
 Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
 Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
 Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi; atau
 Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
 Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral
masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.
Mekanisme Pengenaan PPnBM
Mekanisme pengenaan PPnBM sedikit berbeda dengan PPN.
Mekanisme pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dilakukan dengan faktur pajak sebagaimana diisyaratkan dalam
pemungutan PPN. Hanya saja, bagi PPnBM tidak dikenal istilah pajak

10
masukan, sehingga tidak dikenal sistem pengkreditan seperti dalam
PPN.
Berapa Tarif PPnBM?
Pengenaan tarif Barang Kena Pajak tergolong mewah digolongkan ke
dalam beberapa kategori sebagai berikut ini:
1. Tarif 10% = Kendaraan umum kategori tertentu, alat rumah tangga,
alat pendingin, hunian mewah, televisi, dan minuman non-alkohol.
2. Tarif 20% = Kendaraan bermotor kategori tertentu, alat fotografi,
berbagai jenis permadani, peralatan olahraga impor, dan barang.
3. Tarif 25% =s Kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar,
misalnya combi, pick up, dan minibus.
4. Tarif 35% = Minuman bebas alkohol, bahan berbahan kulit impor,
batu kristal, bus, dan barang pecah belah
Cara Menghitung PPnBM
Bisnis barang mewah seperti barang elektronik, mobil, gadget, dan
sebagainya sedang berkembang pesat di Indonesia.
Sebagai pelaku bisnis, Anda wajib memahami cara perhitungan pajak
barang mewah ini. Cara menghitung Pajak Penjualan atas Barang
Mewah terutang sebagai berikut:
PPnBM terutang = DPP PPnBM X tarif pajak
Tarif khusus Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas ekspor BKP
tergolong mewah = 0%.
Contoh kasus:
Harga jual sedan diesel 1800 cc oleh PKP
Produsen                                                         = Rp260.000.000,00
PPN (10% X Rp260 juta)                                 = Rp  26.000.000,00
PPnBM (40% X Rp260 juta)                             = Rp104.000.000,00
Total Harga jual termasuk PPN dan PPnBM    = Rp390.000.000,00
Perhatikan bahwa DPP PPnBM = DPP PPN

11
CONTOH KASUS       
PT A merupakan produsen mobil. Dalam menghasilkan mobil, PT A
juga membeli AC yang akan dipasang pada mobil yang dihasilkannya.
Atas perolehan AC tersebut, PT A telah membayar PPnBM senilai
Rp350.000. Kemudian, berapa besaran PPN dan PPnBM yang
seharusnya dibayarkan PT A?
Jawaban:
Apabila harga produksi mobil senilai Rp110.000.000 dan keuntungan
yang diinginkan PT A senilai Rp40.000.000 maka harga jual mobil
tersebut senilai Rp150.350.000. Dengan demikian, DPP atas mobil
tersebut adalah senilai Rp150.350.000. Selanjutnya, tarif PPnBM atas
mobil yang diproduksi oleh PT A ialah sebesar 20%.
Pajak yang terutang atas penyerahan BKP yang tergolong mewah
tersebut.

Berdasarkan penghitungan di atas maka besaran PPN dan PPnBM


adalah Rp15.035.000 dan Rp30.070.000.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri
oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam
penerapannya, Badan atau Perorangan yang membayar pajak ini tidak
diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara, melainkan
lewat pihak yang memotong/memungut PPN. Pajak Penjualan Barang
Mewah (PPnBM) merupakan Pajak yang dikenakan selain Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) untuk penjualan barang-barang yang
tergolong sebagai barang mewah. PPnBM merupakan jenis pajak yang
merupakan satu paket dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai.

B. Saran
Kami selaku penyusun makalah mohon maaf atas segala
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, mengharapkan kritik
dan saran dari teman-teman semua agar makalah ini dapat dibuat
dengan lebih baik lagi kedepannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

https://taxcenterfeunesa.com/read/20/konsep-dasar-ppn-dan-ppnbm

14

Anda mungkin juga menyukai