Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur
pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini merupakan sektor yang tidak mendapatkan
perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi,
kredit hingga kebijakan lain, tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Program-
program pembangunan pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin
menjerumuskan sektor ini pada kehancuran. Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia
hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat
kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Pembangunan pertanian di
Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa hal yang
mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara
lain: potensi Sumber Daya Alam yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan
nasional yang cukup besar, besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk
Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam penyediaan
pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan.

Dalam pengelolaan pertanian di Indonesia, selain perhatian pemerintah terhadap


produksi pertanian yang masih kurang ada beberapa yang sangat mempengaruhi produksi
pertanian yaitu kebijakan alih fungsi lahan, lahan pertanian semakin berkurang dengan
semakin majunya industri baik itu manufaktur, perumahan dan lain, lahan pertanian yang
subur menjadi sasaran utama bagi pebisnis bidang manufaktur dan perumahan,keterbatasan
modal petani sebagian besar petani tidak memiliki modal yang besar untuk mengembangkan
usaha taninya, gangguan hama yang sering terjadi di suatu kawasan pertanian dan bencana
alam yang sering terjadi seperti bencana banjir, yang sering merendam kawasan pertanian.

Bencana banjir telah menjadi persoalan tiada akhir bagi manusia di seluruh dunia dari
dulu, sekarang dan yang akan datang. Bencana ini bisa merupakan akibat dari peristiwa alam
atau akibat dari aktifitas dan kegiatan manusia dan bahkan bisa secara bersamaan diakibatkan
oleh alam dan manusia. Di Indonesia, walaupun waktu terjadinya banjir dan besarannya
bervariasi hampir semua daerah menghadapi bahaya banjir yang signifikan. Kerugian dan
kerusakan akibat banjir adalah sebesar dua pertiga dari semua bencana alam yang terjadi
(Direktorat Sungai 1994). Setiap tahun lebih dari 300 peristiwa banjir terjadi menggenangi
150.000 ha dan merugikan sekitar satu juta orang. Saat ini kecenderungan bencana banjir
terus meningkat baik di perkotaan maupun pedesaan.

Bencana banjir merupakan fenomena alam, yang terjadi karena dipicu oleh proses
alamiah dan aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam. Proses
alamiah sangat tergantung pada kondisi curah hujan, tata air tanah (geohidrologi), struktur
geologi, jenis batuan, geomorfologi, dan topografi lahan. Sedangkan aktivitas manusia terkait
dengan perilaku dalam mengeksploitasi alam untuk kesejahteraan manusia, sehingga akan
cenderung merusak lingkungan, apabila dilakukan dengan intensitas tinggi dan kurang
terkendali. Hal ini telah diisyaratkan di dalam Al Qur’an bahwa kerusakan yang terjadi di
muka bumi ini ada yang disebabkan oleh ulah maupun kegiatan manusia.
BAB II

PERMASALAHAN

 Mengutip data BNPB, banjir pada 2020 merupakan bencana alam terbanyak di
Indonesia yaitu 36,50 persen.
 Ada tiga jenis banjir yang terjadi. Pertama, badan sungai tidak mampu menampung
air sehingga meluap. Kedua, curah hujan di daerah atas sangat tinggi yang
berpengaruh di kota di bawahnya. Ketiga, banjir limpasan air laut yang masuk ke
darat.
 Selain banjir, penurunan tanah juga terjadi di beberapa wilayah Indonesia.
Penelitian Heri Andreas 2021 menunjukkan, penurunan tanah di Jakarta berkisar 1
hingga 20 cm per tahun, Bekasi [4 cm], dan Semarang [20 cm]. Riset itu
mengungkapkan, ada 112 kota atau kabupaten di pesisir Indonesia mengalami rob.
 Indonesia bisa belajar dari Kota Tokyo yang pada tahun 1960-an mengalami banjir
dan amblasan tanah cukup dalam. Pemerintahnya secara bertahap membuat
program pembatasan penggunaan air tanah.
 Satu temuan penting penelitian mereka adalah, sebagian besar responden
menggunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhan harian [79,70 persen]. Dari
PDAM hanya 19,70 persen. Pemenuhan kebutuhan air dari air tanah dalam sebesar
48,60 persen dan air tanah dangkal 31,40 persen.
 “Mengapa memakai air tanah bisa menimbulkan masalah? Pertama, air tanah
langsung digunakan tanpa ada pengolahan. Kedua, di perkotaan kontaminasi sangat
tinggi apalagi di kawasan padat. Ketiga, di kota sebaiknya menggunakan air yang
diolah. Keempat, penggunaan air tanah berlebihan bisa menimbulkan amblasan
yang mempertinggi risiko banjir .”

 
BAB III

PEMBAHASAN

Pengertian Banjir

Banjir adalah salah satu bencana alam yang menjadikan kondisi daratan tergenang


oleh aliran air dalam volume yang berlebihan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), pengertian banjir adalah “berair banyak dan deras, kadang-kadang
meluap, air yang banyak dan mengalir deras, serta peristiwa terbenamnya daratan karena
volume air meningkat”.

Bencana banjir tidak hanya terjadi di perkotaan, daerah pedesaan yang memiliki
wilayah resapan air yang luas pun dapat mengalaminya. Tentunya banjir di perkotaan dan
pedesaan disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda dan menimbulkan dampak kerugian
yang berbeda pula.

Di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya dan Bandung peristiwa banjir
seakan sudah menjadi agenda tahunan yang datang ketika musim hujan tiba. Sedangkan
banjir di daerah pedesaan umumnya disebabkan oleh gundulnya hutan sehingga debit air
sungai meluap atau bisa disebut banjir bandang.

Penyebab Banjir

Baik di lingkungan padat penduduk dan pedesaan, banjir pada masing-masing


wilayah dipengaruhi oleh penyebab atau faktor tertentu, yaitu faktor alam dan faktor manusia.
Bencana hidrometeorologi ini dipengaruhi oleh berbagai hal berikut:

1. Topografi Wilayah

Kondisi topografi adalah bentuk permukaan suatu wilayah. Wilayah dengan topografi
rendah atau dataran rendah lebih berisiko mengalami banjir dibandingkan daerah dataran
tinggi. Hal ini sesuai dengan prinsip air, yakni akan selalu mengalir ke tempat yang lebih
rendah. Banjir umumnya terjadi di daerah hilir kawasan daerah aliran sungai (DAS). Karena
dipastikan daerah hilir memiliki ketinggian yang lebih rendah dibandingkan daerah hulu.
2. Intensitas Curah Hujan

Curah hujan yang tinggi dalam jangka waktu yang panjang akan meningkatkan risiko
banjir. Volume air di daratan akan meningkat karena tanah memiliki tingkat kejenuhan air
dalam kadar tertentu. Air hujan yang jatuh ke daratan akan memenuhi saluran-saluran air,
seperti sungai. Jika volume air terlalu banyak, maka sungai akan meluap dan menimbulkan
bencana banjir.

3. Daerah Resapan Air

Area resapan air seperti hutan kota dan ruang terbuka hijau sangatlah diperlukan
khususnya di perkotaan. Area-area tersebut dapat menjadi daerah resapan air dan mencegah
terjadinya banjir. Namun sayangnya, pembangunan besar-besaran dilakukan tanpa
mempertimbangkan area resapan air. Apabila permukaan tanah tertutupi oleh beton atau
aspal, maka air tidak dapat meresap dan akan menggenang.

4. Aliran Sungai

Kelancaran aliran air pada selokan dan sungai juga menjadi faktor terjadinya banjir atau
tidak. Sungai serta parit yang dipenuhi oleh sampah yang menumpuk akan menghambat
aliran air, sehingga air akan meluap ke daratan.

Kerawanan Banjir Genangan pada Lahan Sawah

Hasil pemetaan kerawanan banjir pada lahan sawah menunjukkan bahwa hampir seluruh
lahan sawah pada dataran rendah berada pada kategori kerawanan tinggi dan sedang. Secara
umum, wilayah dengan kerawanan banjir dan rob tinggi tersebar pada wilayah yang dekat
dengan pantai. Wilayah bagian barat yaitu Kabupaten Kendal dan Batang, didominasi dengan
banjir yang disebabkan oleh hujan. Wilayah dengan kerawanan genangan rob tinggi sebagian
besar berada di wilayah timur yaitu di Kabupaten Demak. Sawah dengan kerawanan tinggi
tersebar pada dataran rendah dekat dengan pesisir. Peta kerawanan banjir menunjukkan
bahwa hampir seluruh lahan sawah pada dataran rendah berada pada kategori kerawanan
tinggi dan sedang. Lahan sawah dengan kerawanan tinggi tersebar pada dataran rendah dekat
dengan pesisir. Faktor yang berpengaruh utamanya adalah topografi yang datar, elevasi yang
rendah dan jenis tanah dengan tekstur halus.

Pemetaan kerentanan lahan sawah terhadap banjir genangan merupakan gabungan


antara variabel keterpaparan dan kapasitas. Data keterpaparan diperoleh dari data PODES
yang tersedia untuk seluruh wilayah dan data laporan kejadian banjir untuk sebagian wilayah
Kabupaten Kendal. Variabel kapasitas fisik berupa infrastruktur pengendali banjir tersedia
untuk seluruh wilayah dan seluruh wilayah diasumsikan memiliki kapasitas yang sama.
Laporan kejadian banjir yang berhasil dihimpun adalah kejadian banjir di wilayah
Kabupaten Kendal antara tahun 2002 – 2009 mencatat 8 kali kejadian banjir. Wilayah yang
terkena banjir di Kabupaten Kendal mencakup Kecamatan Cepiring, Juwiring, Sidomulyo,
Kangkung, Jungsemi, Gemuh, Rowosari, dan Weleri (banjir dilaporkan menurut unit
administrasi desa). Banjir paling sering terjadi pada bulan Februari. Genangan banjir
bervariasi antara 6 jam hingga 72 jam, dengan tinggi genangan antara 30 – 250 cm.
Genangan banjir terlama terjadi pada 8 Februari 2009 dengan lama banjir mencapai 72 jam,
dan Genangan tertinggi mencapai 250 cm terjadi pada 22 Januari 2002.
Masyarakat petani melakukan adaptasi guna mengurangi risiko kerugian karena banjir
sesuai dengan persepsi dan kapasitasnya dengan melakukan pengaturan pola tanam,
pengaturan waktu tanam, cara bercocok tanam, dan pemilihan komoditi tanaman. Adaptasi
yang dilakukan masyarakat ini meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi
risiko banjir genangan, namun tidak meningkatkan ketahanan terhadap lahan sawahnya.
Adaptasi merupakan proses panjang untuk mengurangi risiko sesuai dengan kondisi bahaya
sehingga tidak selayaknya diperbandingkan mana yang lebih baik atau lebih tepat.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Bencana banjir merupakan fenomena alam, yang terjadi karena dipicu oleh proses
alamiah dan aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam. Oleh sebab
itu, diperlukan cara pengendalian pada daerah aliran sungai agar tidak menimbulkan luapan
air. Penyebab banjir diantaranya tifograpi wilayah, intensitas curah hujan, dan aliran sungai.

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan beberapa saran, sebagai berikut :

1) Harus dilakukan pemeliharaan tanggul secara khusus untuk mengantisipasi datangnya


banjir air pasang. Oleh karena itu, agar petani dapat mengurangi resiko kerusakan lahan
akibat banjir air pasang.
2) Petani menginginkan upaya pencegahan untuk meminimalkan dampak banjir air pasang
perlu menjadi perhatian pemerintah agar pemerintah melakukan upaya strategi agar
perkebunan petani tidak terkena banjir air pasang.
Daftar Pustaka

Sri Hartini1 , M. Pramono Hadi2 , Sudibyakto2 , Aris Poniman1 1 Badan Informasi


Geospasial, Jl. Raya Jakarta – Bogor Km. 46, Cibinong 16911 2 Fakultas Geografi,
Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Bulaksumur Yogyakarta, 55424

Diterima (received): 3 November 2014; Direvisi (revised): 2 Februari 2015; Disetujui untuk
dipublikasikan (accepted): 1 April 2015

Oleh Muhammad Sukirman, Makassar, 13 November 2014 Studi Pengaruh Banjir Terhadap
Produksi Pertanian Tanaman Pangan di Kecamatan Tanasitolo Kabupaten Wajo.

Kemas Ramzul Raimi, Faculty of Economics Riau University, Pekanbaru, Indonesia


(Februari) 2017, Dampak Banjir Air Pasang Terhadap Kerusakan Lahan Komoditas
Perkebunan dan Pendapatan Petani di Kecamatan Kuala Indargiri Kabupaten Indragiri
Hulu.

Anda mungkin juga menyukai