Anda di halaman 1dari 7

MODEL PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH

7.1 Pendahuluan

Keberlanjutan dalam ketersediaan air dimaknai oleh tersedianya air sebagai sumber kehidupan
manusia baik saat ini maupun masa yang akan datang. Hal inilah yang menjadi tantangan
terbesar dalam pengelolaan air (Faezipour dan Ferreira 2014). Kekurangan air merupakan salah
satu pemicu permasalahan sosial. Permasalahan air bersih muncul bukan semata-mata akibat dari
kekurangan sumberdaya air, namun juga disebabkan oleh kesalahan dalam pengelolaan
(mismanagement) (Zargami dan Akbariyeh 2012).

Pengelolaan air di suatu wilayah merupakan suatu fenomena yang kompleks dan dinamis, karena
melibatkan banyak pihak, banyak kepentingan dan banyak sudut pandang serta berhubungan
dengan waktu dan ruang (Sange 1994). Oleh karena itu dalam melakukan pengelolaan air tidak
dapat mengeliminir pengaruh waktu dan ruang dan dengan hanya menggunakan satu sudut
pandang. Persoalan air bersih bersifat dinamis dan kompleks, sehingga penyelesaiannya perlu
dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang multi scenario dan multi atribut dengan
membandingkan berbagai alternative strategi jangka panjang (Sahlke dan Jakobson 2005).

Penentuan besarnya kebutuhan air menjadi salah satu faktor utama yang harus diperhitungkan,
dalam pengelolaan air bersih di suatu wilayah. Konsumsi domestik (rumah tangga) merupakan
komponen terbesar yang mempengaruhi perhitungan kebutuhan air di suatu wilayah (Kindler dan
Russel 1984; Qi dan Chang 2011) . Estimasi terhadap kebutuhan air bersih pada periode tertentu
(jangka pendek) digunakan untuk operasional dan pengelolaan sistem pasokan air bersih yang
ada. Sedangkan estimasi kebutuhan air bersih dalam jangka panjang sangat membantu dalam
perencanaan, desain dan pengelolaan aset (asset management). Ketepatan dalam mengestimasi
kebutuhan air dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut di antaranya adalah perubahan
iklim (climate change), pembangunan ekonomi, pertumbuhan dan migrasi penduduk, pola
kebiasaan masyarakat, pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan, kegiatan komersial,
kegiatan industri , konservasi lingkungan dan harga air (Qi dan Chang 2011). Oleh karena itu,
metode estimasi secara linier dengan menggunakan regresi, sulit menghasilkan estimasi yang
akurat.

Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang pengembangannya berjalan secara progresif.


Pertumbuhan penduduk setiap tahunnya rata-rata mencapai 5.2%, hal ini tentunya berdampak
pada peningkatan kebutuhan dasar masyarakat termasuk kebutuhan air bersih. Di sisi lain
keberadaan sumber air permukaan di wilayah Kabupaten Bekasi sudah mulai terancam oleh
limbah industri dan limbah domestik. Saat ini, cakupan pelayanan air bersih secara perpipaan
yang diselenggarakan oleh PDAM baru mencapai 15.69%. Hasil ini masih sangat jauh dari target
pemerintah yaitu 100% layanan air bersih yang aman. Guna mengupayakan pemenuhan
kebutuhan air bersih masyarakat secara berkelanjutan, diperlukan adanya analisis terhadap
pasokan dan kebutuhan air bersih di Kabupaten Bekasi secara holistik yang mempertimbangkan
aspek ekonomi, ekologi dan sosial.

Analisis terhadap pasokan dan kebutuhan air dalam penelitian ini, dibangun dengan
menggunakan pendekatan sistem dinamik. Melalui model dinamik akan dibangun skenario-
skenario dalam upaya pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat. Skenario-skenario tersebut
merupakan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi untuk memenuhi kebutuhan air
bersih masyarakat secara aman dan berkelanjutan.

7.2 Tujuan

Tujuan pada bagian ini adalah membangun model pemenuhan kebutuhan air bersih yang berbasis
pada keseimbangan pasokan dan permintaan. Model yang dibentuk dapat menggambarkan
kondisi aktual sistem pemenuhan kebutuhan air bersih.

7.3 Metode Penelitian

Model pemenuhan kebutuhan air bersih disusun menggunakan model dinamik. Pemilihan
metode ini mempertimbangkan pada kompleksitas dari fenomena yang ada di lapangan. Model
ini memiliki 3 sub yaitu sub model penduduk, sub model pasokan air dan sub model kebutuhan
air. Prinsip dasar yang akan dibangun dalam model pemenuhan kebutuhan air bersih ini adalah
cukup (Butler et al. 2014), terjangkau oleh ekonomi masyarakat (Xia dan Kim Leng 2013), dan
aman untuk kesehatan (Butler et al. 2014). Tahapan yang dilakukan dalam analisa model
dinamik meliputi:

a. Tahap Analisis : analisis kebutuhan dan identifikasi sistem. Identifikasi sistem ditujukan untuk
mengidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh secara nyata dalam sistem. Penentuan
variabel berpengaruh didasarkan pada literatur dan diskusi pakar dan pemangku kepentingan.
Dalam kasus ini pemangku kepentingan yang terlibat antara lain adalah: pemerintah (pusat dan
daerah), masyarakat, industri, pelaku bisnis, akademisi dan pemerhati lingkungan. Berdasarkan
pemangku kepentingan tersebut dilakukan analisis terhadap kebutuhan atau kondisi yang
dikehendaki dari masing-masing pemangku kepentingan (Kholil et al. 2014). Hasil analisa
kebutuhan terhadap pemenuhan kebutuhan air bersih di Kabupaten Bekasi dapat dilihat di Tabel
3.5.
Rekayasa Model : membuat diagram input output dan pembuatan model. Diagram input – output
terdiri dari peubah input, peubah output dan parameter-parameter yang membatasi sistem
(Marimin et al. 2013). Peubah input terdiri dari dua golongan yaitu (a) eksogen yaitu input yang
berasal dari luar sistem tetapi memiliki pengaruh terhadap sistem misalnya kebijakan
pemerintah. (b) endogen, yaitu input dari dalam sistem. Input endogen dikategorikan menjadi 2
yaitu input terkendali dan tidak terkendali. Input terkendali merupakan input yang yang dapat
diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan oleh sistem. Input tidak terendali merupakan input
yang tidak dapat di atur dan tidak dapat diprediksi oleh sistem. Output terdiri dari output yang
dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Output dikehendaki merupakan output yang
sudah diprediksi dan merupakan tujuan dari sistem. Output tidak dikehendaki merupakan output
yang tidak dapat diprediksi oleh sistem dan harus dilakukan evaluasi terhadap output yang tidak
dikehendaki. Fenomena yang ada terkait dengan Penyediaan air bersih yang bersifat abstrak
tersebut dikonstruksikan ke dalam bentuk causal loop. Pada causal loop ini diperlihatkan
hubungan timbal balik antar berbagai komponen yang ada pada sistem.

Implementasi komputer: Pada tahapan ini dilakukan transformasi fenomena yang bersifat abstrak
ke dalam bentuk persamaan. Proses ini menggunakan alat bantu sistem komputer, di mana
program yang digunakan adalah Powersim.

Validasi Model : guna mengetahui apakah model yang dibentuk dapat diterima secara akademik,
maka perlu dilakukan validasi kinerja dan uji validasi konstruksi (Kholil et al. 2014). Pengujian
statistik dilakukan terhadap output dari model terhadap nilai rata-rata absolutnya (AME :
Absolute Varian Error). Batas penyimpangan yang diterima berkisar (5-10)% (Muhammadi et. al
2001).

Verifikasi Model : agar diperoleh keyakinan bahwa model yang dibuat sudah mendekati
kenyataan. Uji yang dilakukan adalah uji kestabilan struktur untuk melihat sejauh mana struktur
model yang telah dibangun menjelaskan struktur nyata yang berlaku. Dalam pengujian stabilitas
struktur dilakukan simulasi dalam jangka waktu 20 tahun. Hal ini disesuaikan dengan periode
perencanaan infrastruktur sistem penyediaan air minum/air bersih dalam Permen PU No 18
Tahun 2007, Periode perencanaan dalam penyusunan rencana Induk Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM).
Analisa sensitivitas : respon model terhadap stimulus yang ditunjukkan oleh perubahan
perilaku/kinerja model yang dalam hal ini diwakili oleh level/stock (Kholil et al. 2014)

Simulasi Model : simulasi memberikan deskripsi sistem sejalan dengan bertambahnya waktu.
Hasil simulasi terhadap kombinasi parameter ditafsirkan dalam kebijakan nyata. Analisa
kebijakan dengan menggunakan simulasi dilakukan dengan beberapa skenario. Skenario dibuat
dengan mengubah parameter dari fungsi-fungsi namun struktur modelnya tetap. Dalam
melakukan simulasi, ada 3 skenario yang akan dikembangkan yaitu:

1. Skenario I : Skenario ini merupakan gambaran di mana fenomena yang ada/ tanpa intervensi
terhadap model

2. Skenario II : Skenario ini memberikan gambaran di mana dilakukan terhadap parameter kunci
secara moderat.

Skenario III : Skenario ini memberikan gambaran di mana dilakukan terhadap parameter kunci
secara optimis.

Tahapan awal dalam analisis yang menggunakan sistem dinamik adalah dengan melakukan
identifikasi sistem. Dalam identifikasi menentukan ditentukan variabel-variabel dalam sistem
dan interaksi antar variabel tersebut di dalam sebuah kotak hitam (black box). Variabel tersebut
diklasifikasikan ke dalam variabel imput terkontrol, input tidak terkontrol, output dikehandaki
output tidak dikehendaki dan variabel lingkungan. Hubungan antara variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.1..

Dalam diagram input-output tersebut di atas, input lingkungan merupakan variabel eksternal
yang mempengaruhi kinerja sistem tetapi tidak dipengaruhi oleh sistem itu sendiri. Dalam
konteks upaya pemenuhan kebutuhan air bersih secara berkelanjutan, input lingkungan berupa
peraturan dan perundangan yang berlaku. Undang-Undang Dasar RI mengamanatkan bahwa
sumber daya alam yang ada di Indonesia, dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat, dalam hal ini air merupakan bagian dari sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia.
Pada era otonomi daerah, terjadi pergeseran peran, kewajiban dan kewenangan pemerintah
daerah. Pemerintah daerah berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, salah
satunya air bersih. Hal ini dituangkan dalam UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Untuk menunjang hal tersebut, ada beberapa peraturan menteri yang bersifat teknis yang
mendorong upaya pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat di antaranya Permen PU No 14
Tahun 2010 tentang standar pelayanan minimal, Permen PU No: 18 Tahun 2007 tentang
Pengembangan SPAM dan lain-lain. Peraturan dan perundangan ini akan mempengaruhi kinerja
dan kondisi dari variabel atau komponen yang ada dalam sistem penyediaan air bersih
Input tidak terkendali, merupakan variabel yang tidak dapat dikontrol oleh sistem penyediaan air
bersih tetapi keberadaannya dapat mempengaruhi kondisi pencapaian tujuan dalam upaya
pemenuhan kebutuhan air minum secara berkelanjutan. Sedangkan input terkendali merupakan
variabel yang dapat dikontrol dalam sistem penyediaan air bersih dan mempengaruhi kondisi
pencapaian tujuan dalam upaya pemenuhan kebutuhan air bersih. Sedangkan output merupakan
luaran yang dihasilkan dalam upaya pemenuhan kebutuhan air bersih berkelanjutan. Luaran yang
dikehendaki merupakan target yang ingin dicapai, sedangkan luaran yang tidak dikehendaki
merupakan luaran yang harus dikelola/intervensi agar luaran tersebut tidak kontra produktif
terhadap upaya pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat.

Skenario dalam pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat disusun berdasarkan target
pemerintah untuk menjamin kebutuhan dasar masyarakat secara aman (kualitas, kuantitas dan
kontinuitas). Penyusunan skenario simulasi diarahkan untuk dapat menjamin keberlanjutan
layanan. Upaya yang dilakukan untuk mengintervensi dari aspek sosial adalah dengan
meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam mengendalikan perilaku konsumsi melalui
penurunan tingkat konsumsi air bersih. Dari sisi ekonomi, diupayakan dengan mendorong
peningkatan financial perform dari penyelenggara layanan air bersih. Intervensi dilakukan
melalui penurunan kebocoran air sehingga loss income dari penyedia layanan dapat dikurangi.
Dari sisi ekologi, dilakukan intervensi terhadap penurunan kehilangan air pada sumber air baku,
sehingga kuantitas air olahan dapat ditingkatkan dan penggunaan sumberdaya dapat
diminimalkan. Skenario simulasi model pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat dapat
dilihat pada Tabel 7.2.

Hasil simulasi dari model terhadap kebutuhan air perpipaan dan non perpipaan berdasarkan
skenario dapat dilihat pada Gambar 7.20. Dari gambar 7.20 terlihat bahwa skenario yang
dibangun menyebabkan perubahan pada pola kebutuhan air perpipaan dan non perpipaan. Pada
skenario 1, kebutuhan non perpipaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan
perpipaan, sedangkan untuk pada skenario 2 dan 3 kebutuhan perpipaan lebih tinggi
dibandingkan dengan non perpipaan. Kebutuhan air perpipaan terus meningkat seiring dengan
target capaian dari pemerintah untuk melayani kebutuhan air bersih secara aman. Peningkatan
signifikan terjadi pada kebutuhan perpipaan untuk skenario 3, hal ini karena target layanan
perpipaan yang dicanangkan oleh pemerintah relatif tinggi yaitu sebesar 80% dari jumlah
penduduk terlayani dengan sistem perpipaan. Begitu pula sebaliknya, kebutuhan air non
perpipaan pada skenario 3 menurun secara signifikan karena target layanan dengan non
perpipaan menurun secara signifikan guna menjamin keamanan dari air bersih yang dikonsumsi
oleh masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai