PENDAHULUAN
Jaringan transportasi dapat terdiri dari satu atau lebih macam alat transportasi
yang mungkin berbeda media dan modanya, apakah hanya jalan saja atau
merupakan gabungan antara jalan dan kereta, atau jalan dan transportasi air atau
kombinasi lainnya. Untuk mengefisienkan pergerakan yang terjadi di dalam
jaringan tersebut, maka sistem jaringan perlu didesain secara terhirarki sesuai
dengan besarnya arus lalu lintas yang melalui jaringan tersebut.
Angkutan jalan rel merupakan salah satu moda angkutan darat yang cukup efisien,
karena kapasitas angkut (per kereta) yang cukup besar dan pergerakannya tidak
terganggu oleh arus lalu lintas kendaraan di jalan raya. Ada dua tipe dasar
angkutan jalan rel, yaitu sistem angkutan jalan rel perkotaan dan angkutan jalan
rel antar kota.
Pelayanan angkutan jalan rel ini diberikan kepada angkuan orang dan angkutan
barang. Kebutuhan angkutan penumpang merupakan fungsi dari karakteristik
pelayanan. Atribut untuk angkutan penumpang adalah keselamatan dan keamanan,
kecepatan, reliabilitas, kenyamanan dan biaya yang relatif rendah, sedang untuk
angkutan barang kenyamanan bukanlah menjadi hal yang utama.
1
Mampu merencanakan struktur jalan rel
Mampu menggambar desain jalan rel
2
BAB II
DASAR TEORI
Perencanaan konstruksi jalan rel baik jalur tunggal maupun jalur ganda harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara
teknis, nonteknis, dan ekonomis.
Secara teknis diartikan konstruksi jalan rel tersebut harus dapat dilalui kendaraan
rel dengan aman dengan tingkat kenyamanan tertentu selama umur konstruksinya.
Secara nonteknis diartikan bahwa dalam pembangunan jalan rel tersebut harus
memperhatikan kendala dan masalah-masalah yang dirasakan langsung maupun
tidak langsung oleh masyarakat. Seperti halnya pembebasan tanah ataupun
pengambilan hak penggunaan lahan PT.KAI guna lahan area track baru yang
selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat, juga tingkat kebisingan yang timbul
akibat pelaksanaan konstruksi dan operasionalnya kelak, serta konstruksi jalan rel
tersebut tidak menimbulkan permasalahan sosial dan lingkungan sehingga
masyarakat dapat menerima dengan baik dan tidak terganggu oleh keberadaannya.
Kereta api adalah bentuk transportasi rel yang terdiri dari serangkaian kendaraan
yang ditarik sepanjang jalur kereta api untuk mengangkut kargo atau penumpang.
Gaya gerak disediakan oleh lokomotif yang terpisah atau motor individu dalam
beberapa unit. Meskipun propulsi historis mesin uap mendominasi, bentuk-bentuk
modern yang paling umum adalah mesin diesel dan listrik lokomotif, yang
disediakan oleh kabel overhead atau rel tambahan. Sumber energi lain
3
termasuk kuda, tali atau kawat, gravitasi, pneumatik, baterai, dan turbin gas. Rel
kereta api biasanya terdiri dari dua, tiga atau empat rel, dengan sejumlah monorel
dan guideways maglev dalam campuran. Kata 'train' berasal dari bahasa Perancis
Tua trahiner, dari bahasa Latin trahere 'tarik, menarik'.
Ada berbagai jenis kereta api yang dirancang untuk tujuan tertentu. Kereta api
bisa terdiri dari kombinasi satu atau lebih dari lokomotif dan gerbong kereta
terpasang, atau beberapa unit yang digerakkan sendiri (atau kadang-kadang pelatih
bertenaga tunggal atau diartikulasikan, disebut sebuah kereta mobil). Kereta
pertama dengan bentuk ditarik menggunakan tali, gravitasi bertenaga atau ditarik
oleh kuda. Dari awal abad ke-19 hampir semuanya didukung oleh lokomotif uap.
Dari tahun 1910-an dan seterusnya lokomotif uap mulai digantikan oleh kurang
dan bersih (tetapi lebih kompleks dan mahal) lokomotif diesel dan lokomotif
listrik, sementara pada waktu yang sama beberapa kendaraan unit yang
digerakkan sendiri baik sistem tenaga menjadi jauh lebih umum dalam pelayanan
penumpang.
Secara de-facto hadirnya kereta api di indonesia ialah dengan dibangunnya jalan
rel sepanjang 26 km pada lintas Kemijen-Tanggung yang dibangun oleh NV.
Nederlandsch Insdische Spoorweg Maatschappij (NIS). Pembangunan jalan rel
tersebut dimulai dengan penyangkulan pertama pembangunan badan jalan rel oleh
Gubernur Jendral Belanda Mr. L.A.J. Baron Sloet Van De Beele pada hari Jum’at
tanggal 17 juni 1864. Jalur kereta api lintas Kemijen-Tanggung mulai dibuka
untuk umum pada hari sabtu, 10 Agustus 1867. Sedangkan landasan dejure
pembangunan jalan rel di jawa ialah disetujuinya undang-undang pembangunan
jalan rel oleh pemerintah Hindia Belanda tanggal 6 April 1857.
4
Gambar 2.1 Pembangunan Jalan Rel di Indonesia
5
berkurangnya jaringan jalan rel di Indonesia. Data tahun 1999 memberikan
informasi bahwa panjang jalan rel di Indonesia ialah 4615,918 km, terdiri atas
Lintas Raya 4292,322 km dan Lintas Cabang 323,596.
Jalan rel KA di Indonesia dibedakan de`ngan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di
Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang
dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km,
sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km
antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan
teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai
pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000
diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta
sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya
bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru.
6
Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP. No. 57 tahun 1990 status
perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum sehingga PJKA berubah
menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka). Perubahan besar terjadi pada
tahun 1998, yaitu perubahan status dari Perusahaan Umum Kereta Api menjadi
PT Kereta Api (persero), berdasarkan PP. No. 19 tahun 1998.
Perkembangan dalam dunia kereta api di Indonesia terus berlangsung, begitu pula
dengan teknologinya. Tanggal 31 Juli 1995 diluncurkan KA Argo Bromo
(dikenal juga sebagai KA JS 950) Jakarta-Surabaya dan KA Argo Gede (JB 250)
Jakarta-Bandung. Peluncuran kedua kereta api tersebut mendandai apresiasi
perkembangan teknologi kereta api di Indonesia dan sekaligus banyak dikenal
sebagai embrio teknologi nasional. Saat ini selain kedua KA ―Argo‖ tersebut di
atas, telah beroperasi pula KA Argo Lawu, KA Argo Dwipangga, KA Argo
Wilis, KA Argo Muria.
7
Kereta Diesel Elektrik
Merupakan lokomotif yang paling banyak populasinya. Mesin diesel dipakai
untuk memutar generator agar mendapatkan energi listrik. Listrik tersebut
dipakai untuk menggerakkan motor listrik besar yang langsung
menggerakkan roda.
Kereta Diesel Hidrolik
Lokomotif ini menggunakan tenaga mesin diesel untuk memompa oli dan
selanjutnya disalurkan ke perangkat hidrolik untuk menggerakkan roda.
Lokomotif ini tidak sepopuler lokomotif diesel elektrik karena perawatan dan
kemungkinan terjadi problem sangat tinggi.
Kereta Rel Listrik
Prinsip kerjanya hampir sama dengan lokomotif diesel elektrik, tapi tidak
menghasilkan listrik sendiri. Jangkauan lokomotif ini terbatas hanya pada
jalur yang tersedia jaringan transmisi listrik penyuplai tenaga.
Pengembangan jaringan rel kereta api 1875 - 1925 dalam 4 tahap, yaitu:
1875 – 1888
1889 – 1899
1900 – 1913
1914 – 1925
Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan lintas
Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga lintas Jogya -
Magelang.
8
Hingga tahun 1888 jaringan rel terbangun adalah:
Batavia - Buittenzorg - Sukabumi - Bandung – Cicalengka
Batavia - Tanjung Priok dan Batavia – Bekasi
Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo - Madiun - Sidoarjo – Surabaya
Kertosono - Kediri – Blitar
Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan – Probolinggo
Solo - Purwodadi - Semarang dan Semarang – Rembang
Tegal – Balapulang
9
Jaringan setelah tahun 1813 hingga tahun 1925
Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan dimulai
dibangun tahun 1941 dan Perang Dunia II meletus.
Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas
Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan kereta
listrik hanya ada di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang dibangun tahun
1918, kemudian tahun 1925 jaringan listrik juga dibuat ke Meester Cornelis
(Jatinegara) ke Tandjoeng Priok.
23. Data Topografi, meliputi kerapatan titik kontrol tanah (titik kontrol
tanah(horizontal), kerapatan titik kontrol tanah horizontal, titik kontrol tanah
(vertikal), poligon, sudut horizontal, azimuth matahari, sudut vertikal, jarak,
sipat datar, situasi, profil melintang, contour (garis ketinggian), plotting,
pengambilan dan proses data lapangan, penggambaran hasil pengukuran
24. Data Geoteknik meliputi: sondir, bor tangan, CBR lapangan
menggunakanDCP, analisis laboratorium contoh hasil bor tangan.
10
23. Data Hidrologi meliputi: data curah hujan harian maximum, analisis curah
hujanrancangan, analisis curah hujan harian maximum rata-rata berdasarkan
Metode Gumbel, analisis curah hujan harian maximum rata-rata berdasarkan
Metode Haspers, analisis curah hujan harian maximum rata-rata berdasarkan
metode Ir. Jp. Weduwen, analisis debit banjir rancangan (design flood), analisis
design flood dengan Metode Melchior, analisis design flood dengan Metode
Haspers, dan analisis design flood dengan metode Dr. Mononobe.
24. Data Geologi digunakan untuk mengetahui kondisi lokasi secara umum
yangditinjau dari disiplin ilmu geologi. Hal-hal yang perlu diketahui dari data-
data geologi adalah :
Jenis bentuk geologi dan sejarahnya
Deskripsi permukaan tanah dan batuan
Deskripsi masa tanah terutama mengenai sesar atau lipatan-lipatan.
Bentuk lereng dan evaluasinya serta kemungkinan adanya proses-prosesyang
masih berjalan seperti gerakan tanah dan pelapukan bantuan serta
pengikisan permukaan
Kemiringan dan panjang rel, baik di tempat-tempat yang sudah stabilmaupun
yang memperlihatkan tanda-tanda kelongsoran.
Keadaan- keadaan khusus dari permukaan, seperti lembah, jurang,sungai, danau
dan hal-hal khusus lainnya.
25. Data Lalu lintas kereta api meliputi: kecepatan operasi rata-rata kereta,
jenikereta, jumlah lintas operasi, jumlah gerbong penumpang atau barang, tonase
lokomotif dan gerbong.
Standard dan peraturan yang digunakan dalam perencanaan jalan kereta api
adalah :
Peraturan Dinas No 10 Tahun 1986 Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
Peraturan Menteri Perhubungan No.60 Tahun 2012 Persyaratan Teknis Jalur Kereta
Api
Peraturan Menteri Perhubungan No. 29 Tahun 2011 Persyaratan Teknis Bangunan
Stasiun Kereta Api
11
Tahap Perencanaan
12
2.7.1 Alinyemen Horisontal
G sin a = ( m . V2 / R ) cos a
G sin a = G . V2 ( g . R ) cos
a
Tan a = V2 / ( g . R ) ; tan a = h / w
h =w.V /(g.R)2
Gaya Sentrifugal diimbangi oleh gaya berat dan daya dukung rel
13
G.h/w = { G . V2 / ( g . R ) } – ( G / g ) . a
a = ( V2 / 13R ) – g . ( h / w )
a = Percepatan sentrifugal ( m/dt2)
min = 0,054 V2
h = ( 8,8 . V2 / R ) – 53,54
= 0,164 . V2
Keterangan:
R = jari-jari lengkung horisontal
(m) V = kecepatan rencana (km/jam)
h = peninggian rel pada lengkung horisontal (mm)
w = jarak antara kedua titik kontak roda dan rel (1120 mm)
g = percepatan gravitasi ( 9,81 m/dt2)
Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari – jari berubah beraturan.
Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara dengan daerah lengungan
dan atau sebaliknya, dan sebagai peralihan antara dua jari-jari lingkaran yang
berbeda. Lengkung peralihan diperlukan agar gaya sentrifugal yang terjadi dapat
beralih secara bertahap sedemikianrupa sehingga penumpang didalam kereta api
terjamin kenyamanan. Dalam perencanaan hendaknya hal tersebut mengacau pada
PD No.10 Bab II pasal 3a.
90 1330 440
80 1050 350
70 810 270
60 600 200
Sumber: PD 10
15
STA. CT = TC + Lc
Dimana:
= sudut luar di PI = sudut pusat lingkaran
O Tc = panjang tangen = jarak dari TC ke PI
Lc = panjang busur lingkaran
Ec = jarak luar
Rc = jari-jari lingkaran
16
Es = ( Rc + p ) sec ∆/2 – Rc (m)
∆c = ∆ -2 Ɵs (derajat)
Lc = ∆c / 360 . ( 2πRc) (m)
l4 l8 l 12
l3 l4 l8 l12
Dimana:
PI = titik perpotongan garis tangen utama
TS = titik perubahan dari tangen ke spiral
SC = titik perubahan dari circle ke spiral
Rc = Jari-jari lengkung lingkaran
l = panjang busur spiral dari TS ke suatu titik sembarang
Lh=Ls = Panjang lengkung peralihan
Ts = jarak dari TS ke PI
Es = panjang eksternal total dari PI ke tengah busur lingkaran
K = jarak dari TS ke titik proyeksi pusat lingkaran pada tangen
17
P = jarak dari busur lingkaran tergeser terhadap garis tangen
= sudut pertemuan antara tangen utama
Ɵs = sudut spiral
Xc,Yc = koordinat SC atau CS terhadap TS – PI atau PI – TS
Xi, Yi = koordinat setiap ttik pada spiral terhadap TS – PI atau PI – TS
Sta Ts = titik awal lengkung
Sta SC = TS + Ls
Sta CS = TS + Ls + lc
Sta ST = TS + Ls + Lc + Ls
Peninggian Rel
Pada saat kereta api memasuki bagian lengkung, maka pada kereta api tersbut
akan timbul gaya sentrifugal yang mempunyai kecenderungan melemparkan
kereta api ke arah luar lengkung. Hal ini sangat membahayakan dan tidak
nyaman bagi penumpang. Untuk mengatasinya dlakukan peninggian pada rel
luar. Dengan adanya peninggian ini gaya sentrifugal yang timbul kana diimbangi
oleh komponen gaya berat kereta api dan kekuatan rel, penambat, bantalan balas.
Ada 3 macam peninggian, yaitu:
Peninggian maksimum
Berdasarkan stabilitas kereta api pada saat berhenti di bagian lengkung
kemiringan maksimum, dibatasi sampai 1% atau h maks = 110 mm.
Peninggian minimum
Berdasarkan gaya maksimum yang mampu dipikul rel dan kenyamanan bagi
penumpang di dalam kereta.
18
Rumus:
Peninggian normal
Kondisi rel tidak ikut memikul gaya sentrifugal sepenuhnya diimbangin oleh
komponen gaya berat.
Rumus:
h normal = 5,95 ( V2 / R )
Keterangan:
h min = peninggian minimum (mm)
h normal = peninggian normal (mm)
V = kecepatan rencana (km/jam)
R = jari-jari lengkung (m)
Lebar Sepur
Lebar sepur adalah jarak antara kedua batang rel, diukur dari sebelah dalam
kepalanya. Untuk seluruh kelas jalan rel lebar sepur adalah 1067 mm yang
merupakan jarak terkecil antara kedua sisi kepala rel, dikukur pada daerah 0 -14
mm dibawah permukaan teratas kepala rel.
Pelebaran Sepur
Pelebaran sepur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati lengkung
tanpa hambatan dan mengurangi gaya tekan akibat terjepitnya roda kereta di
tikungan. Pelebaran sepur dicapai dengan menggeser rel dalam ke arah dalam.
Faktor yang berpengaruh terhadap besarnya pelebaran sepur adalah:
19
Pelebaran sepur dapat dihitung dengan persamaan ( PD 10) sebagai berikut:
d = 3000 mm
w = 4500 - 8mm
R
Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang
melalui sumbu jalan rel tersebut, dipergunakan bila terdapat perbedaan kelandaian
sehingga dengan adanya lengkung vertikal peralihan dapat terjadi secara berangsur-
angsur dari suatu landai ke kelandaian berikutnya. Alinyemen vertikal terdiri dari
garis lurus dengan atau tanpa kelandaian lengkung vertikal yang berupa busur
lingkaran.
Lengkung Vertikal
Pada setiap pergantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang memenuhi
keamanan dan kenyamanan. Panjang lengkung vertikal berupa busur lingkaran
yang menghubungkan dua kelandaian lintas berbeda, ditentukan berdasarkan
besarnya jari-jari lengkung vertikal dan perbedaan kelandaian. Kriteria alinyemen
vertikal:
Beberapa kelandaian yang berlainan dalam jarak pendek disederhanakan
menjadi satu kelandaian.
Jika penurunan beralih ke pendakian atau pendakian beralih ke penurunan
dsediakan bagian mendatar dengan panjang minimum 200 m.
Tinggi puncak rel sedapat mungkin tidak diturunkan, kecuali tidak memenuhi
syarat-syarat yang disebutkan sebelumnya.
20
Gambar 2.4 Lengkung vertikal (Penjelasan PD 10,
2:28)
Rumus:
φ = |g1-g2|
1 d2y
R =dx2
dy x
2
dx = R +C2;x=0, y=0, maka C2=0
dy x x2
2
Jadi: dx = R dan Y = R
Letak titik A (Xm,Ym)
X=
1) l
dy l
dx = R ; l = φ R
Xm OA = ½ l
x= R
2φ
2
2) Y= R =; l = φ R
Y = Ym ; X = Xm = ½ l
1/4l2 φ2R
2
Y= 2R = 8R
R
Ym= φ2
8
Km PLV = Km PI – Xm
Elv = Elv PI – Xm *φ
21
PLV
Km PV = Km PI
Elv PV = Elv PV – Ym
Km
PTV = Km PI + Xm
22
Elv PTV = ElvPI + Xm * φ
Keterangan:
Landai
Besarnya landai ditentukan oleh tangen sudut antara jalan kereta api dan garis
mendatar, jadi bsarnya landai pada umumnya dinyatakan dalam bentuk
23
pecahan misalnya 1/25, 1/40, dan sebagainya. Dapat pula dinyatakan dalam bentuk
mm/m atau 0/00 jadi landai 1/25 sama dengan landai 40 0/00.
Pengelompokan lintas berdasarkan pada kelandaian dari sumbu dan rel ( PD 10 Bab
II pasal 4a).
kelompok kelandaian
Sumber: PD 10
Landai penentu
Andai penentu adalah landai pendakian terbesar yang ada pada lintas lurus, yang
berpengaruh terhadap kombinasi gaya tarik lokomotif terhadap rangkaian kereta
dioperasikan.
1 10%
2 10%
3 20%
4 25%
5 25%
Sumber: PD 10
Profil Ruang
Untuk menentukkan batas bangunan di samping jalan kereta api, batas bentuk bakal
pelanting dan batas ruang muatan diperlukan bebeapa profil ruang, yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah oleh menteri perhubungan.Ada tiga macam profil
ruang, yaitu:
24
Profil Ruang Bebas
Dalam profil ini tidak diperkenankan adanya bangunan dan benda – benda tetap,
sedanfkan bakal pelanting tidak boleh menonjok keluar. Untuk jalan kereta api
kelas I dan Kelas II ditetapkan profil ruang bebas sendiri-sendiri dan pada masing-
masing profil tadi ada bagian yang ditetapkan untuk jalan bebas ( di luar
emplasemen) serta sepur utama di stasiun dan untuk sepur-sepur lainnya. Untuk
bangunan-bangunan baru, seperti tiang-tiang telegrap dan sebagainya, penempatan
harus 0,50 m di luar profil ruang bebas, sedangkan untuk bagian bagian jembatan
ditetapkan 0,20 m.
Profil ruang kelonggaran
Profil ini berguna untuk membatasi bentuk bakal pelanting agar tidak ada
bagian yang menonjok keluar. Pada pembuatan bakal pelanting baru
perencana terikat pada profil ruang kelonggaran.
Profil ruang muatan
Profil ini dimaksudkan untuk membatasi volume muatan. Profil ruang
kelonggaran dan profil ruang muatan kedua-duaya harus ada dalam profil
ruang bebas.
Dengan adanya profil ruang-ruang tersebut dapat diihindarkan adanya
tabarakan antara bakal pelanting dan benda-benda tetap yang terdapat di
sepanjang pinggir jalan kereta api.
26
2.8 Konstruksi Jalan Rel
Vrencana = Vmaks
10.106-
II 20.106 110 18 R.54/R.50 Beton/Kayu EG 30 50
600
R.54/R.50/ Beton/Kayu/
III 5.106-10.106 100 18 R.42 Baja EG 30 40
600
R.54/R.50/ Beton/Kayu/
IV 2,5.106-5.106 90 18 R.42 Baja EG/ET 25 40
600
Sumber: PD
10
gandar maksimum adalah 18 ton. Ketentuan ini akan dipakai guna evaluasi
kelayakan pada perencanaan jalur ganda.
27
2.8.1 Rel
Rel harus memenuhi persyaratan berikut:
Minimum perpanjangan (elongation) 10%
Kekuatan Tarik (tensile strength) minimum 1175 N/mm2
Kekerasan Kepala rel tidak boleh kurang dari 320 BHN.
Penampang Rel harus memenuhi ketentuan dimensi rel seperti pada table dan
gambar berikut:
A = luas penampang
28
Gambar 2.8 Penampang Rel
R 42 R. 50 R.54 R. 60
Celah
Di sambungan rel harus ada celah untuk menampung timbulnya perubahan
panjang rel akibat perubahan suhu. Besar celah ditentukan sebagai berikut :
Untuk semua tipe rel, besar celah pada sambungan rel standard dan rel
pendek tercantum pada table 2.7.
Pada sambungan rel panjang, besar celah dipengaruhi juga oleh tipe rel dan
jenis bantalan.
Untuk sambungan rel panjang pada bantalan kayu, besar celah
tercantum pada Tabel 2.8.
29
Untuk sambungan rel panjang pada bantalan beton, besar celah
tercantum pada Tabel 2.9.
30
Tabel 2.7 Besar celah untuk semua tipe rel pada sambungan rel standard dan
rel
pendek.
Tabel 2.8 Besar celah untuk sambungan rel panjang pada bantalan kayu
≤ 28 16 16 16 16
30 14 16 16 16
32 12 14 15 16
34 10 11 12 13
36 8 9 10 10
38 6 6 8 8
40 5 4 6 6
42 4 3 5 5
44 3 3 3 4
46 2 3 3 3
≥ 48 2 2 2 2
Sumber PD 10 Tahun 1986
Suhu pemasangan
Yang dimaksud dengan suhu pemasangan adalah suhu rel waktu
pemasangan.
Batas suhu pemasangan rel standard dan rel pendek tercantum pada
Tabel 2.7.
Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan kayu tercantum dalam
table 2.8.
31
Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan beton tercantum pada
table 2.9.
Tabel 2.9 Besar celah untuk sambungan rel panjang pada bantalan beton
≤ 28 16 16 16 16
30 14 16 16 16
32 12 14 15 16
34 10 11 12 13
36 8 9 10 10
38 6 6 8 8
40 5 4 6 6
42 4 3 5 5
44 3 3 3 4
46 2 3 3 3
≥ 48 2 2 2 2
Sumber PD 10 Tahun 1986
Penambat Rel
Penambat rel merupakan suatu komponen yang menambatkan rel pada
bantalan sedemikian sehingga kedudukan rel menjadi kokoh dan kuat.
Kedudukan rel dapat bergeser diakibatkan oleh pergerakan dinamis roda
kereta yang bergerak di atas rel. Pergerakan dinamis roda dapat
mengakibatkan gaya lateral yang besar. Oleh karena itu, kekuatan penambat
sangat diperlukan untuk dapat mengeliminasi gaya ini. Jenis penambat
digolongkan berdasarkan karakteristik perkuatan yang dihasilkan dari sistem
penambat yang digunakan. Berikut ini dijelaskan faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam penggunaan penambat, sejarah penggunaan
penambat dan jenis-jenis penambat yang hingga saat ini masih digunakan di
Indonesia dan beberapa negara lainnya.
Penambat Kaku, yang terdiri dari mur dan baut namun dapat juga
ditambahkan pelat andas, biasanya dipasang pada bantalan besi dan kayu.
Sistem perkuatannya terdapat pada klem plat yang kaku.
32
Penambat Elastik, penggunaannya dibagi dalam dua jenis, yaitu penambat
elastik tunggal yang terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit elastik,
tirpon, mur dan baut, dimana kekuatan jepitnya terletak pada batang jepit
elastik. Penambat elastik tunggal ini biasanya digunakan pada bantalan besi
atau kayu. Adapun jenis yang kedua adalah penambat elastik ganda yang
terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit, alas rel, tirpon, mur dan baut,
Kekuatan jepitnya terletak pada batang elastis dan biasanya digunakan pada
bantalan beton. Penggunaan pada bantalan benton, tidak menggunakan pelat
andas melainkan las karet (rubber pad) yang tebalnya disesuaikan dengan
kecepatan kereta api. Pada umumnya, penambat elastik juga dapat
dibedakan menurut daya jepit yang dihasilkan, yaitu Daya Jepit Langsung,
misalnya : Pandrol, DE, Dorken, First BTR, dan Daya Jepit Tak Langsung
(dihasilkan oleh bantalan terhadap mur-baut atau tirpon), misalnya F-type
dan Nabla.
33
Gambar 2.10 Contoh Pelat Andas Tipe A untuk R-25
34
Dalam PD. No.10 Tahun 1986, penggunaan penambat elastis dibagi menurut kelas
jalan (kecepatan maksimum), yaitu :
I Elastik Ganda
II Elastik Ganda
III Elastik Ganda
IV Elastik Tunggal
V Elastik Tunggal
Kedua jenis penambat (kaku dan elastik) ini mempunyai berbagai hal paten
tersendiri dan metode penjepitan ke bantalan yang dapat berupa gaya tarikan (pull
out) dan bending maupun torsi.
2.8.2 Bantalan
Bantalan berfungsi untuk meneruskan beban dari rel ke balas, menahan lebar
sepur dan stabilitas ke arah luar jalan rel. Pemilihan bantalan berdasarkan pada
kelas jalan yang sesuai dengan klasifikasi jalan rel Indonesia. Macam-macam
bantalan yang digunakan di Indonesia:
1. Bantalan kayu
Bantalan kayu digunakan dalam jalan rel karena selain relatif lebih nyaman, bahan
tersebut harganya murah, mudah diperoleh dan mudah pula dibentuk. Sifat kayu
adalah keras, namun juga cukup kenyal dan mampu untuk meredam getaran dan
suara. Namun bantalan kayu cepat rusak dan penambat menjadi kurang kuat.
Untuk memperpanjang umur bantalan, antara rel dan bantalan harus dipasang
pelat andas. Bantalan kayu harus memenuhi syarat-syarat berikut:
Kayu harus tua, sehat, utuh, padat, dan tidak boleh mengandung kambium.
Kayu tidak boleh ada bekas dahan (mata kayu).
Tidak ada lubang bekas ulat.
Tidak ada tanda pelapukan.
35
2. Bantalan baja
Bantalan baja digunakan dalam jalan rel karena lebih ringan, hal ini dikarenakan
ukuran ketebalannya yang lebih tipis, sehingga memudahkan pengangkutan.
Bantalan baja memiliki keuntungan yaitu tahan lama, tidak mudah menggeser ke
samping, pemeliharaannya mudah, mampu menghindari retak-retak yang timbul
karena mempunyai elastisitas yang lebih besar. Kekurangannya adalah
penampang melintangnya kurang baik karena stabilitas lateral dan aksialnya
didapat dari konstruksi cengkeramannya, serta gesekan antara balas dan dasar
bantalan kecil. Di samping itu relatif keras dan kurang nyaman.
3. Bantalan beton
Bantalan beton digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:
Mempunyai kekuatan yang lebih besar, tidak mengalami korosi dan merupakan
konduktor listrik yang jelek dan tidak mudah rusak.
Konstruksi lebih berat sehingga bantalan beton akan lebih stabil letaknya pada
balas sehingga mampu mempertahankan kedudukan track.
Kerugiannya adalah:
Penanganannya lebih sulit karena berat, sehingga harus menggunakan alat-alat
khusus dan membuatnya memerlukan ketepatan ukuran yang sangat tinggi
sehingga cukup mahal harganya.
Agak keras sehingga perlu landas elastik.
Lapisan balas pada dasarnya adalah terusan dari lapisan tanah dasar, dan terletak
di daerah yang mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar akibat lalu Iintas
kereta pada jalan rei, oleh karena itu material pembentuknya harus sangat
terpilih.
36
Fungsi utama balas adalah untuk meneruskan dan menyebarkan beban bantalan ke
tanah dasar, mengokohkan kedudukan bantalan dan meluluskan air sehingga tidak
terjadi penggenangan air di sekitar bantalan dan reI.
Kemiringan lereng lapisan balas atas tidak boleh lebih curam dari 1 : 2.
Bahan balas atas dihampar hingga mencapai sama dengan elevasi bantalan.
Balas harus terdiri dari batu pecah (25 - 60) mm dan memiliki kapasitas
ketahanan yang baik, ketahanan gesek yang tinggi dan mudah dipadatkan;
Material balas harus bersudut banyak dan tajam;
Porositas maksimum 3%;
Kuat tekan rata-rata maksimum 1000 kg/cm2;
Specific gravity minimum 2,6;
Kandungan tanah, lumpur dan organik maksimum 0,5%;
Kandungan minyak maksimum 0,2%;
Keausan balas sesuai dengan test Los Angeles tidak boleh lebih dari 25%.
Untuk menghemat biaya pembuatan jalan rel maka lapisan balas dibagi menjadi
dua, yaitu lapisan balas atas dengan material pembentuk yang sangat baik dan
lapisan alas bawah dengan material pembentuk yang tidak sebaik material
pembentuk lapisan balas atas.
37
Indonesia (PBJRI) lapisan ini berfungsi sebagai lapisan penyaring (filter)
antara tanah dasar dan lapisan balas atas dan harus dapat mengalirkan air
dengan baik. Tebal minimum lapisan balas bawah adalah 15 cm.
( ) ( ( ) ( ) )
Pd x 2cosh2 λa cos2λc+coshλL +
λ 1
sinλL+sinh
σ1= 2b λL 2cos2λa (cosh2λc+cosλL )+
sinh2λa sin2λc-sinhλL -sin2λa sinh2λc-
sinλL
Dimana :
Pd = Beban roda akibat beban dinamis
P = Beban roda akibat beban statis
38
V = Kecepatan kereta api (km/ jam)
% beban = Prosentase beban yang mauk kedalam bantalan.
4 k
4∙E∙
λ= I
K = b x ke
Dimana :
b = Lebar bawah bantalan (cm)
ke = Modulus reaksi balas (kg / cm 3) .
EI = Kekakuan lentur banalan (kg/ cm 2)
l = Inersia bantalan (cm4)
a = Jarak dari sumbu vertikal rel ke ujung bantalan (cm).
c= Setengah jarak antara sumbu vertikal rel (cm)
Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas bawah dihitung dengan
persamaan-persamaan:
Pada sepur lurus :
k1 > b+ 2d1+ m
Pada tikungan : k1d
= k1
k1d = b+ 2 d1+ m+2e E
= (b+ 1/2) x h/l + t
Pada tebing lapisan balas bawah dipasang konstruksi penahan yang dapat
menajmin kemantapan lapisan itu. Pemilihan konstruksi penahan harus
mendapat persetujuan dari pemberi tugas.
Kepadatan.
Lapisan balas dibawah bantalan, terutama dibawah dudukan rel harus
dipadatkan dengan baik. Lapisan balas bawah harus dipadatkan sampai
mencapai 100 % d menurut percobaan ASTM D 698.
39
Sub-Balas
Lapisan sub-balas berfungsi sebagai lapisan penyaring (filtet) antara tanah
dasar dan lapisan balas dan harus dapat mengalirkan air dengan baik. Tebal
minimum lapisan balas bawah adalah 15 cm.
Lapisan sub-balas terdiri dari kerikil halus, kerikil sedang atau pasir kasar yang
memenuhi syarat teknis.
2.8.4 Subgrade
Daya dukung tanah sangat tergantung kepada keadaan tanah di lapangan. Untuk
menganalisis daya dukung tanah lapisan subgrade akibat pembebanan dinamik
kendaraan kereta api dapat digunakan metode analisis Beam on Elastic
Foundation (BoEF).
Metode BoEF dan JNR mengasumsikan bahwa bantalan diibaratkan sebagai balok
serta balas sebagai tumpuan elastik yang diibaratkan sebagai pegas. Dengan
demikian, tekanan di bawah bantalan (σ1) dapat dihitung menggunakan
persamaan :
σ1 = ke × y
dimana :
σ1 = tekanan di bawah bantalan ke =
koefisien balas
y = lendutan maksimum bantalan
( ) ( ( ) ( ) )
Pd x 2cosh λa cos2λc+coshλL +
2
y= λ 1 2
cosh2λc+cosλL +
sinλL+sinh
2k λL 2cos λa ( )
sinh2λa sin2λc-sinhλL -sin2λa sinh2λc-
sinλL
dimana:
P = beban roda
k = modulus balas = b × ke
b = lebar bantalan
40
= damping factor = λ =44∙kE∙I
Sedang 8-10
Baik 12-15
Penjelasan metode perbaikan tanah dapat dilihat secara lebih lengkap pada
Metode Stabilitas Tanah.
Beban roda (P) dikorelasikan kepada beban dinamis menggunakan rumus Talbot
sebagai berikut :
Pd = P2 1+0,01∙ ൬ Vrencana1,609 -5 ൨ x % Beban
Untuk beban yang bekerja pada subgrade (σ2) dapat dihitung menggunakan
persamaan( )berikut ini :
σ2= 58 x σ1 /10 +d1,35
dimana :
d = tebal balas total (cm)
σ1 = tekanan pada permukaan badan jalan (kg/cm2)
σ2 = tekanan tepat di bawah bantalan (kg/cm2)
41
BAB III
Pembahasan
3.1 Data Rel
Data Teknis :
Kelas Jalan = II
Beban Gandar (P) = 18 Ton
Tipe Rel = R54
Kekakuan Jalan Rel (K) = 180 Kg/Cm2
Modulus Elastisitas Rel (E) = 2100000 Kg/Cm2
Tahanan Momen Dasar (Wb) = Cm3
Jenis Lokomotif = BB
Koefisien Gandar (KG) = 0,75
V Maks = 110 Km/Jam
V Rencana = V Maks x 1,25
= 110 Km/jam x 1,25
= 137,5 Km/Jam
Tegangan Izin = 1325 Kg/Cm2
Tegangan Base = 1176,8 Kg/Cm2
Data Karakteristik Penampang Rel :
H = 159,00 mm
B = 140,00 mm
C = 72,20 mm
D = 16,00 mm
E = 49,40 mm
F = 30,20 mm
G = 74,97 mm
R = 508,00 mm
A = 69,34 Cm2 PENAMPANG REL
W = 54,43 Kg/m
Yb = 76,20 mm
Ix = 2346 Cm4
3.2 Perencanaan Pemilihan Rel
Tahanan Momen Dasar (Wb)
Ix
Wb = H
2
42
4
2346 Cm
= 159 cm
2
= 295,09 Cm3
Perhitungan Momen
Ma = Kg x
BG
2
x (1+ 0,01
Vr
1,609 (
−5 ) )
4x
√
4 180
4 x E x Ix
Ma = 0,75 x
18000
2
x (1+0,01
137,5
1,609 (
−5 ) )
4x
√
4 180
4 x 2100000 x 2346
Ma = 320125,48 Kg cm
43
Standard Bantalan = PJKA
Penempatan Bantalan = Lurus
Panjang (L) = 200 Cm
Lebar (b) = 22 Cm
Tinggi (h) = 13 Cm
Kelas Kayu =I
Lebar Sepur = 1067mm
Jarak dari Sunbu Rel Keluar Bantalan (a) = 43 Cm
Setengah Jarak Sumbu Vertikal Rel (c) = 57 Cm
Tegangan Lentur (σlt ) = 125 Kg/Cm2
Modulus Elastisitas = 125000 Kg/Cm2
Modulus Jalan Rel = 180 Kg/Cm2
λ=
√
4 K
4 EI
44
=
√
4 180
4 x 125000 x 4027,8
= 0,01729 Cm
Fungsi Trigonometri dan Hiperbolikus
Sin λL = -0,311
Sinh λL = 15,863
Cosh λa = 1,289
Cosh 2λc = 3,641
Cosh λL = 15,894
Cos λa = 0,736
Sinh 2λa = 2,099
Sin 2λc = 0,923
Sinh 2λc = 3,501
Sin 2λa = 0,996
Cos 2λc = -0,385
Cos λL = -0,950
Sinh λc = 1,149
Sin λc = 0,832
Sin λ (L-C) = 0,618
Sinh λ (L-C) = 5,900
Cosh λc = 1,523
Cos λ (L-C) = -0,786
Cos λc = 0,555
Cosh λ (L-C) = 5,984
Q 1
Mo = - x
2λ sinλL+sinhλL
( sinhλc ( sinλc+sinλ ( L−c ) ) +¿ sinλc ( sinhλc+ sinh λ ( L−c ) ) +¿ coshλccosλ ( L−c ) −¿
Q 1
Mo = - x ¿
(2 x 0,01729) (-0,311 +15,863)
3,016
Mo =
0,538
45
Mo = 5,609 Q
Mi = σlt x W
Dimana :
1
W = 125 x x b x h²
16
1 2
W = 125 x ( x 22 x 13 )
16
W = 29046, 87 Kg cm
Momen Yang Dapat Diterima Bantalan
Mi
Q=
Mc
d
29046,87
Q=
9,523
Q = 3050,18 Kg
Beban Dinamik
P Vr
Pd = x (1+0,01 ( -5))
2 1,609
18000 137,5
Pd = x (1+0,01 x ( -5))
2 1,609
Pd = 16241,11 Kg
46
Bantalan Beton
Kelas Jalan = II
V rencana = 137,5 Km/Jam
Beban Gandar = 18 Ton
Tipe Bantalan Wika Beton = N - 67
Panjang Bantalan (L) = 200 Cm
Lebar Sepur = 1067 mm
Jarak dari Sumbu Rel ke Luar Bantalan (a) = 43 Cm
Setengah Jarak Sumbu Vertikal Rel (c) = 57 Cm
Mutu Beton = 500 Kg/Cm2 Parameter Ukuran
Dimensi Bantalan
Tegangan Izin Tekan = 200 Kg/Cm2
Modulus Elastisitas (E) = 143108,35 Kg/Cm2
Modulus Jalan Rel (k) = 180 Kg/Cm2
47
W1 (b)
IX −1
W1 (b) =
Y 1(b)
Bagian Bawah Rel
B1 = 150 Mm
B2 = 250 Mm
T = 210 Mm
A1 = 420 Cm²
Ix = 15113,44 Cm4
Y1 (a) = 11,375 Cm
Y1 (b) = 9,63 Cm
W1 (a) = 1328,65 Cm³
W1 (b) = 1570,23 Cm³
Momen izin (+) = 15000 Kg Cm
Momen izin (-) = 75000 Kg Cm
B1
48
λ=
√
4 k
4EI
=
√
4 180
4 x 143108,35 x 15113,44
= 0,012 cm
λ=
√
4 k
4EI
=
√
4 180
4 x 143108,35 x 10599,43
= 0,013cm-1
Under Rail
Sin λL = 0,674
Sinh λL = 5,477
Cosh λa = 1,136
Cosh 2λc = 2,093 Middle Sleeper
Cosh λL = 5,568
Cos λa = 0,870
Sinh 2λa = 1,227
Sin 2λc = 0,980
Sinh 2λc = 1,839
Sin 2λa = 0,859
Cos 2λc = 0,200
Cos λL = -0,739
Sinh λc = 0,739
Sin λc = 0,632
Sin λ (L-C) = 0,989
Sinh λ (L-C) = 2,695
Cosh λc = 1,244
Cos λ (L-C) = -0,146
Cos λc = 0,775
Cosh λ (L-C) = 2,875
Sin λL = 0,494
Sinh λL = 6,865
Cosh λa = 1,164
Cosh 2λc = 2,344
Cosh λL = 6,937
Cos λa = 0,845
Sinh 2λa = 1,384
Sin 2λc = 0,997
Sinh 2λc = 2,120
49
Sin 2λa = 0,904
Cos 2λc = 0,075
Cos λL = -0,869
Sinh λc = 0,820
Sin λc = 0,680
Sin λ (L-C) = 0,954
Sinh λ (L-C) = 3,190
Cosh λc = 1,293
Cos λ (L-C) = -0,301
Cos λc = 0,733
Cosh λ (L-C) = 3,343
Beban Dinamik
P Vr
Pd = x (1+0,01 ( -5))
2 1,609
18000 137,5
Pd = x (1+0,01 x ( -5))
2 1,609
Pd = 16241,11 Kg
Q 1
Mo = - x
2λ sinλL+sinhλL
( sinhλc ( sinλc+sinλ ( L−c ) ) +¿ sinλc ( sinhλc+ sinh λ ( L−c ) ) +¿ coshλccosλ ( L−c ) −¿
9744,66 1
=- x ¿
(2 x 0,013) (0,674+5,477)
11957,14
=- = 61904,98 Kg cm M Izin = 93000 Kg cm
0,193
50
Momen Bawah Rel :
Mc/d < M Izin
91353,67 Kg cm < 150000 Kg cm (SAFE)
Momen Tengah Bantalan :
Mo < M Izin
61904,98 Kg cm < 93000 (SAFE)
Bantalan beton dapat digunakan.
51
Data Karakteristik Penampang Rel :
H = 159,00 mm
B = 140,00 mm
C = 72,20 mm
D = 16,00 mm
E = 49,40 mm
F = 30,20 mm
G = 74,97 mm
R = 508,00 mm
A = 69,34 Cm2 PENAMPANG REL
W = 54,43 Kg/m
Yb = 76,20 mm
Ix = 2346 Cm4
l =(Er x A x α x ∆t )
l =( )
2100000 x69,34 x 0,000012 x 19
450
l = 73,78 m
Panjang Rel Minimum dengan Bantalan beton (L)
L=2xl
= 2 x 73,78
= 147,56 m ~ 150 m
Panjang rel minimum yang digunakana adalah 150 meter.
Berdasarkan pada tabel, maka menggunakan rel pendek dengan panjang 100 m.
Celah sambungan rel : 14 mm (dari tabel PD 10)
Panjang celah rel : 11 mm (dari tabel PD 10)
Jenis penghambat rel : Elastisitas Ganda (dari tabel PD 10)
52
Gambar Sambungan Menumpu
53
InersiaBantalan (i) = 15113 cm4
Nilai σt = 1,2 kg/cm2
Jarak Ujung Bantalan – Tepi Atas Balas (X) = 50 cm
Jarak Ujung Balas – Tepi Atas Sub-balas (M) = 40-90 cm
Note : Jika jarak tepi-atas sub balas 90 cm, maka disediakan untuk pejalan kaki.
λ=
√
k
4
4xEx I
λ=
√
4 255
4 x 143108 x 15113
λ = 0,012699 cm
-1
Beban Dinamik
Pd =
P
2[1+0,01∙ (
Vrencana
1,609 )]
-5
Pd =
18000
2 [ 1,609 -5)]
1+0,01∙ (
137,5
Pd = 16241,11 Kg
Fungsi Trigonometri dan Hiperbolikus
Sin λL = 0,566
SinhλL = 6,299
coshλa = 1,156
cosh 2λc = 2,224
coshλL = 6,378
cosλa = 0,851
Sinh 2λa = 1,339
54
Sin 2λc = 0,991
Sinh 2λc = 1,986
Sin 2λa = 0,892
cos 2λc = 0,133
cosλL = -0,824
d=
√
1,35 58∙ σ1
σt
d=
1,2
d = 47 Cm
√
58∙4
1,35
Menentukan nilai b
55
1
b= xLxX
2
1
b = x ( 200 ) x (50)
2
Maka didapat nilai b sebesar 150 cm.
Perhitungan di atas dapat diterima karena hasil yang didapat masih dalam angka yang telah
ditentukan dalam PM 60.
Menentukan nilai K1
K = b + 2 x (d1 + 40)
K = 150 + 2 x (30 + 40)
Maka didapat nilai K1 sebesar 250 cm.
Perhitungan di atas dapat diterima karena hasil yang didapat masih dalam angka yang telah
ditentukan dalam PM 60.
Menentukan nilai c
c = K1 – M
c = 250 cm – 40 cm
Maka didapat nilai c sebesar 210 cm.
Perhitungan di atas dapat diterima karena hasil yang didapat masih dalam angka yang telah
ditentukan dalam PM 60.
Kesimpulan
Tabel PM.60
Dihitung
UkurangBalas 2012
d1 (tabel PM.60 2012) = 30 Cm 30 cm
d2 = d - d1 > 15 cm ---> (d2) = 17 Cm 15-50 cm
b > 1/2 L + X -----> (b) = 150 Cm 150 cm
k1 > b + 2d1 + M -----> (k1) = 250 Cm 265 cm
c = k1 – M = 210 Cm 235 cm
k2 (tabel PM.60 2012) = 375 Cm 375 cm
e (tabel PM.60 2012) = 25 Cm 25 cm
56
Gambar Penampang Melintang Jalan Rel pada Bagian Lurus
Perhitungan Subgrade
K = b2 x ke
K = 25 x 9
K= 225 Kg/Cm2
λ=
√
k
4
4xEx I
λ=
√
4 255
4 x 143108 x 15113
57
-1
λ = 0,012699 cm
Beban Dinamik
Pd =
P
2 [
1+0,01∙ (
Vrencana
1,609
-5 )]
Pd =
18000
2 [ 1+0,01∙ (
1,609 )]
137,5
-5
Pd = 16241,11 Kg
Sin λL = 0,566
SinhλL = 6,299
coshλa = 1,156
cosh 2λc = 2,224
coshλL = 6,378
cosλa = 0,851
Sinh 2λa = 1,339
Sin 2λc = 0,991
Sinh 2λc = 1,986
Sin 2λa = 0,892
cos 2λc = 0,133
cosλL = -0,824
58
Perhitungan Panjang Rencana Trase
Data koordinat dari rencana trase :
Ax = 634,78
Ay = 714,06
PI1x = 1351,19
PI1y = 1008,04
Bx = 2039,51
By = 1639,16
59
Bearing PI1 - A
△ = 46 – 73 = 27 ᵒ
Peninggian Rel
Perhitungan Kecepatan Rencana (Vr)
V rencana = 1,25 x kecepatan operasi
V rencana = 128,25 Km/Jam
Peninggian maksimum dapat diperoleh dari tabel yang telah dibuat dalam peraturan Dirjen
No. 10 tahun 1986.
R = 800
Perhitungan peninggian normal
h normal = 5,95 x v2/R
= 108,74
Perhitungan pertinggian minimum
h minimum = ((8,8 x v2)/R) – 53.5
= 107.325
Berdasarkan pada perhitungan peninggian diatas, maka perhitungan diatas dapat memenuho
sayarat sebagai berikut :
h max < h normal < h min
60
Maka didapat hasil peninggian minimum sebesar 109
Elevasi PV 1−Elevasi A
g 1= X 100 %=¿ 0 %
Jarak PV 1−Jarak A
61
Elevasi B−Elevasi PV 1
g 2= X 100 %=¿ 1 %
Jarak B−Jarak PV 1
Menentukan jari – jari minimum didapatkan dari tabel Peraturan Menteri No. 60 tahun 2012
sebagai berikut :
Lengkung Cengkung
Perbedaan aljabar gradien dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (ϑ)
ϑ = g2 – g1
=1%
Menentukan LV
Lv = ϑ x R
= 80 m
Menentukan LV
Lv = R x ϑ2 / 8
= 10 m
Lengkung Cembung
Perbedaan aljabar gradien dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (ϑ)
ϑ = g2 – g1
=1%
Menentukan LV
Lv = ϑ x R
= 80 m
Menentukan LV
Lv = R x ϑ2 / 8
= 10 m
Elevasi Eksisting As
Elevasi
NO STA h2 h1 B1 B2
Titik
1 0+000 88 87 145,32 150,48 87,97
2 0+100 88 87 110,68 152,4 87,73
3 0+200 88 87 60,24 150,48 87,40
4 0+300 88 87 154,95 296,19 87,52
5 0+400 87 86 103,94 145,71 86,71
6 0+500 87 86 52,93 145,71 86,36
7 0+600 87 86 147,64 291,42 86,51
8 0+700 86 85 96,64 145,71 85,66
9 0+800 86 85 45,63 145,71 85,31
62
10 0+844 86 85 23,05 145,71 85,16
11 0+900 85 84 141,46 145,71 84,97
12 0+911 85 84 136,45 145,71 84,94
13 1+000 85 84 91,29 147,67 84,62
14 1+082 85 84 110,07 152,45 84,72
15 1+100 85 84 112,67 152,34 84,74
16 1+149 85 84 120,89 152,34 84,79
17 1+200 85 84 129,3 152,34 84,85
18 1+300 85 84 137,23 152,85 84,90
19 1+400 85 84 133,89 155,15 84,86
20 1+500 85 84 114 154,25 84,74
21 1+600 85 84 100,18 154,83 84,65
22 1+700 85 84 101,18 154,83 84,65
23 1+800 85 84 86,19 163,27 84,53
24 1+900 85 84 57,58 163,27 84,35
25 2+000 85 84 28,97 163,27 84,18
63
21 1+600 85 84 106,18 148,83 84,71
22 1+700 85 84 107,18 148,83 84,72
23 1+800 85 84 92,19 157,27 84,59
24 1+900 85 84 63,58 157,27 84,40
25 2+000 85 84 34,97 157,27 84,22
64
STA 0+200 - STA 0+300 100 17,83 1783,00
STA 0+300 - STA 0+400 100 19,265 1926,50
STA 0+400 - STA 0+500 100 9,58 958,00
STA 0+500 - STA 0+600 100 5,35 535,00
STA 0+600 - STA 0+700 100 16,12 1612,00
STA 0+700 - STA 0+800 100 8,95 895,00
STA 0+800 - STA 0+844 44 4,75 209,00
STA 0+844 - STA 0+900 56 2,92 163,52
STA 0+900 - STA 0+911 11 0,594 6,53
Jumlah Total Galian (M3) 13.041,35
Timbunan
65
66
BAB IV
KESIMPULAN
bawah Bantalan
6 Panjang Trase 2000 m
67
NO ITEM PERENCANAAN STANDAR
7 Lengkung Horizontal S-C-S
Radius 800 m
Ls 120 m
Ɵs 2,94 °
∆c 28.04 °
Lc 391,46 m
Yc 1.44 m
Xc 83.24 m
K 41.37 m
P 0.35 m
Ts 276.06 m
Es 36.92 m
L 557.99 m
Pelebaran Sepur 0 mm
h maks 110 mm
Peninggian Rel 109 mm
8 Lengkung Vertikal
Lengkung Cekung Lv = 400 m
Ev = 25 m
Lengkung Cembung Lv = 400 m
Ev = 25 m
9 Jumlah Bantalan 3500 bh
10 Total Jumlah Volume Galian dan Timbunan
Galian 13041,35 m3
Timbunan 3744,678 m3
11 Total Jumlah Volume Balas 4039.2 m3
12 Total Volume Subbalas 3712.5 m3
68
RAILWAY CP
150 180
1 18
591
50 0
190
2440
2000
120
330
250 SLEEPER
SLEEPER S-35
N-67
PC SLEEPERS DIMENSION
Width at
Sleeper Depth Width at Rail Seat Center
(mm
Type Length (mm) ) (mm)
69
PC SLEEPERS Concrete Compressive Strength fc' = 52 MPa
SPECIFICATION (Cube 600 kg/cm2)
70
PRODUCT SHAPE & SPECIFICATION | PC CATENARY POLES
WALL (t)
TOP
DEPTH
LENGTH
TURNOUT ARRANGEMENT
Scissor
Concrete Compressive Strength fc' = 601:10
MPa 84
SPECIFICATION (Cube 700 kg/cm ) 2
72
73