Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Transportasi merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan kita.
Transportasi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan orang dan atau barang
dari suatu tempat ke tempat lain dan fasilitas yang digunakan untuk
memindahkannya. Perpindahan/pergerakan manusia merupakan hal yang penting
dipikirkan khususnya di daerah perkotaan, sedangkan angkutan barang sangat
penting untuk menunjang kehidupan perekonomian.

Jaringan transportasi dapat terdiri dari satu atau lebih macam alat transportasi
yang mungkin berbeda media dan modanya, apakah hanya jalan saja atau
merupakan gabungan antara jalan dan kereta, atau jalan dan transportasi air atau
kombinasi lainnya. Untuk mengefisienkan pergerakan yang terjadi di dalam
jaringan tersebut, maka sistem jaringan perlu didesain secara terhirarki sesuai
dengan besarnya arus lalu lintas yang melalui jaringan tersebut.

Angkutan jalan rel merupakan salah satu moda angkutan darat yang cukup efisien,
karena kapasitas angkut (per kereta) yang cukup besar dan pergerakannya tidak
terganggu oleh arus lalu lintas kendaraan di jalan raya. Ada dua tipe dasar
angkutan jalan rel, yaitu sistem angkutan jalan rel perkotaan dan angkutan jalan
rel antar kota.

Pelayanan angkutan jalan rel ini diberikan kepada angkuan orang dan angkutan
barang. Kebutuhan angkutan penumpang merupakan fungsi dari karakteristik
pelayanan. Atribut untuk angkutan penumpang adalah keselamatan dan keamanan,
kecepatan, reliabilitas, kenyamanan dan biaya yang relatif rendah, sedang untuk
angkutan barang kenyamanan bukanlah menjadi hal yang utama.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan penulisan tugas perencanaan ini adalah :
1. Dapat mengenali jalan atau rel kereta api dan sejarahnya
2. Dapat mengetahui komponen rel
3. Mampu merencanakan geometrik jalan rel

1
Mampu merencanakan struktur jalan rel
Mampu menggambar desain jalan rel

1.3 Sistematika Penulisan


Untuk mempermudah pembahasan materi dibuat uraian permasalahan yang terdiri
dari beberapa bab. Hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan gambaran dari
materi yang dibahas antara lain :
BAB I PENDAHULUAN, membahas tentang latar belakang, tujuan, dan
sistematika
penulisan.
BAB II DASAR TEORI, menjelaskan jalan rel secara umum, sejarah
perkembanganjalan rel, dasar-dasar perencanaan geometrik dan struktur jalan rel.
BAB III PERHITUNGAN STRUKTUR, memuat perhitungan jenis rel, panjang
rel,bantalan, balas/subbalas, dan subgrade.
BAB IV PERHITUNGAN GEOMETRIK, memuat perhitungan lengkung
horizontal,lengkung peralihan, lengkung vertikal, gradien medan, galian dan
timbunan.
BAB V KESIMPULAN, memuat matriks hasil perencanaan geometrik dan
struktur
jalan rel

2
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Ketentuan Umum

Perencanaan konstruksi jalan rel baik jalur tunggal maupun jalur ganda harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara
teknis, nonteknis, dan ekonomis.

Secara teknis diartikan konstruksi jalan rel tersebut harus dapat dilalui kendaraan
rel dengan aman dengan tingkat kenyamanan tertentu selama umur konstruksinya.

Secara nonteknis diartikan bahwa dalam pembangunan jalan rel tersebut harus
memperhatikan kendala dan masalah-masalah yang dirasakan langsung maupun
tidak langsung oleh masyarakat. Seperti halnya pembebasan tanah ataupun
pengambilan hak penggunaan lahan PT.KAI guna lahan area track baru yang
selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat, juga tingkat kebisingan yang timbul
akibat pelaksanaan konstruksi dan operasionalnya kelak, serta konstruksi jalan rel
tersebut tidak menimbulkan permasalahan sosial dan lingkungan sehingga
masyarakat dapat menerima dengan baik dan tidak terganggu oleh keberadaannya.

Secara ekonomis diharapkan agar pembangunan dan pemeliharaan konstruksi


jalan rel tersebut dapat diselenggarakan dengan biaya sekecil mungkin namun
masih dapat terjamin keamanan dan kenyamanannya.

2.2 Transportasi Kereta Api

Kereta api adalah bentuk transportasi rel yang terdiri dari serangkaian kendaraan
yang ditarik sepanjang jalur kereta api untuk mengangkut kargo atau penumpang.
Gaya gerak disediakan oleh lokomotif yang terpisah atau motor individu dalam
beberapa unit. Meskipun propulsi historis mesin uap mendominasi, bentuk-bentuk
modern yang paling umum adalah mesin diesel dan listrik lokomotif, yang
disediakan oleh kabel overhead atau rel tambahan. Sumber energi lain

3
termasuk kuda, tali atau kawat, gravitasi, pneumatik, baterai, dan turbin gas. Rel
kereta api biasanya terdiri dari dua, tiga atau empat rel, dengan sejumlah monorel
dan guideways maglev dalam campuran. Kata 'train' berasal dari bahasa Perancis
Tua trahiner, dari bahasa Latin trahere 'tarik, menarik'.

Ada berbagai jenis kereta api yang dirancang untuk tujuan tertentu. Kereta api
bisa terdiri dari kombinasi satu atau lebih dari lokomotif dan gerbong kereta
terpasang, atau beberapa unit yang digerakkan sendiri (atau kadang-kadang pelatih
bertenaga tunggal atau diartikulasikan, disebut sebuah kereta mobil). Kereta
pertama dengan bentuk ditarik menggunakan tali, gravitasi bertenaga atau ditarik
oleh kuda. Dari awal abad ke-19 hampir semuanya didukung oleh lokomotif uap.
Dari tahun 1910-an dan seterusnya lokomotif uap mulai digantikan oleh kurang
dan bersih (tetapi lebih kompleks dan mahal) lokomotif diesel dan lokomotif
listrik, sementara pada waktu yang sama beberapa kendaraan unit yang
digerakkan sendiri baik sistem tenaga menjadi jauh lebih umum dalam pelayanan
penumpang.

2.3 Sejarah Perkeretaapian Indonesia

Secara de-facto hadirnya kereta api di indonesia ialah dengan dibangunnya jalan
rel sepanjang 26 km pada lintas Kemijen-Tanggung yang dibangun oleh NV.
Nederlandsch Insdische Spoorweg Maatschappij (NIS). Pembangunan jalan rel
tersebut dimulai dengan penyangkulan pertama pembangunan badan jalan rel oleh
Gubernur Jendral Belanda Mr. L.A.J. Baron Sloet Van De Beele pada hari Jum’at
tanggal 17 juni 1864. Jalur kereta api lintas Kemijen-Tanggung mulai dibuka
untuk umum pada hari sabtu, 10 Agustus 1867. Sedangkan landasan dejure
pembangunan jalan rel di jawa ialah disetujuinya undang-undang pembangunan
jalan rel oleh pemerintah Hindia Belanda tanggal 6 April 1857.

Pembangunan diprakrsai oleh “Naamlooze Venootshacp Nederlandsch


IndischeSpoorweg Maatchappij” (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de
Bordes dariKemijen menuju desa Tanggung (26 km) dengan lebar sepur 1435
mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari sabtu, 10 Agustus
1867 seperti yang di sebutkan sebelumnya.

4
Gambar 2.1 Pembangunan Jalan Rel di Indonesia

Dengan telah adanya undang-undang pembangunan jalan rel yang dikeluarkan


oleh pemerintah Hindia Belanda dan dengan berhasilnya operasi kereta api lintas
Kemijen-Temanggung (yang kemudian pembangunannya diteruskan hingga ke
Solo), pembangunan jalan rel dilakukan di beberapa tempat bahkan hingga di luar
Jawa, yaitu di Sumatera dan Sulawesi. Kereta listrik pertama beroperasi 1925,
menghubungkan Weltevreden dengan Tandjoengpriok.

Keberhasilan swasta, NV. NISM membangun jalan KA antara Samarang-


Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan
kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk
membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau
pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau
tahun 1867 baru 25 km, tahun 1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405
km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km.

Namun sejarah jalan rel di Indonesia mencatat adanya masa yang


memprihatinkan yaitu pada masa pendudukan Jepang. Beberapa jalan rel di pulau
Sumatera dan pulau Sulawesi serta sebagian lintas cabang di pulau Jawa
dibongkar untuk diangkut dan dipasang di Burma (Myanmar). Bahkan
pemindahan jalan rel ini juga disertai dengan dialihkannya sejumlah tenaga kereta
api Indonesia ke Myanmar. Akibat tindakan Jepang tersebut ialah

5
berkurangnya jaringan jalan rel di Indonesia. Data tahun 1999 memberikan
informasi bahwa panjang jalan rel di Indonesia ialah 4615,918 km, terdiri atas
Lintas Raya 4292,322 km dan Lintas Cabang 323,596.

Jalan rel KA di Indonesia dibedakan de`ngan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di
Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang
dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km,
sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km
antara Bayah - Cikara dan 220 km antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan
teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro - Pekanbaru diprogramkan selesai
pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan 27.500 orang, 25.000
diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta
sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya
bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru.

Dalam masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia peran kereta api


sangatlah besar. Sejarah mencatat peran kereta api dalam distribusi logistik untuk
keperluan perjuangan dari Ciroyom (Bandung) ke pedalaman Jawa Tengah,
mobilisasi prajurit pejuang di wilayah Jogjakarta-Magelang-Ambarawa.
Hijrahnya pemerintahan republik Indonesia dari Jakarta ke Jogjakarta tahun 1946
tidak lepas pula dari peran kereta api. Tanggal 3 Januari 1946 rombongan
Presiden Soekarno berhasil meninggalkan Jakarta menggunakan kereta api, tiba
di Jogjakarta tanggal 4 Januari 1946 pukul 09.00 disambut oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono IX.

Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia mencatat pengambilalihan kekuasaan


perkereta-apian dari pihak Jepang oleh Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA)
pada peristiwa bersejarah tanggal 28 September 1945. Pengelolaan kereta api di
Indonesia telah ditangani oleh institusi yang dalam sejarahnya telah mengalami
beberapa kali perubahan. Institusi pengelolaan dimulai dengan nasionalisasi
seluruh perkereta-apian oleh Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI), yang
kemudian namanya dipersingkat dengan Djawatan Kereta Api (DKA), hingga
tahun 1950. Institusi tersebut berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api
(PNKA) pada tahun 1963 dengan PP. No. 22 tahun 1963, kemudian dengan PP.
No. 61 tahun 1971 berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA).

6
Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP. No. 57 tahun 1990 status
perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum sehingga PJKA berubah
menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka). Perubahan besar terjadi pada
tahun 1998, yaitu perubahan status dari Perusahaan Umum Kereta Api menjadi
PT Kereta Api (persero), berdasarkan PP. No. 19 tahun 1998.

Perkembangan dalam dunia kereta api di Indonesia terus berlangsung, begitu pula
dengan teknologinya. Tanggal 31 Juli 1995 diluncurkan KA Argo Bromo
(dikenal juga sebagai KA JS 950) Jakarta-Surabaya dan KA Argo Gede (JB 250)
Jakarta-Bandung. Peluncuran kedua kereta api tersebut mendandai apresiasi
perkembangan teknologi kereta api di Indonesia dan sekaligus banyak dikenal
sebagai embrio teknologi nasional. Saat ini selain kedua KA ―Argo‖ tersebut di
atas, telah beroperasi pula KA Argo Lawu, KA Argo Dwipangga, KA Argo
Wilis, KA Argo Muria.

Kemampuan dalam teknologi perkereta-apian di Indonesia juga terus


berkembang baik dalam prasarana jalan rel maupun sarana kereta apinya. Dalam
rancang bangun, peningkatan dan perawatan kereta api, perkembangan
kemampuan tersebut dapat dilihat di PT. Inka (Industri kereta Api) di Madiun,
dan balai Yasa yang terdapat di beberapa daerah.

2.4 Klasifikasi Kereta Api

Klasifikasi kereta api berdasarkan propulsi (Tenaga Penggerak):


Kereta Api Uap
Merupakan cikal bakal mesin kereta api. Uap yang dihasilkan dari pemanasan
air yang terletak di ketel uap digunakan untuk menggerakkan torak atau
turbin kemudian disalurkan ke roda.
Kereta Diesel Mekanis
Menggunakan mesin diesel sebagai sumber tenaga yang kemudian ditransfer
ke roda melalui transmisi mekanis. Lokomotif ini biasanya bertenaga kecil
dan sangat jarang digunakan karena keterbatasan kemampuan dari transmisi
mekanis untuk dapat mentransfer daya.

7
Kereta Diesel Elektrik
Merupakan lokomotif yang paling banyak populasinya. Mesin diesel dipakai
untuk memutar generator agar mendapatkan energi listrik. Listrik tersebut
dipakai untuk menggerakkan motor listrik besar yang langsung
menggerakkan roda.
Kereta Diesel Hidrolik
Lokomotif ini menggunakan tenaga mesin diesel untuk memompa oli dan
selanjutnya disalurkan ke perangkat hidrolik untuk menggerakkan roda.
Lokomotif ini tidak sepopuler lokomotif diesel elektrik karena perawatan dan
kemungkinan terjadi problem sangat tinggi.
Kereta Rel Listrik
Prinsip kerjanya hampir sama dengan lokomotif diesel elektrik, tapi tidak
menghasilkan listrik sendiri. Jangkauan lokomotif ini terbatas hanya pada
jalur yang tersedia jaringan transmisi listrik penyuplai tenaga.

2.5 Jaringan Perkeretaapian Nasional

Pengembangan jaringan rel kereta api 1875 - 1925 dalam 4 tahap, yaitu:
1875 – 1888
1889 – 1899
1900 – 1913
1914 – 1925

Jaringan setelah tahun 1875 hingga tahun 1888

Pembangunan Tahap I terjadi tahun 1876-1888. Awal pembangunan rel adalah


1876, berupa jaringan pertama di Hindia Belanda, antara Tanggung dan Gudang
di Semarang pada tahun 1876, sepanjang 26 km. Setelah itu mulai dibangun lintas
Semarang – Gudang. Pada tahun 1880 dibangun lintas Batavia (Jakarta) –
Buitenzorg (Bogor) sepanjang 59 km, kemudian dilanjutkan ke Cicalengka
melalui Cicurug – Sukabumi – Cibeber – Cianjur – Bandung.

Jaringan rel terbangun hingga tahun 1899

Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan lintas
Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga lintas Jogya -
Magelang.

8
Hingga tahun 1888 jaringan rel terbangun adalah:
Batavia - Buittenzorg - Sukabumi - Bandung – Cicalengka
Batavia - Tanjung Priok dan Batavia – Bekasi
Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo - Madiun - Sidoarjo – Surabaya
Kertosono - Kediri – Blitar
Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan – Probolinggo
Solo - Purwodadi - Semarang dan Semarang – Rembang
Tegal – Balapulang

Jaringan setelah tahun 1889 hingga tahun 1899

Hingga tahun 1899 jaringan rel terbangun adalah:


Djogdja - Tjilatjap
Soerabaja - Pasoeroean - Malang
Madioen - Solo
Sidoardjo - Modjokerto
Modjokerto - Kertosono
Kertosono - Blitar
Kertosono - Madioen - Solo
Buitenzorg (Bogor) - Tjitjilengka
Batavia - Rangkasbitung
Bekasi - Krawang
Cicalengka - Cibatu (Garut) - Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara
Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora
Yogya - Magelang
Blitar - Malang dan Krian - Surabaya
Sebagian jalur Madura

Jaringan setelah tahun 1899 hingga tahun 1913

Hingga tahun 1913 jaringan rel terbangun adalah:


Rangkasbitung - Labuan dan Rangkasbitung - Anyer
Krawang - Cirebon dan Cikampek - Bandung
Pasuruan - Banyuwangi
Seluruh jaringan Madura
Blora - Bojonegoro – Surabaya

9
Jaringan setelah tahun 1813 hingga tahun 1925

Hingga tahun 1925 jaringan rel terbangun adalah:


Sisa jalur Pulau Jawa
Elektrifikasi Jatinegara - Tanjung Priok
Elektrifikasi Batavia - Bogor:
Sumatera Selatan: Panjang - Palembang dan
Sumatera Barat: sekitar Sawahlunto dan Padang
Sumatera Utara: Tanjung Balai - Medan - Pematangsiantar; dan Medan -
Belawan - Pangkalansusu.
Sulawesi: Makasar - Takalar dan rencana Makasar - Maros - Sinkang
Sulawesi Utara: rencana Manado - Amurang
Kalimantan: rencana Banjarmasin - Amuntai; dan rencana Pontianak - Sambas.

Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan dimulai
dibangun tahun 1941 dan Perang Dunia II meletus.

Jaringan kereta listrik Batavia - Buitenzorg 1918

Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas
Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan kereta
listrik hanya ada di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang dibangun tahun
1918, kemudian tahun 1925 jaringan listrik juga dibuat ke Meester Cornelis
(Jatinegara) ke Tandjoeng Priok.

2.6 Perencanaan Jalan rel

Kebutuhan Data Perencanaan

Dalam perencanaan jalan rel kerata data-data yang dibutuhkan antaralain :

23. Data Topografi, meliputi kerapatan titik kontrol tanah (titik kontrol
tanah(horizontal), kerapatan titik kontrol tanah horizontal, titik kontrol tanah
(vertikal), poligon, sudut horizontal, azimuth matahari, sudut vertikal, jarak,
sipat datar, situasi, profil melintang, contour (garis ketinggian), plotting,
pengambilan dan proses data lapangan, penggambaran hasil pengukuran
24. Data Geoteknik meliputi: sondir, bor tangan, CBR lapangan
menggunakanDCP, analisis laboratorium contoh hasil bor tangan.

10
23. Data Hidrologi meliputi: data curah hujan harian maximum, analisis curah
hujanrancangan, analisis curah hujan harian maximum rata-rata berdasarkan
Metode Gumbel, analisis curah hujan harian maximum rata-rata berdasarkan
Metode Haspers, analisis curah hujan harian maximum rata-rata berdasarkan
metode Ir. Jp. Weduwen, analisis debit banjir rancangan (design flood), analisis
design flood dengan Metode Melchior, analisis design flood dengan Metode
Haspers, dan analisis design flood dengan metode Dr. Mononobe.
24. Data Geologi digunakan untuk mengetahui kondisi lokasi secara umum
yangditinjau dari disiplin ilmu geologi. Hal-hal yang perlu diketahui dari data-
data geologi adalah :
Jenis bentuk geologi dan sejarahnya
Deskripsi permukaan tanah dan batuan
Deskripsi masa tanah terutama mengenai sesar atau lipatan-lipatan.
Bentuk lereng dan evaluasinya serta kemungkinan adanya proses-prosesyang
masih berjalan seperti gerakan tanah dan pelapukan bantuan serta
pengikisan permukaan
Kemiringan dan panjang rel, baik di tempat-tempat yang sudah stabilmaupun
yang memperlihatkan tanda-tanda kelongsoran.
Keadaan- keadaan khusus dari permukaan, seperti lembah, jurang,sungai, danau
dan hal-hal khusus lainnya.
25. Data Lalu lintas kereta api meliputi: kecepatan operasi rata-rata kereta,
jenikereta, jumlah lintas operasi, jumlah gerbong penumpang atau barang, tonase
lokomotif dan gerbong.

5888. Standard Perencanaan

Standard dan peraturan yang digunakan dalam perencanaan jalan kereta api
adalah :
Peraturan Dinas No 10 Tahun 1986 Perencanaan Konstruksi Jalan Rel
Peraturan Menteri Perhubungan No.60 Tahun 2012 Persyaratan Teknis Jalur Kereta
Api
Peraturan Menteri Perhubungan No. 29 Tahun 2011 Persyaratan Teknis Bangunan
Stasiun Kereta Api

11
Tahap Perencanaan

Berikut adalah tahapan dari perencanaan jalan kereta api :

Gambar 2.2 Diagram Alir Perencanaan Rel Kereta

2.7 Geometrik Jalan Rel


Perencanaan geomtrik jalan rel akan dilakukan sesuai dengan, ketentuan yang
tercantum dalam Peraturan Dinas No. 10 (PD 10) yang dalam hal ini kecepatan
rencana akan ditingkatkan menjadi 80 km/jam sampai dengan 120 km/jam,
sehingga di beberapa lengkungan perlu diadakan penyesuaian – penyesuaian
terutama jari-jari (radius) sesuai dengan kecepatan rencana untuk mendapatkan
keamanan, kenyamanan, ekonomis dan keserasian dengan lingkungan disekitarnya.

12
2.7.1 Alinyemen Horisontal

Dua bagian lurus yang perpanjangannya membentuk sudut harus dihubungkan


dengan lengkung yang berbentuk lingkaran dengan atau tanpa peralihan. Secara
umum alinyemen horisontal harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
Jari-jari Lengkung Horizontal
Untuk menghitung jari-jari minimum dengan berbagai kecepatan rencana,
ditinjau dari 2 kondisi, menurut PD 10 Bab II pasal 3, yaitu:
Gaya Sentrifugal diimbangin sepenuhnya oleh gaya berat

Gambar 2.3 Gaya Sentrifugal Diimbangi Gaya Berat.

G sin a = ( m . V2 / R ) cos a
G sin a = G . V2 ( g . R ) cos
a
Tan a = V2 / ( g . R ) ; tan a = h / w
h =w.V /(g.R)2

dengan satuan praktis :


h = 8,8 . V2 / R R = 8,8 . V2 / h
dengan Peninggian maksimum, h maks = 110 mm,
= 8,8 . V2 /
Maka: R 110
R min = 0,08 . V2

Gaya Sentrifugal diimbangi oleh gaya berat dan daya dukung rel

G sin a + H cos a = m . ( V2 / R ) cos a


G sin a = { ( m . V2 / R ) - H } cos a
G tan a = { G . V2 / ( g . R ) } – H
H=m.a =(G/g).a
Tan a =h/w

13
G.h/w = { G . V2 / ( g . R ) } – ( G / g ) . a
a = ( V2 / 13R ) – g . ( h / w )
a = Percepatan sentrifugal ( m/dt2)

Dalam hal ini percepatan sentrifugal maksimum yang digunakan adalah


0,0478 g, karena pada haga ini penumpang masih merasa nyaman. Jadi a
maks = 0,0478 g. Dengan peninggian maksimum, h maks = 110 mm, maka
persamaan menjadi :

min = 0,054 V2

Jari-jari minimum pada lengkung yang tidak memerlukan busur peralihan


Kondisi dimana lengkung Peralihan (Lh) tidak diperlukann. Jika tidak ada
peninggian yang harus dicapai, ( h = 0): maka berdasarkan rumus
peninggian minimum:

h = ( 8,8 . V2 / R ) – 53,54
= 0,164 . V2

Keterangan:
R = jari-jari lengkung horisontal
(m) V = kecepatan rencana (km/jam)
h = peninggian rel pada lengkung horisontal (mm)
w = jarak antara kedua titik kontak roda dan rel (1120 mm)
g = percepatan gravitasi ( 9,81 m/dt2)

Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari – jari berubah beraturan.
Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara dengan daerah lengungan
dan atau sebaliknya, dan sebagai peralihan antara dua jari-jari lingkaran yang
berbeda. Lengkung peralihan diperlukan agar gaya sentrifugal yang terjadi dapat
beralih secara bertahap sedemikianrupa sehingga penumpang didalam kereta api
terjamin kenyamanan. Dalam perencanaan hendaknya hal tersebut mengacau pada
PD No.10 Bab II pasal 3a.

Dengan menggunakan satuan praktis:


Lh = 0,06 ( V3 / R )
h = 5,94 ( V2 / R )
Maka :
14
Lh = 0,01 . h . V
Keterangan:
Lh = Panjang minimumlengkung Peralihan (m)
h = peninggian rel ( mm )
V = kecepatan rencana (km/jam)
Untuk berbagai kecepatan encana, besar R min yang diijinkan seperti dalam
tabel berikut:

Tabel 2.1 Persyaratan perencanaan lengkungan

Kec. Rencana R min R min

(km/jam) (m) (m)

120 2370 780

110 1990 660

100 1650 550

90 1330 440

80 1050 350

70 810 270

60 600 200

Sumber: PD 10

Tanpa lengkung peralihan


Rumus:
Tc = Rc . tan (∆/2)
Lc = 2 . π . Rc . ∆ / 360
Ec = Tc . tan (∆/4)
STA. TC = titik awal lengkung

15
STA. CT = TC + Lc

Dimana:
= sudut luar di PI = sudut pusat lingkaran
O Tc = panjang tangen = jarak dari TC ke PI
Lc = panjang busur lingkaran
Ec = jarak luar
Rc = jari-jari lingkaran

Gambar 2.4 Lengkung horizontal tanpa lengkung peralihan

Dengan lengkung peralihan dengan sprial


Rumus:
Lh = Ls = 0,01 . v . h (m)
Ɵs = 28,648 Ls / Rc (derajat)
Ɵs = Ls / (2 . Rc) (rad)
Yc = Ls. Ɵs / 3 (m)
Xc = Ls – ( Ls . Ɵs2) /10 (m)
K = Xc – Rc sin Ɵs (m)
P = Yc – Rc ( 1- cos Ɵs ) (m)
Ts = ( Rc + p ) tan ∆/2 + k (m)

16
Es = ( Rc + p ) sec ∆/2 – Rc (m)
∆c = ∆ -2 Ɵs (derajat)
Lc = ∆c / 360 . ( 2πRc) (m)
l4 l8 l 12

Xi =l 40Rc2L 3456Rc4L 599040Rc6L


(1- s2 + s4 -s6 +…)6 6…
4+ 1612800Rc Ls
6RcLs (1 56Rc2Ls2 7040Rc Ls
Yi = - + 4 )

l3 l4 l8 l12

Gambar 2.3 Lengkung Horisontal dengan lengkung peralihan dengan sprial

Dimana:
PI = titik perpotongan garis tangen utama
TS = titik perubahan dari tangen ke spiral
SC = titik perubahan dari circle ke spiral
Rc = Jari-jari lengkung lingkaran
l = panjang busur spiral dari TS ke suatu titik sembarang
Lh=Ls = Panjang lengkung peralihan
Ts = jarak dari TS ke PI
Es = panjang eksternal total dari PI ke tengah busur lingkaran
K = jarak dari TS ke titik proyeksi pusat lingkaran pada tangen

17
P = jarak dari busur lingkaran tergeser terhadap garis tangen
= sudut pertemuan antara tangen utama
Ɵs = sudut spiral
Xc,Yc = koordinat SC atau CS terhadap TS – PI atau PI – TS
Xi, Yi = koordinat setiap ttik pada spiral terhadap TS – PI atau PI – TS
Sta Ts = titik awal lengkung
Sta SC = TS + Ls
Sta CS = TS + Ls + lc
Sta ST = TS + Ls + Lc + Ls

Cara membuat alinyemen horizontal:

Tentukan posisi PI beserta sudut pertemuan antara tangan utamanya (∆).


Tarik garis dari PI sepanjang TS sehingga didapat titik TS.
Dari TS, tarik garis sepanjang K dan ½ p sehingga didapat tengah-tengah lengkuh
spiral antara TS – SC.
Titik SC dibuat dari penarikan garis sepanjang Xc, Yc dari titik TS.
Gunakan Xi dan Yi untuk mendapatan titik-titik sembarang sepanjang lengkung
spiral

Peninggian Rel
Pada saat kereta api memasuki bagian lengkung, maka pada kereta api tersbut
akan timbul gaya sentrifugal yang mempunyai kecenderungan melemparkan
kereta api ke arah luar lengkung. Hal ini sangat membahayakan dan tidak
nyaman bagi penumpang. Untuk mengatasinya dlakukan peninggian pada rel
luar. Dengan adanya peninggian ini gaya sentrifugal yang timbul kana diimbangi
oleh komponen gaya berat kereta api dan kekuatan rel, penambat, bantalan balas.
Ada 3 macam peninggian, yaitu:
Peninggian maksimum
Berdasarkan stabilitas kereta api pada saat berhenti di bagian lengkung
kemiringan maksimum, dibatasi sampai 1% atau h maks = 110 mm.
Peninggian minimum
Berdasarkan gaya maksimum yang mampu dipikul rel dan kenyamanan bagi
penumpang di dalam kereta.

18
Rumus:

h min = 8,8( V2 / R ) – 53,5

Peninggian normal
Kondisi rel tidak ikut memikul gaya sentrifugal sepenuhnya diimbangin oleh
komponen gaya berat.

Rumus:

h normal = 5,95 ( V2 / R )

Keterangan:
h min = peninggian minimum (mm)
h normal = peninggian normal (mm)
V = kecepatan rencana (km/jam)
R = jari-jari lengkung (m)

Berdasarkan peninggian di atas peninggian lengkung dtentukan berdasarkan h


normal. Harga-harga di atas adalah harga teoritis, dilapangan harga-harga
tersebut tidak dapat diterapkan begitu saja. Oleh karena itu harus
dipertimbangkan segi pelaksanannya.

Lebar Sepur
Lebar sepur adalah jarak antara kedua batang rel, diukur dari sebelah dalam
kepalanya. Untuk seluruh kelas jalan rel lebar sepur adalah 1067 mm yang
merupakan jarak terkecil antara kedua sisi kepala rel, dikukur pada daerah 0 -14
mm dibawah permukaan teratas kepala rel.

Pelebaran Sepur
Pelebaran sepur dilakukan agar roda kendaraan rel dapat melewati lengkung
tanpa hambatan dan mengurangi gaya tekan akibat terjepitnya roda kereta di
tikungan. Pelebaran sepur dicapai dengan menggeser rel dalam ke arah dalam.
Faktor yang berpengaruh terhadap besarnya pelebaran sepur adalah:

1) Jari-jari tikungan (R)


2) Jarak gandar antara muka dan belakng yang rigid
3) Kondisi keausan roda rel

19
Pelebaran sepur dapat dihitung dengan persamaan ( PD 10) sebagai berikut:

d = 3000 mm
w = 4500 - 8mm
R

Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal adalah proyeksi sumbu jalan rel pada bidang vertikal yang
melalui sumbu jalan rel tersebut, dipergunakan bila terdapat perbedaan kelandaian
sehingga dengan adanya lengkung vertikal peralihan dapat terjadi secara berangsur-
angsur dari suatu landai ke kelandaian berikutnya. Alinyemen vertikal terdiri dari
garis lurus dengan atau tanpa kelandaian lengkung vertikal yang berupa busur
lingkaran.

Lengkung Vertikal
Pada setiap pergantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang memenuhi
keamanan dan kenyamanan. Panjang lengkung vertikal berupa busur lingkaran
yang menghubungkan dua kelandaian lintas berbeda, ditentukan berdasarkan
besarnya jari-jari lengkung vertikal dan perbedaan kelandaian. Kriteria alinyemen
vertikal:
Beberapa kelandaian yang berlainan dalam jarak pendek disederhanakan
menjadi satu kelandaian.
Jika penurunan beralih ke pendakian atau pendakian beralih ke penurunan
dsediakan bagian mendatar dengan panjang minimum 200 m.
Tinggi puncak rel sedapat mungkin tidak diturunkan, kecuali tidak memenuhi
syarat-syarat yang disebutkan sebelumnya.

Besarnya jari-jari minimum dari lengkung vertikal tergantung dari besarnya


kecepatan rencana ( PD 10 Bab II pasal 6).

20
Gambar 2.4 Lengkung vertikal (Penjelasan PD 10,
2:28)

Rumus:

φ = |g1-g2|
1 d2y
R =dx2
dy x

2
dx = R +C2;x=0, y=0, maka C2=0
dy x x2
2
Jadi: dx = R dan Y = R
Letak titik A (Xm,Ym)
X=
1) l
dy l

dx = R ; l = φ R
Xm OA = ½ l
x= R


2

2) Y= R =; l = φ R
Y = Ym ; X = Xm = ½ l
1/4l2 φ2R
2

Y= 2R = 8R
R
Ym= φ2
8

Km PLV = Km PI – Xm
Elv = Elv PI – Xm *φ
21
PLV
Km PV = Km PI
Elv PV = Elv PV – Ym
Km
PTV = Km PI + Xm

22
Elv PTV = ElvPI + Xm * φ

Keterangan:

Xm = jarak dari awal lengkung vertikal sampai titik tekuk A (m)


Ym = jarak dari titik tekuk A ke elevasi rencana (m)
R = jari-jari lengkung vertikal (m)
L = panjang lengkung Peralihan (m)
φ = perbedaan landai (%)
g1,g2 = kelandaian 1 dan 2 (%)
A = titik tekuk

Ada dua macam lengkung Vertikal, yaitu:

1) Lengkung Vertikal Cekung

Gambar 2.5 Lengkung Vertikal cekung

2) Lengkung Vertikal cembung

Gambar 2.6 Lengkung Vertikal Cembung

Landai
Besarnya landai ditentukan oleh tangen sudut antara jalan kereta api dan garis
mendatar, jadi bsarnya landai pada umumnya dinyatakan dalam bentuk

23
pecahan misalnya 1/25, 1/40, dan sebagainya. Dapat pula dinyatakan dalam bentuk
mm/m atau 0/00 jadi landai 1/25 sama dengan landai 40 0/00.

Pengelompokan lintas berdasarkan pada kelandaian dari sumbu dan rel ( PD 10 Bab
II pasal 4a).

Tabel 2.2 Pengelompokan lintas berdasarkan pada kelandaian

kelompok kelandaian

lintas datar 0 sampai 10 %

Lintas pegunungan 10 sampai 40 %

lintas dengan rel gigi 40 sampai 80%

Sumber: PD 10

Landai penentu
Andai penentu adalah landai pendakian terbesar yang ada pada lintas lurus, yang
berpengaruh terhadap kombinasi gaya tarik lokomotif terhadap rangkaian kereta
dioperasikan.

Tabel 2.3 Landai penentu maksimum

Kelas Jalan Rel Landai penentu maksimum

1 10%

2 10%

3 20%

4 25%

5 25%

Sumber: PD 10

Profil Ruang

Untuk menentukkan batas bangunan di samping jalan kereta api, batas bentuk bakal
pelanting dan batas ruang muatan diperlukan bebeapa profil ruang, yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah oleh menteri perhubungan.Ada tiga macam profil
ruang, yaitu:

24
Profil Ruang Bebas
Dalam profil ini tidak diperkenankan adanya bangunan dan benda – benda tetap,
sedanfkan bakal pelanting tidak boleh menonjok keluar. Untuk jalan kereta api
kelas I dan Kelas II ditetapkan profil ruang bebas sendiri-sendiri dan pada masing-
masing profil tadi ada bagian yang ditetapkan untuk jalan bebas ( di luar
emplasemen) serta sepur utama di stasiun dan untuk sepur-sepur lainnya. Untuk
bangunan-bangunan baru, seperti tiang-tiang telegrap dan sebagainya, penempatan
harus 0,50 m di luar profil ruang bebas, sedangkan untuk bagian bagian jembatan
ditetapkan 0,20 m.
Profil ruang kelonggaran
Profil ini berguna untuk membatasi bentuk bakal pelanting agar tidak ada
bagian yang menonjok keluar. Pada pembuatan bakal pelanting baru
perencana terikat pada profil ruang kelonggaran.
Profil ruang muatan
Profil ini dimaksudkan untuk membatasi volume muatan. Profil ruang
kelonggaran dan profil ruang muatan kedua-duaya harus ada dalam profil
ruang bebas.
Dengan adanya profil ruang-ruang tersebut dapat diihindarkan adanya
tabarakan antara bakal pelanting dan benda-benda tetap yang terdapat di
sepanjang pinggir jalan kereta api.

Elevasi Titik Kontur


Untuk menentukan ketinggian titik diantara dua garis kontur digunakan persamaan
interpolasi.

Gambar 2.7 Profil Ketinggian Titik Antara Dua Garis


Kontur
X = h1 – (B1/B2) x (h1 - h2)
Dimana :
= Ketinggian titik X
X (m)
h1 = Garis Kontur 1 (m) h2 = Garis Kontur 2 (m)
25
B1 = Jarak h1 ke X (m) B2 = Jarak h1 ke h2 (m)

26
2.8 Konstruksi Jalan Rel

Dalam merencanakan konstruksi jalan rel digunakan kecepatan


rencana yang besarnya :

Untuk perencanaan struktur jalan rel


V = 1.25 x V Max
Untuk perencanaan∑peninggian
∑Ni Vi
Vrencana = C x
Ni

Vrencana = Vmaks

Tabel 2.4 Klasfikasi Standar Jalan Rel


Kelas Daya Vmaks Pmaks Tipe rel Jenis Bantalan Jenis Tebal Lebar
Jalan Angkut (km/jam) gandar Jarak (mm) Penambat Balas Bahu
Lalu Lintas (ton) Atas Balas
(ton/tahun) (cm) (cm)
I >20.106 120 18 R.60/R.54 Beton EG 30 50
600

10.106-
II 20.106 110 18 R.54/R.50 Beton/Kayu EG 30 50
600

R.54/R.50/ Beton/Kayu/
III 5.106-10.106 100 18 R.42 Baja EG 30 40
600

R.54/R.50/ Beton/Kayu/
IV 2,5.106-5.106 90 18 R.42 Baja EG/ET 25 40
600

V <2,5.106 80 18 R.42 Kayu/Baja ET 25 35


600

Sumber: PD
10

Kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi yang diizinkan untuk


operasi suatu rangkaian kereta api pada lintas tertentu. Di samping
kecepatan rencana juga memperhitungkan beban gandar dari kereta
api. Beban gandar adalah beban yang diterima oleh jalan dari satu
gandar. Untuk semua kelas, beban

gandar maksimum adalah 18 ton. Ketentuan ini akan dipakai guna evaluasi
kelayakan pada perencanaan jalur ganda.
27
2.8.1 Rel
Rel harus memenuhi persyaratan berikut:
Minimum perpanjangan (elongation) 10%
Kekuatan Tarik (tensile strength) minimum 1175 N/mm2
Kekerasan Kepala rel tidak boleh kurang dari 320 BHN.
Penampang Rel harus memenuhi ketentuan dimensi rel seperti pada table dan
gambar berikut:

Tabel 2.5 Dimensi Penampang Rel

Besaran Tipe Rel


Geometri
Rel R42 R50 R54 R60

H (mm) 138.00 153.00 159.00 172.00

B (mm) 110.00 127.00 140.00 150.00

C (mm) 68.50 65.00 70.00 74.30

D (mm) 13.50 15.00 16.00 16.50

E (mm) 40.50 49.00 49.40 51.00

F (mm) 23.50 30.00 30.20 31.00

G (mm) 72.00 76.00 74.79 80.95

R (mm) 320.00 500.00 508.00 120.00

A (cm2) 54.26 64.20 69.34 76.86

W (kg/m) 42.59 50.40 54.43 60.34

Ix (cm4) 1369.00 1960.00 2346.00 3055.00

Yb (mm) 68.50 71.60 76.20 80.95

A = luas penampang

W = berat rel permeter

Ix = momen inersia terhadap sumbu x

Yb = jarak tepi bawah rel ke garis netral

Sumber : PM 60 Tahun 2012

28
Gambar 2.8 Penampang Rel

Jenis Rel Menurut Panjangnya


Menurut panjangnya dibedakan tiga jenis rel, yaitu :
Rel standar adalah rel yang panjangnya 25 meter.
Rel pendek adalah rel yang panjangnya maksimal 100 m.
Rel panjang adalah rel yang panjang tercantum minimumnya pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Panjang minimum Rel Panjang

Jenis bantalan Tipe Rel

R 42 R. 50 R.54 R. 60

Bantalan kayu 325 m 375 m 400 m 450 m


Bantalan beton 200 m 225 m 250 m 275 m

Sumber PD 10 Tahun 1986

Celah
Di sambungan rel harus ada celah untuk menampung timbulnya perubahan
panjang rel akibat perubahan suhu. Besar celah ditentukan sebagai berikut :

Untuk semua tipe rel, besar celah pada sambungan rel standard dan rel
pendek tercantum pada table 2.7.
Pada sambungan rel panjang, besar celah dipengaruhi juga oleh tipe rel dan
jenis bantalan.
Untuk sambungan rel panjang pada bantalan kayu, besar celah
tercantum pada Tabel 2.8.
29
Untuk sambungan rel panjang pada bantalan beton, besar celah
tercantum pada Tabel 2.9.

30
Tabel 2.7 Besar celah untuk semua tipe rel pada sambungan rel standard dan
rel
pendek.

Suhu Pemasangan (oC) Panjang Rel (m)


25 50 75 100
≤ 20 8 14 16 16
22 7 13 16 16
24 6 12 16 16
26 6 10 15 16
28 5 9 13 16
30 4 8 11 14
32 4 7 9 12
34 3 6 7 9
36 3 4 6 7
38 2 3 4 4
40 2 2 2 2
42 1 1 0 0
44 0 0 0 0
≥ 46 0 0 0 0

Sumber PD 10 Tahun 1986

Tabel 2.8 Besar celah untuk sambungan rel panjang pada bantalan kayu

Suhu Pemasangan (ºC) Panjang Rel (m)

R.42 R.50 R.54 R.60

≤ 28 16 16 16 16
30 14 16 16 16
32 12 14 15 16
34 10 11 12 13
36 8 9 10 10
38 6 6 8 8
40 5 4 6 6
42 4 3 5 5
44 3 3 3 4
46 2 3 3 3
≥ 48 2 2 2 2
Sumber PD 10 Tahun 1986

Suhu pemasangan
Yang dimaksud dengan suhu pemasangan adalah suhu rel waktu
pemasangan.
Batas suhu pemasangan rel standard dan rel pendek tercantum pada
Tabel 2.7.
Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan kayu tercantum dalam
table 2.8.

31
Batas suhu pemasangan rel panjang pada bantalan beton tercantum pada
table 2.9.

Tabel 2.9 Besar celah untuk sambungan rel panjang pada bantalan beton

Suhu Pemasangan (ºC) Panjang Rel (m)

R.42 R.50 R.54 R.60

≤ 28 16 16 16 16
30 14 16 16 16
32 12 14 15 16
34 10 11 12 13
36 8 9 10 10
38 6 6 8 8
40 5 4 6 6
42 4 3 5 5
44 3 3 3 4
46 2 3 3 3
≥ 48 2 2 2 2
Sumber PD 10 Tahun 1986

Penambat Rel
Penambat rel merupakan suatu komponen yang menambatkan rel pada
bantalan sedemikian sehingga kedudukan rel menjadi kokoh dan kuat.
Kedudukan rel dapat bergeser diakibatkan oleh pergerakan dinamis roda
kereta yang bergerak di atas rel. Pergerakan dinamis roda dapat
mengakibatkan gaya lateral yang besar. Oleh karena itu, kekuatan penambat
sangat diperlukan untuk dapat mengeliminasi gaya ini. Jenis penambat
digolongkan berdasarkan karakteristik perkuatan yang dihasilkan dari sistem
penambat yang digunakan. Berikut ini dijelaskan faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam penggunaan penambat, sejarah penggunaan
penambat dan jenis-jenis penambat yang hingga saat ini masih digunakan di
Indonesia dan beberapa negara lainnya.

Saat ini jenis penambat dibedakan menurut sistem perkuatan penambatan


yang diberikan pada rel terhadap bantalan, yaitu:

Penambat Kaku, yang terdiri dari mur dan baut namun dapat juga
ditambahkan pelat andas, biasanya dipasang pada bantalan besi dan kayu.
Sistem perkuatannya terdapat pada klem plat yang kaku.

32
Penambat Elastik, penggunaannya dibagi dalam dua jenis, yaitu penambat
elastik tunggal yang terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit elastik,
tirpon, mur dan baut, dimana kekuatan jepitnya terletak pada batang jepit
elastik. Penambat elastik tunggal ini biasanya digunakan pada bantalan besi
atau kayu. Adapun jenis yang kedua adalah penambat elastik ganda yang
terdiri dari pelat andas, pelat atau batang jepit, alas rel, tirpon, mur dan baut,
Kekuatan jepitnya terletak pada batang elastis dan biasanya digunakan pada
bantalan beton. Penggunaan pada bantalan benton, tidak menggunakan pelat
andas melainkan las karet (rubber pad) yang tebalnya disesuaikan dengan
kecepatan kereta api. Pada umumnya, penambat elastik juga dapat
dibedakan menurut daya jepit yang dihasilkan, yaitu Daya Jepit Langsung,
misalnya : Pandrol, DE, Dorken, First BTR, dan Daya Jepit Tak Langsung
(dihasilkan oleh bantalan terhadap mur-baut atau tirpon), misalnya F-type
dan Nabla.

Gambar 2.9 Contoh penambat TIRPON TA untuk R-25

33
Gambar 2.10 Contoh Pelat Andas Tipe A untuk R-25

Gambar 2.11 Anti Creeps untuk R-33.

Penambat elastis digunakan secara besar-besaran saat ini, untuk memenuhi


kebutuhan angkutan kereta api yang cepat dan berat. Komponen
Clampingforce dan Torsional Resistance dalam penambat elastis menjadi
sangat pentingkarena dapat mengikat rel secara baik pada bantalan menjadi
satu kesatuan yang dapat menahan gaya-gaya yang bekerja pada penambat.
Besarnya gaya jepit penambat dalah faktor yang utama dalam menentukan
jenis penambat. Kekuatan jepit penambat diperoleh dari deformasi saat
pemasangan penambat pada rel dan pada umumnya diambil deformasi sebesar
10 mm.

34
Dalam PD. No.10 Tahun 1986, penggunaan penambat elastis dibagi menurut kelas
jalan (kecepatan maksimum), yaitu :

Tabel 2.10 Penambat Rel Berdasarkan Kelas Jalan

Kelas Jalan Jenis Alat Penambat

I Elastik Ganda
II Elastik Ganda
III Elastik Ganda
IV Elastik Tunggal
V Elastik Tunggal

Sumber : Peraturan Dinas No.10 Tahun 1986

Kedua jenis penambat (kaku dan elastik) ini mempunyai berbagai hal paten
tersendiri dan metode penjepitan ke bantalan yang dapat berupa gaya tarikan (pull
out) dan bending maupun torsi.

2.8.2 Bantalan
Bantalan berfungsi untuk meneruskan beban dari rel ke balas, menahan lebar
sepur dan stabilitas ke arah luar jalan rel. Pemilihan bantalan berdasarkan pada
kelas jalan yang sesuai dengan klasifikasi jalan rel Indonesia. Macam-macam
bantalan yang digunakan di Indonesia:

1. Bantalan kayu
Bantalan kayu digunakan dalam jalan rel karena selain relatif lebih nyaman, bahan
tersebut harganya murah, mudah diperoleh dan mudah pula dibentuk. Sifat kayu
adalah keras, namun juga cukup kenyal dan mampu untuk meredam getaran dan
suara. Namun bantalan kayu cepat rusak dan penambat menjadi kurang kuat.
Untuk memperpanjang umur bantalan, antara rel dan bantalan harus dipasang
pelat andas. Bantalan kayu harus memenuhi syarat-syarat berikut:
Kayu harus tua, sehat, utuh, padat, dan tidak boleh mengandung kambium.
Kayu tidak boleh ada bekas dahan (mata kayu).
Tidak ada lubang bekas ulat.
Tidak ada tanda pelapukan.

35
2. Bantalan baja
Bantalan baja digunakan dalam jalan rel karena lebih ringan, hal ini dikarenakan
ukuran ketebalannya yang lebih tipis, sehingga memudahkan pengangkutan.
Bantalan baja memiliki keuntungan yaitu tahan lama, tidak mudah menggeser ke
samping, pemeliharaannya mudah, mampu menghindari retak-retak yang timbul
karena mempunyai elastisitas yang lebih besar. Kekurangannya adalah
penampang melintangnya kurang baik karena stabilitas lateral dan aksialnya
didapat dari konstruksi cengkeramannya, serta gesekan antara balas dan dasar
bantalan kecil. Di samping itu relatif keras dan kurang nyaman.

3. Bantalan beton
Bantalan beton digunakan karena mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:
Mempunyai kekuatan yang lebih besar, tidak mengalami korosi dan merupakan
konduktor listrik yang jelek dan tidak mudah rusak.
Konstruksi lebih berat sehingga bantalan beton akan lebih stabil letaknya pada
balas sehingga mampu mempertahankan kedudukan track.
Kerugiannya adalah:
Penanganannya lebih sulit karena berat, sehingga harus menggunakan alat-alat
khusus dan membuatnya memerlukan ketepatan ukuran yang sangat tinggi
sehingga cukup mahal harganya.
Agak keras sehingga perlu landas elastik.

2.8.3 Balas dan Sub Balas


1. Balas
Lapisan balas pada dasarnya adalah terusan dari lapisan tanah dasar, dan terletak
di daerah yang mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar akibat lalu lintas
kereta pada jalan rel, oleh karena itu material pembentukanya harus sangat
terpilih.

Lapisan balas pada dasarnya adalah terusan dari lapisan tanah dasar, dan terletak
di daerah yang mengalami konsentrasi tegangan yang terbesar akibat lalu Iintas
kereta pada jalan rei, oleh karena itu material pembentuknya harus sangat
terpilih.

36
Fungsi utama balas adalah untuk meneruskan dan menyebarkan beban bantalan ke
tanah dasar, mengokohkan kedudukan bantalan dan meluluskan air sehingga tidak
terjadi penggenangan air di sekitar bantalan dan reI.
Kemiringan lereng lapisan balas atas tidak boleh lebih curam dari 1 : 2.
Bahan balas atas dihampar hingga mencapai sama dengan elevasi bantalan.
Balas harus terdiri dari batu pecah (25 - 60) mm dan memiliki kapasitas
ketahanan yang baik, ketahanan gesek yang tinggi dan mudah dipadatkan;
Material balas harus bersudut banyak dan tajam;
Porositas maksimum 3%;
Kuat tekan rata-rata maksimum 1000 kg/cm2;
Specific gravity minimum 2,6;
Kandungan tanah, lumpur dan organik maksimum 0,5%;
Kandungan minyak maksimum 0,2%;
Keausan balas sesuai dengan test Los Angeles tidak boleh lebih dari 25%.

Fungsi Utama balas adalah untuk:


Meneruskan dan menyebarkan beban bantalan ke tanah dasar
Mengokohkan kedudukan bantalan
Meluruskan air sehingga tidak terjadi penggenangan air di sekitar bantalan rel.

Untuk menghemat biaya pembuatan jalan rel maka lapisan balas dibagi menjadi
dua, yaitu lapisan balas atas dengan material pembentuk yang sangat baik dan
lapisan alas bawah dengan material pembentuk yang tidak sebaik material
pembentuk lapisan balas atas.

Lapisan Balas Atas


Lapisan balas atas terdiri dari batu pecah yang keras, dengan bersudut tajam
(”angular”) dengan salah satu ukurannya antara 2-6 cm serta memenuhi
syaratsyarat lain yang tercantum dalam peraturan bahan Jalan Rel Indonesia
(PBJRI). Lapisan ini harus dapat meneruskan air dengan baik.

Lapisan Balas Bawah


Lapisan balas bawah terdiri dari kerikil halus, kerikil sedang atau pasir kasar
yang memenuhi syarat–syarat yang tercantum dalam Peraturan Bahan Jalan rel

37
Indonesia (PBJRI) lapisan ini berfungsi sebagai lapisan penyaring (filter)
antara tanah dasar dan lapisan balas atas dan harus dapat mengalirkan air
dengan baik. Tebal minimum lapisan balas bawah adalah 15 cm.

Bentuk dan Ukuran lapisan Balas Atas


Tebal lapisan balas atas adalah seperti yang tercantum pada klasifikasi jalan
rel Indonesia.
Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas atas adalah: b>
½ L+x
Dimana :
L = panjang bantalan (cm) X =
50 cm untuk kelas I dan II
40 cm untuk kelas III dan IV
35 untuk kelas V
Kemiringan lereng lapisan balas atas tidak boleh lebih curam dari 1:2.
Bahan balas atas dihampar hingga mencapai elevasi yang sama dengan
elevasi bantalan.

Bentuk dan Ukuran Lapisan Balas Bawah


Ukuran terkecil dari tebal lapisan balas bawah adalah d2. Yang dihitung
dengan persamaan :
d2 = d - d1 > 15
Dimana di hitung dengan persamaan :
d=
58∙σ
1
σ
t

σt = dihitung dengan menggunakan rumus “ beam on elastic foundation”

( ) ( ( ) ( ) )
Pd x 2cosh2 λa cos2λc+coshλL +
λ 1

sinλL+sinh
σ1= 2b λL 2cos2λa (cosh2λc+cosλL )+
sinh2λa sin2λc-sinhλL -sin2λa sinh2λc-
sinλL
Dimana :
Pd = Beban roda akibat beban dinamis
P = Beban roda akibat beban statis

38
V = Kecepatan kereta api (km/ jam)
% beban = Prosentase beban yang mauk kedalam bantalan.

4 k

4∙E∙
λ= I
K = b x ke
Dimana :
b = Lebar bawah bantalan (cm)
ke = Modulus reaksi balas (kg / cm 3) .
EI = Kekakuan lentur banalan (kg/ cm 2)
l = Inersia bantalan (cm4)
a = Jarak dari sumbu vertikal rel ke ujung bantalan (cm).
c= Setengah jarak antara sumbu vertikal rel (cm)

Jarak dari sumbu jalan rel ke tepi atas lapisan balas bawah dihitung dengan
persamaan-persamaan:
Pada sepur lurus :
k1 > b+ 2d1+ m
Pada tikungan : k1d
= k1
k1d = b+ 2 d1+ m+2e E
= (b+ 1/2) x h/l + t

Pada tebing lapisan balas bawah dipasang konstruksi penahan yang dapat
menajmin kemantapan lapisan itu. Pemilihan konstruksi penahan harus
mendapat persetujuan dari pemberi tugas.

Kepadatan.
Lapisan balas dibawah bantalan, terutama dibawah dudukan rel harus
dipadatkan dengan baik. Lapisan balas bawah harus dipadatkan sampai
mencapai 100 % d menurut percobaan ASTM D 698.

39
Sub-Balas
Lapisan sub-balas berfungsi sebagai lapisan penyaring (filtet) antara tanah
dasar dan lapisan balas dan harus dapat mengalirkan air dengan baik. Tebal
minimum lapisan balas bawah adalah 15 cm.
Lapisan sub-balas terdiri dari kerikil halus, kerikil sedang atau pasir kasar yang
memenuhi syarat teknis.

2.8.4 Subgrade
Daya dukung tanah sangat tergantung kepada keadaan tanah di lapangan. Untuk
menganalisis daya dukung tanah lapisan subgrade akibat pembebanan dinamik
kendaraan kereta api dapat digunakan metode analisis Beam on Elastic
Foundation (BoEF).

Metode BoEF dan JNR mengasumsikan bahwa bantalan diibaratkan sebagai balok
serta balas sebagai tumpuan elastik yang diibaratkan sebagai pegas. Dengan
demikian, tekanan di bawah bantalan (σ1) dapat dihitung menggunakan
persamaan :

σ1 = ke × y

dimana :
σ1 = tekanan di bawah bantalan ke =
koefisien balas
y = lendutan maksimum bantalan

Lendutan pada bantalan dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini :

( ) ( ( ) ( ) )
Pd x 2cosh λa cos2λc+coshλL +
2

y= λ 1 2
cosh2λc+cosλL +
sinλL+sinh
2k λL 2cos λa ( )
sinh2λa sin2λc-sinhλL -sin2λa sinh2λc-
sinλL
dimana:
P = beban roda
k = modulus balas = b × ke
b = lebar bantalan

40
= damping factor = λ =44∙kE∙I

E = modulus elastisitas bantalan I =


momen inersian bantalan
ke = koefisien balas, JNR menentukan koefisien balas sebagaimana dijelaskan
dalam Tabel 2.11 berikut ini.

Tabel 2.11 Koefisien balas yang dipengaruhi oleh kondisi balas

Kondisi Balas ke (kg/cm3)


Buruk 3

Sedang 8-10

Baik 12-15

Penjelasan metode perbaikan tanah dapat dilihat secara lebih lengkap pada
Metode Stabilitas Tanah.

Beban roda (P) dikorelasikan kepada beban dinamis menggunakan rumus Talbot
sebagai berikut :
Pd = P2 1+0,01∙ ൬ Vrencana1,609 -5 ൨ x % Beban

Untuk beban yang bekerja pada subgrade (σ2) dapat dihitung menggunakan
persamaan( )berikut ini :
σ2= 58 x σ1 /10 +d1,35

dimana :
d = tebal balas total (cm)
σ1 = tekanan pada permukaan badan jalan (kg/cm2)
σ2 = tekanan tepat di bawah bantalan (kg/cm2)

41
BAB III
Pembahasan
3.1 Data Rel
 Data Teknis :

Kelas Jalan = II
Beban Gandar (P) = 18 Ton
Tipe Rel = R54
Kekakuan Jalan Rel (K) = 180 Kg/Cm2
Modulus Elastisitas Rel (E) = 2100000 Kg/Cm2
Tahanan Momen Dasar (Wb) = Cm3
Jenis Lokomotif = BB
Koefisien Gandar (KG) = 0,75
V Maks = 110 Km/Jam
V Rencana = V Maks x 1,25
= 110 Km/jam x 1,25
= 137,5 Km/Jam
Tegangan Izin = 1325 Kg/Cm2
Tegangan Base = 1176,8 Kg/Cm2
 Data Karakteristik Penampang Rel :
H = 159,00 mm
B = 140,00 mm
C = 72,20 mm
D = 16,00 mm
E = 49,40 mm
F = 30,20 mm
G = 74,97 mm
R = 508,00 mm
A = 69,34 Cm2 PENAMPANG REL
W = 54,43 Kg/m
Yb = 76,20 mm
Ix = 2346 Cm4
3.2 Perencanaan Pemilihan Rel
 Tahanan Momen Dasar (Wb)
Ix
Wb = H
2

42
4
2346 Cm
= 159 cm
2
= 295,09 Cm3

 Perhitungan Momen

Ma = Kg x
BG
2
x (1+ 0,01
Vr
1,609 (
−5 ) )
4x

4 180
4 x E x Ix

Ma = 0,75 x
18000
2
x (1+0,01
137,5
1,609 (
−5 ) )
4x

4 180
4 x 2100000 x 2346
Ma = 320125,48 Kg cm

 Tinjauan Terhadap Tegangan Izin Kelas Jalan


Ma x Yb
σx =
Ix
320125,48 x 7,620
σx =
2346
σx = 1039,79 Kg/Cm2 < 1325 Kg/Cm2 (AMAN)
 Tinjauan Terhadap Tegangan yang Terjadi di Dasar Rel
Ma
Sbase =
Wb
320125,48
Sbase =
295,09
Sbase = 1084,84 Kg/Cm2 < 1176,8 Kg/Cm2 (AMAN)
 Kesimpulan
Tipe rel yang dipakai = R54

3.3 Pemilihan Bantalan


 Bantalan Kayu
Data bantalan kayu :
Kelas Jalan = II
V Rencana = 137,5 Km/Jam
Beban Gandar (P) = 18 Ton

43
Standard Bantalan = PJKA
Penempatan Bantalan = Lurus
Panjang (L) = 200 Cm
Lebar (b) = 22 Cm
Tinggi (h) = 13 Cm
Kelas Kayu =I
Lebar Sepur = 1067mm
Jarak dari Sunbu Rel Keluar Bantalan (a) = 43 Cm
Setengah Jarak Sumbu Vertikal Rel (c) = 57 Cm
Tegangan Lentur (σlt ) = 125 Kg/Cm2
Modulus Elastisitas = 125000 Kg/Cm2
Modulus Jalan Rel = 180 Kg/Cm2

 Setengah Jarak Sumbu Vertikal Rel (c)


C
(( ) x 2+ Lebar Sepur )
C= 2
2
6,85
(( )x 2+ 106,7)
C= 2
2
C = 57 Cm
 Jarak dari Sumbu Rel ke Luar Bantalan (a)
L−c x 2
a=
2
200−57 x 2
a=
2
a = 43 Cm

Parameter Ukuran Dimensi Bantalan

Perencanaan Bantalan Kayu


 Dumping Factor

λ=

4 K
4 EI

44
=

4 180
4 x 125000 x 4027,8
= 0,01729 Cm
 Fungsi Trigonometri dan Hiperbolikus
Sin λL = -0,311
Sinh λL = 15,863
Cosh λa = 1,289
Cosh 2λc = 3,641
Cosh λL = 15,894
Cos λa = 0,736
Sinh 2λa = 2,099
Sin 2λc = 0,923
Sinh 2λc = 3,501
Sin 2λa = 0,996
Cos 2λc = -0,385
Cos λL = -0,950
Sinh λc = 1,149
Sin λc = 0,832
Sin λ (L-C) = 0,618
Sinh λ (L-C) = 5,900
Cosh λc = 1,523
Cos λ (L-C) = -0,786
Cos λc = 0,555
Cosh λ (L-C) = 5,984

 Menghitung Momen Pada Titik


Q 1
Mc = x ¿
d
4λ sinλL+sinhλL
Q 1
Mc = x ¿
d
4 x 0,01729 (-0,311 + 15,863)
10,242
Mc =
d
1,076
M c = 9,523 Q
d

Q 1
Mo = - x
2λ sinλL+sinhλL
( sinhλc ( sinλc+sinλ ( L−c ) ) +¿ sinλc ( sinhλc+ sinh λ ( L−c ) ) +¿ coshλccosλ ( L−c ) −¿
Q 1
Mo = - x ¿
(2 x 0,01729) (-0,311 +15,863)
3,016
Mo =
0,538

45
Mo = 5,609 Q

Q adalah beban yang dapat diterima bantalan.

 Momen Izin Bantalan

Mi = σlt x W

Dimana :
1
W = 125 x x b x h²
16
1 2
W = 125 x ( x 22 x 13 )
16
W = 29046, 87 Kg cm
 Momen Yang Dapat Diterima Bantalan
Mi
Q=
Mc
d

29046,87
Q=
9,523
Q = 3050,18 Kg

 Beban Dinamik
P Vr
Pd = x (1+0,01 ( -5))
2 1,609
18000 137,5
Pd = x (1+0,01 x ( -5))
2 1,609
Pd = 16241,11 Kg

 Beban yang Diterima dari Kereta Api


Q1 = 60% x Pd
= 60% x 16241,11
= 9744,66 Kg
 Maka :
Q1 > Q = 9744,66 Kg > 3050,18 Kg (UNSAFE)
Bantalan kayu tidak dapat menerima beban kereta api.

46
 Bantalan Beton
Kelas Jalan = II
V rencana = 137,5 Km/Jam
Beban Gandar = 18 Ton
Tipe Bantalan Wika Beton = N - 67
Panjang Bantalan (L) = 200 Cm
Lebar Sepur = 1067 mm
Jarak dari Sumbu Rel ke Luar Bantalan (a) = 43 Cm
Setengah Jarak Sumbu Vertikal Rel (c) = 57 Cm
Mutu Beton = 500 Kg/Cm2 Parameter Ukuran
Dimensi Bantalan
Tegangan Izin Tekan = 200 Kg/Cm2
Modulus Elastisitas (E) = 143108,35 Kg/Cm2
Modulus Jalan Rel (k) = 180 Kg/Cm2

 Menghitung Bagian Bawah dan Bagian Tengah Bantalan Rel


t
A1 = b1 + b2 x
2
 Menghitung IX - 1
IX-1 t 2 x b 12+ 4 x ( b 1 ) x ( b 2 ) +¿ ¿
Y1 (a)
t+b +2 x ( b 2 )
y1 a =
3 x (b 1+b 2)
Y1 (b)
y1 (b) = t – Y1 (a)
W1 (a)
IX −1
W1 (a) =
Y 1(a)

47
W1 (b)
IX −1
W1 (b) =
Y 1(b)
 Bagian Bawah Rel
B1 = 150 Mm
B2 = 250 Mm
T = 210 Mm
A1 = 420 Cm²
Ix = 15113,44 Cm4
Y1 (a) = 11,375 Cm
Y1 (b) = 9,63 Cm
W1 (a) = 1328,65 Cm³
W1 (b) = 1570,23 Cm³
Momen izin (+) = 15000 Kg Cm
Momen izin (-) = 75000 Kg Cm

 Bagian Tengah Bantalan


B1 = 150 Mm
B2 = 226 Mm
T = 190 Mm
A2 = 357,2 Cm²
Ix = 10599,43Cm4
Y1 (a) = 10,140 Cm
Y1 (b) = 8,86 Cm
W1 (a) = 1045,30 Cm³
W1 (b) = 1196,33 Cm³
Momenizin (+) = 66000 Kg Cm
Momenizin (-) = 93000 Kg Cm

B1

 Dumpling Factor Bawah Rel (λr)

48
λ=

4 k
4EI

=

4 180
4 x 143108,35 x 15113,44
= 0,012 cm

 Dumpling Factor Tengah Bantalan (λt)

λ=

4 k
4EI

=

4 180
4 x 143108,35 x 10599,43
= 0,013cm-1
 Under Rail
Sin λL = 0,674
Sinh λL = 5,477
Cosh λa = 1,136
Cosh 2λc = 2,093  Middle Sleeper
Cosh λL = 5,568
Cos λa = 0,870
Sinh 2λa = 1,227
Sin 2λc = 0,980
Sinh 2λc = 1,839
Sin 2λa = 0,859
Cos 2λc = 0,200
Cos λL = -0,739
Sinh λc = 0,739
Sin λc = 0,632
Sin λ (L-C) = 0,989
Sinh λ (L-C) = 2,695
Cosh λc = 1,244
Cos λ (L-C) = -0,146
Cos λc = 0,775
Cosh λ (L-C) = 2,875
Sin λL = 0,494
Sinh λL = 6,865
Cosh λa = 1,164
Cosh 2λc = 2,344
Cosh λL = 6,937
Cos λa = 0,845
Sinh 2λa = 1,384
Sin 2λc = 0,997
Sinh 2λc = 2,120

49
Sin 2λa = 0,904
Cos 2λc = 0,075
Cos λL = -0,869
Sinh λc = 0,820
Sin λc = 0,680
Sin λ (L-C) = 0,954
Sinh λ (L-C) = 3,190
Cosh λc = 1,293
Cos λ (L-C) = -0,301
Cos λc = 0,733
Cosh λ (L-C) = 3,343

 Beban Dinamik
P Vr
Pd = x (1+0,01 ( -5))
2 1,609
18000 137,5
Pd = x (1+0,01 x ( -5))
2 1,609
Pd = 16241,11 Kg

 Beban yang Diterima dari Kereta Api


Q1 = 60% x Pd
= 60% x 16241,11
= 9744,66 Kg
 Beban yang Diterima dari Kereta Api
Q 1
Mc = x ¿
d
4λ sinλL+sinhλL
9744,66 1
= x ¿
4 x 0,012 (0,674+5,477)
26996,51
= = 91353,67 Kg cm M Izin = 150000 Kg cm
0,296

Q 1
Mo = - x
2λ sinλL+sinhλL
( sinhλc ( sinλc+sinλ ( L−c ) ) +¿ sinλc ( sinhλc+ sinh λ ( L−c ) ) +¿ coshλccosλ ( L−c ) −¿
9744,66 1
=- x ¿
(2 x 0,013) (0,674+5,477)
11957,14
=- = 61904,98 Kg cm M Izin = 93000 Kg cm
0,193

 Tinjauan Terjadap Momen Izin

50
Momen Bawah Rel :
Mc/d < M Izin
91353,67 Kg cm < 150000 Kg cm (SAFE)
Momen Tengah Bantalan :
Mo < M Izin
61904,98 Kg cm < 93000 (SAFE)
Bantalan beton dapat digunakan.

3.4 Perhitungan Panjang Rel


Data Rel :
Kelas Jalan = II
V Rencana = 137,5 Km/Jam
Beban Gandar = 18 Ton
Tipe Rel = R54
Koefisien Muai Panjang (α) = 0,000012 °C
Modulus Elastisitas (E) = 2100000 Kg/Cm2
Suhu Terendah = 25 °C
Suhu Tertinggi = 36 °C
Gaya Lawan Bantalan (r) = 450 Kg/m

51
 Data Karakteristik Penampang Rel :
H = 159,00 mm
B = 140,00 mm
C = 72,20 mm
D = 16,00 mm
E = 49,40 mm
F = 30,20 mm
G = 74,97 mm
R = 508,00 mm
A = 69,34 Cm2 PENAMPANG REL
W = 54,43 Kg/m
Yb = 76,20 mm
Ix = 2346 Cm4

3.5 Perencanaan Panjang Rel


 Panjang (l)

l =(Er x A x α x ∆t )
l =( )
2100000 x69,34 x 0,000012 x 19
450
l = 73,78 m
 Panjang Rel Minimum dengan Bantalan beton (L)
L=2xl
= 2 x 73,78
= 147,56 m ~ 150 m
Panjang rel minimum yang digunakana adalah 150 meter.
Berdasarkan pada tabel, maka menggunakan rel pendek dengan panjang 100 m.
Celah sambungan rel : 14 mm (dari tabel PD 10)
Panjang celah rel : 11 mm (dari tabel PD 10)
Jenis penghambat rel : Elastisitas Ganda (dari tabel PD 10)

52
Gambar Sambungan Menumpu

Gambar Sambungan Melayang

Gambar Penambat Rel

3.6 Data Balas dan Sub – Balas


KelasJalan = II
V Rencana = 137,5 km/jam
BebanGandar = 18 ton
Type Rel = R54
Material Bantalan = Beton
Panjang Bantalan (L) = 200
Lebar Bawah Bantalan (b2) = 25 cm
Modulus ReaksiBalas (ke) = 9 kg/cm3
Modulus Elastisitas (E) = 143108 kg/cm2

53
InersiaBantalan (i) = 15113 cm4
Nilai σt = 1,2 kg/cm2
Jarak Ujung Bantalan – Tepi Atas Balas (X) = 50 cm
Jarak Ujung Balas – Tepi Atas Sub-balas (M) = 40-90 cm
Note : Jika jarak tepi-atas sub balas 90 cm, maka disediakan untuk pejalan kaki.

 Perencanaan Balas dan Sub – Balas


K = b2 x ke
K = 25 x 9
K= 225 Kg/Cm2

 Dumping Factor (λ)

λ=

k
4

4xEx I
λ=

4 255

4 x 143108 x 15113
λ = 0,012699 cm
-1

 Beban Dinamik

Pd =
P
2[1+0,01∙ (
Vrencana
1,609 )]
-5

Pd =
18000
2 [ 1,609 -5)]
1+0,01∙ (
137,5

Pd = 16241,11 Kg
 Fungsi Trigonometri dan Hiperbolikus

Sin λL = 0,566
SinhλL = 6,299
coshλa = 1,156
cosh 2λc = 2,224
coshλL = 6,378
cosλa = 0,851
Sinh 2λa = 1,339

54
Sin 2λc = 0,991
Sinh 2λc = 1,986
Sin 2λa = 0,892
cos 2λc = 0,133
cosλL = -0,824

 Tekanan Bawah Bantalan


Pd x λ 1
σ1 = x ( 2 cosh 2 λa ( cos 2 λc +coshλL ) +¿ 2 cos 2 λa ( cosh 2 λc +cosλL ) +¿ sinh 2 λa ( sin 2 λc−s
2b ( sinλL+sinhλL )
( 16241,11 x 60% ) x 0,012699 1
σ1 =
2 x 25
x ( 2 x 1,156 2 ( 0,133+6,378 ) +¿ 2 x 0,8412 ( 2,224+(−0,824 ) ) +
( 0,566L+6,299 )
σ1 = 4 Kg /Cm
 Tebal Lapisan Balas

d=

1,35 58∙ σ1
σt

d=
1,2
d = 47 Cm

58∙4
1,35

 Menentukan Ukuran atau Dimensi Balas


Untuk menentukan dimensi atau ukuran dari balas maka dapat ditentukan dari melihat
ketentuan dari Peraturan Menteri No. 60 Tahun 2012 tentang Perencanaan Rel Kereta (PM 60
Tahun 2012).
Pada pembahasan kali ini akan dihitung manual dan hasilnya akan dibandingkan atau
disesuaikan pada ketentuan dari PM 60. Jika nilainya melebihi dari ketentuan PM 60 maka
hasil perhitungan itu dinyatakan salah.
Tabel Ketentuan dari PM 60
d1 30 cm
d2 15-50 cm
B 150 cm
K1 265 cm
C 235 cm
K2 375 cm
E 25 cm
 Perhitungan
Menentukan nilai d2
d2 = tebal lapisan balas (d) – d1 (didapat dari PM 60)
d2 = 47 cm – 30 cm
Maka didapat nilai d2 = 17 cm
Hasil yang didapat diterima karena nilai yang ditaksirkan dalam PM 60 antara 15 – 50 cm.

Menentukan nilai b

55
1
b= xLxX
2
1
b = x ( 200 ) x (50)
2
Maka didapat nilai b sebesar 150 cm.
Perhitungan di atas dapat diterima karena hasil yang didapat masih dalam angka yang telah
ditentukan dalam PM 60.

Menentukan nilai K1
K = b + 2 x (d1 + 40)
K = 150 + 2 x (30 + 40)
Maka didapat nilai K1 sebesar 250 cm.
Perhitungan di atas dapat diterima karena hasil yang didapat masih dalam angka yang telah
ditentukan dalam PM 60.

Menentukan nilai c
c = K1 – M
c = 250 cm – 40 cm
Maka didapat nilai c sebesar 210 cm.
Perhitungan di atas dapat diterima karena hasil yang didapat masih dalam angka yang telah
ditentukan dalam PM 60.

 Kesimpulan

Tabel PM.60
Dihitung
UkurangBalas 2012
d1 (tabel PM.60 2012) = 30 Cm 30 cm
d2 = d - d1 > 15 cm ---> (d2) = 17 Cm 15-50 cm
b > 1/2 L + X -----> (b) = 150 Cm 150 cm
k1 > b + 2d1 + M -----> (k1) = 250 Cm 265 cm
c = k1 – M = 210 Cm 235 cm
k2 (tabel PM.60 2012) = 375 Cm 375 cm
e (tabel PM.60 2012) = 25 Cm 25 cm

56
Gambar Penampang Melintang Jalan Rel pada Bagian Lurus

Gambar Penampang Melintang Jalan Rel pada Bagian Lengkung


3.7 Perencanaan Subgrade
Data Subgrade :
KelasJalan = II
V Rencana = 137,5 km/jam
BebanGandar = 18 ton
Type Rel = R54
Material Bantalan = Beton
PanjangBantalan (L) = 200
LebarBawahBantalan (b2) = 25 cm
Modulus ReaksiBalas (ke) = 9 kg/cm3
Modulus Elastisitas (E) = 143108 kg/cm2
InersiaBantalan (i) = 15113 cm4
Tebal Total Balas = 47 cm

 Perhitungan Subgrade
K = b2 x ke
K = 25 x 9
K= 225 Kg/Cm2

 Dumping Factor (λ)

λ=

k
4

4xEx I
λ=

4 255

4 x 143108 x 15113

57
-1
λ = 0,012699 cm

 Beban Dinamik

Pd =
P
2 [
1+0,01∙ (
Vrencana
1,609
-5 )]
Pd =
18000
2 [ 1+0,01∙ (
1,609 )]
137,5
-5

Pd = 16241,11 Kg

 Fungsi Trigonometri dan Hiperbolikus

Sin λL = 0,566
SinhλL = 6,299
coshλa = 1,156
cosh 2λc = 2,224
coshλL = 6,378
cosλa = 0,851
Sinh 2λa = 1,339
Sin 2λc = 0,991
Sinh 2λc = 1,986
Sin 2λa = 0,892
cos 2λc = 0,133
cosλL = -0,824

 Menentukan Lendutan Maksimum Bantalan


Pd x λ 1
y= x ( 2 cosh 2 λa ( cos 2 λc +coshλL ) +¿ 2 cos2 λa ( cosh 2 λc +cosλL ) +¿ sinh 2 λa ( sin2 λc−s
2k ( sinλL+sinhλL )
( 16241,11 x 60% ) x 0,012699 1
y=
2 x 255
x ( 2 x 1,1562 ( 0,133+6,378 ) +¿ 2 x 0,8522 ( 2,224+ (−0,824 ) ) +
( 0,566L+6,299 )
y = 0,4 Cm

 Tekanan Pada Permukaan Badan Jalan


σ1 =ke x y
σ1 = 9 x 0,4
2
σ1 = 3,98 Kg/ Cm

 Tekanan Tepat dibawah Bantalan


σ2 = ( 58 x σ 1 ) /10 + d 1,35
1,35
σ2 = (58 x 3,98 ) /10 + 47
2
σ2 =1,2 Kg/ Cm

3.8 Perhitungan Geometrik

58
 Perhitungan Panjang Rencana Trase
Data koordinat dari rencana trase :
Ax = 634,78
Ay = 714,06
PI1x = 1351,19
PI1y = 1008,04
Bx = 2039,51
By = 1639,16

 Menghitung Jarak Trase


Untuk menentukan jarak dari satu titik ke titik lain, maka data – data yang diperlukan yaitu
data – data koordinat. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan jarak tersebet adaah
sebagai berikut :
d= √ (KTX-KTS X)2 +(KTY-KTSY)2
Dimana:
d : Jarak (Panjang Rencana Trase Jalan)
KTX : Koordinat Tinjau Pada sumbu x
KTSX : Koordinat Tinjau sesudah x
KTY : Koordinat Tinjau pada sumbu Y
KTSY : Koordinat Tinjau sesudah pada sumbu Y
Perhitungan jarak pada titik A – PI1
d A-PI1 = √(1351,19−634,78)2 +(1008,04−714,06)2
Maka didapat panjang trase A-PI1 sepanjang 800 m.
d PI1-B = √(2039,51−1351,19) + (1639,16−1008,04)
2 2

Maka didapat panjang trase A-PI1 sepanjang 1200 m.

 Perhitungan Sudut Azimuth Trase


Untuk Menentukan sudut azimuth maka,maka dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
(KTSX-KTX)
arc tan =
(KTSY-KTY)
Note:
Untuk hasil pengurangan koordinat disetiap titik yang hasilnya = 0,nilainya menjadi
a
1,dikarenakan sesuai sifat matematika yang mana tidak terdefinisi.
0
Sudut azimuth di titik A :
1351,19−634,78
arc tan = =73 ᵒ
1008,04−714,06
Sudut azimuth di titik PI1 :
2039,51−1351,19
arc tan = =46 ᵒ
1639,16−1008,04
Sudut azimuth di titik B :
= 134ᵒ

 Perhitungan Sudut Bearing Trase

59
Bearing PI1 - A
△ = 46 – 73 = 27 ᵒ

 Perhitungan Alinyemen Horizontal


Data alinyemen Horizontal :
Kelas Jalan : II
Kecepatan Maksimum (Vmaks) : 110 Km/Jam
Kecepatan Rata – Rata Operasi (Vops) : 102,6 Km/Jam
Sudut Lengkung (∆) : 34o
Note : Nilai kecepatan operasi didapatakan dari survey lalu lintas kereta api.

Perhitungan lengkung horizontal


Jari – Jari Horizontal :
Menghitung jari- jari Minimum - Normal
Rmin = 0,076 x(Vmaks)2
Rmin = 0,076 x(110)2
Rmin = 919,6 m

Menghitung Jari – Jari Minimum – Peninggian Maksimal


Rmin = 0,054 x(Vmaks)2
Rmin = 0,054 x(110)2
Rmin = 653,4 m

Menghitung Jari – Jari Minimum Tanpa Peninggian


Rmin = 0,164 x(Vmaks)2
Rmin = 0,164 x(110)2
Rmin = 1984,4 m

Peninggian Rel
Perhitungan Kecepatan Rencana (Vr)
V rencana = 1,25 x kecepatan operasi
V rencana = 128,25 Km/Jam
Peninggian maksimum dapat diperoleh dari tabel yang telah dibuat dalam peraturan Dirjen
No. 10 tahun 1986.
R = 800
Perhitungan peninggian normal
h normal = 5,95 x v2/R
= 108,74
Perhitungan pertinggian minimum
h minimum = ((8,8 x v2)/R) – 53.5
= 107.325
Berdasarkan pada perhitungan peninggian diatas, maka perhitungan diatas dapat memenuho
sayarat sebagai berikut :
h max < h normal < h min

60
Maka didapat hasil peninggian minimum sebesar 109

Lengkung Peralihan (Ls)


Ls = 0,01 x h x Vmaks
= 120

Perencanaan Lengkung Horizontal Spiral – Circle – Spiral (S – C – S)


Menentukan besar dari sudut spiral (θs)
θs = ( Ls / 2 x R )x ( 360 / 2 π )
= 2,98o
Menentukan Selisih sudut pada Circle (Δ)
Δc = Δ - 2 x 3.81⁰
= 28,04 o
Menentukan Panjang Lingkaran (Lc)
Lc = (Δc/360) x 2 x π x R
= 391,46 m
Menentukan nilai Yc
Yc = Ls2 / ( 6x R )
= 1,44 m
Menentukan nilai Xc
Xc = Ls - Ls3/ ( 40 x R )
= 83,24 m
Menentukan nilai K
K = Xc - ( R x sin θs )
= 41,37 m
Menentukan nilai P
P = Yc - R x ( 1 - cos θs )
= 0,35 m
Menentukan nilai TS
TS = (R+P)*tan(Δ/2)+K
= 286,06 m
Menentukan Nilai ES
ES = ((R+P)/cos(Δ/2))-R
= 36,92 m
Menentukan Nilai L
L = Lc+(2*Ls)
= 557,99 m

Perhitungan Alinyemen Vertikal


Parameter lengkung vertikal :
A PV1 B
STA 0+000 0+800 2+000
Elevasi 87 86 82
Jarak 0 800 1200

Elevasi PV 1−Elevasi A
g 1= X 100 %=¿ 0 %
Jarak PV 1−Jarak A

61
Elevasi B−Elevasi PV 1
g 2= X 100 %=¿ 1 %
Jarak B−Jarak PV 1

Menentukan jari – jari minimum didapatkan dari tabel Peraturan Menteri No. 60 tahun 2012
sebagai berikut :

Kecepatan Rencana   Jari - jari Minimum  


(km/jam) Lengkung Vertikal (m)  
Lebih besar dari 100     8000    
Sampai 100         6000    

Lengkung Cengkung
Perbedaan aljabar gradien dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (ϑ)
ϑ = g2 – g1
=1%
Menentukan LV
Lv = ϑ x R
= 80 m
Menentukan LV
Lv = R x ϑ2 / 8
= 10 m

Lengkung Cembung
Perbedaan aljabar gradien dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (ϑ)
ϑ = g2 – g1
=1%
Menentukan LV
Lv = ϑ x R
= 80 m
Menentukan LV
Lv = R x ϑ2 / 8
= 10 m

Elevasi Eksisting As
Elevasi
NO STA h2 h1 B1 B2
Titik
1 0+000 88 87 145,32 150,48 87,97
2 0+100 88 87 110,68 152,4 87,73
3 0+200 88 87 60,24 150,48 87,40
4 0+300 88 87 154,95 296,19 87,52
5 0+400 87 86 103,94 145,71 86,71
6 0+500 87 86 52,93 145,71 86,36
7 0+600 87 86 147,64 291,42 86,51
8 0+700 86 85 96,64 145,71 85,66
9 0+800 86 85 45,63 145,71 85,31

62
10 0+844 86 85 23,05 145,71 85,16
11 0+900 85 84 141,46 145,71 84,97
12 0+911 85 84 136,45 145,71 84,94
13 1+000 85 84 91,29 147,67 84,62
14 1+082 85 84 110,07 152,45 84,72
15 1+100 85 84 112,67 152,34 84,74
16 1+149 85 84 120,89 152,34 84,79
17 1+200 85 84 129,3 152,34 84,85
18 1+300 85 84 137,23 152,85 84,90
19 1+400 85 84 133,89 155,15 84,86
20 1+500 85 84 114 154,25 84,74
21 1+600 85 84 100,18 154,83 84,65
22 1+700 85 84 101,18 154,83 84,65
23 1+800 85 84 86,19 163,27 84,53
24 1+900 85 84 57,58 163,27 84,35
25 2+000 85 84 28,97 163,27 84,18

Elevasi Eksisting Kiri Jalan


Elevasi Cross
NO STA h2 h1 B1 B2
Section
1 0+000 89 88 151,32 144,48 89,05
2 0+100 88 87 116,68 146,4 87,80
3 0+200 88 87 66,24 144,48 87,46
4 0+300 88 87 160,95 290,19 87,55
5 0+400 87 86 109,94 139,71 86,79
6 0+500 87 86 58,93 139,71 86,42
7 0+600 87 86 153,64 285,42 86,54
8 0+700 86 85 102,64 139,71 85,73
9 0+800 86 85 51,63 139,71 85,37
10 0+844 86 85 29,05 139,71 85,21
11 0+900 86 85 147,46 139,71 86,06
12 0+911 85 84 142,45 139,71 85,02
13 1+000 85 84 97,29 141,67 84,69
14 1+082 85 84 116,07 146,45 84,79
15 1+100 85 84 118,67 146,34 84,81
16 1+149 85 84 126,89 146,34 84,87
17 1+200 85 84 135,3 146,34 84,92
18 1+300 85 84 143,23 146,85 84,98
19 1+400 85 84 139,89 149,15 84,94
20 1+500 85 84 120 148,25 84,81

63
21 1+600 85 84 106,18 148,83 84,71
22 1+700 85 84 107,18 148,83 84,72
23 1+800 85 84 92,19 157,27 84,59
24 1+900 85 84 63,58 157,27 84,40
25 2+000 85 84 34,97 157,27 84,22

Elevasi Eksisting Kanan Jalan


Elevasi Cross
NO STA h2 h1 B1 B2
Section
1 0+000 88 87 139,32 156,48 87,89
2 0+100 88 87 104,68 158,4 87,66
3 0+200 88 87 54,24 156,48 87,35
4 0+300 88 87 148,95 302,19 87,49
5 0+400 87 86 97,94 151,71 86,65
6 0+500 87 86 46,93 151,71 86,31
7 0+600 86 85 141,64 297,42 85,48
8 0+700 86 85 90,64 151,71 85,60
9 0+800 86 85 39,63 151,71 85,26
10 0+844 86 85 17,05 151,71 85,11
11 0+900 85 84 135,46 151,71 84,89
12 0+911 85 84 130,45 151,71 84,86
13 1+000 85 84 85,29 153,67 84,56
14 1+082 85 84 104,07 158,45 84,66
15 1+100 85 84 106,67 158,34 84,67
16 1+149 85 84 114,89 158,34 84,73
17 1+200 85 84 123,3 158,34 84,78
18 1+300 85 84 131,23 158,85 84,83
19 1+400 85 84 127,89 161,15 84,79
20 1+500 85 84 108 160,25 84,67
21 1+600 85 84 94,18 160,83 84,59
22 1+700 85 84 95,18 160,83 84,59
23 1+800 85 84 80,19 169,27 84,47
24 1+900 85 84 51,58 169,27 84,30
25 2+000 85 84 22,97 169,27 84,14

Galian dan Timbunan


 Galian

STA JARAK Luas (m2) Volume (m3)


STA 0+000 - STA 0+100 100 27,708 2770,80
STA 0+100 - STA 0+200 100 21,82 2182,0

64
STA 0+200 - STA 0+300 100 17,83 1783,00
STA 0+300 - STA 0+400 100 19,265 1926,50
STA 0+400 - STA 0+500 100 9,58 958,00
STA 0+500 - STA 0+600 100 5,35 535,00
STA 0+600 - STA 0+700 100 16,12 1612,00
STA 0+700 - STA 0+800 100 8,95 895,00
STA 0+800 - STA 0+844 44 4,75 209,00
STA 0+844 - STA 0+900 56 2,92 163,52
STA 0+900 - STA 0+911 11 0,594 6,53
Jumlah Total Galian (M3) 13.041,35

 Timbunan

STA JARAK Luas (m2) Volume (m3)


STA 0+900 - STA
0+911 11 0,422 4,64
STA 0+911 - STA
1+000 89 0,8398 74,74
STA 1+000 - STA
1+082 82 4,528 371,30
STA 1+082 - STA
1+100 18 3,33 59,94
STA 1+100 - STA
1+149 49 2,46 120,54
STA 1+149 - STA
1+200 51 3,118 159,02
STA 1+200 - STA
1+300 100 1,799 179,90
STA 1+300 - STA
1+400 100 1,169 116,90
STA 1+400 - STA
1+500 100 1,65 165,00
STA 1+500 - STA
1+600 100 3,12 312,00
STA 1+600 - STA
1+700 100 4,199 419,90
STA 1+700 - STA
1+800 100 4,169 416,90
STA 1+800 - STA
1+900 100 5,639 563,90
STA 1+900 - STA
2+000 100 7,8 780,00
Jumlah Total Timbunan (M3) 3.744,678

65
66
BAB IV
KESIMPULAN

NO ITEM PERENCANAAN STANDAR


1 Railway Selection
Kelas Jalan II
Beban Gandar 18 Ton
Tipe Rel R54
V Maks 110
V Rencana 137,5
Lokomotif BB
2 Bantalan Beton
Bantalan Bantalan Beton WIKA N-67
Lebar Sepur 1067mm
3 Pemilihan Rel
Suhu Terendah 28 derajat
Suhu Tertinggi 34 derajat
Suhu Pemasangan Rel 30 derajat
Panjang Rel 147,56 m = 150 m
Panjang Rel Minimum 150 m
Panjang Celah Rel 8,
Penambat Elatisitas Ganda
4 Balas dan Subbalas
d1 30 cm
d2 17 cm
b 150 cm
k1 250 cm
c 210 cm
k2 375 cm
e 25 cm
5 Subgrade
Tekanan di
1,2 kg/cm2

bawah Bantalan
6 Panjang Trase 2000 m

67
NO ITEM PERENCANAAN STANDAR
7 Lengkung Horizontal S-C-S
Radius 800 m
Ls 120 m
Ɵs 2,94 °
∆c 28.04 °
Lc 391,46 m
Yc 1.44 m
Xc 83.24 m
K 41.37 m
P 0.35 m
Ts 276.06 m
Es 36.92 m
L 557.99 m
Pelebaran Sepur 0 mm
h maks 110 mm
Peninggian Rel 109 mm
8 Lengkung Vertikal
Lengkung Cekung Lv = 400 m
Ev = 25 m
Lengkung Cembung Lv = 400 m
Ev = 25 m
9 Jumlah Bantalan 3500 bh
10 Total Jumlah Volume Galian dan Timbunan
Galian 13041,35 m3
Timbunan 3744,678 m3
11 Total Jumlah Volume Balas 4039.2 m3
12 Total Volume Subbalas 3712.5 m3

68
RAILWAY CP

RAILWAY CONCRETE PRODUCT


DESCRIPTION
Type of Railway Product : Prestressed Concrete Sleepers
Prestressed Concrete Turnout Sleepers
Prestressed Concrete Catenary Poles

DESIGN & MANUFACTURING REFERENCE


Design PD No.10 - Perumka Indonesian Railways Design Reference
AREMA Chapter 30 - American Railway Engineering Manitenance
2009 of Ways
Prestressed Concrete Sleepers for Railway Wide
GOST 10629 - 1988 1520 mm
Technical Concrete Sleeper Railway Industry
TB/T 3080 - 2030 Standards
JIS A 5309 - 1981 Prestressed Concrete Spun Poles
Manufacturing WB - PRD - PS - 16 Production Manufacturing Procedure

PRODUCT SHAPE & SPECIFICATION | PC SLEEPERS

150 180
1 18
591

50 0
190

2440
2000
120

330
250 SLEEPER
SLEEPER S-35
N-67

PC SLEEPERS DIMENSION
Width at
Sleeper Depth Width at Rail Seat Center
(mm
Type Length (mm) ) (mm)

(mm) Uppe Upp


at rail seat at center r Bottom er Bottom
15
N-67 2000 210 190 150 250 0 226
18
S-35 2440 220 195 190 310 0 240
18
W-20 2700 195 145 224 300 2 250

69
PC SLEEPERS Concrete Compressive Strength fc' = 52 MPa
SPECIFICATION (Cube 600 kg/cm2)

Design Bending Moments


Type * | Track Design Train Sleeper ( kg.m )
Moments at Rail Moments at Design Reference
** Gauge Axle Load Speed Weight Seat Centre ***

(mm) (ton) (km/h) (kg) positive negative positive negative


(+) (-) (+) (-)
N-67 1067 18 120 190 1500 750 660 930 PERUMKA PD - 10
S-35 1435 25 200 330 2300 1500 1300 2100 AREMA
GOST 10629 Grade-
W-20 1520 23 120 275 1300 - - 980 1
Note : *) Type of Rail is available for R-33, R-38, R-40, R-42, R-50, R-54 & R-60
**) Type of fastening is available for Pindad E-Clip, Pandrol E-Clip, Vossloch
Clip, DE-Clip or others adjustable to customer requirement
***) Standard design reference is adjustable to customer requirement

1st Edition - 2012

70
PRODUCT SHAPE & SPECIFICATION | PC CATENARY POLES

PRESTRESSING STEEL SPIRAL

WALL (t)

PC CATENARY POLES SPECIFICATION Concrete Compressive Strength


fc' = 52 MPa (Cube 600 kg/cm2)
Bending
Outside Thickness Cross Section Unit Moment Length
Crac
Type Diameter Wall Section Inertia Weight k Ultimate of Pile
(ton.
(mm) (mm) (cm2) (cm4) (kg/m) m) (ton.m) (m)
C-50 350 70 616 64,115 154 5.00 10.00 9 - 12
C-65 350 70 616 64,115 154 6.50 13.00 10 - 14
C-75 350 70 616 64,115 154 7.50 15.00 11 - 14
C-
110 400 75 766 106,489 191 11.00 22.00 11 - 14
C-
150 450 80 930 166,570 232 15.00 30.00 12 - 15

PRODUCT SHAPE & SPECIFICATION | PC TURNOUT & SCISSORS


SLEEPERS

TOP
DEPTH
LENGTH

PC TURNOUT SLEEPER BOTTOM

TURNOUT ARRANGEMENT
Scissor
Concrete Compressive Strength fc' = 601:10
MPa 84
SPECIFICATION (Cube 700 kg/cm ) 2

Sleeper Unit Dimension


Quantity Weight (mm)
Dept
Type (pcs/set) (kg/m) Length h Bottom
Turnout
1:10 74
Turnout
1:12 74 154 Variable 220 300
71
Note :
Type, quantity and dimension of PC Turnout or
Scissor Sleeper per arrangement is adjustable to
customer requirement
Type of fastening is adjustable to customer
requiremen

72
73

Anda mungkin juga menyukai