Anda di halaman 1dari 7

Mengefektifkan Pembelajaran Bahasa Indonesia

dengan Metode E-Learning


Oleh: Mustagfiroh

ABSTRAK
Berdasarkan fakta, pembelajaran Bahasa Indonesia di lembaga pendidikan belum
dapat mencapai hasil sesuai harapan kurikulum. Dalam Standar Isi (KTSP) pembelajaran
Bahasa Indonesia pada dasarnya diarahkan agar siswa memiliki kompetensi komunikatif
dengan menggunakan bahasa Indonesia. Persoalan tersebut dapat diantisipasi dengan
uapaya meningkatkan profesionalisme guru. Upaya peningkatan profesionalisme guru
tersebut salah satunya adalah penerapan metode pembelajaran yang tepat sasaran dan
menarik pada saat pembelajaran di kelas. Metode yang dapat dijadikan alternatif adalah
metode e-learning yang pada penerapannya memanfaatkan media ICT (Information and
Communucation Technology). Penerapan metode e-learning dapat dilakukan pada aspek
pembelajaran mendengarkan, menulis, membaca, dan berbicara, ditambah dengan
pembelajaran sastra. Meskipun tampak sempuna, metode ini juga memiliki kelemahan-
kelemahan.

Kata kunci: metode e-lerning, kompetensi komunikatif, guru, pembelajaran


Bahasa Indonesia

Pada dasarnya pembelajaran Bahasa Indonesia di semua jenjang pendidikan formal


diarahkan pada satu tujuan utama, yakni siswa memiliki kompetensi komunikatif dengan
menggunakan bahasa target. Kompetensi komunikatif di sini mencakup empat aspek yang
penggunaannya dilakukan secara serentak. Menurut Tarigan (1984), empat aspek
kompetensi komunikatif tersebut adalah (1) kompetensi gramatikal yang mengacu pada
pengetahuan dan keterampilan menggunakan kaidah-kaidah bahasa dengan benar, (2)
kompetensi sosiolinguistik yang merujuk pada kemampuan menggunakan bahasa sesuai
dengan konteks komunikasi, (3) kompetensi wacana yang berkaitan dengan kemampuan
menggabungkan atau mengombinasikan tuturan bahasa secara kohesif dan koheren, dan
(4) kompetensi strategik yang berupa kemampuan menggunakan strategi verbal maupun
nonverbal untuk mengatasi hambatan berbahasa. Keempat komponen tersebut dalam
Standar Isi (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) tervisualisasikan dalan standar
kompetensi (SK) membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan (Depdiknas, 2006).
Akan tetapi, pada kenyataannya, tidak semua kompetensi dasar yang disyaratkan
oleh kurikulum dikuasai sepenuhnya oleh siswa. Kondisi riil membuktikan bahwa siswa
sudah mampu berbahasa tetapi belum terampil berbahasa. Siswa sudah dapat menulis,
tetapi belum terampil menulis. Siswa sudah mampu berbicara, namun belum terampil
berbicara.
Kondisi seperti di atas ditengarai disebabkan oleh beberapa faktor, baik internal
siswa sebagai pembelajar, maupun faktor eksternal siswa, seperti guru, lingkungan belajar,
media pembelajaran, dan strategi atau metode pembelajaran. Meskipun demikian, dalam
kapasitas belajar di kelas, gurulah yang dianggap memiliki andil paling besar dalam
menciptakan pembelajaran yang kondusif atau tidak kondusif. Hal ini tentu saja dapat
dipahami karena guru merupakan ujung tombak bagi keberhasilan siswa. Gurulah yang
berhadapan secara langsung dan membimbing siswa di kelas. Guru pulalah yang
mendesain strategi pembelajaran dan sekaligus menentukan media belajar yang sesuai,
bermanfaat, dan dapat digunakan oleh siswa. Oleh karena itu sudah sepantasnya guru
selalu berinovasi dalam menggunakan metode pembelajaran dan memanfaatkan media
agar pembelajaran lebih variatif, menarik, dan tidak membosankan. Dengan demikian
tujuan belajar dapat dengan mudah dapat dicapai.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru bahasa adalah
metode E-Learning yang penerapannya memanfaatkan media teknologi informatika (ICT).
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, dapat dikatakan bahwa
sebenarnya pembelajaran Bahasa Indonesi di lembaga pendidikan formal masih belum
sesuai harapan dan tuntutan kurikulum. Dalam pembahasan ini akan dipaparkan lebih
lanjut pengertian metode E-learning, penerapan metode E-learning dalam pembelajaran
Bahasa Indonesia, dan hambatan dalam penerapan metode E-learning dan cara
mengantisipasinya.

Pengertian E-learning
Istilah E-Learning sebenarnya merupakan frasa yang tersusun dari dua unsur, yaitu unsur E
yang merupakan kependekan dari elektronik, dan unsur learning yang berarti
pembelajaran. Dengan demikian e-learning memiliki pengertian " Pembelajaran dengan
memakai atau memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi. Jaya Kumar C. Koran
(dalam Andi Afifudin, 2007) mendifinisikan e-learning sebagai kegiatan pembelajaran
yang prosesnya menggunakan media elektronik (LAN, WAN, dan internet). Senada
dengan pengertian tersebut, Tim Multimedia SMPN 3 Jember mendefinisikan e-learning
sebagai suatu proses belajar yang memanfaatkan teknologi informasi berupa komputer
yang dilengkapi dengan alat telekomunikasi (internet, intranet, ekstranet) dan multimedia
(grafis, audio, video). Akan tetapi, beberapa pendapat lebih menekankan bahwa e-learning
adalah pembelajran yang memanfaatkan internet sebagai media belajar dan penyedia bahan
belajar. Mengacu pada pengertian tersebut, maka pembelajaran bahasa Indonesia pun
diarahkan untuk memanfaatkan internet sebagai sumber dan sarana belajar bahasa.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat nyata
antara pembelajaran tradisional dan pembelajaran dengan metode e-learning. Jika
pembelajaran tradisional masih menganggap guru sebagai sumber informasi utama dan
satu-satunya, maka pembelajaran dengan metode e-learning menekankan adanya model
pembelajaran mandiri (mengarahkan, memotivasi, dan mengatur dirinya sendiri dalam
pembelajaran) oleh siswa. Suasana pembelajaran dengan metode e-learning akan memaksa
siswa untuk bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pembelajarannya sendiri. Siswa
dituntut berperan lebih aktif dan berinisiatif dalam membuat rancangan dan materi
pembelajarannya. Menurut Tim Multimedia SMPN 3 Jember (2008), setidaknya ada empat
komponen yang harus diperhatikan dalam konteks budaya belajar semacam ini. Empat
komponen tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
1. Siswa dituntut selalu mandiri, tidak sepenuhnya bergantung pada guru atau siswa lain.
2. Guru mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, memfasilitasi
pembelajaran, memahami belajar dan hal-hal yang dibutuhkan dalam pembelajaran
3. Tersedianya infrastruktur yang memadai.
4. Administrator yang kreatif dan selalu siap menyiapkan infrastriktur yang dibutuhkan
dalam pembelajaran.
Namun demikian, meskipun dalam pembelajaran e-learning guru seolah-olah tidak lagi
memiliki peran penting sebagai sumber informasi utama, kehadiran guru tetap mutlak
diperlukan. Dalam konteks ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator dan pengontrol
kegiatan belajar siswa. Sebagai konsekuensinya, guru harus memiliki kompetensi dalam
mengopersikan internet, mampu memilih bahan belajar yang sesuai dengan latar belakang
sosiologis dan psikologis siswa, sekaligus memiliki alat kontrol yang jelas untuk
mengarahkan dan mengukur keberhasilan belajar siswa. Selain itu guru harus menyusun
perencanaan pembelajaran (RPP) dengan sangat matang (identifikasi materi pembelajaran,
penentuan indicator dan kerangka materi, penyajian materi, evaluasi, dan pengayaan).

Penerapan E-learning pada Pembelajaran Berbahasa Indonesia


Sebagaimana yang telah dijelaskan di awal, tujuan pembelajaran bahasa diarahkan pada
tujuan siswa memiliki kompetensi komunikatif yang diwujudkan pada keterampilan
berbahasa. Keterampilan berbahasa ini meliputi keterampilan berbahasa produktif (menulis
dan berbicara) dan keterampilan berbahasa reseptif (membaca dan mendengarkan). Pada
pelaksanaan pembelajarannya, keempat keterampilan tersebut dijabarkan dalam
kompetensi dasar-kompetensi dasar yang diatur dalam standar isi (KTSP) dan sebisa
mungkin diberikan secara terpadu dan berkesinambungan (Syafi’i, 1995).
Penerapan metode e-learning pada pembelajaran keterampilan berbahasa tampak pada
penggunaaan media pembelajaran yang diambil dan diakses secara langsung melalui
internet. Misalnya saja artikel, film, berita, gambar, e-mail, atau bahkan karya-karya sastra
mutakhir.
Sebagai contoh, guru dan siswa dapat memanfaatkan informasi buku baru dan contoh-
contoh resensi di internet untuk membelajarkan KD “Menulis Resensi” (pembelajaran
keterampilan menulis). Untuk kegiatan awal, guru dapat mengarahkan siswa menemukan
contoh resensi dari internet dengan berbagai model dan jenis (resensi buku fiksi dan buku
nonfiksi), mengidentifikasi unsur-unsur resensi, dan variasi model penulisan resensi.
Setelah itu siswa dapat melanjutkan kegiatannya menemukan informasi buku baru yang
akan diresensi. Baru kemudian siswa menyusun resensi dan mengirimkan hasilnya melalui
e-mail kepada web-nya guru. Meskipun tidak dalam jam pelajaran, siswa dan guru dapat
mendiskusikan dan membahas permasalahan atau kesulitan siswa melalui fasilitas catting.
Dengan demikian pembelajaran tidak terbatas pada ruang dan waktu sekolah, tetapi dapat
dilakukan di waktu-waktu tertentu.
Sementara itu, untuk membelajarkan keterampilan berbicara, guru dapat membimbing
siswa untuk memilih artikel-artikel di internet sebagai bahan diskusi dan bicara siswa. Di
sini guru hanya perlu menentukan tema saja. Pada saat yang sama siswa akan memperoleh
artikel sesuai dengan kemampuan pemahaman dan karakteristik psikologisnya, sedangkan
guru tidak perlu repot menyediakan artikel yang kadang-kadang malah sesuai untuk guru,
tapi tidak untuk siswa. Dengan begitu, siswa akan lebih mudah memberikan tanggapan
terhadap isi artikel yang dia pilih. Ketika siswa dengan senang hati memberi tanggapan,
pada saat itulah sebenarnya pembelajaran berbicara tengah berlangsung. Dan adanya
variasi bacaan akan memancing kreativitas siswa dalam merangkaikan dam
mengemukakan gagasan. Pada kegiatan pembelajaran ini guru tidak saja telah
pembelajarkan keterampilan berbicara, namun juga telah membelajarkan keterampilan
membaca.
Untuk pembelajaran keterampilan mendengarkan, siswa dapat mengakses contoh
ceramah/bahan simakan yang nantikan akan dibacakan oleh guru atau siswa. Dapat juga
memanfaatkan media audio atau audiovisual untuk memutar bahan simakan.
Sedangkan untuk pembelajaran keterampilan berbahasa yang berkaitan dengan
pembelajaran sastra, siswa dan guru dapat memanfaatkan novel, cerpen, puisi, atau naskah
drama yang ada di internet. Siswa dapat juga memanfaatkan media audio atau audio visual
untuk memperdengarkan pembacaan cerpen atau menyaksikan pementasan drama. Teori
tentang sastra pun secara lengkap dapat dipelajari oleh siswa melalui media ini.
Adapun untuk pengayaan materi guru dapat memberikannya melalui link ke situs-situs
sumber belajar di internet, dan guru tinggal meng-aploud ke situs e-learning yang telah
dibuat.

Hambatan Penerapan E-learning dan Antisipasinya


Penerapan e-learning pada pembelajaran bahasa ini tentu saja tidak tanpa hambatan
Meski memiliki banyak kelebihan, strategi ini juga menyimpan kelemahan. Kelemahan
tersebut antara lain adalah: (1) mahalnya biaya operasional internet dan minimnya jumlah
komputer di sekolah/madrasah; (2) banyaknya guru bahasa yang masih gagap terhadap
teknologi informasi komunikasi, seperti internet; (3) efektivitas pembelajaran; (4) kesiapan
siswa dalam mengoperasikan media; (5) tuntutan yang cukup tinggi terhadap kinerja dan
kreativitas guru; (6) sistem penyelenggaraan dan daya dukung sekolah/madrasah; dan (7)
adanya kekhawatiran penyalahgunaan internet oleh siswa.
Kata pepatah mengatakan, di mana ada kemauan di situ pasti ada jalan, di balik
kesukaran ada kemudahan-kemudahan. Hambatan di atas dapat diatasi dan diantisipasi
dengan cara-cara berikut ini.
a. Penyediaan dan subsidi fasilitas internet oleh pemerintah, seperti program speedy di
sekolah/madrasah.
b. Pembagian jadwal penggunaan fasilitas komputer di sekolah/madrasah dan
penambahan jadwal penggunaannya di luar jam sekolah.
c. Pengadaan pelatihan-pelatihan tentang penerapan metode e-learning dan peningkatan
profesionalisme guru serta penyiapan siswa, seperti melalui pelajaran TIK.
d. Pemberian motivasi kepada siswa dengan cara menyajikan pembelajaran yang
menyenangkan.
e. pengawasan terhadap semua kegiatan siswa pada saat menggunakan fasilitas internet.

Simpulan
E-lerning tentu saja bukan satu-satunya metode pembelajaran yang mampu
menciptakan hasil belajar yang optmal. Ini hanya salah satu alternatif model pembelajaran
yang bisa digunakan oleh guru bahasa untuk memvariasikan pembelajaran bahasa di kelas.
Tidak dalam setiap pertemuan, guru menerapkan pembelajaran e-learning ini. Pemaduan
antara e-learning dan face to face learning (blanded learning) justru akan menghindarkan
siswa dari situasi belajar yang membosankan. Bukankah transferisasi ilmu hanya akan
terjadi jika siswa dan guru berada pada kondisi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif,
inovatif, dan menyenangkan?
Daftar Rujukan

Afifuddin, Andi. 2007. Penggunaan Metode E-learning dalam proses Belajar Mengajar
TIK di SMP. Batang: tidak diterbitkan.

Depdiknas. 2006. Standar Isi (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Jakarta.

Syafi’i, Imam. 1995. Pendekatan Whole Language dalam Pembelajaran Bahasa. Bahasa
dan Seni. XXIII (2), hlm. 142—152.

Tarigan, Henry Guntur. 1989. Pengajaran Kompetensi Bahasa, Suatu Penelitian


Kepustakaan. Jakarta: PPLPTK.

Tim Multimedia SMPN 3 Jember. 2008. E-learning di Sekolah dan KTSP.(Online).


www.smpn3jember.com/v3/, diakses 19 Nopember 2017.

Anda mungkin juga menyukai