Anda di halaman 1dari 31

RINGKASAN

MATA KULIAH PERPAJAKAN


(KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN)

Anggota Kelompok :
1. Fatimah Azzahra (1714290012)
2. Saskia Lumintang (1714290016)
3. Diah Agni Pratiwi (1714290037)
4. Dewi Mayangsari (1714290047)
5. Vedrika Gracia (1714290056)
Jadwal Kuliah : Jum’at
Waktu : 12.50 s.d. 15.20
Dosen : Bu Maryati

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I
JAKARTA
2020
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

A. Pengertian dalam Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan


Undang-undang tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dilandasi
filsafah pancasila dan undang-undang dasar 1945, yang didalamnya tertuang ketentuan
yang menjunjung tinggi hak warga Negara dan menempatkan kewajiban perpajakan
sebagai kewajiban kenegaraan.Dasar hukum ketentuan umum dan tata cara perpajakan
adalah undang-undang NO. 6 tahun 1983 sebagai mana telah diubah terakhir dengan
undang-undang NO. 28 tahun 2007. Beberapa istilah yang lazim digunakan dalam
perpajakan sebagaimana yang mengacu pada UU No. 28 tahun 2007, antara lain:
1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan sebesar-besarnya untuk
keperluan negara bagi kemakmuran rakyat.

2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan.
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor, mengekspor
barang, melakukan usaha perdagangan, dll.
5. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang
kena pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagi tanda
pengenal diri Wajib Pajak.
7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar wajib pajak untuk menghitung,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu.
8. Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun  kalender.
9. Bagian Tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu satu tahun pajak.
10. Pajak Yang Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu bagian tahun
pajak.
11. Surat Pemberitahuan Pajak adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak.
12. Surat Pemberitahuan Masa adalah surat pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat pemberitahuan untuk suatu Tahun
Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau dengan cara lain.
15. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang berhubungan dengan
pembayaran pajak.
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan yang menentukan
besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besarnya administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak.
19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak.
20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda.
21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan
pajak.
22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak terutang dalam Surat Tagihan Pajak
karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah
dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas
penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri, dikurangi dengan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak yang dikurangkan dari pajak yang
terutang.
23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat
dimasukkan dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau
setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan
dengan dari pajak yang terutang.
24. Pekerjaan Bebas adalah pekerjaan yang dilakukan orang pribadi yang mempunyai
keahlian khusus yang tidak terikat pada hubungan kerja.
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan,
tulisan atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa
sedang atau telah terjadi tindak pidana  dibidang perpajakan.
27. Pemeriksaaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana
dibidang perpajakan.
28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak.
29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan untuk periode tahun pajak tersebut.
30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan
pengisian surat pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian
tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
31. Penyidikan Tindak Pidana Dibidang Perpajakan adalah serangkaian tindakan
yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan.
32. Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu dilingkungan Direktorat
Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak
pidana.
33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan
kesalahan tulis, kesalahan hjitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
34. Surat Keputusan Keberatan adalah Surat keputusan atas keberatan terhadap surat
ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang
diajukan oleh wajib pajak.
35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap
surat keputusan keberatan yang dijukan oleh wajib pajak.
36. Putusan Gugatan adalah putuasn badan peradilan pajak atas gugatan terhadap
hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
dapat diajukan gugatan.
37. Putusan Peninjauan kembali adalah putusan mahkamah agung atas permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal
Pajak terhadap putusan banding atau putusan gugatan dari badan peradilan pajak.
38. Surat Keputusan Pengambilan Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat
keputuasn yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
untuk wajib pajak tertentu.
39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang
menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pengiriman pos, tanggal faksimili, atau
dalam hal disampaikan secara langsung yaitu tanggal pada saat surat, keputusan,
atau putusan disampaikan secara langsung.
41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos, tanggal faksimili, atau dalam hal
diterima secara langsung yaitu tanggal pada saat surat, keputusan, atau putuasn
disampaikan secara langsung.

B. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak


1. Kewajiban wajib pajak
a. Kewajiban Mendaftarkan Diri
Semua wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif berdasarkan sistem self assement wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di kantor pajak pratama (KPP)
atau kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP). Wajib
pajak yang merupakan pengusaha, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP setelah memenuhi persyaratan tertentu, di
antaranya pengusaha orang pribad atau badan melakukan penyerahan barang
kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah omzet melebihi
Rp4.800.000.000 dalam setahun. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, tetap
dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.Setelah dikukuhkan
sebagai PKP, maka wajib untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dari
setiap pembeli/pengguna jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. PPN
tersebut kemudian dilaporkan dalam SPT Masa.

b. Kewajiban membuat Pembukuan atau pencatatan


Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan
pembukuan. Wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan adalah WPOP yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto dan WPOP yang tidak
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (Pasa; 28 ayat 1 UU KUP).

c. Kewajiban Membuat Faktur Pajak


Apabila terjadi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/ Jasa kena pajak
(JKP), pengusaha kena pajak (PKP) yang menyerahkan BKP/JKP itu wajib
memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang dan memberikan
Faktur Pajak Sebagai bukti pungutan pajak (Pasal 13 ayat 1 UU PPN).

d. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak


Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan
satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Sesuai dengan
sistem self assessment, wajib pajak harus melakukan penghitungan,
pembayaran dan pelaporan pajak terutangnnya sendiri. Dalam melaksanakan
kewajiban ini, dapat melakukannya secara mudah dan cepat melalui aplikasi
OnlinePajak.

e. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)


Mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah serta
menandatangani dan menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Direktoran Jenderal Pajak.

f. Kewajiban dalam Hal Diperiksa


Ditjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan pada wajib pajak untuk
menguji kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak yang
bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.Kewajiban yang diperiksa
di antaranya:
 Memenuhi panggilan untuk menghadiri Pemeriksaan sesuai waktu yang
ditentukan, khususnya jenis Pemeriksaan Kantor.
 Menunjukkan atau meminjamkan seluruh data yang menjadi dasar serta
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. Untuk jenis
Pemeriksaan Lapangan, wajib pajak harus memberikan akses untuk melihat
dan menyimpan data.
 Memberikan izin untuk memasuki tempat atau ruang yang dianggap perlu
serta memberi bantuan untuk memperlancar proses pemeriksaan.
 Menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat pemberitahuan hasil
pemeriksaan.
 Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik,
khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
 Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.

g. Kewajiban Memberi Data


Data di sini adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang
dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan
dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah
debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta
laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada
instansi lain di luar Ditjen Pajak. Kewajiban ini tidak hanya dipatuhi oleh wajib
pajak, tetapi juga oleh setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak
lain. Jika sengaja tidak memenuhi kewajiban ini, wajib pajak akan terkena
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000.

2. Hak wajib pajak


a. Hak atas kelebihan pembayaran pajak
b. Hak dalam hal Wajib pajak dilakukan pemeriksaan
c. Hak untuk mengajukan keberatan, banding dan peninjuan kembali
d. Hak kerahasiaan bagi wajib pajak
e. Hak untuk pengangsuran atau penundaan pembayaran
f. Hak untuk penundaan pelaporan SPT Tahunan
g. Hak untuk mengangsur PPh pasal 25
h. Hak untuk pengurangan PBB
i. Hak untuk pembebasan Pajak
j. Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
k. Hak untuk mendapatkan pajak ditanggung pemerintah
l. Hak untuk mendapatkan insentif perpajakan.

C. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)


NPWP adalah nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya hal tersebut diatur dalam ( 1 angka 6
UU KUP. NPWP diberikan kepada WP orang pribadi atau Badan yang berdasarkan UU
PPh dikenai kewajiban perpajakan atas dirinya sendiri ataupun kewajiban memungut
atau memotong PPh pihak lain (withholding tax). NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit
pertama merupakan kode unit WP dan 6 digit berikutnya merupakan kode Administrasi
Perpajakan.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Keterangan :
 1 dan 2 = kode kelompok wajib pajak
 3 sampai 8 = nomor pokok
 9 = kode pengecekan
 10 sampai 12 = kode KPP (Kantor Pelayanan Pajak)
 13 sampai 15 = kantor cabang/pusat

Yang wajib mendaftarkan diri dan kepadanya diberikan NPWP


Setiap WP yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri
pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
WP dan kepadanya diberikan NPWP.
Persyaratan subjektif adalah sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak
dalam UU PPh dimana subjek pajak adalah meliputi orang pribadi, Badan, warisan
yang belum terbagi dan bentuk usaha tetap.
Sedangkan persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang
menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan
pemotongan/ pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan UU PPh.
Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan
pajak secara terpisah karena hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim atau
dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta
(PP nomor 80 Tahun 2007). Warisan yang belum terbagi kedudukannya sebagai
subjek pajak menggunakan NPWP dari WP orang pribadi yang meninggalkan warisan
tersebut.

D. Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)


Menurut Peraturan Menteri Keuangan No.197/PMK.03/2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha
Kecil Pajak Pertambahan Nilai Pasal 1 adalah sebagai berikut :
1. Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah
penderaan bruto atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 4.800.000.000 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah).
2. Jumlah peredaran bruto atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan
penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh
pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
3. Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukaan, pengertian tahun buku adalah tahun kalender.

Namun jika pengusaha kecil :


1. Memiliki sebagai PKP
2. Tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu tahun
buku jumlah niai peredaran bruto atas penyerahan BKP atau JKP telah melampaui
batasan yang ditentukan sebagai pengusahan kecil, wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama akhir bulan berikutnya.

Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak atau surat
tagihan pajak untuk masa pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai pengusaha
kena pajak terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto atau penerimaan brutonya
melebihi Rp. 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

E. Pembayaran, Pemotongan/ pemungutan dan pelaporan


1. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh wajib Pajak Orang pribadi (WPOP)
a. Batas waktu penyampaian SPT-nya adalah paling lama 3 bulan setelah akhir
tahun pajak.
 Tahun pajak adalah jangka waktu 1 tahun kalender kecuali bila wajib pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
 Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan adalah WP OP
yang dalam satu tahun pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto
tidak melebihi penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
b. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh
harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.
2. Untuk SPT Tahunan PPh wajib pajak badan
a. Batas waktu penyampaian SPT-nya adalah paling lama 4 bulan setelah akhir
Tahun Pajak.
 Tahun pajak adalah jangka waktu 1 tahun kalender kecuali bila wajib pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
b. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh
harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.
3. Untuk SPT Masa
a. Batas waktu penyampaian SPT nya adalah paling lama 20 hari setelah akhir
Tahun Pajak.
b. Menteri Keuangan menentukan tanggak jatuh tempo pembayaran dan
penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-
masing jenis pajak, paling lama 12 hari setelah saat terutangnya pajak atau
berakhir Masa Pajak.
c. Tanggal jatuh tempo pembayaran, pembayaran pajak, dan pelaporan pajak
untuk SPT Masa, yaitu :
1) Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan hari libur
termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran pajak dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2) Jika tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari
sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
3) Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan
yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang
telah ditetapkan.
4) Batas waktu pembayaran, penyetoran atau pelaporan pajak untuk SPT masa
sebagai berikut :
Batas pembayaran
Batas Pelaporan
(Paling Lambat)
N
Jenis Pajak Undang-undang
O Pasal 2 PMK
dibidang
242/PMK.03/2014
Perpajakan
1 PPh pasal 4 (2) setor Tgl 15 bulan Tgl 20 bulan
sendiri berikutnya berikutnya
2 PPh pasal 4 (2) Tgl 10 bulan Tgl 20 bulan
pemotongan berikutnya berikutnya
3 PPh pasal 15 setor sendiri Tgl 15 bulan Tgl 20 bulan
berikutnya berikutnya
4 PPh pasal 15 pemotongan Tgl 10 bulan Tgl 20 bulan
berikutnya berikutnya
5 PPh pasal 21 Tgl 10 bulan Tgl 20 bulan
berikutnya berikutnya
6 PPh pasal 23/26 Tgl 10 bulan Tgl 20 bulan
berikutnya berikutnya
7 PPh pasal 25 Tgl 15 bulan Tgl 20 bulan
berikutnya berikutnya
8 PPh pasal 22 impor setor
sendiri (dilunasi bersamaan Saat penyelesaian
dengan bea masuk, PPN, dokumen PIB
PPnBM)
9 PPh pasal 22 impor yang 1 hari kerja Hari kerja terakhir
pemungutan oleh BC berikutnya minggu
berikutnya
10 PPh pasal 22 pemungutan Hari yang sama 14 hari setelah
oleh bendaharawan dengan masa pajak
pembayaran atas berakhir
penyerahan barang
11 PPh pasal 22 migas Tgl 10 bulan Tgl 20 bulan
berikutnya berikutnya
12 PPh pasal 22 pemungutan Tgl 10 bulan Tgl 20 bulan
oleh WP badan tertentu berikutnya berikutnya
13 PPN atas kegiatan Tgl 12 bulan Akhir bulan
membangun sendiri berikutnya setelah berikutnya
Masa pajak setelah masa
berakhir pajak berakhir
14 PPN atas pemanfaatan Tgl 15 bulan Akhir bulan
BKP tidak berwujud atau berikutnya setelah berikutnya
JKP dari Luar Daerah saat terutangnya setelah masa
Pabean pajak pajak berakhir
15 PPN & PPnBM Tgl 7 bulan Akhir bulan
pemungutan berikutnya berikutnya
bendaharawan setelah masa
pajak berakhir
16 PPN atau PPnBM Harus disetor pada
pemungutan oleh pejabat gari yang sama
penandatanganan surat dengan
perintah membayar pelaksanaan
sebagai pemungutan PPN pembayaran
kepada BKP
Rekanan
Pemerintah melalui
KPPN
17 PPN & PPnBM Tgl 15 bulan Akhir bulan
pemungutan selain berikutnya setelah berikutnya
bendaharawan masa pajak setelah masa
berakhir pajak berakhir
18 PPh 25 WP kriteria tertentu Harus dibayar 20 hari setelah
yang dapat melaporkan paling lama pada berakhirnya masa
beberapa Mas Pajak dalam akhir Masa pajak pajak terakhir
satu SPT Masa. Pasal 3 berakhir
ayat (3B) UU KUP
19 Pembayaran masa selain Harus dibayar 20 hari setelah
PPh 25 WP kriteria tertentu paling lama sesuai berakhirnya masa
yang dapat melaporkan dengan batas pajak berakhir
beberapa masa pajak waktu untuk
dalam satu SPT masa masing-masing
pasal 3 ayat (3B UU KUP. jenis pajak

Ketentuan terkait SPT Masa PPh pasal 25 :


 Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25
adalah :
a. WP OP yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan
pekerjaan bebas.
b. WP OP yang dalam satu tahun pajak menerima atau memperoleh
penghasilan neto tidak melebihi PTKP (kepada WP juga dikecualikan
dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan).
 Wajib pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 melalui bank
persepsi atau kantor pos persepsi dengan sistem pembayaran secara online
dan surat setoran pajak (SPP)-nya telah mendapat validasi dengan Nomor
Transaksi Pembayaran Negara (NTPN), maka SPT Masa PPh pasal 25
dianggap telah disampaikan ke KPP sesuai dengan tanggal validasi yang
tercantum pada SSP.
4. Sanksi Administrasi atas keterlambatan pembayaran
Sanksi administrasi apabila pembayaran atau penyetoran dilakukan setelah tanggal
jatuh tempo seperti diatas adalah berupa bunga sebesar 2% perbulan yang dihitung
dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan
bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan (pasal 9 ayat 2a UUKUP).
5. Sanksi pidana terhadap WP yang tidak memenuhi kewajiban penyetoran pajak
Yang termasuk dalam tindak pidana dibidang perpajakan berkaitan dengan
kewajiban pembayaran atau penyetoran pajak adalah apabila WP tidak menyetorkan
pajak yang telah dipotong atau dipungut dengan ancaman pidana penjara,
sebagaimana dirumuskan dalam pasal 39 ayat 1 huruf 1 UUKUP dan hukuman itu
dipidanakan apabila terjadi pengulangan dalam waktu 1 tahun setelah menjalani
pidana yang pertama dijatuhkan (pasal 39 ayat 2 UUKP).

F. Pengembalian Kelebihan pembayaran Pajak (Resitusi Pajak)


Dalam pengembalian kelebihan pembayaran pajak, negara membayarkan atau
mengembalikan kembali pajak yang telah dibayarkan oleh wajib pajak. Pengembalian
kelebihan pembayaran pajak hanya terjadi jika jumlah krdit pajak yang dibayar lebih
besar dibandingkan jumlah pajak yang terutang. Atau dalam hal lain dilakukan
pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang dengan catatan wajib pajak tidak
memiliki utang pajak lainnya.
Tujuan resitusi pajak yang dierikan oleh negara adalah untuk melindungi hak wajib
pajak. Pelaporan resitusi ini juga merupakan kepercayaan pemerintah yang diberikan
oleh wajib pajak. Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur dengan
ketentuan berikut :
1. Prosedur dalam hal lebih bayar pajak
a. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan resitusi ke Dirjen pajak melalui
kantor pelayanan pajak temoat WP terdaftar.
b. Dirjen pajak menerbitkan surat ketetapa pajak lebih bayar (SKPLB) dalam hal :
 Pajak penghasilan, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang
 Pajak pertambahan nilai, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada
jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh pemungut
pajak pertambahan nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara
jumlah pajak keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh pemungut
pajak pertambahan nilai tersebut
 Pajak penjualan atas barang mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang.
2. Prosedur dalam hal pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang
 Wajib pajak termasuk orang pribadi yang belum memiliki NPWP dapat
mengajukan permohonan restitusi ke Dirjen Pajak melalui KPP tempat WP
terdaftar dengan melampirkan bukti pembayaran pajak asli, perhitungan
pajak yang seharusnya tidak terhutang serta alasan permohonan
pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidah terutang.
 Wajib pajak yang dipotong atau dipungut (PPh, PPN dan PPnBM dapat
mengajukan permohonan restitusi ke Dirjen Pajak melalui KPP tempat WP
yang dipotong melalui KPP tempat pengusaha kena pajak. Pengusaha kena
pajak yang dipungut dikukuhkan dengan melampirkan bukti pemotongan/
pemungutan pajak asli, perhitungan yang seharusnya tidak terutang serta
alasan permohonan pengambilan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang.
 WP yang melakukan pemotong atau pemungutan dapat mengajukan restitusi
ke Dirjen Pajak melalui KPP tempat WP melakukan pemotongan yang
melakukan pemungutan dikukuhkan dengan melampirkan bukti pembayaran
asli, perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang, alasan permohnan
pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dan surat
kuasa dari pihak yang dipotong atau dipungut kepada WP yang melakukan
pemotongan.

G. Pemeriksaan dan penyidikan


1. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan menurut KMK-545/KMK.04/2000, SE-03/PJ.7/2001,
SE-06/PJ.7/2004, SE-02/PJ.7/2005, KEP-142/PJ/2005 adalah serangkaian kegiatan
untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Tujuan pemeriksaan, Tujuan dilakukannya pemeriksaan wajib pajak dapat
dikarenakan berbagai macam, yaitu: Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan:
 SPT lebih bayar
 SPT rugi
 SPT tidak atau terlambat disampaikan;
 SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Dirjen Pajak untuk diperiksa;
 Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain kewajiban pada
huruf b;

Tujuan lain yaitu:

 Pemberian NPWP (secara jabatan);


 Penghapusan NPWP;
 Pengukuhan PKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan
pengukuhan PKP;
 Wajib pajak mengajukan keberatan atau banding;
 Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto;
 Penentuan wajib pajak berlokasi di tempat terpencil;
 Penetuan satu atau lebih tempat terutang PPN;

HAK WAJIB PAJAK APABILA DILAKUKAN PEMERIKSAAN


Apabila terjadi pemeriksaan terhadap wajib pajak, wajib pajak mempunyai
beberapa hak, yaitu:
1. Meminta kepada pemeriksa pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal
Pemeriksa.
2. Meminta tindasan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak.
3. Menolak untuk diperiksa apabila pemeriksa tidak dapat menunjukkan Tanda
Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan.
4. Meminta penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan.
5. Meminta tanda bukti peminjaman buku-buku, catatan-catatan, serta dokumen-
dokumen yang dipinjam oleh pemeriksa pajak.
6. Meminta rincian berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil
pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) mengenai koreksi-koreksi
yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak terhadap SPT yang telah disampaikan.
7. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada pihak
lain yang tidak berhak memperoleh lembar asli berita asli penyegelan apabila
pemeriksa pajak melakukan penyegelan atas tempat atau ruangan tertentu.

WEWENANG PEMERIKSAAN PAJAK (KMK) NOMOR 545/KMK.04/2000,


Dalam melakukan pemeriksaan pajak, pemeriksa pajak tidak boleh sembarangan
dalam melakukan pemeriksaan, berikut terdapat beberapa wewenang dalam hal
pemeriksaan pajak:
1. Dalam hal pemeriksaan lapangan
2. Memeriksa dan atau meminjam buku-buku., catatan-catatan, dan dokumen-
dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media komputer dan
perangkat elektronik pengolah data lainnya.
3. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa
4. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat
penyimpangan dokumen, uang, barang yang dapat ,e,beri petunjuk tentang
keadaan usaha wajib pajak dan/atau tempat-tempat lai yang dianggap penting
serta melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tersebut.
5. Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada huruf c, apabila
wajib pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk
memasuki tempat atau ruangan dimaksud, atau tidak ada di tempat pada saat
pemeriksaan dilakukan.
6. Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubungan dengan waji pajak yang diperiksa.
7. Dalam hal pemeriksaan kantor
8. Memeriksa dan atau meminjam buku-buku dan catatan-catatan wajib pajak.
9. Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa.
10. Meminta keterangan dan atau bukti-bukti yang diperlukan dan pihak ketiga
yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa.
2. PENYIDIKAN
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti
itu dapat membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi, serta
menemukan tersangkanya. Tindak pidana di bidang perpajakan meliputi perbuatan:
1. Dilakukan oleh seseorang atau oleh badan yang diwakili orang tertentu
(pengurus)
2. Memenuhi rumusan undang-undang
3. Diancam dengan sanksi pidana
4. Melawan hokum
5. Dilakukan di bidang perpajakan
6. Dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan Negara
7. Penyidik adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Dirjen Pajak
yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan.

Dalam melakukan penyidikan, petugas penyidik tidak boleh sembarangan


melakukan tugasnya. Terdapat beberapa wewenang yang diberikan penyidik yaitu
diantaranya:

1. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan


berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.
2. Meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidanan di bidang perpajakan.
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
4. Memeriksa buku-buku, catatan-catatn, dan dokumen-dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.
5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut.
6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidan di bidang perpajakan.
7. Menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memerikasa
identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada
nomor 5.
8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan.
9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi.
10. Menghentikan penyidikan.
11. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.

SANKSI YANG BERKENAAN DENGAN PENYIDIKAN, Di bawah ini


merupakan sanksi yang berkenaan dengan penyidikan, diantaranya:

1. Pihak ke-3 (Bank, Akuntan, Notaris, Konsultan Pajak, Kantor Administrasi


dan lainnya) yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan atau
bukti yang diminta, atau memberi keteranagan atau bukti yang tidak
benar, maka diancam dengan pidana penjara selama-lamnya 1 tahun
dan denda setinggi-tingginya Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
2. Siapa saja yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, maka diancam dengan
penjara pidana selama-lamanya 3 tahun dan denda setinggi-tingginya Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

ASAS HUKUM PENYIDIKAN

1. Asas praduga tak bersalah, adalah bahwa setiap orang yang disangka,
dituntut, atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak
bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan-
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
2. Asas persamaan dimuka hukum, adalah bahwa setiap orang mempunyai hak
dan kewajiban yang sama dimuka hukum, tanpa perbedaan.
3. Asas hak memperoleh bantuan/penasehat hukum, adalah bahwa setiap
tersangka perkara tindak pidana di bidang perpajakan wajib diberi
kesempatan memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk
melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya sejak dilakukan
pemeriksaan terhadapnya.

H. Penetapan, keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali


1. Penetapan
Dalam pasal 12 ayat (2) UU KUP disebutkan bahwa “Jumlah Pajak yang
terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah
jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.” Hal ini menegaskan bahwa Surat Pemberitahuan (SPT) yang
telah disampaikan oleh Wajib Pajak dianggap benar.
Contoh :
PT. Nusahati  melakukan kegiatan usaha “halal barokah” melaporkan seluruh
penghasilan yang diperoleh tahun 2013 dengan perincian sebagai berikut :
 Peredaran Bruto    Rp  58.000.000.000,-
 Penghasilan Neto   Rp.   6.000.000.000,-
 PPh Terutang         Rp.   1.500.000.000,-
 Kredit Pajak            Rp.   1.200.000.000,-
 PPh Pasal 29           Rp.      300.000.000,-

Maka PPh terutang sebesar Rp. 1.500.000.000,- tersebut adalah hasil


perhitungan Wajib Pajak sesuai ketentuan peraturan perpajakan. Sedangkan
kredit pajak sebesar Rp. 1.200.000.000,- dan PPh Pasal 29 sebesar Rp.
300.000.000,- yang telah dilunasi adalah pembayaran pajak oleh Wajib Pajak
tanpa didahului dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) melainkan melalui
pemotongan/pemungutan pihak ketiga dan dibayar sendiri.

Ketentuan Ketetapan, Dalam pasal 12 ayat (3) UU KUP yang  menyebutkan


“Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang
menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar,
Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang.” Hal ini menegaskan
bahwa peranan fiskus adalah untuk menguji kebenaran SPT yang disampaikan oleh
Wajib Pajak melalui self assessment tersebut.

Proses pengujian dan pembuktian dilakukan melalui tindakan pemeriksaan, dan


apabila hasil dari pemeriksaan tersebut ternyata jumlah pajak yang terutang menurut
Wajib Pajak sebagaimana dilaporkan dalam SPT tidak benar, maka Direktorat Jenderal
Pajak menetapkan jumloah pajak yang terutang dengan menerbitkan SKP.

Contoh :

PT. Nusahati  melakukan kegiatan usaha “halal barokah” melaporkan seluruh


penghasilan yang diperoleh tahun 2013 dengan perincian sebagai berikut :

 Peredaran Bruto    Rp  58.000.000.000,-


 Penghasilan Neto   Rp.   6.000.000.000,-
 PPh Terutang         Rp.   1.500.000.000,
 Kredit Pajak            Rp.   1.200.000.000,-
 PPh Pasal 29           Rp.      300.000.000,-

Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa pajak  terutang yang


dilaporkan dan dibayarkan tidak benar, misalkan pembebanan biaya tidak didukung
dengan dokumen pengeluaran yang sah sebesar Rp. 500.000.000,-, maka Fiskus
menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya  sesuai dengan
ketentuan perpajakan yaitu dengan menerbitkan SKP.

Pajak terutang berdasarkan hasil pemeriksaan menjadi :


 Peredaran Bruto    Rp  58.000.000.000,-
 Penghasilan Neto   Rp.   6.500.000.000,-
 PPh Terutang         Rp.   1.625.000.000,-
 Kredit Pajak            Rp.   1.500.000.000,-
 Kurang Bayar          Rp.      125.000.000,-
 Sanksi Adm              Rp.       20.000.000,- (Rp. 125 Jt X 2% x 8 Bulan)
 SKPKB 2013            Rp.      145.000.000,-
Berdasarkan hasil pemeriksaan, maka penghitungan perpajakan menjadi
sebagaimana contoh di atas, PT Nusahati diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Pajak Penghasilan Tahun 2013 sebesar Rp.  145.000.000,-.

Jenis-Jenis Ketetapan

1. Surat Ketetapan Pajak


Ketentuan yang mengatur tetang kewenangan Direktorat Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak diatur dalam beberapa pasal dalam UU KUP
yaitu:
 Pasal 13,  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
 Pasal 13A, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
 Pasal 15, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
 Pasal 17, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
 Pasal 17A, Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
 Pasal 17 B, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Wajib Pajak yang sudah diterbitkan SKPKB tidak menutup kemungkinan


diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) apabila
ditemukan data baru (novum) yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang
terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan
SKPKBT. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKBT ditambah sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan Pajak tersebut.

2. Surat Tagihan Pajak


Dalam Pasal 1 angka 20 UU KUP disebutkan bahwa “Surat Tagihan Pajak
adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa
bunga dan/atau denda.” Dengan demikian maka fungsi Surat Tagihan Pajak (STP)
adalah untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
1) melakukan tagihan pajak dan/atau melakukan tagihan administrasi berupa
bunga dan/atau denda
2) Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak
(oleh Account Representative dan Pejabat Fungsional Pemeriksa)  dapat
menerbitkan Surat Tagihan Pajak dalam hal :
a. Pajak Penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
(diterbitkan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak masa pajak yang
bersangkutan) ;
b. Berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak
sebagai akibat salah tulis dan/ayau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu;
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak
mengisi faktur pajak secara loengkap sebagaimana diatur dalam Pasal
13 ayat (5) UU PPN, selain :
f. Identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b
UU PPN; atau
g. Identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b, dan huruf g UU PPN, dalam hal
penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
h. Pengusaha Kena Pajak (PKP) melaporkan faktur pajak tidak sesuai
dengan masa penerbitan faktur pajak
i. Pengusaha Kena Pajak yang mengalami gagal berproduksi dan telah
diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (6a) UU PPN.

Pada umumnya STP diterbitkan setelah dilakukan penelitian administrasi


perpajakan atau berdasarkan hasil pemeriksaan pajak.

2. Keberatan
Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib pajak jika merasa kurang puas
atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/
pemungutan oleh pihak ketiga. Keberatan dapat diajukan atas :
a. Surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB)
b. Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT)
c. Surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB)
d. Surat ketetaapan pajak nihil (SKPN)
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga.
Yang dapat mengajukan keberatan :
a. Bagi wajib pajak bdan oleh pengurus
b. Bagi wajib pajak orang pribadi oleh wajib pajak yang bersangkutan
c. Pihak yang dipotong/ dipungut pihak ketiga
d. Kuasa yang ditunjuk oleh mereka pada butir diatas
Pengajuan keberatan diajukan kepada kepala kantor pelyanan pajak (KPP) ditempat
wajib pajak terdaftar dengan syarat-syarat mengajukan keberatan :
a. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/ masa pajak
b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
c. Wajib menyatakan alasan-alasan secara jelas
d. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan wajib
pajak. Satu surat untuk satu SKP.

Jangka waktu pengajuan keberatan :


a. Keberatan harus diajakuan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tgl SKP kecuali
wajib pajak dapat menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi
karena di luar kekuasaannya.
b. Surat keberatan yang diantar langsung ke kantor pelayanan pajak, maka jangka
waktu 3 bulan dihitung sejak tgl SKP oleh pihak ketiga sampai saat keberatan
diterima oleh kantor pelayanan pajak.
c. Surat keberatan yang dikirim melalui pos (harys dengan pos tercatat), maka
jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tgl SKP atau sejak dilakukan pemotongan
oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal bukti pengiriman melalui kantor pos
dan giro.

Jika lewat tiga bulan, syrat keberatan tidak duanggap karena tidak memenuhi
syarat formal. Tetapi juga memperbolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulab jika
“dalam keadaan diluar kekuasaannya”. Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh
wajib pajak. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak.

3. Banding
SK keberatan tidak dapat menjadi wajib pajak puas. Masih ada satu kesempatan
lagi bagi wajib pajak untuk menguji pendapatnya, yaitu melalui proses banding ke
pengadilan pajak. Yang dapat mengajukan banding ke pengadilan pajak :
a. Bagi wajib pajak badan oleh pengurus
b. Bagi wajib pajak orang pribadi adalah yang bersangkutan atau ahli warisnya
c. Kuasa hukum dari butir diatas

Syarat-syarat dan tatacara pengajuan banding :


a. Surat banding ditulis dalam bahasa Indonesia
b. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan yang dibanding diteirma
c. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding
d. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan mencantumkan
tanggal diterima surat keputusan yang dibanding
e. Dilampiri salinan surat keputusan yang dibanding
f. Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%

Surat uraian banding adalah surat terbanding kepada pengadilan pajak yang berisi
jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding. Putusan
banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta
bukan keputusan tata usaha negara. Dalam sejarah banding, jika dibuatkan
persentase putusan banding, maka sebagian besar putusan banding berpihak ke
wajib pajak.

I. Penagihan
Secara sederhana, penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya.
Pengertian lebih lengkapnya diatur dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 19
Tahun 1997 jo. Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa (UU PPSP).
“Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung
Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, memberitahukan
Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita.”
Jenis-jenis Penagihan Pajak:
1. Penagihan Pajak Pasif
Pada penagihan pajak pasif, DJP hanya menerbitkan Surat Tagihan Pajak
(STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding
yang menyebabkan pajak terutang lebih besar. Dalam penagihan pasif, fiskus hanya
memberitahukan kepada wajib pajak bahwa terdapat utang pajak. Jika dalam waktu
satu bulan sejak diterbitkannya STP atau surat sejenis, wajib pajak tidak melunasi
utang pajaknya, maka fiskus akan melakukan penagihan aktif.
2. Penagihan Pajak Aktif
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, penagihan aktif merupakan
kelanjutan dari penagihan pasif. dalam penagihan aktif, fiskus bersama juru sita Pajak
berperan aktif dalam tindakan sita dan lelang.
3. Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus
Penagihan seketika dan sekaligus ini merupakan penagihan pajak yang
dilakukan oleh fiskus atau juru sita pajak kepada wajib pajak tanpa menunggu tanggal
jatuh tempo pembayaran pajak. Penagihan pajak juga meliputi seluruh utang pajak
dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.

Langkah-langkah Penagihan Pajak


Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, ada beberapa tindakan atau langkah
yang dilakukan juru sita pajak dalam melakukan penagihan pajak. Berikut ini tahapan
dan penjelasan setiap langkahnya :
1. Surat teguran, Surat teguran atau surat peringatan adalah surat yang diterbitkan
untuk melaksanakan penagihan pajak. Jika dalam waktu tujuh hari setelah tanggal
jatuh tempo penanggung pajak atau wajib pajak belum melunasi utang pajaknya,
maka surat teguran ini akan sampai ke tangan penanggung pajak.
2. Surat paksa, Surat paksa merupakan surat yang akan diterbitkan jika 21 hari setelah
jatuh tempo surat teguran, si penanggung jawab pajak tidak melunasi pajaknya.
Setelah datangnya surat paksa, wajib pajak wajib melunasi pajaknya dalam waktu 2
x 24 jam agar tidak ada tindakan pemblokiran rekening, pencegahan ke luar negeri,
hingga penyanderaan paksa badan (dengan catatan, diragukan itikad baiknya dan
memiliki utang pajak minimal Rp100.000.000). Penerbitan surat paksa ini dikenakan
biaya senilai Rp25.000.
3. Surat sita, Surat sita adalah surat yang diterbitkan jika dalam waktu 2 x 24 jam sejak
diterbitkannya surat paksa, penanggung pajak belum membayarkan pajaknya. Ada
biaya yang dikenakan untuk surat sita ini yakni Rp75.000
4. Lelang, Lelang akan dilakukan jika dalam waktu 14 hari setelah diterbitkan
pengumuman lelang, penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.
Daluarsa Penagihan Pajak
Penagihan pajak dikatakan daluarsa jika telah melampaui batas waktu
penagihan, yaitu 5 tahun terhitung sejak penerbitan dasar penagihan pajak. Apabila
penagihan pajak daluarsa, maka penagihan pajak tidak bisa lagi dilaksanakan karena
hak untuk penagihan atas utang pajak tersebut sudah dianggap gugur.

J. Pembukuan
Menurut pasar 1 butir 29 UU KUP, diartikan bahwa Pembukuan adalah suatu
proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun
Pajak tersebut.

Proses Pembukuan Pajak


1. Harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan di Indonesia dan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan
mata uang rupiah serta disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing
yang telah diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel
kas.

Penyelenggaraan Pembukuan Pajak


Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 mengungkapkan
bahwa yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah

1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang peredaran brutonya dalam satu tahun sebesar Rp4.800.000.000
2. Wajib Pajak Badan.

Prinsip taat Asas


Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode
pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau
rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan:
a) Stelsel pengakuan penghasilan.
b) Tahun buku.
c) Metode penilaian persediaan.
d) Metode penyusutan dan amortisasi.

Tujuan Pembukuan Pajak


Penyelenggaraan pembukuan/pencatatan bertujuan untuk mempermudah:
a) Pengisian SPT
b) Penghitungan Penghasila Kena Pajak
c) Penghitungan PPN dan PPnBM
d) Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil
kegiatan usaha/pekerjaan bebas.

SOAL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

1. Pada pasal berapa yang membahas tentang ketentuan dan tata cara perpajakan?
2. Apa yang dimaksud dengan pajak?
3. Apa yang dimaksud dengan Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan
Pelaporan Pajak?
4. Apa saja kewajiban Wajib Pajak Sehubungan dengan Pajak Penghasilan ?
5. Jelaskan pengertian dan fungsi dari NPWP!
6. Ada berapa digitkah NPWP? Sebutkan pembagian digit!
7. Sebutkan batasan pengusaha kecil pajak pertambahan nilai pasal 1!
8. Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak atau surat tagihan
pajak untuk masa pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak
terhitung sejak?
9. Sebutkan Ketentuan SPT Masa PPh pasal 25
10. Angsuran Masa PPh pasal 25 tahun 2014 sejumlah Rp. 10.000.000/bulan. Angsuran
masa pajak mei tahun 2014 dibayar tanggal 18 juni 2014 dan dilaporkan tanggal 19 juni
2014. Tanggal 15 Juli 2014 diterbitkan SPT dengan saksi bunga 1 bulan, maka
berapakan sanksi administrasi yang harus dibayar?
11. Apakah tujuan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (resitusi) pajak?
12. Sebutkan tata cara kelebihan pengembalian pembayaran pajak!
13. Berapa lama jangka waktu klarifikasi data oleh Direktorat Jenderal harus ditindaklanjuti?
14. Kewenangan Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak diatur dalam
beberapa pasal dalam UU KUP yaitu ?
15. Bagaimana jika Wajib Pajak telah menanggapi dalam jangka waktu yang telah
ditentukan, tetapi penjelasan Wajib Pajak tidak sesuai dengan data yang dimiliki oleh
Direktorat Jenderal Pajak?
16. Sebutkan syarat-syarat pengajuan surat banding pajak!
17. Jelaskan pengertian pajak menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP) ?
18. Mengapa daluarsa pajak bisa terjadi? Jelaskan secara singkat!

19. Siapa yang wajib yang menyelenggarakan pembukuan?


20. Sebutkan prinsip taat asas pembukuan pajak?

JAWABAN KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

1. Dasar hukum ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah undang-undang NO. 6
tahun 1983 sebagai mana telah diubah terakhir dengan undang-undang NO. 28 tahun
2007.
2. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan sebesar-besarnya untuk keperluan negara bagi
kemakmuran rakyat.
3. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak Yaitu Wajib
pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya wajib melakukan sendiri
penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak terhutang. Untuk meringankan beban
wajib pajak dalam melunasi pajak yang terhutang dalam 1 (satu) tahun pajak, wajib
pajak orang pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha dan pekerjaan bebas dapat
melakukan pembayaran angsuran PPh setiap bulan.
4. Kewajiban Wajib Pajak sehubungan dengan Pajak Penghasilan:
o SPT Masa;
o SPT Tahunan (Badan/Orang Pribadi/Pasal 21);
o Pelunasan utang pajak yang tercantum dalam "surat ketetapan  Pajak” dan
surat   keputusan lainnya.
5. NPWP adalah nomor yang diberikan kepada setiap wajib pajak sebagai salah satu
sarana identitas wajib pajak untuk memenuhi hak dan kewajibannya dalam administrasi
perpajakan. Fungsi NPWP antara lain :
a. Untuk keperluan yang berkaitan dengan dokumen perpajakan
b. Untuk memenuhi kewajiban perpajakan
c. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang kewajiban
pencatatan NPWP dalam dokumen Impor (PPU atau PIUD).
6. NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 digit pertama merupakan kode unit WP dan 6 digit
berikutnya merupakan kode Administrasi Perpajakan.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Keterangan :
 1 dan 2 = kode kelompok wajib pajak
 3 sampai 8 = nomor pokok
 9 = kode pengecekan
 10 sampai 12 = kode KPP (Kantor Pelayanan Pajak)
 13 sampai 15 = kantor cabang/pusat
7. Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak atau surat tagihan
pajak untuk masa pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak
terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto atau penerimaan brutonya melebihi Rp.
4.800.000.000
8. Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak atau surat tagihan
pajak untuk masa pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak
terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto atau penerimaan brutonya melebihi Rp.
4.800.000.000
9. Ketentuan terkait SPT Masa PPh pasal 25 :
 Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah :
a. WP OP yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.
b. WP OP yang dalam satu tahun pajak menerima atau memperoleh penghasilan
neto tidak melebihi PTKP (kepada WP juga dikecualikan dari kewajiban
menyampaikan SPT Tahunan).
 Wajib pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 melalui bank persepsi atau
kantor pos persepsi dengan sistem pembayaran secara online dan surat setoran
pajak (SPP)-nya telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Pembayaran
Negara (NTPN), maka SPT Masa PPh pasal 25 dianggap telah disampaikan ke KPP
sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.
10. 1 x 2% x Rp. 10.000.000 = Rp. 200.000
11. Tujuan pengembalian kelebihan kembalian pajak (resitusi) pajak yang diberikan oleh
negara adalah untuk melindungi hak wajib pajak. Pelaporan resitusi ini juga merupakan
kepercayaan pemerintah yang diberikan oleh wajib pajak.
12. Tata cara kelebihan pengembalian pembayaran pajak :
a. Prosedur dalam hal lebih bayar pajak
b. Prosedur dalam hal pembayaran pajak yang seharusnya tidak terhutang
13. Berdasarkan SE-39/PJ./2015, Wajib pajak harus menanggapi permintaan klarifikasi oleh
Direktorat Jenderal Pajak paling lama 14 hari sejak surat permintaan tersebut dikirim.
Apabila wajib pajak selama jangka waktu tersebut tidak melakukan tanggapan, maka
wajib pajak akan dilakukan pemeriksaan.
14. Pasal dalan UU KUP :
a. Pasal 13, surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB)
b. Pasal 13A surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB)
c. Pasal 15, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan (SKPKBT)
d. Pasal 17, surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB)
e. Pasal 17A, surat ketetapan pajak Nihil (SKPN)
f. Pasal 17 B, surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB)
15. Wajib Pajak yang telah menanggapi surat permintaan klarifi kasi sesuai jangka waktu
yang telah ditentukan, tetapi tanggapan dari Wajib Pajak tidak sesuai dengan data yang
ada, maka:
a. jika dalam menanggapi surat permintaan klarifi kasi, Wajib Pajak memberikan bukti-
bukti, catatan, dan/ atau dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa data yang
dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya maka proses permintaan klarifi kasi dihentikan dan tidak ditindaklanjuti
dengan pemeriksaan.
b. jika dalam menanggapi surat permintaan klarifi kasi, Wajib Pajak tidak dapat
memberikan bukti-bukti, catatan, dan/atau dokumen pendukung yang menunjukkan
bahwa data yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak tidak sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya maka proses permintaan klarifikasi ditindaklanjuti dengan
pemeriksaan.
16. Syarat-Syarat Pengajuan Surat Banding Pajak
1. Tiap 1 keputusan, diajukan 1 surat banding.
2. Permohonan banding harus diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia.
Jangka waktu permohonan surat banding adalah 3 bulan sejak keputusan keberatan
diterima, kecuali ada aturan lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Surat banding juga harus dilampiri surat keputusan keberatan tersebut.
4. Banding hanya bisa diajukan jika besarnya jumlah pajak terutang yang dimaksud
sudah dibayar 50%.
5. Lampirkan Surat Setoran Pajak (SSP) atau Pemindah Bukuan (Pbk).
17. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan
menjual barang yang telah disita.
18. Penagihan pajak dikatakan daluarsa jika telah melampaui batas waktu penagihan, yaitu
5 tahun terhitung sejak penerbitan dasar penagihan pajak. Apabila penagihan pajak
daluarsa, maka penagihan pajak tidak bisa lagi dilaksanakan karena hak untuk
penagihan atas utang pajak tersebut sudah dianggap gugur.

19. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 mengungkapkan bahwa


yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah

a) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang peredaran brutonya dalam satu tahun sebesar Rp4.800.000.000
b) Wajib Pajak Badan.

20. prinsip taat asas pembukuan pajak


a) Stelsel pengakuan penghasilan.
b) Tahun buku.
c) Metode penilaian persediaan.
d) Metode penyusutan dan amortisasi.

Anda mungkin juga menyukai