Anda di halaman 1dari 21

A.

PENDAHULUAN

1. Pengertian

Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hati dengan inflamasi dan fibrosis yang

mengakibatkan distorsi struktur dan hilangnya sebagian besar hepar. Perubahan besar

yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel

mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. (Baradero,

2008).

Sirosis Hepatis merupakan penyakit hati menahun ditandai adanya pembentukan

jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati

yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul, sehingga menimbulkan

perubahan sirkulasi mikro dan makro sel hepar tidak teratur (Nugroho, 2011).

Sirosis adalah penyakit kronis yang dicirikan dengan penggantian jaringan hati

normal dengan fibrosis yang menyebar, yang mengganggu struktur dan fungsi hati.

Sirosis, atau jaringan parut pada hati, dibagi menjadi tiga jenis: alkoholik, paling sering

disebabkan oleh alkoholisme kronis, dan jenis sirosis yang paling umum,; paskanekrotik,

akibat hepatitis virus akut sebelumnya; dan bilierm akibat obstruksi bilier kronis dan

infeksi (jenis sirosis yang paling jarang terjadi) (Brunnerd & Suddart, 2013).

Menurut Black & Hawks tahun 2009, Sirosis hepatis adalah penyakit kronis progresif

dicirikan dengan fibrosis luas (jaringan parut) dan pembentukan nodul. Sirosis terjadi

ketika aliran normal darah, empedu dan metabolism hepatic diubah oleh fibrosis dan

perubahan di dalam hepatosit, duktus empedu, jalur vaskuler dan sel retikuler. Jadi dapat

disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar yang ditandai

dengan adanya pembentukan jaringan ikat dan pembentukan nodul.


2. Etiologi dan Faktor Risiko Sirosis Hepatis

Penyebab sirosis hepatis belum teridentifikasi dengan jelas, meskipun demikian,

Menurut Black & Hawks, 2009 ada beberapa faktor yang menyebabkan sirosis hepatis

yaitu:

a. Sirosis Pascanekrosis (Makronodular) Merupakan bentuk paling umum di seluruh

dunia.Kehilangan masif sel hati, dengan pola regenerasi sel tidak teratur. Faktor yang

menyebabkan sirosis ini pasca- akut hepatitis virus (tipe B dan C).

b. Sirosis Billier Merupakan turunnya aliran empedu bersamaan dengan kerusakan sel

hepatosit disekitar duktus empedu seperti dengan kolestasis atau obstruksi duktus

empedu.

c. Sirosis Kardiak Merupakan penyakit hati kronis terkait dengan gagal jantung sisi

kanan jangka panjang, seperti atrioventrikular perikarditis konstriktif lama.

d. Sirosis Alkoholik (mikronodular Laenec) Merupakan bentuk nodul kecil akibat

beberapa agen yang melukai terus-menerus, terkait dengan penyalahgunaan alcohol.

3. Patofisiologi

Sirosis Hepatis Menurut Black & Hawks tahun 2009 sirosis adalah tahap akhir

pada banyak tipe cedera hati. Sirosis hati biasanya memiliki konsistensi noduler, dengan

berkas fibrosis (jaringan parut) dan daerah kecil jaringan regenerasi. Terdapat kerusakan

luas hepatosit. Perubahan bentuk hati merubah aliran sistem vaskuler dan limfatik serta

jalur duktus empedu. Periode eksaserbasi ditandai dengan stasis empedu, endapan

jauundis. Menurut Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, (2012),


Gangguan hematologik yang sering terjadi pada sirosis adalah kecendrungan

perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami

perdarahan hidung, gusi, menstruasi berat, dan mudah memar. Masa protrombin dapat

memanjang. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya pembentukan faktor-faktor

pembekuan oleh hati. Anemia, leukopenia, dan trombositopenia diduga terjadi akibat

hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar (spelenomegali) tetapi juga lebih aktif

menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia

adalah defisiensi folat, vitamin B12, dan besi yang terjadi sekunder akibat kehilangan

darah dan peningkatan hemolisis eritrosit. Penderita juga lebih mudah terserang infeksi.

Kerusakan hepatoseluler mengurangi kemampuan hati mensintesis normal sejumlah

albumin.

Penurunan sintesis albumin mengarah pada hipoalbuminemia, yang dieksaserbasi

oleh kebocoran protein ke dalam ruang peritonium. Volume darah sirkulasi menurun dari

kehilangan tekanan osmotik koloid. Sekresi aldosteron meningkat lalu merangsang ginjal

untuk menahan natrium dan air. Sebagai akibat kerusakan hepatoseluler, hati tidak

mampu menginaktifkan aldosteron. Sehingga retensi natrium dan air berlanjut. Lebih

banyak cairan tertahan, volume cairan asites meningkat. Hipertensi vena porta

berkembang pada sirosis berat. Vena porta menerima darah dari usus limpa.

Jadi peningkatan di dalam tekanan vena porta menyebabkan: (1) aliran balik

meningkat pada tekanan reistan dan pelebaran vena esofagus, umbilikus, dan vena rektus

superior, yang mengakibatkan perdarahan varises (2) asites (akibat pergesaran

hidrostastik atau osmotik mengarah pada akumulasi cairan di dalam peritoneum) dan (3)

bersihan sampah metabolik protein tidak tuntas dengan akibat meningkat amonia,
selanjutnya mengarah kepada esefalopati hepatikum. Kelanjutan proses sebagai akibat

penyebab tidak diketahui atau penyalahgunaan alkohol biasanya mengakibatkan kematian

dari ensefalopati hepatikum, infeksi bakteri (gram negatif) peritonitis (bakteri), hepatoma

(tumor hati), atau komplikasi hipertensi porta.

Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis. Hormon korteks adrenal, testis dan

ovarium, dimetabolisme dan diinaktifkan oleh hati normal. Atrofi testis, ginekomastia,

alopesia, pada dada dan aksila, serta eritema palmaris (telapak tangan merah), semuanya

diduga disebabkan oleh kelebihan esterogen, dalam sirkulasi. Peningkatan pigmentasi

kulit diduga aktivitas hormon perangsang melanosit yang bekerja secara berlebihan.

4. WOC SIROSIS HEPATIS

5. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis

a. Manifestasi Klinis

1. Sirosis terkompensasi: biasanya ditemukan secara sekunder dari pemeriksaan

fisik rutin, gejala samar.

2. Sirosis terdekompensasi: gejala penurunan protein, faktor pembekuan dan zat

lain serta manifestasi hipertensi porta

3. Pembesaran hati di awal penyakit (hati berlemak) pada penyakit lanjut,

ukuran hati berkurang akibat jaringan parut.

4. Obstruksi asites portal: organ menjadi tempat bagi kongesti pasif kronis

terjadi dyspepsia dan perubahan fungsi usus.

5. Infeksi dan peritonit: tanda klinis mungkin tidak ada, diperlukan tindakan

parasentesis untuk menegakkan diagnosis.


6. Varises Gastrointestinal: pembuluh darah abdomen terdistensi dan menonjol

pembuluh darah disepanjang saluran GI terdistensi varises hemoroid

hemoragi dari lambung.

7. Edema.

8. Defisiensi vitamin (A, C dan K) dan anemia

9. Perburukan mental diikuti dengan ensefalopati hepatic dan koma hepatik

(Brunner & Suddart, 2013).

10. Eritema Palmaris 11) Spider Angioma

11. Jaundis (Black & Hawks 2009)

b. Komplikasi

Menurut Black & Hawks tahun 2009, komplikasi dari serosis hepatis adalah

sebagai berikut:

1) Hipertnsi Porta

Hipertensi porta terjadi ketika tekanan darah meningkat menetap pada sistem

vena porta hal tersebut sebagai akibat peningkatan resistansi dan obstruksi

aliran darah melalui sistem vena porta ke dalam hati.

a) Etiologi dan faktor risiko

Vena porta kemungkinan tersumbat oleh thrombus tumor adalah

penyebab paling sering berikutnya. Faktor yang mungkin menyebabkan

hipertensi porta peningkatan resistensi terhadap aliran, sirosis, hepatitis

alkoholik, dll.

b) Patofisiologi
Aliran darah normal untuk dan dari hati bergantung pada fungsi vena

porta yang baik (70 % aliran masuk), arteri hepatik (30 % aliran masuk),

dan vena hepatik (aliran keluar) proses penyakit yang merusak hati atau

pembuluh darah utamanya atau perubahan aliran darah melalui struktur

ini bertanggung jawab bagi perkembangan hipertensi porta.

Hipertensi porta akibat dari peningkatan aliran darah pada vena porta

maupun peningkatan resistansi terhadap aliran di dalam sistem vena

porta.

c) Manifestasi Klinis Pada klien dengan hipertensi porta, ketika pengkajian

di dapatkan jaringan pembuluh darah epigastrik sedikit berliku-liku yang

bercabang akhir pada daerah umbilikus serta kearah kedepan sternum dan

tulang rusuk, pelebaran, dan asites yang tipikal tampak ketika penyakit

ahati bersamaan.

2) Asites

a) Etiologi dan Faktor Resiko

Asites adalah akumulasi cairan di dalam ruang peritoneum akibat

interaksi beberapa perubahan patofisiologi. Hipertensi porta, penurunan

tekanan plasma osmotik koloid dan retensi natrium semua berkontribusi

terhadap kondisi ini.

b) Patofisiologi

Sebuah proses yang mengeblok aliran darah melalui sinusoid hati ke vena

hepatik dan vena cava menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik di

dalam sistem vena porta. Sebagaimana tekanan porta meningkat, plasma


bocor langsung dari kapsul hati dan vena porta kongesti ke dalam ruang

peritoneum. Kongesti saluran limfa terjadi, mengarah pada kebocoran

lebih plasma ke dalam ruang peritoneum.

Kehilangan protein plasma ke dalam cairan asites dari sistem vena porta

mengurangi tekanan onkotik di dalam kompratemen pembuluh darah.

Penurunan tekanan onkotik membatasi kemampuan sistem pembuluh

darah menahan atau mengumpulkan air.

c) Manifestasi Klinis

Cairan asites secara tipikal menyebabkan distensi perut, panggul

menonjol, serta umbilikus yang menonjol keluar dan ke bawah.

Meskipun akumulasi cairan asites banyak dan nyata, namun jika jumlah

kecil atau sedang lebih sulit untuk mendeteksi.

3) Ensefalopati Hepatikum

Ensefalopati Hepatikum merupakan gangguan SSP. Gangguan mungkin

tampak bersamaan dengan cedera hati berat atau gagal hati atau setelah

pembedahan puntasan portosistemik. Penyebab gangguan ini adalah

ketidakmampuan untuk memetabolisme ammonia untuk membentuk ureum

sehingga ini dapat diekresikan.

a) Patofisiologi

Penyebab spesifik ensefalopati hepatikum tidak diketahui, tapi hal ini

dirincikan oleh peningkatan kadar amonia dalam darah dan cairan

serebrospinal. Amonia dihasilkan dalam usus ketika protein dipecah oleh

bakteri, oleh hai dan dalam jumlah yang lebih kecil, oleh getah lambung
dan metabolisme jaringan perifer. Ginjal adalah sumber amona lain di

dalam adanya hipokalemia. Implikasi lebih terkini penyebab ensefalopati

adalah neurotransmiter palsu, naiknya kadar mercaptan (kimia organik

yang mengandung radikal sulfhidril, terbentuk ketika molekul oksigen

dan alkohol diganti oleh sulfur ), fenol dan rantai pendek asam lemak.

Secara normal, hati amonia ke dalam glutamin, yang disimpan dalam hati

dan kemudian diubah menjadi ureum dan diekresikan melalui ginjal.

Kadar amonia darah meningkat ketika sel hati tidak mampu membentuk

fungsi ini mungkin dikarenakan sel hati rusak dan nekrosis. Ini juga

mungkin akibat dari pintasan darah dari sistem vena porta secara

langsung kedalam sirkulasi vena sistemik (pintasan hati). Pada kasus lain,

sebagaimana kadar amonia darah naik, banyak bahan tidak biasanya

mulai terbentuk. Beberapa bahan ini (misal oktopamn) tampak bertindak

sebagai neurotransmiter palsu di dalam SSP. Amonia juga adalah toksin

SSP, memengaruhi sel glia dan saraf, ini mengarah kepada perubahan

metabolisme dan fungsi SSP.

Sebuah proses yang meningkatkan protein di dalam intestinal, seperti

meningkatkan diet protein atau perdarahan GI, menyebabkan

peningkatan kadar amonia darah dan kemungkinan gejala ensefalopati

hepatikum pada klien dengan gagal hepatoseluler atau yang telah

menjalani pembedahan pintasan portosistemik.

4) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ensefalopati hepatikum adalah secara primer neurologis

dan rentang dari kebingungan mental ringan sampai koma dalam. Perubahan

neurologis terjadi dengan akumulasi amonia serebral atau perdarahan GI.

Ensefalopati hepatikum mengganggu memori, perhatian, konsentrasi, dan

kecepatan respons.

Pola terbalik sering terjadi, klien terbangun malam hari dan mengantuk pada

siang hari. Menulis dan ucapan menunjukkan perubahan signifikan seperti

terjadi penyimpangan intelektual. Asteriksis mungkin ada. Pada beberapa

klien dengan ensefalopati hepatikum, hiperventilasi dengan alkalosis

respiratorik berkembang karena kadar amnia tinggi merangsang pusat

pernafasan. Adanya methylmercaptan menyebabkan bau karakteristik pada

pernafan yang disebut fetorhepaticus.

Sebagaimana perkembangan sindrom, tingkat kesadaran klien perlahan

berkurang, dan kebingungan menjadi lebih berat, namun, tingkat depresi SSP

umunya fluktasi. Koma akhirnya terjadi, yang mendalam sampai tidak ada

respons nyeri dan refleks kornea, benar-benar tidak ada.

Berikut stadium ensefalopati hepatikum:

a) Stadium 1 terdiri dari Letih, Gelisah, Iritabel, Penurunan tampilan

intelektual, Penurunan rentang perhatian, Berkurangnya ingatan

jangka pendek, Perubahan kepribadian, Pola tidur terbalik.

b) Stadium 2 terdiri dari Penyimpangan dalam menulis, Asteriksis,

Gngguan status mental, Bingung, Lemah, Fetor hepaticus.


c) Stadium 3 terdiri dari Bingung berat, Ketidakmampuan mengikuti

perintah, Samnolen dalam, tapi dapat bangun

d) Stadium 4 terdiri dari Koma, Tidak respons terhadap rangsangan

nyeri, Kemungkinan sikap tubuh dekortikasi atau deserebasi

Hasil laboratorium mnunukkan naiknya amonia darah dan kadag

glutamin cairan serebrospinal. Meskipun temuan ini membantu

mengomfirmasi diagnosis ensefalopati, tapi tidak spesifik. Memantau

kadar serum amonia, kadar elektrolit, gas darah, hasil tes fungsi hati

(bilirubin, albumin, protrombin, dan enzim) keseluruhan perjalanan

penyakit. Temuan ini membantu menentukan tingkat

ketidakseimbangan dan tingkat cedera hepatik.

5) Prognosis Meskipun intervensi biasanya mengurangi ensefalopati

hepatikum, klien mungkin meninggal karena komplikasi sirkulasi atau

respirasi, infeksi, atau delirium dan kejang. Kematian terjadi pada klien

yang berkembang kerah koma dengan gagal hati. Langkah-langkah

dramatis mungkin dibutuhkan untuk mengurangi kadar toksik amonia

dalam darah. Cara tersebut termasuk hemodialisis dan transfusi tukar,

yang melibatkan pembuangan pergantian sekitar 80% darah klien.

Transplatasi hati dilakukan pada kasus gagal hati fulminan.

c. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada sirosis hepatis yaitu:


a) Terapi mencakup antasid, Suplemen vitamin dan nutrisi, diet

seimbang; diuretik penghemat kalium (untuk asites) hindari alkohol

Brunner & Suddart, (2013).

b) Dokter biasanya meresepkan multivitamin untuk menjaga kesehtan.

Sering kali vitamin K diberikan untuk memperbaik faktor pembekuan

(Black & Hawks, 2009).

c) Dokter mungkin juga meresepkan pemberian albumin IV untuk

menjaga volume plasma (Black & Hawks, 2009).

Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2014), penatalaksanaan medis

pada sirosis hepatis yaitu sebagai berikut:

1) Memberikan oksigen

2) Memberikan cairan infus

3) Memasang NGT (pada perdarahan)

4) Terapi transfusi: platelet, packed red cells, fresh frozen plasma

(FFP)

5) Diuretik: spironolakton (Aldactone), Furosemid (lasix) 6) Sedatif:

fenobarbital (Luminal)

6) Pelunak feses : dekusat

7) Detoksikan Amonia: Laktulosa

8) Vitamin: zink

9) Analgetik: Oksikodon

10) Antihistamin: difenhidramin (Benadryl)

11) Endoskopik skleroterapi: entonolamin


12) Temponade balloon varises: pipa Sengstaken-Blakemore (pada

perdarah aktif)

13) Profilaksis trombosis vena provunda : stocking kompresi

sekuensial.

d. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Black & Hawks (2009), penatalaksaan keperawatan sebagai berikut:

1) Mencegah dan memantau perdarahan

Pantau klien untuk perdarahan gusu, purpura, melena, hematuria, dan

hematemesis.Periksa tanda vital sebagai pemeriksa tanda syok. Selain itu

untuk menceah perdarahan, lindungi klien dari cedera fisik jatuh atau abrasi,

dan diberikan suntikan hanya ketika benarbenar diperlukan, menggunakan

jarum sintik yang kecil. Instruksikan klien untuk menghindari nafas hidung

dengan kuat dan mengejan saat BAB. Terkadang pelunak fases diresepkan

untuk mencegah mengejan dan pecahnya varises.

2) Meningkatkan status nutrisi Modifikasi diet: diet tinggi proten untuk

membangun kembali jaringan dan juga cukup karbohidrat untuk menjaga BB

dan menghemat protein. Berikan suplemen vitamin biasanya pasien diberikan

multivitamin untuk menjaga kesehatan dan diberikan injeksi Vit K untuk

memperbaiki faktor bekuan.

3) Meningkatkan pola pernapasan efektif Edema dalam bentuk asites, disamping

menekan hati dan memengaruhi fungsinya, mungki juga menyebabkan nafas

dangkal dan kegagalan pertukaran gas, berakibat dalam bahaya pernafasan.


Oksigen diperlukan dan pemeriksaan AGD arteri. Posisi semi fowler, juga

pengkuran lingkar perut setiap hari perlu dilakukan oleh perawat.

4) Menjaga keseimbangan volume cairan Dengan adanya asites dan edema

pembatasan asupan cairan klien harus dipantau ketat. Memantau asupan dan

keluaran, juga mengukur lingkar perut.

5) Menjaga integritas kulit Ketika tedapat edema, mempunyai resiko untuk

berkembang kemungkinan lesi kulit terinfeksi. Jika jaundis terlihat, mandi

hangat-hangat kuku dengan pemakai sabun non-alkalin dan penggunaan

lotion.

6) Mencegah Infeksi Pencegahan infeksi diikuti dengan istirahat adekuat, diet

tepat, memonitor gejala infeksi dan memberikan antibiotik sesuai resep

B. Asuhan Keperawatan

Teoritis Kasus Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah

keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah

pasien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi hasil

tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy dalam Andra, dkk. 2013).

1. Pengkajian

a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)

Biasanya identitas klien/ penanggung jawab dapat meliputi : nama, umur, jenis

kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk

rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi, hubungan klien dengan

penanggung jawab.

b. Keluhan Utama
Pada awal sirosis hepatis biasaya orang dengan sirosis sering terungkap

kondisinya secara tidak sengaja ketika mencari pelayanan kesehatan untuk

masalah lain. Beberapa kondisi menjadi alasan masuk pasien yaitu dengan

keluhan Nyeri abdomen bagian atas sebelah kanan, mual, muntah, dan demam.

Sedangkan pada tahap lanjut dengan keluhan adanya ikterus, melena, muntah

berdarah. (Black & Hawks, 2009)

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada saat perawat melakukan pengkajian biasanya akan diperoleh komplikasi

berat dengan dasar fisiologis; asites disebabkan malnutrisi, GI muncul dari

varises esofagus (pembesaran vena), sehingga pasien mengeluhkan bengkak

pada tungkai, keletihan, anoreksia. (Black & Hawks, 2009)

d. Riwayat Kesehatan

Dahulu Biasanya adanya riwayat Hepatitis, pasca intoksikasi dengan kimia

industri, sirosis bilier dan yang paling sering ditemukan dengan riwayat

mengonsumsi alkohol.

e. Riwayat Kesehatan

Keluarga Sirosis Hepatis merupakan penyakit yang menular, jadi jika ada

keluarga yang menderita hepatitis maka akan menjadi faktor resiko.

f. Pola aktivitas sehari-hari

1) Nutrisi

Biasanya nafsu makan pasien akan berkurang, karena adanya mual, muntah.

2) Eliminasi BAB

Biasanya berwarna hitam (melena) BAK : biasanya urine berwarna gelap


3) Personal Hygiene

Biasanya pasien mengalami defisit perawatan diri karena kelelahan

4) Pola Istirahat dan tidur

Biasanya pada ensefalopati pola tidur terbalik, malam hari terbangun dan

siang hari tertidur

5) Pola aktivitas

Biasanya aktivitas dibantu keluarga dan perawat karena adanya kelelahan.

g. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital

Biasanya pada diperiksa tingkat kesadaran, bila pada ensefalopati hepatikum

akan terjadi penururnan kesadaran, Tanda- tanda vital juga diperiksa untuk

mengetahui keadaan umum pasien

2) Kepala

Biasanya akan tampak kotor karena pase mengalami defisit perawatan diri

3) Wajah Wajah

Biasanya tampak pucat

4) Mata

Biasanya sklera ampak ikterik dan konjungtiva tampak anemis

5) Hidung

Biasanya tampak kotor

6) Mulut

Adanya bau karateristik pernapasan yaitu fetor hepaticus

7) Telinga
Biasanya tampak kotor kaena defisit perawatan diri

8) Paru

a) Inspeksi : pasien terlihat sesak

b) Palpasi : fremitus seimbang bila tidak ada komplikasi

c) Perkusi : bila terdapat efusi pleura maka bunyinya hipersonor

d) Auskultasi : secara umum normal, akan ada stridor bila ada akumulasi

sekret.

9) Jantung

a) Inspeksi : anemis, terdapat tanda gejala perdarahan.

b) Palpasi : peningkatan denyut nadi.

c) Auskultasi : biasanya normal

10) Abdomen

a) Inspeksi : perut terlihat membuncit karena terdapat asites.

b) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut kuadran kanan atas, hepar teraba

membesar, terdapat shifting dullnes atau gelombang cairan

c) Perkusi : Redup

d) Auskultasi : penurunan bising usus

11) Ekstremitas Biasanya Terdapat udem tungkai, penurunan kekuatan otot,

Eritema Palmaris pada tangan, Jaundis dan CRT >2 detik

12) Genitalia Biasanya pada wanita menstruasi tidak teratur

h. Pemeriksaan Diagnostik
a) Hemoglobin biasanya rendah

b) Leukosit biasnya meningkat

c) Trombosit biasanya meningkat

d) Kolesterol biasanya rendah

e) SGOT dan SGPT biasanya meningkat

f) Albumin biasanya rendah

g) Pemerikaan CHE (koloneterase): penting dalam menilai sel hati. Bila terjadi

kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun, pada perbaikan terjadi kenaikan

CHE menuju nilai normal.

h) Pemeriksaan kadar elektrolit dalam penggunaan diuretik dan pembatasan

garam dalam diet (Diyono dan Sri Mulyanti, 2013)

i) Uji fungsi hati (misalnya fosatase alkali serum, aspartat aminotransferase

[AST], [tranaminase glutamate oksaloasetat serum (SGOT)], alanin

aminotransferase [ALT], [transaminasenglutamat piruvat serum (SGPT)],

GGT, 24 Poltekkes Kemenkes Padang kolinesterase serum dan bilirubin),

masa protrombin, gas darah arteri, biopsy.

j) Pemidaian ultrasonografi

k) Pemindaian CT 12) MRI 13) Pemindaian hati radioisotope (Brunner &

Suddart, 2013)

2. Kemungkinan diagnosa yang muncul

a) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Peningkatan tekanan

pada diaframa.
b) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik

koloid.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan Sirosis

Hepatis adalah sebagai berikut:

a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Peningkatan tekanan pada

diaframa.

NOC

1) Status Pernafasan Ventilasi

a. Indikator :

1. Respiratory rate dalam rentang normal

2. Tidak ada retraksi dinding dada

3. Tidak mengalami dispnea saat istirahat

4. Tidak ditemukan orthopnea

5. Tidak ditemukan atelectasis

2) Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas

a. Indikator :

1. Respiratory rate dalam rentang normal

2. Pasien tidak cemas

3. Menunjukkan jalan nafas yang paten

NIC

1) Manajemen Jalan Nafas


a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi; posisi semi

fowler.

b) Auskultasi bunyi napas, catat jika adanya bunyinapas tambahan

c) Atur intake cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan.

d) monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi.

2) Terapi Oksigen

a) Bersihkan mulut, hidung, dan sisa sekresi

b) Siapkan peralatan oksigen dan siapkan humadifier

c) Monitor aliran oksigen

d) Pastikan penggantian masker atau kanul sesuai kebutuhan

e) Sediakan oksigen ketika pasien dibawa atau dipindahkan

f) Amati tanda-tanda hipoventilasi

3) Monitor TTV

a) Monitor vital sign.

b) Identifikasi perubahan status vital sign.

c) Monitor frekuensi nafas dan irama pernapasan.

4) Manajemen Cairan

a) Monitor indikasi dari kelebihan volume cairan (edema, asites).

b) Nilai luas dan lokasi edema.

c) Monitor vital sign.

d) Monitor hasil labor yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hb,

Ht, osmolalitas).

5) Monitor Cairan
Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan

(terapi diuretik, disfungsi hati, muntah).

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik

koloid.

NOC

1) Keseimbangan Elektrolit dan Asam Basa Indikator :

a) Serum albumin, kreatinin, hematokrit, Blood Urea Nitrogen (BUN),

dalam rentang normal.

b) pH urine, urine sodium, urine creatinin,urine osmolarity, dalam rentang

normal.

c) Tidak terjadi kelemahan otot.

d) Tidak terjadi disritmia.

NIC

Manajemen Cairan

a) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

b) Pasang urin kateter jika diperlukan

c) Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt,

osmolaritas urin)

d) Monitor vital sign

e) Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan

f) Kaji luas dan lokasi edema

g) Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori

h) Monitor status nutrisi


i) Kolaborasi pemberian diuretik sesuai interuksi

NOC

2) Keseimbangan Cairan Indikator

a) Tidak terjadi asites

b) Ekstremitas tidak edema

c) Tidak terjadi distensi vena jugularis

d) Kolaborasikan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

NIC

1) Monitor Cairan

a) Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi

b) Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidakseimbangan

cairan

c) Monitor berat badan

d) Monitor TD, HR dan RR

e) Monitor perubahan irama jantung

f) Catat secara akurat intake dan output

g) Monitor tanda dan gejala edema

h) Beri cairan sesuai keperluan

i) Kolaborasi dalam pemberian obat yang dapat meningkatkan

output urin

Anda mungkin juga menyukai