Anda di halaman 1dari 16

PERENCANAAN JETI.............................................................

2
I.1 I.2 I.3 I.4 I.5

DASAR PERENCANAAN...................................................................................2 FAKTOR-FAKTOR PERENCANAAN........................................................................2 STANDAR PERENCANAAN................................................................................3 JENIS KAPAL..............................................................................................4 PERENCANAAN ALUR PELAYARAN......................................................................4 I.5.1 Kedalaman Alur..........................................................................5 I.5.2 Lebar Alur...................................................................................6 I.6 PERENCANAAN AREA TAMBAT..........................................................................7 I.7 PERENCANAAN DERMAGA LAYANAN....................................................................8 I.7.1 Tinggi Dermaga Layanan dan Distributing Conveyor.................9 I.7.2 Beban Pada Jeti..........................................................................9 I.7.3 Analisa Berthing pada Dolphin.................................................10 I.7.4 Analisa Mooring pada Dolphin..................................................15 I.7.5 Analisa Geoteknik.....................................................................15 I.7.6 Analisa Struktur........................................................................15

PERENCANAAN JETI

GAMBARAN SINGKAT

PERENCANAAN JETI
I.1 DASAR PERENCANAAN

Pertimbangan-pertimbangan yang dipakai sebagai dasar perencanaan dalam sistem konstruksi dan material yang digunakan untuk perencanaan pelabuhan antara lain: A. Pembangunannya dapat dilaksanakan dengan metoda kerja sesederhana mungkin sehingga tanpa memerlukan peralatan khusus yang harus didatangkan dari luar negeri. a. Bahan-bahan yang digunakan semaksimal mungkin merupakan bahan produksi dalam negeri. b. Biaya pembangunan dapat ditekan seminimal mungkin tanpa mengorbankan mutu bangunan. c. d. Memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan. Perawatan dan pemeliharaan dapat dilaksanakan dengan mudah dan tanpa biaya terlalu mahal.

I.2

FAKTOR-FAKTOR PERENCANAAN

Faktor-faktor perencanaan teknis adalah merupakan beberapa hal yang perlu diperhatikan dan menjadi faktor penentu dalam penentuan dimensi desain teknis yang ada. Faktor-faktor ini berkaitan dengan keadaan fisik lokasi proyek. Faktorfaktor yang harus diperhitungkan dalam perencanaan teknis adalah sebagai berikut:

B. Kondisi Fisik
a. b. c. d. e. f. Topografi dan Bathimetri. Gelombang. Arus. Pasang surut. Sedimentasi. Meteorologi, angin, hujan, temperatur. PERENCANAAN JETI 2

GAMBARAN SINGKAT

g.

Geologi dan mekanika tanah.

C. Operasional Pelabuhan
h. i. j. Dimensi kapal (panjang, lebar, draft). Manuver kapal. Lalu lintas kapal.

D. Ekonomis
k. l. n. Jenis konstruksi. Material konstruksi. Kemampuan pelaksana konstruksi.

m. Peralatan konstruksi.

I.3
E.

STANDAR PERENCANAAN
Standar Rencana Pelabuhan Kriteria Perencanaan Standar untuk Pelabuhan di Indonesia Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Januari 1984. UNCTD, United Nations Conferencere on Trade and Development. Japan Standard for Ports and Harbours.

1.

Struktur Bangunan Pantai Rekomendasi dari Komite Untuk Struktur Bangunan Pantai (EAU 1980), Edisi 4. Manual Perlindungan Pantai.

2.

Pengurugan, Reklamasi dan Pondasi American Society for Testing and Materials (ASTM). American Association for State Highway and Transportation Official (AASHTO).

3.

Konstruksi Beton

PERENCANAAN JETI

GAMBARAN SINGKAT

4.

Peraturan Beton Bertulang Indonesia, PBI 1971.

Konstruksi Baja Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia, PPBBI 1984. ASTM A 96 81, Material Baja.

5.

Konstruksi Kayu Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, PKKI 1973.

6.

Konstruksi Jalan Spesifikasi Teknis Standar Jalan Raya. AASHTO.

7.

Pembebanan Peraturan Muatan Indonesia, PMI.

8.

Beban Gempa Peraturan Gempa Indonesia.

9.

Pengujian Bahan ASTM. AASHTO.

I.4

JENIS KAPAL

Jeti akan disesuaikan dengan jenis kapal berupa Bulk Carrier dengan ukuran 40.000 DWT panjang 200 meter, lebar 32 meter dan draft 10 meter.

I.5

PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam pelabuhan. Perairan di sekitar alur harus cukup tenang terhadap pengaruh gelombang dan arus laut. Perencanaan alur pelayaran didasarkan ukuran kapal

PERENCANAAN JETI

GAMBARAN SINGKAT

terbesar yang akan masuk ke kolam pelabuhan. Parameter kedalaman dan lebar alur adalah sebagai berikut: Bathimetri laut (kedalaman perairan).

bagi perencanaan

Elevasi muka air rencana yang ada (hasil analisa pasang surut). Kondisi angin di perairan (arah dan kecepatan). Arah, kecepatan dan tinggi gelombang pada perairan (hasil peramalan gelombang).

Arus yang terjadi di perairan. Ukuran kapal rencana dan rencana manuver yang diperbolehkan. Jumlah lintasan kapal yang melalui alur pelayaran. Angka kemudahan pengontrolan kemudi kapal rencana. Trase (alignment) alur pelayaran dan stabilitas bahan dasar perairan. Koordinasi dengan fasilitas lainnya. Navigasi yang mudah dan aman.

I.5.1

Kedalaman Alur

Kedalaman air diukur terhadap muka air referensi nilai rerata dari muka air surut terendah pada saat pasang kecil (neap tide) dalam periode panjang yang disebut LLWL (Lowest Low Water Level). Kedalaman alur total adalah: H = d +G + R + P + S + K di mana: d G R P S K = = = = = = draft kapal (m) gerak vertikal kapal karena gelombang dan squat (m) ruang kebebasan bersih (m) ketelitian pengukuran (m) pengendapan sedimen antara dua pengerukan (m) toleransi pengerukan (m)

Pendekatan untuk penentuan kedalaman alur (Error: Reference source not found) adalah: PERENCANAAN JETI 5

GAMBARAN SINGKAT

H = LLWL - draft kapal clearance

LWS
Kapal Draft

Clearance

Gambar 1.1 Penentuan Kedalaman Alur. Untuk menghitung kedalaman alur pelabuhan pada perencanaan dermaga ini maka dilakukan penghitungan dengan menggunakan ukuran kapal 40.00 DWT

I.5.2

Lebar Alur

Lebar alur pelayaran dihitung dengan memakai persamaan sebagai berikut: Alur pelayaran untuk satu kapal Lebar = 1,5B + 1,8B + 1,5B (lihat Gambar 1.2) Alur pelayaran untuk dua kapal Lebar = 1,5B + 1,8B + C + 1,8B + 1,5B (lihat Gambar 1.3 di mana: B = lebar kapal (m) C = clearence/jarak aman antar kapal (m), diambil = B

1,5 B

1,8 B
B

1,5 B

Kapal

Gambar 1.2 Lebar Alur Untuk Satu Kapal.

PERENCANAAN JETI

GAMBARAN SINGKAT

1,5 B

1,8 B B

1,8 B B

1,5 B

Kapal

Kapal

Gambar 1.3 Lebar Alur Untuk Dua Kapal. Kemiringan lereng alur pelayaran ditentukan berdasarkan analisa stabilitas lereng yang harganya tergantung pada jenis material dasar perairan dan kedalaman alur.

I.6

PERENCANAAN AREA TAMBAT

Kedalaman area tambat ditentukan oleh faktor-faktor draft kapal dengan muatan penuh, tinggi gelombang maksimum (< 50 cm), tinggi ayunan kapal (squat) dan jarak aman antara lunas dan dasar perairan. Komponen penentu kedalaman kolam dapat dilihat pada Gambar 1.4. Rumus untuk menghitung kedalaman kolam dapat diberikan sebagai berikut: D D D di mana: LLWL = 0,0 m d S C = draft kapal = 1.5 m = squat kapal = 0,5 m = clearance/jarak aman = 1 m = LLWL - (d + S + C) = 0 (1.5 + 0,5 + 1) = -3.00 m LLWL dibulatkan menjadi -3.00 m LLWL

PERENCANAAN JETI

GAMBARAN SINGKAT

Kapal S d D C

LLWL

Gambar 1.4 Komponen Penentu Kedalaman Kolam Pelabuhan

I.7

PERENCANAAN DERMAGA LAYANAN

Dermaga berfungsi sebagai tempat membongkar muatan (unloading), memuat perbekalan (loading), mengisi perbekalan (servicing) dan berlabuh (idle berthing). Dasar pertimbangan bagi perencanaan dermaga sebagai berikut: Bathimetri laut (kedalaman perairan). Elevasi muka air rencana yang ada (hasil analisa pasang surut). Arah, kecepatan dan tinggi gelombang pada perairan (hasil peramalan gelombang). Penempatan posisi dermaga mempertimbangkan arah angin, arus dan perilaku pantai yang stabil. Panjang dermaga disesuaikan dengan kapasitas kebutuhan kapal yang akan berlabuh. Lebar dermaga disesuaikan dengan kapasitas kebutuhan kapal yang akan berlabuh. Lebar dermaga disesuaikan dengan kemudahan aktivitas dan gerak bongkar muat kapal dan kendaraan darat. Berjarak sependek mungkin dengan fasilitas darat. Ketinggian demaga memperhatikan kondisi pasang surut.

PERENCANAAN JETI

GAMBARAN SINGKAT

I.7.1

Tinggi Dermaga Layanan dan Distributing Conveyor

Untuk kebutuhan tinggi deck dermaga layanan disesuaikan dengan kondisi muka air rencana dan pasang surut daerah setempat ditambah dengan suatu angka kebebasan agar tidak terjadi limpasan (overtopping) pada saat keadaan gelombang. Rumus untuk menentukan kebutuhan tinggi dek/lantai dermaga diberikan sebagai berikut: H DWL Hd F = = = = DWL + Hd + F tinggi muka air rencana tinggi gelombang maksimum di depan dermaga tinggi jagaan

Di mana:

Sedangkan untuk distributing Conveyor disesuaikan dengan tinggi rencana dari penumpukan batubara pada armada laut yang digunakan.

I.7.2 I.7.2.1

Beban Pada Jeti Beban Horizontal

Beban horizontal dermaga terdiri dari:

A. Beban Angin dan Arus


Angin Rumus perhitungan muatan akibat angin adalah sebagai berikut:

Qw =
di mana: Qw Vw Arus

1 2 Vw (kg/m 2 ) 6

= beban angin (kg/m2) = kecepatan angin

Besarnya muatan akibat arus diperhitungkan menurut ketentuan: Qc di mana: Qc air laut Vc =
air laut

.Vc2

= beban akibat arus (kg/m2) = massa jenis air laut = kecepatan arus m/dtk

B. Gaya Gempa
PERENCANAAN JETI 9

GAMBARAN SINGKAT

Besarnya gaya gempa: F = k.w, di mana: F w k = gaya gempa (kg/m2) = beban vertikal dengan muatan hidup (kg/m2) = koefisien gempa

I.7.2.2

Beban Vertikal

Beban vertikal yang terdapat di dermaga terdiri dari:

A. Beban Mati
Beban mati adalah muatan yang berasal dari berat sendiri konstruksi (lantai, balok, kolom dan dinding) ditambah dengan berat peralatan pendukung yang ada di atas dermaga.

B. Muatan Hidup
Muatan hidup berupa beban yang berasal dari beban batubara dan beban peralatan mekanikal yang terdapat di atasnya.

I.7.3

Analisa Berthing pada Dolphin

Pada saat kapal akan merapat, kapal akan membentur dolphin. Benturan juga terjadi selama kapal merapat di Jeti untuk melakukan kegiatan bongkar muat. Gaya yang ditimbulkan akibat benturan antara kapal dan dolphin dikenal dengan gaya berthing. Hal yang perlu diperhatikan dalam analisa berthing adalah: a. b. c. d. Kecepatan maksimum kapal saat mendarat. Arah kapal saat akan merapat di dolphin. Kecepatan angin di lokasi. Kecepatan arus di lokasi.

I.7.3.1
Energi

Energi Kinetik
kinetik efektif pada saat berthing dihitung dengan menggunakan

persamaan: E= di mana : E Cm W V = = = =
W .V2 .Cm.Ce.Cs.Cc 2. g

energi kinetik yang terjadi koefisien massa hidrodinamik berat virtual kapal (ton) kecepatan merapat kapal (m/detik) PERENCANAAN JETI 10

GAMBARAN SINGKAT

Ce Cs Cc

= koefisien eksentrisitas = koefisien softness = koefisien konfigurasi penambatan

Besarnya koefisien parameter untuk perhitungan energi kinetik adalah:

A. Berat Virtual (W)


Berat virtual kapal (W) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: W di mana: Wd Wa = Wa + Wd .(2/3) (ton)

= displacement tonnage (ton) = added weight = 0,25. . d2.B.

air laut

B. Massa Hidrodinamik (Cm)


Merupakan koefisien yang mempengaruhi pergerakan air di sekitar kapal dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Cm = 1 +
dengan: d B = draft kapal (m) = lebar kapal (m)

2d B

C. Eksentrisitas (Ce)
Koefisien reduksi energi yang ditransfer ke fender pada saat titik bentur kapal tidak sejajar dengan pusat massa dari kapal dan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Ce =
dengan: K K R = = = =

2 K 2 + R 2 cos K2 + R2

radius ration dari kapal (m) (0,19Cb + 0,11).LOA Jarak antara pusat massa dengan titik bentur kapal, Sudut yang dibentuk antara titik bentur kapal dengan vektor kecepatan dan kapal

PERENCANAAN JETI

11

GAMBARAN SINGKAT

Titik Benturan

Gambar 1.5 Kondisi Berthing Kapal.

D. Koefisien Block (Cb)


Dihitung dengan persamaan:

Cb =

W LOA.B.d. airlaut

E. Koefisien Softness (Cs)


Merupakan koefisien akibat pengaruh energi bentur yang diserap oleh lambung kapal.

F. Koefisien Berthing (CC)


Koefisien yang menunjukkan efek massa air yang berperangkap antara lambung kapal dan sisi dolphin. Nilai Cc bergantung pada jenis konstruksi dermaga yang besarnya sebagai berikut:

Gambar 1.6 Koefisien Berthing (Cc) Sesuai Jenis Dolphin Maka Energi kinetik efektif pada saat berthing adalah :

PERENCANAAN JETI

12

GAMBARAN SINGKAT

E=

W .V2 .Cm.Ce.Cs.Cc 2. g

I.7.3.2

Posisi Fender

Dari perhitungan energi berthing di atas, maka dapat ditentukan jenis dan ukuran fender yang diperlukan. Penempatan letak fender ditentukan dari dimensi kapal terkecil yang akan bertambat pada saat air laut sedang surut (Error: Reference source not found). Contoh pemasangan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

LWS

Gambar 1.7 Contoh Posisi Fender Pada Dolphin.

+ 1.0 LWS

I.7.3.3

Jarak Antar Fender

Dalam arah horizontal, jarak antara dolphon harus ditentukan sedemikan rupa sehingga dapat menghindari kontak langsung antara kapal dan dinding dermaga. Jarak pemasangan fender dalam arah horizontal dapat dilihat pada gambar di bawah.

PERENCANAAN JETI

13

GAMBARAN SINGKAT

Gambar 1. 8 Jarak Antar Fender. Jarak maksimum antar fender dapat dihitung dengan persamaan berikut:
21 2 r 2 ( r h )2

di mana: 2l r h

= jarak antar fender (m) = radius lengkung dari bow (m) = tinggi dari fender pada saat energi kinetik dari kapal diserap (m)

Radius lengkung dari bow kapal dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Untuk

b = 100 : log (rbow) = -0,113 + 0,44 log (Wd).

I.7.3.4
berikut:

Kondisi Pembebanan Pada Fender

Analisa gaya reaksi dari fender dilakukan terhadap 2 kondisi berthing sebagai

A. Sudut Berthing 10
Pada kondisi ini dianalisa gaya reaksi fender akibat berthing kapal pada kecepatan maksimum dengan sudut berthing ( b) = 10.

Gambar 1.9 Kondisi Berthing

= 100.

B. Sudut Berthing 0
Pada kondisi ini dianalisa gaya reaksi masing-masing fender pada saat kapal berthing dengan kecepatan maksimum dan sudut berthing = 0.

Gambar 1.1 Kondisi Berthing

= 0 0.

PERENCANAAN JETI

14

GAMBARAN SINGKAT

I.7.4 I.7.4.1

Analisa Mooring pada Dolphin Gaya Tambat

Gaya reaksi dari kapal yang bertambat pada prinsipnya merupakan gayagaya horizontal yang disebabkan oleh angin dan arus. Sistem mooring (tambat) didesain untuk dapat mengatasi gaya-gaya akibat kombinasi angin dan arus. Keseluruhan gaya angin dan arus yang terjadi dapat dimodelkan sebagai gaya-gaya dalam arah transversal dan longitudinal yang dikombinasikan dengan gaya momen terhadap sumbu vertikal yang bekerja di tengah kapal.

I.7.4.2

Gaya Pada Tali

Tali atau pengikat kapal untuk tiap-tiap gaya yang bekerja diasumsikan mempunyai karakteristik yang sama dan analisanya harus memperhitungkan pengaruh sudut-sudut yang dibentuk oleh masing-masing tali. Seperti yang telah dijelaskan, jenis tali yang digunakan untuk menahan gaya tambat adalah sebagai berikut: Spring lines : untuk menahan gaya-gaya longitudinal tambat (Fx). : untuk menahan gaya-gaya transversal tambat Breasting lines

(Fy).

I.7.5

Analisa Geoteknik

Analisa geoteknik dilakukan untuk mengecek kemampuan tanah menerima bebanbeban pada dermaga di atasnya sekaligus merencanakan dimensi dan detail pondasi dermaga. Untuk maksud tersebut, diperlukan profil tanah dan parameter tanah desain yang merupakan hasil analisa mekanika tanah. Analisa geoteknik yang dilakukan antara lain: a. b. c. d. Pengecekan daya dukung tanah. Pengecekan stabilitas geser. Pengecekan stabilitas guling. Pengecekan penurunan.

I.7.6

Analisa Struktur

Analisa struktur untuk perancangan detail struktur dermaga yang dilakukan antara lain: a. Perhitungan beban-beban yang bekerja pada dermaga. PERENCANAAN JETI 15

GAMBARAN SINGKAT

b.

Perhitungan kebutuhan tulangan struktur penyusun dermaga.

PERENCANAAN JETI

16

Anda mungkin juga menyukai