Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. Pengertian Wadi’ah
B. Sumber HukumWadi’ah
Ulama fikih sependapat, bahwa wadi’ah adalah sebagai salah satu akad
dalam rangka tolong menolong antara sesama manusia.
Sebagai landasannya adalah firman Allah:
Menurut para musafir, ayat ini berkaitan dengan penitipan kunci Ka’bah
kepada Usman bin Talhah (seorang sahabat Nabi) sebagai amanat dari Allah
swt.
)283 :ـ ـ ـ َف ْلُيَؤ ِّد الَّ ِذي اْؤ مُتِ َن ََأمانَتَهُ ـ ـ ـ (البقرة
... hendaklah orang yang dipercayai itu menunaikan amanat ... (Al-
Baqarah:283)
Di dalam hadits Rasulullah disebutkan:
“Serahkanlah amanat kepada orang yang mempercayai anda dan janganlah
anda mengkhianati orang yang mengkhianati anda.” (HR. Abu Daud,
Tirmidzi, dan Hakim)
C. Macam-Macam Wadi’ah
1. Wadi’ah Yad Dhamanah
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan
(Wadi’i) dengan atau tanpa ijin pemilik barang/uang (Muwaddi), dapat
memanfaatkannya dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan
barang/uang titipan tersebut. “diriwayatkan dari Abu rafie bahwa Rasulullah
SAW pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta. Maka
diberinya unta qurban (berumur sekitar 2 tahun), setelah selang beberapa
waktu, Rasulullah SAW memerintahkan Abu rafie untuk mengembalikan unta
tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu rafie kembali kepada Rasulullah SAW
seraya berkata,”Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami temukan, yang
ada hanya unta yang besar berumur empat tahun. Rasulullah SAW berkata
“Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baiknya kamu adalah yang
terbaik ketika membayar.” (HR Muslim).
2. Wadi’ah Yad Amanah
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima (Wadi’i) tidak
diperkenankan menggunakan barang/uang dari si penitip (Muwaddi) tersebut
dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian yang bukan
disebabkan oleh kelalaian si penerima titipan (Wadi’i). Dan sebagai gantinya si
penitip (Muwaddi) wajib untuk membayar kepada orang yang dititipi (Wadi’i),
namun boleh juga untuk tidak membayar asalkan orang yang dititipi tidak
merasa keberatan dan menganggapnya sedekah.
D. Rukun Wadi’ah
1. Muwaddi’ ( Orang yang menitipkan).
2. Wadii’ ( Orang yang dititipi barang).
3. Wadi’ah ( Barang yang dititipkan).
4. Shighot ( Ijab dan qobul).
Syarat rukun yang dimaksud dengan syarat rukun di sini adalah
persyaratan yang harus dipenuhi oleh rukun wadiah. Dalam hal ini persyaratan
itu mengikat kepada Muwaddi’, wadii’ dan wadi’ah. Muwaddi’ dan wadii’
mempunyai persyaratan yang sama yaitu harus balig, berakal dan dewasa.
Sementara wadi’ah disyaratkan harus berupa suatu harta yang berada dalam
kekuasaan/ tangannya secara nyata.
Sifat akad wadiah Karena wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka
kedua belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja. Karena
dalam wadiah terdapat unsur permintaan tolong, maka memberikan
pertolongan itu adalah hak dari wadi’. Kalau ia tidak mau, maka tidak ada
keharusan untuk menjaga titipan.
Namun kalau wadii’ mengharuskan pembayaran, semacam biaya
administrasi misalnya, maka akad wadiah ini berubah menjadi “akad sewa”
(ijaroh) dan mengandung unsur kelaziman. Artinya wadii’ harus menjaga dan
bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan. Pada saat itu wadii’ tidak
dapat membatalkan akad ini secara sepihak karena dia sudah dibayar.
b. Giro Wadiah
Yang dimaksud dengan giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasar
akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika
pemiliknya menghendaki. Dalam konsep wadiah yad dhamanah, pihak yang
menerima titipan boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang
yang dititipkan. Hal ini berarti bahwa wadiah yad dhamanah mempunyai
implikasi hukum yang sama dengan qardh, yakni nasabah bertindak sebagai
pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang
dipinjami. Dengan demikian, pemilik dana dan bank tidak boleh saling
menjanjikan untuk memberikan imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan
dana atau barang titipan tersebut.
c. Tabungan
1. Tabungan Wadiah
1. Bersifat simpanan,
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan
kesepakatan, dan
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
bonus yang bersifat sukarela dari pihak bank.
KESIMPULAN
Wadi’ah adalah penitipan, yaitu akad seseorang kepada yang lain dengan
menitipkan benda untuk dijaganya secara layak. Apabila ada kerusakan pada
benda titipan tidak wajib menggantinya, tapi bila kerusakan itu disebabkan oleh
kelalaiannya maka diwajibkan menggantinya.
Wadi’ah yang ada di perbankan syariah bukanlah wadiah yang dijelaskan
dalam kitab-kitab fiqih. Wadi’ah perbankan syariah yang saat ini dipraktekkan,
lebih relevan dengan hukum dain/piutang, karena pihak bank memanfaatkan uang
nasabah dalam berbagai proyeknya. Adanya kewenangan untuk memanfaatkan
barang, memiliki hasilnya dan menanggung kerusakan atau kerugian adalah
perbedaan utama antara wadi’ah dan dain (hutang-piutang) . Dengan demikian,
bila ketiga karakter ini telah disematkan pada akad wadi’ah, maka secara fakta
dan hukum akad ini berubah menjadi akad hutang piutang dan bukan wadi’ah.