Anda di halaman 1dari 8

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wadi’ah

Secara etimologi wadi’ah ( ‫ )الودعة‬berartikan titipan (amanah). Kata Al-


wadi’ah berasal dari kata wada’a (wada’a – yada’u – wad’aan) juga berarti
membiarkan atau meninggalkan sesuatu. Sehingga secara sederhana wadi’ah
adalah sesuatu yang dititipkan.
Dalam literatur fiqh, para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikannya,
disebabkan perbedaan mereka dalam beberapa hukum yang berkenaan dengan
wadi’ah tersebut yaitu perbedaan mereka dalam pemberian upah bagi pihak
penerima titipan, transaksi ini dikatagorikan taukil atau sekedar menitip,
barang titipan tersebut harus berupa harta atau tidak.
Secara terminologi wadi’ah menurut mazhab hanafi, maliki dan hambali.
Ada dua definisi wadi’ah yang dikemukakan ulama fiqh :
Ulama Hanafiyah :

‫تسليط الغري على حفظ ماله‬


“mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, (baik dengan
ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat)”
Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah (Jumhur Ulama) :

‫توكيل يف حفظ مملوك على وجه خمصوص‬


“mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara
tertentu”
Secara harfiah, Al wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu
pihak kepihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus
dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.
Sementara itu menurut Menurut UU No 21 Tentang Perbankan Syariah
yang dimaksud dengan “Akad wadi’ah” adalah Akad penitipan barang atau
uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi
kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta
keutuhan barang atau uang.

B. Sumber HukumWadi’ah
Ulama fikih sependapat, bahwa wadi’ah adalah sebagai salah satu akad
dalam rangka tolong menolong antara sesama manusia.
Sebagai landasannya adalah firman Allah:

)58 : ‫ات ِإىَل َْأهلِ َها ـ ـ ـ ـ (النساء‬


ِ َ‫ِإ َّن اللَّه يْأمر ُكم َأ ْن ُت ُّدوا اَألمان‬
َ ‫َ َ ُ ُ ْ َؤ‬

Sesungguhnya allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya.... (An-Nisa: 58)

Menurut para musafir, ayat ini berkaitan dengan penitipan kunci Ka’bah
kepada Usman bin Talhah (seorang sahabat Nabi) sebagai amanat dari Allah
swt.

Dalam ayat lain disebutkan:

)283 :‫ـ ـ ـ َف ْلُيَؤ ِّد الَّ ِذي اْؤ مُتِ َن ََأمانَتَهُ ـ ـ ـ (البقرة‬

... hendaklah orang yang dipercayai itu menunaikan amanat ... (Al-
Baqarah:283)
Di dalam hadits Rasulullah disebutkan:
“Serahkanlah amanat kepada orang yang mempercayai anda dan janganlah
anda mengkhianati orang yang mengkhianati anda.” (HR. Abu Daud,
Tirmidzi, dan Hakim)

Berdasarkan ayat-ayat dan hadits diatas, para ulama sepakat mengatakan,


bahwa akad wadi’ah (titipan) hukumnya mandub (disunatkan), dalam rangka
tolong menolong sesama manusia. Oleh sebab itu Ibnu Qudamah (ahli fikih
Mazhab Hanafi) menyatakan, bahwa sejak zaman Rasulullah sampai generasi
berikutnya, wadi’ah telah menjadi ijma’ amali, yaitu konsensus dalam praktek
bagi umat Islam dan tidak ada orang yang mengingkarinya.

C. Macam-Macam Wadi’ah
1. Wadi’ah Yad Dhamanah
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan
(Wadi’i) dengan atau tanpa ijin pemilik barang/uang (Muwaddi), dapat
memanfaatkannya dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan
barang/uang titipan tersebut. “diriwayatkan dari Abu rafie bahwa Rasulullah
SAW pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta. Maka
diberinya unta qurban (berumur sekitar 2 tahun), setelah selang beberapa
waktu, Rasulullah SAW memerintahkan Abu rafie untuk mengembalikan unta
tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu rafie kembali kepada Rasulullah SAW
seraya berkata,”Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami temukan, yang
ada hanya unta yang besar berumur empat tahun. Rasulullah SAW berkata
“Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baiknya kamu adalah yang
terbaik ketika membayar.” (HR Muslim).
2. Wadi’ah Yad Amanah
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima (Wadi’i) tidak
diperkenankan menggunakan barang/uang dari si penitip (Muwaddi) tersebut
dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian yang bukan
disebabkan oleh kelalaian si penerima titipan (Wadi’i). Dan sebagai gantinya si
penitip (Muwaddi) wajib untuk membayar kepada orang yang dititipi (Wadi’i),
namun boleh juga untuk tidak membayar asalkan orang yang dititipi tidak
merasa keberatan dan menganggapnya sedekah.

D. Rukun Wadi’ah
1. Muwaddi’ ( Orang yang menitipkan).
2. Wadii’ ( Orang yang dititipi barang).
3. Wadi’ah ( Barang yang dititipkan).
4. Shighot ( Ijab dan qobul).
Syarat rukun yang dimaksud dengan syarat rukun di sini adalah
persyaratan yang harus dipenuhi oleh rukun wadiah. Dalam hal ini persyaratan
itu mengikat kepada Muwaddi’, wadii’ dan wadi’ah. Muwaddi’ dan wadii’
mempunyai persyaratan yang sama yaitu harus balig, berakal dan dewasa.
Sementara wadi’ah disyaratkan harus berupa suatu harta yang berada dalam
kekuasaan/ tangannya secara nyata.
Sifat akad wadiah Karena wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka
kedua belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja. Karena
dalam wadiah terdapat unsur permintaan tolong, maka memberikan
pertolongan itu adalah hak dari wadi’. Kalau ia tidak mau, maka tidak ada
keharusan untuk menjaga titipan.
Namun kalau wadii’ mengharuskan pembayaran, semacam biaya
administrasi misalnya, maka akad wadiah ini berubah menjadi “akad sewa”
(ijaroh) dan mengandung unsur kelaziman. Artinya wadii’ harus menjaga dan
bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan. Pada saat itu wadii’ tidak
dapat membatalkan akad ini secara sepihak karena dia sudah dibayar.

E. Aplikasi Dalam Perbankan


1. Aplikasi Wadiah Yad Amanah
Dalam perbankan syariah wadiah yad amanah di aplikasikan untuk
penitipan barang-barang berharga dan membebankan biaya atas penitipan
barang tersebut. Adapun beberapa barang yang bisa dititipkan antara lain:
a. Harta benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank
konvensional tempat penyimpanannya dikenal dengan Safety Box
suatu tempat/kotak dimana nasabah bisa menyimpan barang apa saja
kedalam kotak tersebut.
b. Dokumen (Saham, Obligasi, Bilyet giro, Surat perjanjian Mudhorobah
dll).
c. Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll yang dianggap
berharga mempunyai nilai uang)
2. Aplikasi Wadi’ah Yad Dhamanah
a. Giro

Secara umum, yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang


penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet
giro, sarana perintah bayar lainnya atau dengan pemindahbukuan. Adapun
yang dimaksud dengan giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN)
No: 01/DSN-MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara
syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.

b. Giro Wadiah

Yang dimaksud dengan giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasar
akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika
pemiliknya menghendaki. Dalam konsep wadiah yad dhamanah, pihak yang
menerima titipan boleh menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang
yang dititipkan. Hal ini berarti bahwa wadiah yad dhamanah mempunyai
implikasi hukum yang sama dengan qardh, yakni nasabah bertindak sebagai
pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai pihak yang
dipinjami. Dengan demikian, pemilik dana dan bank tidak boleh saling
menjanjikan untuk memberikan imbalan atas penggunaan atau pemanfaatan
dana atau barang titipan tersebut.

Dalam kaitannya dengan produk giro. Bank syariah menerapkan prinsip


wadiah yad dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip yang
memberikan hak kepada bank syariah untuk menggunakan dan memanfaatkan
uang atau barang titipannya, sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak
yang dititipi yang disertai hak untuk mengelola dana titipan dengan tanpa
mempunyai kewajiban memberikan bagi hasil dari keuntungan pengelolaan
dana tersebut. Namun demikian, bank syariah diperkenankan memberikan
insensif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya.

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa giro wadiah mempunyai


beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. Bersifat titipan.
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call), dan
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
bonus yang bersifat sukarela dari pihak bank.

c. Tabungan

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan


menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek,
bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Adapun yang
dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasar
prinsip-prinsip syariah.Berdasarkan Fatwa DSN No: 02//DSN-MUI/IV/2000,
menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang
berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.

1. Tabungan Wadiah

Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasar akad


wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiapsaat
jika pemiliknya menghendaki, berkaitan dengan produk tabungan wadiah,
bank syariah menggunakan akad wadiah yad dhamanah. Dalam hal ini, setiap
nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada bank syariah
untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya,
sedangkan bank syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau
barang yang disertai hak untuk menggunakan dan memanfaatkan dana atau
barang tersebut, sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap
keutuhan harta titipan tersebutnserta mengembalikannya kapan saja
pemiliknya menhendaki, di sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya atas
keuntungan dari hasil penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang
tersebut.

Mengingat wadiah yad dhamanah ini mempunyai implikasi hukum sama


dengan qardh, maka nasabah penitip dan bank tidak boleh saling menjanjikan
untuk membagihasilkan keuntungan harta tersebut. Namun demikian, bank
diperkenankan memberi bonus kepada pemilik harta titipan sela tidak
disyaratkan di muka. Dengan kata lain, pemberian bonusnmerupakan
kebijakan bank syariah semata dan bersifat sukarela.

Dari pembahasan di atas dapat dinyatakan beberapa ketentuan umum dari


tabungan wadiah tersebut sebagai berikut:

1. Bersifat simpanan,
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan
kesepakatan, dan
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian
bonus yang bersifat sukarela dari pihak bank.
KESIMPULAN

Wadi’ah adalah penitipan, yaitu akad seseorang kepada yang lain dengan
menitipkan benda untuk dijaganya secara layak. Apabila ada kerusakan pada
benda titipan tidak wajib menggantinya, tapi bila kerusakan itu disebabkan oleh
kelalaiannya maka diwajibkan menggantinya.
Wadi’ah yang ada di perbankan syariah bukanlah wadiah yang dijelaskan
dalam kitab-kitab fiqih. Wadi’ah perbankan syariah yang saat ini dipraktekkan,
lebih relevan dengan hukum dain/piutang, karena pihak bank memanfaatkan uang
nasabah dalam berbagai proyeknya. Adanya kewenangan untuk memanfaatkan
barang, memiliki hasilnya dan menanggung kerusakan atau kerugian adalah
perbedaan utama antara wadi’ah dan dain (hutang-piutang) . Dengan demikian,
bila ketiga karakter ini telah disematkan pada akad wadi’ah, maka secara fakta
dan hukum akad ini berubah menjadi akad hutang piutang dan bukan wadi’ah.

Anda mungkin juga menyukai