Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

IMAN KEPADA ALLAH

DOSEN PEMBIMBING :

Muhammad Saefullah., M.Pd.I

DISUSUN OLEH :

1. Sheyra Nasywa Salsabila (2022150107)


2. Ilham Shofrudin (2022150108)
3. Vera Rahmadani (2022150109)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Iman adalah kepercayaan diri kepada Allah Swt, melalui ikrar dan kesaksian
terhadap dua persaksian yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi
Muhammad adalah utusan-Nya. Kesaksian ini adalah pintu awal untuk memasuki Islam.

Keimanan atau keyakinan merupakan hal dasar setiap insan dalam beragama. Setiap
muslim pasti mengakui bahwa Allah lah Maha Pencipta dan Pengatur segala sesuatu.
Pengertian tentang keimanan dan hal lain yang berkaitan dengan iman sangat perlu
dikembangkan untuk dapat memahami dengan sempurna ajaran-ajaran islam.

Iman merupakan bekal utama bagi seseorang untuk menentukan arah


kehidupannya. Hidup tanpa dilandasi iman ibarat orang yang tersesat. Orang tersesat tidak
mengerti dan tidak tahu ke mana harus melangkah. Betapa pentingnya iman ini sehingga
sebagai muslin kita semua harus betul-betul memahami hakikat iman, cara beriman, dan
kepada siapa kita harus beriman.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman Kepada Allah

Iman dalam bahasa Arab memiliki arti percaya. Sedangkan menurut istilah, iman
kepada Allah adalah mempercayai atau meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah itu ada.
Artinya, setiap umat muslim wajib mempercayai bahwa Allah itu ada dengan segala sifat
keagungan dan kesempurnaan-Nya.

Allah memerintahkan manusia untuk beriman karena iman adalah sebab turunnya
hidayah dan jalan kebahagiaan dunia akhirat. Orang mukmin akan dilapangkan hatinya oleh
Allah untuk mendapat petunjuk menuju kebaikan.

Iman dalam kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan dengan cara beribadah dan
mengamalkan amal sholeh. Dengan cara beribadah dan mengamalkan amal sholeh
menunjukkan bahwa kita menjalankan perintah Allah yang menjadi ciri orang yang
beriman.

Iman bukan sekedar ucapan lisan seseorang bahwa dirinya adalah orang mukmin.
Sebab orang-orang munafikpun dengan lisannya menyatakan hal yang sama, namun
hatinya mengingkari apa yang dinyatakan itu.

Sebagai manusia biasa yang lemah kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang
terjadi pada diri kita atas izin Allah Swt, jadi berserah dirilah kepada Allah Swt, dengan
cara berusaha, berdoa, dan berikhtiar kepada Allah. Karena Allah Swt memberi cobaan itu
pasti sesuai dengan posisi kita masing-masing, tidak ada yang kurang atau lebih.
B. Dalil dan Hadits

1. Dalil
Dalil adalah keterangan yang dijadikan bukti atau ulasan suatu kebenaran,
terutama berdasarkan ayat Al-Qur’an. Sedangkan menurut istilah, dalil adalah bukti
yang dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menyatakan sesuatu itu benar atau salah.
Menurut pendapat dari Imam Al-Amidy dalil adalah sesuatu yang dengannya
memungkinkan untuk sampai kepada pengetahuan yang bersifat berita. Dalil dibagi
menjadi dua yaitu dalil murni (aqli) dan dalil sam’i (naqli).

• Dalil Naqli

Menurut istilah dalil naqli adalah bukti-bukti atau alasan tentang kebenaran atau
ketidakbenaran berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Dalam artian lain, naqli juga
memiliki arti mengambil sesuatu dari satu tempat ke tempat lain. Artinya
mereka menuliskan hadits-hadits, menyalinnya, dan menyandarkannya pada
sumber-sumber aslinya.

Dalil naqli iman kepada Allah juga disebutkan dalam Al-Quran Surah Al-A’raf
ayat 54 yang berbunyi:

“Sesungguhnya Rabbmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam diatas ‘Arsy. Dia menutupkan malam
kepada siang dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk pada perintah-Nya. Ingatlah,
mencipta dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha penuh berkah Allah, Rabb
semesta alam.”

• Dalil Aqli

Dalil Aqli menurut bahasa adalah petunjuk yang didasarkan pada akal.
Sedangkan menurut istilah, dalil aqli adalah bukti-bukti atau alasan tentang
sesuatu itu benar atau salah yang didasarkan atas pertimbangan akal sehat
manusia.
Dalil aqli iman kepada Allah Swt, adalah adanya sistem yang teratur dalam tata
surya dan kehidupan di bumi. Mulai dari proses penciptaan, pembentukan,
pertumbuhan, dan perkembangan makhluk hidup yang ada di alam semesta ini
tunduk kepada Sunatullah. “Tidak dapat keluar darinya (Sunatullah)
bagaimanapun jua.” Kata syaikh Abu Bakar.

2. Hadist

Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang
dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan,
diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.

Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW,
baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir).

Hadits Qauliyah (ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang


diucapkannya dalam berbagai tujuan dan persuaian (situasi).

Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti


pekerjaan melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan rukun-rukunnya,
pekerjaan menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaannya mengadili dengan satu saksi
dan sumpah dari pihak penuduh.

Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah
diikrarkan oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan,
sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan
anggapan baik terhadap perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan
itu.

Fungsi hadist terhadap al-Qur’an secara umum adalah menjelaskan makna


kandungan al Al-Qur’an atau lil bayan (menjelaskan). Hanya saja penjelasan tersebut
diperinci oleh para ulama ke berbagai bentuk penjelasan.
Quraish Shihab menjelaskan keimanan kepada Allah berkaitan erat dengan
keimanan kepada hari kemudian. Memang keimanan kepada Allah tidak sempurna
kecuali dengan keimanan kepada hari akhir.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Shabiin, dan
orangorang Nasrani, siapa saja diantara mereka yang beriman kepada Allah, hari
kemudian dan beramal sholeh, maka tidak ada kekhawatiran untuk mereka dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.” (Q.S. Al-Ma’idah : 69).

C. Sifat-sifat Allah SWT

Salah satu kitab kuning yang membahas tentang aqidah ini adalah ‘Aqidah Al-Awwam
karya Sayyid Ahmad Al-Marzuki Al-Maliki, yang ditulis pada tahun 1258 H. Kitab ini
terdiri dari beberapa bab (pasal). Bab pertama membahas tentang Sifat-sifat yang wajib
dimiliki Allah, sifat jaiz (boleh) dan mustahil bagi Allah. Jumlahnya ada 41 sifat yang
terdiri atas 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil dan satu sifat jaiz bagi Allah.

Karena itu, menurut pengarang kitab ini, wajib hukumnya bagi orang mukallaf (orang
yang terbebani hukum syariat) untuk mengetahui sifat-sifat Allah tersebut. Ke-20 sifat
wajib bagi Allah adalah :

1. wujud (ada)
2. qodim (terdahulu)
3. baqa' (kekal)
4. Mukhalafatuhu li al-Hawaditsi (berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya)
5. Qiyamuhu bi Nafsihi (berdiri sendiri)
6. Wahdaniyah (Maha Esa)
7. Qudrah (Maha Berkuasa)
8. Iradah (Maha Berkehendak)
9. 'Ilmu (Maha Mengetahui)
10. Hayyu (Maha Hidup)
11. Sama' (Maha Mendengar)
12. Bashar (Maha Melihat)
13. Kalam (Maha Berbicara)
14. Kemudian Qodirun (Berkuasa)
15. Muridun (Berkendak)
16. 'Aliman (Mengetahui, Berilmu)
17. Hayyan (Hidup)
18. Sami'an (Mendengar)
19. Bashiran (Melihat)
20. Mutakalliman (Berbicara)

Sementara itu, lawan dari sifat wajib adalah mustahil. Ke-20 sifat mustahil bagi Allah
itu adalah :

1. ‘Adam (tidak ada)


2. Hudust (baru)
3. Fana (rusak)
4. Mumatsilah lilhawaditsi (sama dengan makhluknya)
5. A’damu Qiyamuhu binafsihi (tidak berdiri sendiri)
6. Ta’dud (berbilang)
7. A’juzn (dlaif; lemah)
8. Karahah (terpaksa)
9. Jahlun (bodoh)
10. Mautun (mati)
11. Shomamun (tuli)
12. ‘Umyun (buta)
13. Bukmun (bisu)
14. Kaunuhu A’jizan (Dzat yang lemah)
15. Kaunuhu Kaarihan (Dzat yang terpaksa)
16. Kaunuhu Jaahilan (Dzat yang bodoh)
17. Kaunuhu Mayyitan (Dzat yang mati)
18. Kaunuhu Ashomma (Dzat yang tuli)
19. Kaunuhu A’maa (Dzat yang buta)
20. Kaunuhu Abkamu (Dzat yang bisu)

Sedangkan sifat Jaiz (boleh) bagi Allah adalah sesuatu yang akan diciptakan tergantung
pada Allah, apakah akan diciptakan atau tidak. Keterangan ini berdasarkan firman
Allah:

“Dan Tuhanmu menetapkan apa yang Dia kehendakidan memilihnya, tidak ada pilihan
bagi mereka” (QS Al-Qashash: 68 dan Al-Baqarah: 284).

Anda mungkin juga menyukai