Anda di halaman 1dari 6

Lampiran 1

Surat Keputusan Direktur RS. Karya Medika II Tambun


No :199/SK/DIR-RSKMII/IX/2018
Perihal : Panduan Penolakan pelayanan Resusitasi
Tanggal : 28 september 2018

PANDUAN PENOLAKAN PELAYANAN RESUSITASI


(DNR)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


CPR atau Cardio Pulmonary Resuscitation adalah suatu prosedur medis yang digunakan untuk
mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernafasan spontan pasien bila seorang pasien
mengalami kegagalan jantung maupun pernafasan. CPR melibatkan ventilasi paru (resusitasi mulut ke
mulut atau mulut ke hidung) dan kompresi dinding dada untuk mempertahankan perfusi ke jaringan
organ vital selama dilakukan upaya - upaya untuk mengembalikan respirasi dan ritme jantung yang
spontan.
Semua pasien yang mengalami henti jantung dan atau henti nafas, tenaga medis harus
melakukan tindakan resusitasi, kecuali terdapat perintah DNR (Do Not Resuscitate). Perintah DNR
bersifat tertulis dengan tidak mengesampingkan keinginan pasien maupun walinya. DNR dilakukan
dengan menghormati keinginan pasien dan keluarganya. Perintah DNR dapat dibatalkan ( atau gelang
DNR dapat dimusnahkan ).
Perintah DNR untuk pasien harus tertulis baik di catatan medis pasien maupun di catatan yang
dibawa pasien sehari-hari, di Rumah Sakit atau keperawatan, atau pasien di rumah. Perintah DNR di
Rumah Sakit memberitahukan kepada staf medis untuk tidak berusaha menghidupkan pasien kembali
sekalipun terjadi henti jantung. Bila kasusnya terjadi di rumah, maka perintah DNR berarti bahwa staf
medis dan tenaga emergensi tidak boleh melakukan usaha resusitasi maupun mentransfer pasien ke
Rumah Sakit untuk CPR.
Dalam hal penerapan DNR di Rumah Sakit, maka diperlukan panduan DNR atau Do Not
Resuscitate. Agar dalam pelaksanaannya di Rumah Sakit dapat jelas, dan memiliki bukti - bukti tertulis
sebagai panduan.

DNR tidak berarti tidak mengobati atau tidak perduli. DNR hanya berarti tidak melakukan
resusitasi dengan memberikan CPR, electric shock atau obat untuk restart jantung. Jika situasi

Halaman 1 dari 6
memburuk, ada peran dalam situasi tertentu untuk membiarkan kerusakan alami dari tubuh terjadi
(Dr lauren Jodi van scoy)

1.2 DEFINISI

CPR atau Cardio Pulmonary Resuscitation adalah suatu prosedur medis yang digunakan untuk
mengembalikan fungsi jantung (sirkulasi) dan pernafasan spontan pasien bila seorang pasien
mengalami kegagalan jantung maupun pernafasan.CPR melibatkan ventilasi paru (resusitasi mulut ke
mulut atau mulut ke hidung) dan kompresi dinding dada untuk mempertahankan perfusi ke jaringan
organ vital selama dilakukan upaya - upaya untuk mengembalikan respirasi dan ritme jantung yang
spontan.
DNR atau Do-Not-Resuscitate (Penolakan resusitasi) adalah suatu perintah yang
memberitahukan tenaga medis untuk TIDAK melakukan CPR. Hal ini berarti bahwa dokter, perawat
dan tenaga emergency medis tidak akan melakukan usaha CPR emergency, bila pernafasan maupun
jantung pasien berhenti.
DNR tidak mempengaruhi pengobatan, pasien dengan DNR dapat terus mendapatkan kemoterapi,
antibiotic atau perawatan lain yang sesuai

BAB II
RUANG LINGKUP

Ada beberapa kriteria tertentu, pasien - pasien yang diberikan perintah DNR, yaitu antara lain :
1. Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil keputusan dan telah
mendapat penjelasan dari dokternya.
2. Bagi pasien yang dinyatakan tidak kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat,
atau wali yang sah yang ditunjuk oleh pengadilan, atau oleh surrogate decision-maker.
3. Dengan pertimbangan tertentu, hal - hal di bawah ini dapat menjadi bahan diskusi perihal DNR
dengan pasien atau walinya :
a. Kasus - kasus dimana langka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau CPR hanya
menunda proses kematian yang alami.
b. Pasien tidak sadar secara permanen.
c. Pasien berada pada kondisi terminal.
d. Ada kelainan atau disfungsi kronis dimana lebih banyak kerugian dibanding keuntungan jika
resusitasi dilakukan.
Secara etik DNR dapat diterima.DNR sendiri sudah dikenal luas oleh tenaga kesehatan, kuasa
hukum, pengacara dan lainnya, bahwa DNR adalah sah secara medis dan etik dengan ketentuan
tertentu.Untuk beberapa pasien, CPR justru mendatangkan lebih banyak masalah daripada
keuntungan, dan dapat bertentangan dengan keinginan atau harapan pasien itu sendiri.
Dalam proses melakukan DNR sangat dibutuhkan adanya persetujuan pasien atau keluarganya.
Dokter wajib menjelaskan kepada pasien sebelum pasien dapat memutuskan untuk DNR ( bila pasien

Halaman 2 dari 6
kompeten untuk mengambil keputusan ) kecuali dokter yakin bahwa mendiskusikan hal tersebut
dengan pasien justru akan menimbulkan dampak negatif terhadap pasien tersebut. Dalam kasus
emergency dimana tidak diketahui apa keputusan pasien mengenai CPR atau DNR, dianggap bahwa
semua pasien memberikan persetujuan untuk CPR. Bagaimanapun juga hal itu tidak berlaku bila
seorang dokter memutuskan bahwa CPR tidak berhasil.
Seorang pasien dewasa dapat memberikan persetujuan untuk DNR secara oral atau tertulis (seperti
surat wasiat ) kepada seorang dokter dengan setidaknya hadir dua saksi. Sebelum memutuskan
tentang CPR, pasien harus bicara terlebih dahulu dengan dokternya tentang kesehatannya secara
keseluruhan dan keuntungan serta kerugian dari CPR terhadap dirinya. Diskusi secara menyeluruh
lebih awal akan memastikan bahwa keinginan pasien sepenuhnya diketahui.
Jika seorang pasien tidak menginginkan CPR dan meminta DNR, seorang dokter harus
menyetujui atau jika tidak setuju, dokter dapat :
1. Mentransfer pasien ke dokter lain.
2. Memulai proses untuk menyelesaikan argumentasi atau perdebatan jika pasien berada di Rumah
Sakit atau Rumah Perawatan.
3. Jika argumentasi atau perdebatan dalam kurun waktu 2 x 24 jam tidak ada keputusan maka dokter
harus mentransfer pasien ke dokter lain.
Jika pasien tidak kompeten untuk memutuskan CPR untuk dirinya sendiri, maka harus dibuat
keputusan CPR oleh minimal dua orang dokter.Dokter harus memberitahukan hasilnya kepada pasien
dan pasien berhak untuk menyatakan keberatan. Jika seorang pasien sudah dinilai tidak kompeten
untuk memutuskan tentang CPR dan tidak memberitahukan tentang keinginannya sebelumnya,
perintah DNR dapat ditulis dengan persetujuan dari seseorang yang dipilih oleh pasien, oleh anggota
keluarga ( pasangan hidup, orang tua, anak, maupun, saudara kandung ) atau teman terdekat atau
orang yang ditunjuk dari pengadilan secara hukum.
Dalam kasus ini ada dua pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Advance directive : ini adalah dokumen yang memuat keinginan dan keputusan pasien sekiranya di
kemudian hari ia tidak mampu melakukannya. Dokumen ini dapat berbentuk surat wasiat yang
menyebutkan keinginan atau keputusan pasien dengan jelas, atau berbentuk penunjukan orang
lain yang spesifik secara khusus untuk mengambil keputusan medis atas diri pasien (durable power
of attorney for health care). Ada beberapa kontroversi tentang bagaimana surat wasiat
diinterpretasikan. Dalam beberapa kasus, surat wasiat bisa sudah dibuat jauh hari di masa lalu dan
pandangan pasien sudah banyak berubah. Ada juga kasus dimana pasien berubah pikiran tentang
keputusannya mengenai end-of-life ketika mereka benar - benar menghadapinya. Dalam kasus -
kasus seperti ini surat wasiat dapat ditinjau kembali berdasarkan komunikasi dengan anggota
keluarga, teman terdekat atau tenaga kesehatan yang memiliki hubungan yang panjang dengan
pasien.
2. Surrogate decision maker : dalam hal ini ketiadaan dokumen, orang terdekat pasien atau yang
mengenal keinginan pasien dapat membantu. Meskipun pada praktiknya, semua anggota keluarga
keluarga dapat dilibatkan dalam diskusi untuk mencapai kesepakatan secara hukum dikenal
hierarki hubungan untuk menentukan siapa yang akan menjadi wali atas pasien.
3. Wali yang sah dengan otoritas membuat keputusan medis.

Halaman 3 dari 6
4. Individu yang ditunjuk langsung oleh pasien.
5. Pasangan hidup pasien.
6. Anak pasien yang sudah dewasa.
7. Orang tua pasien.
8. Saudara kandung pasien yang sudah dewasa.

Penulisan advance directive dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :


1. Menggunakan formulir yang disediakan dari dokter.
2. Menuliskan keinginan sendiri.
3. Meminta formulir dari departemen kesehatan atau departemen pemerintah.
4. Memanggil pengacara.
5. Menggunakan software computer khusus untuk dokumen legal (tergantung hukum masing -
masing Negara ).

Sebaiknya segala sesuatu yang sudah ditulis dicek kembali oleh dokter atau kuasa hukum untuk
memastikan bahwa apa yang sudah pasien tulis dimengerti sebagaimana mestinya ( mencegah
pengertian ganda atau ambigu). Setelah semuanya selesai, sebaiknya melakukan notarisasi jika
memungkinkan dan dikopi diserahkan pada keluarga dan dokter.

Dalam keadaan apa seseorang anggota keluarga atau teman terdekat dapat mengambil keputusan
tentang DNR?

Anggota keluarga atau teman terdekat dapat memberikan persetujuan atau consent atau DNR hanya
jika pasien tidak mampu memutuskan bagi dirinya sendiri dan pasien belum memutuskan ?memilih
orang lain untuk mengambil keputusan tersebut. Contohnya dalam keadaan :
 Pasien dalam kondisi sakit terminal.
 Pasien yang tidak sadar secara permanen.
 CPR tidak akan berhasil ( medical futility ).
 CPR akan menyebabkan kondisi akan menjadi lebih buruk.
Ada beberapa keadaan dimana CPR biasanya memberikan 0% kemungkinan sukses, misalnya pada
kondisi klinis di bawah ini :
 Persistent vegetative state
 Syok septic
 Acut stroke
 Kanker metastasis 9 stadium 4
 Pneumonia berat
Siapapun yang mengambil keputusan bagi pasien harus mendasarkan keputusan pada keinginan
personal pasien, meliputi agama dan keyakinan dan kepercayaan moral pasien, atau bila keinginan
tidak diketahui, keputusan harus selalu didasarkan pada keinginan pasien.
Bagaimana jika ada anggota yang tidak setuju?

Halaman 4 dari 6
Dalam Rumah Sakit atau Rumah Perawatan, keluarga pasien dapat meminta untuk memediasi
ketidaksetujuan dokter dan meminta mediasi bila ia menemukan adanya ketidaksetujuan atau
kesepakatan di antara anggota keluarga pasien.
Bagaimana bila pasien kehilangan kemampuannya untuk membuat keputusan tentang CPR dan tidak
memiliki seorangpun yang bisa mengambil keputusan untuk dirinya?
Perintah DNR dapat ditulis jika ada dua dokter yang memutuskan bahwa CPR tidak akan berhasil atau
jika pengadilan secara hukum mensahkan DNR terhadap pasien tersebut. Oleh karena itu, sangat
dianjurkan pada pasien untuk mendiskusikan hal DNR ini terlebih dahulu dengan dokternya lebih
awal.
Siapa yang bisa memberikan persetujuan atau consent tentang DNR pada anak?
Orang tua pasien atau wali pasien anak tersebut. Jika seorang anak telah cukup umurnya untuk
mengerti dan memutuskan tentang CPR, maka persetujuan dibuat atas consent anak yang
bersangkutan.
Bagaimana bila pasien berubah keputusan setelah DNR ditulis?
Pasien atau siapapun yang memberikan consent tentang DNR tersebut dapat membatalkan atau
mencabut consent nya dengan memberitahu dokter atau perawat atau siapapun tentang
keputusannya. Selama pada saat mengubah keputusan tersebut, pasien dalam keadaan kompeten
yang berarti mampu berpikir rasional dan memberitahukan keinginannya dengan jelas.Perubahan itu
sebaiknya disahkan secara hukum dan diketahui pula oleh dokter dan anggota keluarga.
Bagaimana bila pasien ditransfer ke ruang perawatan lainnya?
DNR tetap berlaku sampai dokter yang memeriksa memutuskan lain. Bila hal itu terjadi, dokter
tersebut wajib memberitahu hal tersebut kepada pasien atau siapapun yang berwenang memutuskan
untuk pasien dalam mendapatkan persetujuan.
Di beberapa Negara sudah ada aturan yang mewajibkan pasien mengenakan gelang tentang
keputusannya apakah memilih CPR atau DNR.

BAB III
KEBIJAKAN
Seluruh karyawan di lingkungan Rumah Sakit Karya Medika II dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien wajib memperhatikan hak pasien sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 pasal 32.

BAB IV
TATA LAKSANA

Penatalaksanaan dalam proses menjalankan perintah DNR di Rumah Sakit Umum Karya Medika 2
adalah sebagai berikut :
1. Mengisi formulir DNR. Tempatkan salinan pada rekam medis pasien.
2. Memasang tanda tulisan “DNR” di tempat – tempat yang mudah dilihat seperti headboard, pintu
kamar atau kulkas.

Halaman 5 dari 6
3. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan tangan atau kaki ( jika
memungkinkan ).
4. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila ada perubahan
keputusan yang terjadi dan catat dalam formulir DNR di status pasien.
5. Bila keputusan DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya pada catatan medis rawat inap
terintegrasi lalu gelang DNR dan tanda “DNR dimusnahkan.
6. Dokumentasikan bahwa status DNR telah ditetapkan dan ditetapkan oleh siapa.
7. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang merawat dan
wali yang sah. Dalam hal ini catatan DNR di rekam medis harus pula dibatalkan dan gelang DNR (
jika ada ).

BAB V
DOKUMENTASI

1. Formulir jangan dilakukan resusitasi (DNR)


2. Surat pernyataan jangan dilakukan resusitasi
3. Catatan Medis Rawat Inap Terintegrasi.

Halaman 6 dari 6

Anda mungkin juga menyukai