Anda di halaman 1dari 23

BAB III

PERAMALAN INJEKSI AIR (WATERFLOODING)

3.1. Injeksi Air (Waterflooding)


Waterflooding merupakan metode perolehan tahap kedua dengan
menginjeksikan air ke dalam reservoir untuk mendapatkan tambahan perolehan
minyak yang bergerak dari reservoir menuju ke sumur produksi setelah reservoir
tersebut mendekati batas ekonomis produktif melalui perolehan tahap pertama.
Keuntungan dari pelaksanaan Waterflooding dibandingkan dengan metode
perolehan tahap kedua yang lainnya (gas flooding), antara lain adalah :
 tersedia dalam jumlah yang melimpah,
 relatif mudah diinjeksikan dan mampu menyebar melalui formasi bearing
minyak, dan
 lebih efisien dalam mendesak minyak.
Penginjeksian air bertujuan untuk memberikan tambahan energi kedalam
reservoir. Pada proses pendesakan, air akan mendesak minyak mengikuti jalur-
jalur arus (stream line) yang dimulai dari sumur injeksi dan berakhir pada sumur
produksi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1, yang menunjukkan
kedudukan partikel air yang membentuk batas air-minyak sebelum breakthrough
(a) dan sesudah breakthrough (b) pada sumur produksi.

s u m u r p ro d u k s i B
A

A D
C
B
D
s u m u r in je k s i
E E

(a ) (b )

Gambar 3.1.Kedudukan Air Sepanjang Jalur Arus


(a)
sebelum dan (b) sesudah Tembus Air Pada Sumur Produk6)

13
3.1.1. Injeksi Air Sebagai Secondary Recovery
Pada reservoir minyak, tekanan reservoir akan berkurang selama produksi
berlangsung. Penurunan tekanan reservoir di bawah tekanan jenuh (bubble point)
dari hidrokarbon mengakibatkan keluarnya gas (komponen hidrokarbon yang
ringan) dari minyak. Gelembung gas akan membentuk fasa yang
berkesinambungan dan mengalir ke arah sumur-sumur produksi, bila saturasinya
melampaui harga saturasi equilibrium. Terproduksinya gas ini akan mengurangi
energi yang tersedia secara alami untuk memproduksikan minyak, sehingga
jumlah minyak yang dapat diproduksikan (recovery) secara alami dapat berkurang
pula. Secara umum dapat dikatakan bahwa penurunan tekanan yang tidak
dikontrol memberi kontribusi terhadap pengurangan recovery.
Penurunan tekanan reservoir dapat diperlambat secara alami bila
penyerapan reservoir oleh sumur-sumur produksi diimbangi oleh perembesan air
kedalam reservoir dari aquifer. Air ini berperan sebagai pengisi atau pengganti
minyak yang terproduksi, selain itu dapat berperan sebagai media pendesak.
Produksi minyak yang mengandalkan tenaga pengembangan dari gas yang keluar
dari larutan (depletion drive). Hal inilah yang menyebabkan orang melakukan
proses penginjeksian air (waterflooding) dari permukaan bumi ke dalam reservoir
minyak.
Injeksi air merupakan metode tahap kedua, dimana air diinjeksikan ke
dalam reservoir untuk mendapatkan perolehan minyak agar dapat bergerak dari
reservoir menuju sumur produksi setelah reservoir tersebut mendekati batas
ekonomis produktif melalui perolehan tahap pertama. Penginjeksian air yang
dimaksud disini merupakan penambahan energi kedalam reservoir melalui sumur-
sumur injeksi. Air akan mendesak minyak mengikuti jalur-jalur arus (stream line)
yang dimulai sumur dari injeksi dan berakhir pada sumur produksi.
Gambar 3.2 menunjukkan proses terjadinya waterflooding dari sebuah
sumur “x”, dalam format 3 dimensi. Dimana air diinjeksikan dari sebuah sumur
injeksi yang kemudian secara perlahan mendesak fluida minyak untuk mengalir
menuju sumur produksi.

14
Gambar 3.2. Proses Terjadinya Wateflooding 6)

3.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi Waterflood


Injeksi air merupakan salah satu metode pengurasan tahap lanjut. Injeksi
air dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan tujuannya yaitu :

1. Waterflooding yaitu metode secondary recovery dimana air di injeksikan


kedalam reservoir untuk meningkatkan oil recovery saat reservoir setelah
mencapai batas ekonominya setelah dilakukan metode primary recovery.
2. Pressure maintenance yaitu suatu proses menginjeksikan air ke dalam
reservoir dengan maksud memberikan energi tambahan agar kinerja reservoir
tersebut meningkat dari keadaan sebelumnya. Proses injeksi ini dilakukakan
pada saat kondisi reservoir belum pada atau dibawah kondisi ekonomiknya.
Banyak faktor-faktor penting yang ada pada waterflooding juga
merupakan faktor penting dalam pressure maintenance. Jadi sangat sulit untuk
memisahkan kedua proses ini karena memiliki faktor yang sama. Dalam
menentukan kemungkinan sebuah reservoir dilakukan waterflooding atau
pressure maintenance, ada beberapa faktor yang di pertimbangkan yaitu geometri
reservoir, lithologi, kedalaman reservoir, porositas, permeabilitas, kontinuitas sifat
fisik batuan reservoir, distribusi dan saturasi fluida, hubungan sifat fisik fluida dan
permeabilitas relatif dan waktu yang tepat untuk injeksi air.

3.2.1. Geometri Reservoir

15
Langkah pertama dalam penyusunan informasi reservoir untuk
menentukan kemungkinan diterapkannya injeksi air adalah menentukan geometri
reservoir. Struktur dan stratigrafi menjadi acuan dalam penempatan sumur dan
pengembangannya kedepan.

3.2.2. Kedalaman Reservoir


Kedalaman reservoir merupakan salah satu faktor yang harus
dipertimbangkan dalam injeksi air. Jika kedalaman reservoir terlalu besar untuk
pemboran kembali dari segi ekonomi dan jika sumur tua dapat dijadikan sebagai
sumur injeksi dan produksi, serta kemungkinan recovery yang rendah, mungkin
sebaiknya membuat sumur baru. Terutama pada lapangan tua dimana spasi sumur
yang ada belum diteliti dan dimana pengembangn infill belum secara luas
diterapkan.
3.2.3. Litologi dan Sifat Fisik Batuan
Lithologi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam efisiensi injeksi air.
Faktor litologi yang mempengaruhi injeksi adalah porositas, permeabilitas dan
kandungan clay. Pada beberapa sistem reservoir yang kompleks, hanya sebagian
kecil dari porositas total seperti porositas rekahan, akan mempunyai permeabilitas
yang cukup efektif pada operasi injeksi air.
Meskipun terdapat beberapa bukti bahwa mineral clay yang terdapat pada
oil sand dapat menyumbat pori dengan swelling dan defloculating ketika injeksi
air digunakan, namun belum ada data yang tersedia bagaimana proses ini terjadi.
Pengaruh ini tergantung pada mineral clay, bagaimanapun perkiran akibat
penyumbatan pori ini mungkin dapat dihitung di laboratorium.
3.2.4. Porositas
Total recovery dari sebuah reservoir memiliki hubungan secara langsung
dengan porositas, karena porositas menentukan jumlah hidrokarbon dan juga
memberikan presentasi dari saturasi oil. Porositas dalam suatu reservoir biasanya
bervariasi, dan untuk menentukan porositas rata-rata dengan menggunakan
perhitungan aritmatika yang ditentukan dari simple core. Jika datanya cukup maka
dapat dibuat peta iso-porositas yang fungsinya untuk mngetahui distribusi
penyebaran porositas.
3.2.5. Permeabilitas

16
Besarnya permeabilitas batuan reservoir sangat berpengaruh dalam
perencanaan injeksi air. Laju injeksi air dapat dikontrol dalam sumur injeksi untuk
tekanan yang spesifik pada sandface. Oleh karena itu, dalam penentuan
kecocokan reservoir untuk injeksi air, permeabilitas dibutuhkan untuk (1) tekanan
injeksi maksimum yang diijinkan dari kedalaman yang dipertimbangkan, dan (2)
hubungan laju alir dan spasi dari data tekanan/permeabilitas.
Variasi permeabilitas menjadi perhatian di beberapa tahun terakhir ini.
Karena keseragaman permeabilitas pada dasarnya menentukan keberhasilan
injeksi air, karena perhitungan kuantitas air yang diinjeksikan harus ditangani.
Jika tidak ada korelasi permeabilitas antar sumur, kemungkinan besar zona antar
permeabilitas yang besar tidak kontinyu sehingga channeling fluida injeksi akan
berkurang daripada perhitungan kinerja sumur.
3.2.6 Distribusi Saturasi Fluida
Dalam penentuan kemungkinan reservoir untuk injeksi air, tentu saja
saturasi minyak yang tinggi akan lebih dipilih karena lebih cocok daripada
saturasi minyak yang lebih rendah. Biasanya, saturasi minyak yang terbesar pada
awal operasi injeksi, maka recovery yang besar juga akan didapat. Ultimate
recovery semakin tinggi, bypassing air akan berkurang dan kemungkinan investasi
yang kembali semakin besar pula.
Hal menarik lainnya adalah pengukuran saturasi awal interstitial water.
Hal ini sangat penting dalam penentuan saturasi minyak awal. Leverett dan Lewis
serta peneliti lainnya menunjukkan eksperimennya, sebagai fraksi PV, oil
recovery dengan solution gas drive pada dasarnya bergantung pada saturasi air
connate. Selain itu, jumlah minyak sisa setelah penurunan gas terlarut (solution
gas depletion) berbanding terbalik dengan saturasi air. Manfaat yang disebutkan di
sini adalah pengaruh dari saturasi air awal pada pembentukan akumulasi minyak
di depan water front.

3.2.7. Hubungan Sifat Fisik Fluida dan Permeabilitas Relatif


Sifat fisik fluida reservoir juga berpengaruh pada kelayakan injeksi air. Hal
yang paling penting diantara sifat fisik fluida adalah viskositas minyak. Viskositas
minyak mempengaruhi mobility ratio. Permeabilitas relatif batuan reservoir juga
merupakan faktor dalam mobility ratio, sebagaimana viskositas mendesak fluida

17
(air). Mobility pada fasa tungggal misalnya minyak adalah perbandingan
permeabilitas minyak terhadap viskositas minyak (k o/µo). Mobility ratio (M)
adalah perbandingan mobilitas fluida pendesak tehadap mobilitas fluida yang
didesak. Semakin besar mobility ratio maka semakin kecil recovery pada saat
breakthrough, karena itu air yang diproduksikan lebih banyak. Hal ini
dikarenakan :
1. Pada saat breakthrough daerah yang disapu lebih kecil
2. Pengaruh stratifikasinya sangat tinggi.
Minyak dengan viskositas yang tinggi (gravity rendah), primary recovery
umumnya rendah dan pengurangannya lebih sedikit daripada minyak dengan
viskositas yang rendah. Kecenderungan ini mengimbangi pengaruh buruk minyak
viskositas yang tinggi karena seringkali menghasilkan saturasi minyak yang besar
pada awal operasi injeksi air.

3.3. Penentuan Lokasi Sumur Injeksi-Produksi


Pada umumnya dipegang prinsip bahwa sumur-sumur yang sudah ada
sebelum injeksi dipergunakan secara maksimal pada waktu berlangsungnya
injeksi nanti. Jika masih diperlukan sumur-sumur baru maka perlu ditentukan
lokasinya. Untuk memilih lokasi sebaiknya digunakan peta distribusi cadangan
minyak tersisa. Di daerah yang sisa minyaknya masih besar mungkin diperlukan
lebih banyak sumur produksi daripada daerah yang minyaknya tinggal sedikit.
Peta isopermeabilitas juga membantu dalam memilih arah aliran supaya
penembusan fluida injeksi (breakthrough) tidak terjadi terlalu dini.
3.4. Penentuan Pola Sumur Injeksi-Produksi
Salah satu cara untuk meningkatkan faktor perolehan minyak adalah
dengan membuat pola sumur injeksi-produksi, yang bertujuan untuk mendapatkan
pola penyapuan yang seefisien mungkin. Tetapi kita harus tetap memegang prinsip
bahwa sumur yang sudah ada sebelum injeksi harus dapat digunakan semaksimal
mungkin pada waktu berlangsungnya injeksi nanti.
Pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan pola sumur injeksi produksi
tergantung pada:

18
1. Tingkat keseragaman formasi, yaitu penyebaran permeabilitas ke arah lateral
maupun ke arah vertikal.
2. Struktur batuan reservoir meliputi patahan, kemiringan, dan ukuran.
3. Sumur-sumur yang sudah ada (lokasi dan penyebaran).
4. Topografi.
5. Ekonomi.
Pada operasi waterflooding sumur-sumur injeksi dan produksi umumnya
dibentuk dalam suatu pola tertentu yang beraturan, misalnya pola tiga titik,lima
titik, tujuh titik, dan sebagainya. Pola sumur dimana sumur produksi dikelilingi
oleh sumur-sumur injeksi disebut dengan pola normal. Sedangkan bila sebaliknya
yaitu sumur-sumur produksi mengelilingi sumur injeksi disebut dengan pola
inverted. Masing-masing pola mempunyai sistem jaringan tersendiri yang mana
memberikan jalur arus berbeda-beda sehingga memberikan luas daerah penyapuan
yang berbeda-beda. Diantara pola-pola yang paling umum digunakan :
1. Direct line drive : sumur injeksi dan produksi membentuk garis tertentu
dan saling berlawanan. Dua hal penting untuk diperhatikan dalam sistem ini
adalah jarak antara sumur-sumur sejenis (a) dan jarak antara sumur-sumur tak
sejenis (b)
2. Staggered line drive : sumur-sumur yang membentuk garis tertentu dimana
sumur injeksi dan produksinya saling berlawanan dengan jarak yang sama
panjang, umumnya adalah a/2 yang ditarik secara lateral dengan ukuran
tertentu.
3. Four spot : terdiri dari tiga jenis sumur injeksi yang membentuk segitiga
dan sumur produksi terletak ditengah-tengahnya.
4. Five spot : Pola yang paling dikenal dalam waterflooding dimana sumur
injeksi membentuk segi empat dengan sumur produksi terletak ditengah-
tengahnya.
5. Seven spot : sumur-sumur injeksi ditempatkan pada sudut-sudut dari
bentuk hexagonal dan sumur produksinya terletak ditengah-tengahnya.

19
d ir e c t l in e d riv e s ta g g e re d li n e d riv e

re g u la r sk e w e d
f o u r s p o t p a t te rn f o u r s p o t p a tte rn

fi v e s p o t p a tte rn

se v e n s p o t p a tt e r n in v e r te d
s e v e n s p o t p a tt e rn

n in e s p o t p a tte rn in v e r te d
n in e s p o t p a tte rn

in je c t io n w e ll p r o d u c tio n w e ll

Gambar 3.3. Pola-pola Sumur Injeksi-Produksi6)

3.5. Mobilitas Ratio


Mobilitas ratio merupakan elemen yang berpengaruh dalam mengontrol
efisiensi penyapuan areal dalam operasi waterflood. Mobilitas fluida injeksi (air)
haruslah rendah dan mobilitas minyak haruslah cukup tinggi agar didapatkan
efisiensi penyapuan areal yang tinggi dan hal tersebut yang mempengaruhi
peningkatan perolehan minyak.
Mobilitas ratio akan tetap konstan sampai terjadinya breakthrough
(penerobosan air), sehingga saturasi air rata-rata di belakang front tetap konstan
dan permeabilitas relatif air tidak berubah.. Setelah breakthrough, mobilitas ratio
tidak lagi konstan, melainkan meningkat sejalan dengan saturasi air rata-rata
sehingga permeabilitas air pun meningkat.

Mobilitas ratio didefinisikan sebagai perbandingan dari mobilitas fluida


pendesak dengan fluida yang didesak, dan dituliskan dalam suatu persamaan
sebagai berikut :

20
 k
  displacing
D
  
d  k
  displaced
 
M= .....................................................................(3-1)

Dimana :

λD : mobilitas fasa pendesak(displacing) di belakang front

λd : mobilitas fasa yang didesak (displaced) didepan front.

. Hasil perhitungan yang diperoleh berdasarkan persamaan (3-1) dapat


diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

a. Jika M = 1
Artinya besarnya mobilitas fluida pendesak dan fluida yang didesak besarnya
sama
b. Jika M > 1
Artinya besarnya mobilitas fluida pendesak lebih besar bila dibandingkan
dengan mobilitas fluida yang didesak sehingga air sebagai fluida pendesak akan
menerobos minyak sehingga terjadi apa yang disebut channeling. Kondisi ini
memberikan efisiensi pendesak air tidak baik sehingga tidak mendukung untuk
dilakukan waterflooding.
c. Jika M<1
Artinya besarnya mobilitas fluida pendesak lebih kecil daripada mobilitas
fluida yang didesak. Kondisi ini yang diharapkan karena efisiensi penyapuan
fluida pendesak terhdap fluida yang didesak sangat baik. Fluida pendesak (air)
dapat menyapu minyak (fluida yang didesak) dengan bersih karena pergerakan
secara perlahan dalam menyapu minyak, hal ini meningkatkan saturasi minyak
didepan front. Pola yang dianjurkan pada kondisi ini yaitu lebih banyak sumur
injeksi daripada sumur produksi.

3.6. Konsep Pendesakan Fluida


Mekanisme pendesakan minyak oleh air pada prinsipnya adalah bahwa air
bergerak dari daerah saturasi air yang tinggi ke daerah saturasi air yang rendah.
Karena itu air akan mendesak minyak dengan mengubah daerah yang telah

21
didesaknya menjadi bersaturasi air lebih tinggi. Hal ini bertujuan agar pada titik
injeksi saturasi air didalam reservoar bernilai tinggi dengan kata lain jika saturasi
air tinggi berarti volume pori yang terisi oleh air juga tinggi karena saturasi air
dengan volume pori yang diisi air berbanding lurus. Sebaliknya pendesakan
minyak oleh air dengan penginjeksian yang sifatnya kontiniyu akan memperkecil
saturasi minyak yang ada di belakang front, tepatnya pada titik injeksinya.
Kondisi ini memang diharapkan karena mengupayakan minyak sisa yang berada
di titik injeksi terus berkurang dan mengalir menuju sumur produksi.
Di dalam segi pendesakan dikenal dua konsep, pendesakan torak dan
pendesakan desaturasi. Pendesakan desaturasi menganggap saturasi fluida
pendesak (air) di zona minyak yang telah didesak bervariasi dari (1-Sor) hingga
Swf. Harga (Sw = 1-Sor) adalah saturasi air pada titik injeksi, sedang harga (S w
= Swf) adalah saturasi air pada front. Gambar 3.4. memperlihatkan profil ideal
saturasi air dengan konsep pendesakan desaturasi.
Dibelakang front, saturasi minyak berkisar dari (S or) pada titik injeksi (x =
o) hingga (So = 1 – Swf) pada front. Ini berarti masih ada minyak yang mengalir
bersama-sama dengan air di belakang front. Sebaliknya hanya minyak yang
mengalir di muka front apabila (Sw = Swc) yang tidak lain adalah saturasi
ekuilibrium dari air.

Gambar 3.4. Profil Saturasi Air Berdasarkan Konsep Desaturasi7)


Pendesakan torak menganggap bahwa dibelakang front hanya fluida pendesak
(air) yang mengalir, sedang didepan front hanya fluida yang didesak
(minyak)yang mengalir. Gambar 3.5. memperlihatkan profil saturasi yang ideal
dari pendesakan torak.

22
Teori pergerakan front (frontal advance theory) didasarkan pada
beberapa anggapan, yaitu

 Aliran yang mantap (steady state)


 Sistem pendesak immiscible (tidak tercampur)
 Fluida tidak dapat di mampatkan (incompressible)
 Aliran terjadi pada media berpori yang homogen

Gambar 3.5. Profil Saturasi Air Berdasarkan Konsep Pendesakan Torak7)

3.7. Efisiensi Pendesakan


Efisiensi pendesakan adalah perbandingan antara volume hidrokarbon yang
dapat didesak dari pori-pori dengan volume hidrokarbon total dalam pori-pori
tersebut . Dalam prakteknya efisiensi pendesakan merupakan fraksi minyak atau
gas yang dapat didesak setelah dilalui oleh front dan zona transisinya.

Pada kasus pendesakan linier, contohnya media berpori berbentuk silinder


kemudian semua pori-pori di belakang front dapat diisi oleh fluida pendesaknya,
maka efisiensi volumetrik akan mencapai 100% dan hubungan umum yang
menunjukkan efisiensi pendesakan adalah sebagai berikut :

Soi  S or
Ed 
S oi
.......................................................................................... (3-2)

dimana :
Ed = efisiensi pendesakan, fraksi
Soi = saturasi minyak mula (pada awal pendesakan), fraksi volume
pori-pori

Pada prakteknya Sor dan Ed harganya akan tetap sampai pada bidang front
mencapai titik produksinya. Pada saat dan sebelum breaktrough terjadi, efisiensi
pendesakan ditunjukkan oleh Persamaan :

23
S  (S or ) BT
(E d ) BT  oi
Soi
.......................................................................... (3-3)
Harga Sor akan berkurang dan Ed akan bertambah dengan terus berlalunya
zona transisi melalui sumur produksi, sehingga setelah zona transisi ini berlalu
akan diperoleh harga Sor minimum yang merupakan harga saturasi minyak
irreducible dan efisiensi pendesakan mencapai harga maksimum, sesuai dengan
Persamaan :

S  (S or ) min
(E d ) max  oi
Soi
........................................................................ (3-4)

3.8. Peramalan Kinerja Injeksi Air


Pada bagian ini akan dibahas mengenai peramalan kinerja (performance)
injeksi air dengan menngunakan beberapa metode untuk menghitung kemampuan
injeksi air. Metode yang pertama kali dikembangkan untuk penerapan pada
reservoir yang berlapis yaitu metode Stiles dan Dykstra-Parsons. Metode Stiles
berdasarkan asumsi bahwa pergerakan fluida terjadi dengan cara seperti piston,
pada bidang linear yang memiliki permeabilitas yang spesifik dan laju
kemampuan injeksi sebanding dengan permeabilitas bidang. Metode Dykstra-
Parsons memperkirakan kemampuan injeksi air berdasarkan pertimbangan
mobilitas fluida yang sebenarnya dengan asumsi mobilitas yang sama untuk fluida
pendesak dan didesak. Dengan pengecualian ini, asumsi dasar dari kedua metode
ini pada dasarnya sama.
Untuk menggambarkan pergerakan air atau minyak pada reservoir yamg
homogen, ada dua metode yang sangat penting yaitu Metode Buckley-Leverett dan
Metode Welge. Pada dasarnya kedua metode ini memberikan penjelasan dasar
karakteristik pergerakan air atau minyak pada bagian reservoir yang linear dengan
sifat-sifat reservoir yang homogen.

3.8.1. Metode Buckley-Leverett (Frontal Advance Calculation)


Frontal advance calculation berasal dari konsep fractional flow yang
dikenalkan oleh Levertt pada tahun 1942. Metode ini merupakan metode yang

24
paling mudah dan terbanyak digunakan untuk perhitungan fluid displacement
untuk kondisi tidak bercampur).
Asumsi dari pendekatan metode ini adalah :
 Aliran dalam media horizontal
 Air merupakan fasa yang diinjeksikan ke dalam fasa minyak di dalam
reservoir.
 Minyak dan air dalam kondisi immisible (tidak bercampur)
 Minyak dan air mengikuti sistem fluida imcompressible
 Pengaruh gravity dan capillary pressure diabaikan
Persamaan yang digunakan untuk menghitung efisiensi pendesakan
dikembangkan pertama kali oleh Buckley-Leverret, yang didasarkan pada
persamaan Darcy :

 k P 
V      sin  
 s 
................................................................................(3-5)

Dimana :

s = sumbu yang searah dengan aliran, ft


α = sudut kemiringan
ρ = massa jenis, gr/cc
k = permeabilitas, md
P = tekanan, psi
V = laju aliran
Untuk aliran horizontal, persamaan (3-5) berubah menjadi :
 k dP
V 
 ds
................................................................................................(3-6)
Jika dua macam fluida yang mengali, misalkan air dan minyak, maka
persamaan aliran untuk masing-masing fasa menjadi :
k  P 
Vw   w    w g sin  
 w  ds 
......................................................................(3-7)
k  P 
Vo   o    o g sin  
 o  ds 
.......................................................................(3-8)
Dengan pengaturan selanjutnya gabungan dari Persamaan (3-7) dan
Persamaan (3-8) menjadi :

25
 w q w  o qo d
  Po  Pw    Pw  Po  sin 
A Kw A Ko ds

d
  g P sin 
ds
................................................................(3-9)
q
  A  Luas penampang
A
qt  qo  q w
Jika ...............................................................................................(3-10)
Maka Persamaan (3-7) menjadi :
 w q w  o qt  o q w dPc
    g P sin 
A K w A K o A K o ds
.....................................................(3-11)
 o qt
ko
Dengan cara membagi Persamaan (3-10) dengan dan

qw
fw 
qt
mendefinisikan fraksi aliran , maka :
k A  dP 
1 o  c  g P sin  
qt  o  ds 
fw 
k 
1 o  w
k w o
................................................................(3-12)
Dimana :
fw = fraksi air pada aliran
ko/kw = permeabilitas relatif formasi single phase
µo = viskositas minyak, cp
µw = viskositas air, cp
ko = permeabilitas efektif minyak, md
kw = permeabilitas efektif air, md
A = luas penampang, sq ft
qt = total laju alir, B/D
q = laju alir fluida per unitcross section
Pc = tekanan kapiler, psi
L = jarak sepenjang arah pengukuran, ft
Δp = perbedaan densitas antara minyak dan air, g/cm3
θ = sudut kemiringan formasi secara horizontal
G = percepatan gravitasi

26
Dalam unit praktis, persamaannya menjadi

k o A dPc
1  0,001127  0,433 P sin 
qt  o ds
fw 
k 
1 o w
kw o
................................................(3-13)

Data tekanan kapiler umumnya dinyatakan sebagai fungsi dari (S w)


gradient

dPc
ds
tekanan kapiler dapat dinyatakan dalam hubungan :

dPc dPc dS w

ds ds w ds
.........................................................................................(3-14)

dPc
dS w
Dimana harga diperoleh dari grafik tekanan kapiler. Akan tetapi

dS w
ds
sulit diperoleh, atau tidak diketahui sama sekali. Berdasarkan hal itu untuk

dPc
ds
segi praktisnya maka harga diabaikan. Jadi persamaan fraksi aliran mnjadi :

ko A
1  0,0048   sin  
 o qt
fw 
k 
1 o w
kw o
...............................................................(3-15)

Persamaan ini akan lebih sederhana bila aliran terjadi dalam arah
horizontal, α = 0.

27
1
fw 
k 
1 o w
kw o
.........................................................................................(3-16)

Bila pendesakan minyak terjadi pada temperatur konstant dengan harga


viskositas minyak dan air tertentu, maka Persamaan (3-16) hanya merupakan
fungsi langsung dari saturasi. Persamaan fraksi aliran jika diplot dalam kertas
milimeter akan menghasilkan kurva seperti ditunjukan pada Gambar 3.6. dengan
saturasi antara Swc dan 1 – Sor dimana fraksi aliran bertambah dari nol sampai satu.

Gambar 3.6. Kurva Fraksi Aliran Sebagai Fungsi Dari Saturasi Air7)

Pada kasus wáter drive, pengabaian pengaruh perbedaan tekanan kapiler


dan kemiringan reservoir , menjadi signifikan. Persamaan fractional flow menjadi

28
1
fw 
1 k 
f w= 1 o w
1+ ( k o /k w )( μ w /μ o ) kw o
..................................................................

............................ (3-17)

Dimana keadaanya fraksi air pada aliran adalah fungsi hubungan


permeabilitas relatif dimana konstan untuk setiap tekanan reservoir. Karena
merupakan fungsi saturasi, Buckley dan Leverett memberikan persamaan frontal
advance pada konsep dasar permeabilitas relatif.

5.615q1  f w 
5.615 q1 ∂ f w L  
L=
∅A ∂ sw ( ) sw
A  S w  Sw

............................................................

........................ (3-18)
Dimana
L = jarak, ft
q1 = total laju alir, B/D
θ = porositas
A = luas area, sq ft
t = waktu, hari

3.8.2 Metode Welge (1952)


Asumsi yang digunakan sama dengan Buckley-Laverett untuk menentukan
Swf, yaitu dengan mengintregrasikan distribusi saturasi dari titik injeksi ke front
sehingga didapat Sw rata-rata di belakang front. Metode Welge adalah metode
secara grafis seperti gambar di bawah ini.
I n je c tio n P ro d u c tio n
1 - Sor
=
Sw
Sw Sw f

Sw c

X 1 X X 2

29
Gambar 3.7.Distribusi Saturasi Air sebagai Fungsi Jarak sebelum Breakthrough 7)

Persamaan yang digunakan berdasarkan persamaan material balance :



Wi  x 2 A S w  S w 
.......................................................................... (3-
19)
keterangan :
Wi = total air yang diinjeksikan, bbl
x = jarak dari titik injeksi, ft
A = luas daerah, sq ft
 = porositas, fraksi
Sw
= saturasi air rata-rata, % PV
Swc = saturasi air connate, % PV

Langkah-langkah perhitungan secara grafis adalah :


1. Menentukan saturasi rata-rata di belakang front
1
Wi df
S w  S wc   w S wf
x 2 A dS w

............................................................ (3-
20)
2. Menentukan saturasi front
1  f w S wf
S w  Swf 
df w df w
S wf
dS w dS w
; fw dan keduanya untuk front ............ (3-21)

Persamaan (3-20) dan (2-21) disamakan, maka diperoleh :


df w 1  f w S wf  1
S wf  
dS w S w  S wf S w  S wf
................................................ (3-22)
Untuk memenuhi persamaan tersebut, maka diperlukan grafik seperti pada
Gambar 3.8.

30
Pada Gambar 3.8. tersebut di atas ditarik garis tangensial dari (Sw = Swc ; fw =

f w S wf
0) ke titik (Sw = Swf – fw = ) dan garis tersebut memotong fw = 1 di (Sw =

Sw
; fw = 1), persamaan tersebut harus dipenuhi secara simultan.

Grafik fw = f(Sw) dipenuhi dengan persamaan :

1
fw 
 w k ro
1
k rw  o
................................................................................ (3-23)

=
f w =1 Sw

Sw f , f w|
Sw f

fw

Sw c 1 - Sor
Sw
Gambar 3.8. Grafik Welge untuk Saturasi Front Pendesakan7)

3.9. Langkah kerja metode Buckley-Leverett-Welg


Berikut adalah langkah kerja metode Buckley-Leverett-Welg adalah sebagai
berikut antara lain :

1. Siapkan data pendukung :


- Luas sistem linear ( A )
- Tebal lapisan ( h )

31
- Porositas (φ )
- Permeabilitas formasi ( k )
- Saturasi air konat (Swc )
- Saturasi minyak residu ( Sor )
- Viskositas minyak pada kondisi reservoir ( μo )
- Viskositas air injeksi ( μw )
- Faktor volume formasi pada saat injeksi akan dimulai ( Bo )
- Kurva permeabilitas relatif ( kro dan krw)

2. Tentukan konstanta a dan b dari hasil plotting “kro/krw Vs Sw”

Gambar 3.9. semilog plot “kro/krw vs Sw”9)

kro
=ae(−bsw) …………………………………………………………... (3-24)
krw

3. Hitung fractional flow (fw) dari persamaan :


μw
1+ ae (−bsw )
μo
¿ ……………………………………………. (3-25)
1
fw=
¿
dfw
4. Hitung dsw dari persamaan :

32
μw
b ae(−b sw)
dfw μo
=
dsw μw 2 ………………………………………… (3-
(
1+
μo
ae(−b sw) )
26)

dfw
5. Plotting “sw vs fw, dsw ”

Grafik 3.1. fractional flow9)

Grafik 3.2. sw vs fw,dfw/dsw9)

6. Tarik garis lurus dari Swc menyinggung kurva fw vs Sw . Dari garis


singgung ini diperoleh :

a. Titik singgung antara garis tersebut dengan kurva memberikan Sw = Swbt


b. Titik potong antara garis. tersebut dengan garis fw = 1 menghasilkan
saturasi air rata-rata sistem pedesakan pada saat breakthrough ( Swbt )

33
Catatan :
Untuk Sw dalam sistem yang lebih besar dari Swc.

7. Perolehan minyak pada saat breakthrough dapat dihitung dengan


persamaan :

Vp x ( swavg−swi )
Np= ……………………………………………….
Bo

(3-27)

8. Kinerja proses injeksi air setelah breakthrough, yang dinyatakan dalam


Np , WOR dan qo sebagai fungsi dari waktu, dapat dihitung mengikuti
runtunan berikut ini :
a. Siapkan format tabel yang mencerminkan runtunan perhitungan.
dfw Oil cut
fw fw Swa tinj,
Swf r s dsw Qi Wi vg Ed (surface Np qo wor
day
)
(2 (3 (6 (1 (12 (1 (14
(1) (4) (5) (7) (8) (11)
) ) ) 0) ) 3) )

b. Sw merupakan saturasi pada titik serap/sumur produksi yang harganya


dipilih lebih besar dari Swbt .
c. fw ditentukan berdasarkan Sw dengan meggunakan plot fw terhadap Sw
dari butir 3.
d. menghitung fws dengan menggunakan persamaan:
fwbt
fws=
μw
(
fwbt + ( )
μo )
x (1−swbt ) ……………………………………...

(3-28)
dfw
e. dsw di hitung dari kemiringan garis singgung titik-titik pada kurva

fractional flow yang besarnya lebih besar dari Swbt pada persaman (3-
26)

34
1
Qi=
f. dfw /dsw ………………………………………………….. (3-

29)
A .h . ∅
wi= xQi
g. 5.615 …………………………………………………. (3-

30)

h. Sw=Sw+Qi ( 1−fw ) .....................................................…... (3-31)

L. A.∅
t=
dfw
i.
( )
dsw
x iw ……………………………………………….. (3-

32)
SWavg−Swc
E D=
j. 1−Swc ……………………………………………... (3-

33)

Vp x ( swavg−swi )
k. Np= …………………………………………..
Bo

(3-34)

( 1−fw ) x Iw
qo=
l. Bo ……………………………………………… (3-35)

fwbtxBo
WOR=
m. (1−fwbt ) xBw ……………………………………………. (3-

26)

35

Anda mungkin juga menyukai