Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN HASIL SURVEY (SPOT URBAN – RURAL)

KAJIAN RENCANA TATA BANGUNAN


STRUKTUR PERUNTUKAN LAHAN & INTENSITAS PEMANFAATAN LAHAN TATA
KUALITAS LINGKUNGAN, PRASARANA, DAN UTILITAS LINGKUNGAN DESA
PATTALASSANG, KABUPATEN GOWA

DIAH KUSUMA WISESA


D042221004
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Sebagai wilayah transisi urban-rural , Desa Pattalassang Kabupaten Gowa berpotensi


memiliki perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat, Kota Metropolitan
Mamminasata di tetapkan oleh Perpres No 55 Tahun 2011 dalam Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Mamminasata (Makasar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar). Hingga kini
pembangunan kota baru di Mamminasata lebih didominasi oleh para pengembang swasta,
sebagai sebuah bisnis dan industri properti yang cukup berkembang. Sebagian besar kota-kota
baru swasta merupakan bisnis properti hunian maupun kawasan industri. Selama 7 tahun telah
terbentuknya Mamminasata sudah beberapa kota baru yang dibangun pengembang swasta,
dan hingga Tahun 2018, sektor swasta di Mamminasata secara luas merubah lahan tidak
terbangun di area pedesaan menjadi kawasan permukiman. maka diperlukan panduan rancang
bangun suatu lingkungan/kawasan yaitu RTBL. Hal itu dimaksudkan untuk mengendalikan
pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan serta memuat materi pokok ketentuan
program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi,
ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan
lingkungan/kawasan. Rencana tata bangunan dan lingkungan adalah dalam rangka memberikan
arahan arsitektural kepada rencana teknis/rancang bangunan (building design) yang akan
dibangun pada suatu kawasan. Sehingga, diharapkan nantinya akan mampu mengatasi
perubahan-perubahan penggunaan lahan yang disebabkan oleh : a) Konversi lahan untuk
penggunaan yang lain; b) Perluasan wilayah/kawasan untuk penggunaan fungsi tertentu; dan c)
Pengembangan kebutuhan ruang ke
depan.
Gambar 1.

Sumber : Penulis

Tata kualitas lingkungan merupakan salah satu aspek pedoman umum rencana tata
bangunan dan lingkungan yang perlu dikaji ddalam perancangan publik. Penataan Kualitas
Lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen publik yang sedemikian rupa
sehingga tercipta suatu publik atau subarea dengan publik lingkungan yang informatif,
berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan
adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu
lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana semestinya.

2. Rumusan Masalah
a. Apakah tata kualitas lingkungan desa Pattalassang telah sesuai menurut PERATURAN
MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 06/PRT/M/2007 tentang pedoman umum
rencana tata bangunan dan lingkungan?
b. Apakah prasarana dan utilitas lingkungan desa Pattalassang telah sesuai menurut
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 06/PRT/M/2007 tentang pedoman
umum rencana tata bangunan dan lingkungan ?

3. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk menggambarkan fenomena kondisi
eksisting tata kualitas lingkungan, sistem prasarana dan utilitas desa Pattalassang ,
kesesuaiannya dengan menurut PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR
06/PRT/M/2007 tentang pedoman umum rencana tata bangunan dan lingkungan
setempat, serta dapat memberi rekomendasi atas permasalahan lingkungan yang ada.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tata Bangunan dan Lingkungan

menurut PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 06/PRT/M/2007 tentang


pedoman umum rencana tata bangunan dan lingkungan aspek yang perlu dikaji dan masuk
menjadi komponen dalam perancangan publik yaitu :

1. Struktur peruntukan lahan;

2. Intensitas pemanfaatan lahan;

3. Tata bangunan;

4. Sistem sirkulasi dan jalur penghubung;

5. Sistem ruang terbuka dan tata hijau;

6. Tata kualitas lingkungan,

7. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan. Bentuk, arus sirkulasi dan pola aktifitasnya harus
dipadukan dengan ublic transportasi seperti jalan ublic, pedestrian dan system transportasi
yang menghubungkan pergerakan manusia (Salfira, 1995); dan

8. Pelestarian bangunan dan lingkungan.

B. Tata Kualitas Lingkungan


1. Pengertian

Penataan Kualitas Lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen nalis yang
sedemikian rupa sehingga tercipta suatu publik atau subarea dengan publik lingkungan yang
informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu.

2. Manfaat

(1) Mencapai kualitas lingkungan kehidupan manusia yang aman, nyaman, sehat dan menarik,
serta berorientasi kepada lingkungan mikro.
(2) Menyatukan nalis sebagai publik lingkungan yang berkualitas dengan pembentukan karakter
dan identitas lingkungan yang spesifik.

(3) Mengoptimalkan kegiatan publik yang diwadahinya sehingga tercipta integrasi ruang sosial
antarpenggunanya, serta menciptakan lingkungan yang berkarakter dan berjatidiri.

(4) Menciptakan estetika, karakter, dan orientasi visual, dari suatu lingkungan.

(5) Menciptakan iklim mikro lingkungan yang berorientasi kepada kepentingan pejalan kaki.

3. Prinsip-prinsip penataan Tata Kualitas Lingkungan:

(1) Secara Fungsional, meliputi:

(a) Informatif dan kemudahan orientasi

(i) Penciptaan suatu analis kualitas lingkungan yang informatif sehingga memudahkan pengguna

nalisa dalam berorientasi dan bersirkulasi

( I I ) Perancangan tata visual yang menuntun dan memudahkan arah orientasi bagi pemakainya.

(b) Kejelasan identitas

Penciptaan nalis dan kualitas lingkungan yang memudahkan pengguna mengenal karakter khas

lingkungannya.

(c) Integrasi pengembangan skala mikro terhadap makro

(i) Pengembangan kualitas lingkungan dengan mengintegrasikan analis makro dan mikro yang

dapat dirasakan langsung secara mikro oleh penggunanya;

( I I ) Penetapan konsep kegiatan yang dapat mengangkat dan mewadahi kegiatan berkarakter

nali atau pun kegiatan eksisting ke dalam nalisa pendukung kegiatan baru yang akan diusulkan,
namun tetap terintegrasi dengan kegiatan formal berskala wilayah/nasional.

(d) Keterpaduan/integrasi desain untuk efisiensi


(i) Keseimbangan, kaitan, dan keterpaduan, antara semua jenis elemen fungsional, estetis, dan

sosial, sebagai pembentuk wajah jalan, baik di dalam nalisa maupun lahan di luar nalisa;

( I I ) Penempatan berbagai kegiatan pendukung pada ruang nalis sebagai bagian dari elemen

pembentuk wajah jalan atau wajah nalisa;

( I I I ) Perancangan elemen pembentuk wajah jalan yang efektif agar memudahkan pemakai
untuk

berorientasi dan bersirkulasi tanpa penggunaan papan penanda yang berlebihan.

(e) Konsistensi

(i) Perancangan yang konsisten dan komprehensif antarpenanda dalam satu analisa;

( I I ) Perancangan yang mempertimbangkan struktur ruang lingkungannya, terutama mengenai


arus sirkulasi/pergerakan pemakai untuk meminimalisasi kebutuhan papan penanda yang
berlebihan.

( f) Mewadahi fungsi dan aktivitas formal maupun informal yang beragam

(b) Pengendalian berbagai pendukung kegiatan yang terpadu dan saling melengkapi antara
kegiatan nalis formal dan kegiatan nalis informal pada berbagai ruang nalis;

( I I ) Penciptaan ruang yang mengadaptasi dan mengadopsi berbagai aktivitas interaksi sosial

yang direncanakan dengan tetap mengacu pada ketentuan rencana tata ruang wilayah;

( I I I ) Penetapan kualitas ruang melalui penyediaan lingkungan yang aman, nyaman, sehat dan

menarik, serta berwawasan ekologis.

(g) Skala dan proporsi pembentukan ruang yang berorientasi pada pejalan kaki

Penciptaan keseimbangan lingkungan fisik yang lebih berorientasi pada pejalan kaki daripada
kendaraan, sehingga tercipta lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki seraya menghidupkan
ruang kota melalui berbagai aktivitas pada area pejalan kaki.
(h) Perencanaan tepat bagi pemakai yang tepat

Perencanaan penanda informasi/orientasi visual yang jelas dan tepat peletakannya, dan
diperuntukkan bagi jenis pengguna yang tepat juga, yaitu antara pejalan kaki, pengendara
sepeda dan pengendara kendaraan bermotor.

(2) Secara Fisik dan Nonfisik, meliputi:

(a) Penempatan pengelolaan dan pembatasan yang tepat dan cermat

(i) Penempatan elemen harus mengupayakan keseimbangan, kaitan, keterpaduan dari semua

jenis elemen pembentuk wajah jalan atau perabot jalan dalam hal fungsi, estetis dan sosial;

(ii) Bila diperlukan, dapat diatur dengan pembatasan-pembatasan ukuran, material, motif,

lokasi, tata letak, dan panduan lainnya;

(iii) Penetapan lokasi bebas papan reklame yaitu pada nalisa permukiman, cagar budaya/alam,

pantai, kepulauan, penyangga lapangan udara, permakaman umum, damija dan jalur kereta api,

jalur utilitas di bawah dan di atas permukaan gedung, serta gedung dan halaman sarana

nalisaan, sosial, ibadah, cagar budaya, pemerintahan, energi dan utilitas, serta taman

kota dan lapangan terbuka, sesuai dengan peraturan;

(iv) Penetapan area pada detail bangunan yang bebas dari papan reklame seperti atap
bangunan,

dan lain sebagainya, sesuai dengan peraturan.

(b) Pola, dimensi, dan standar umum

(i) Penataan elemen yang terpenting seperti penanda dan rambu sebagai bagian dari perabot
jalan (street furniture), yang harus saling terintegrasi dengan elemen wajah jalan lainnya untuk
menghindari ketidakteraturan dan ketidakterpaduan lingkungan;

(ii) Pola, dimensi, dan standar umum penataan penanda dan rambu atau pun elemen lainnya,
yang merujuk pada peraturan yang berlaku.

I Peningkatan estetika, karakter dan citra (image) analisa melalui:

(b) Perpaduan berbagai karakter subarea dengan karakter analisa yang lebih luas;

(ii) Penciptaan karakter analisa dengan menonjolkan karakter setempat;

(iii) Penataan dan desain harus dapat menggabungkan beberapa elemen perabot jalan menjadi
kesatuan fungsi dan estetika sehingga membentuk karakter lingkungan dan mencerminkan citra
analisa.

(b) Kontekstual dengan elemen penataan lain

Penciptaan suatu elemen dapat dianggap sebagai suatu seni untuk analis, sehingga
memerlukan perencanaan yang komprehensif dan kontekstual antara desain elemen perabot
jalan dan tata lansekap, serta antara tata bangunan dan lingkungan.

I Kualitas fisik

Penetapan desain yang memenuhi kenyamanan pemakai dan pejalan kaki, kenyamanan sirkulasi
udara, sinar matahari, dan klimatologi.

( f) Kelengkapan fasilitas penunjang lingkungan

Penyediaan elemen pendukung kegiatan seperti street furniture (kios, tempat duduk, lampu,
material perkerasan, dan lain-lain).

(3) Secara Lingkungan, meliputi:

(a) Keseimbangan analisa perencanaan dengan sekitar Penciptaan keterpaduan berbagai


karakter desain analis identitas dan orientasi antara Kawasan perencanaan dan karakter analisa
yang lebih luas, yang dapat berintegrasi dengan karakter struktur lingkungan setempat.

(b) Pemberdayaan berbagai kegiatan pendukung informal Pengendalian kegiatan pendukung


terpenting dalam ruang kota, antara lain adalah kegiatan pedagang kaki lima (PKL) dan kegiatan
pendukung insidentil/temporer lain yang bersifat semiinformal, seperti festival, pasar hari-hari
tertentu, dll., yang dapat memberi nuansa dan karakter khas analisa.
(4) Dari Sisi Pemangku Kepentingan, meliputi:

(a) Kepentingan bersama antarpelaku kota

(i) Pendekatan penataan kegiatan khusus seperti PKL melalui prinsip kemitraan dan
pemberdayaan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan serta forum warga PKL;

(ii) Implementasi berbagai ide kemitraan dan pemberdayaan dari berbagai pelaku secara
bersama dalam manajemen pengelolaan bersama ruang analis, atau pun elemen rancang kota
lain.

(b) Berorientasi pada kepentingan publik Penentuan berbagai insentif-disinsentif pembangunan


dengan arah kompensasi berupa penyediaan berbagai fasilitas sebagai wadah bagi berbagai
kegiatan

C. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan


1. Pengertian

Sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang
pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana
semestinya. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan mencakup jaringan air bersih dan air
limbah, jaringan drainase, jaringan persampahan, jaringan gas dan listrik, serta jaringan telepon,
sistem jaringan pengamanan kebakaran, dan sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi.

2. Manfaat

(1) Meningkatkan kualitas kawasan perencanaan yang menjamin tersedianya dukungan konkret
terhadap kegiatan-kegiatan fisik yang ada.

(2) Mencapai keseimbangan antara kebutuhan dan daya dukung lingkungan sehingga terwujud
sistem keberlanjutan (sustainability) pada lingkungan.

3. Komponen Penataan
(1) Sistem jaringan air bersih, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan air bagi
penduduk suatu lingkungan, yang memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau
lingkungan, dan terintegrasi dengan jaringan air bersih secara makro dari wilayah regional yang
lebih luas.

(2) Sistem jaringan air limbah dan air kotor, yaitu system jaringan dan distribusi pelayanan
pembuangan/pengolahan air buangan rumah tangga, lingkungan komersial, perkantoran, dan
bangunan umum lainnya, yang berasal dari manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan, untuk
diolah dan kemudian dibuang dengan cara-cara sedemikian rupa sehingga aman bagi
lingkungan, termasuk di dalamnya buangan industri dan buangan kimia.

(3) Sistem jaringan drainase, yaitu sistem jaringan dan distribusi drainase suatu lingkungan yang
berfungsi sebagai pematus bagi lingkungan, yang terintegrasi dengan system jaringan drainase
makro dari wilayah regional yang lebih luas.

(4) Sistem jaringan persampahan, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan
pembuangan/pengolahan sampah rumah tangga, lingkungan komersial, perkantoran dan
bangunan umum lainnya, yang terintegrasi dengan system jaringan pembuangan sampah makro
dari wilayah regional yang lebih luas.

(5) Sistem jaringan listrik, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan daya listrik
dan jaringan sambungan listrik bagi penduduk suatu lingkungan, yang memenuhi persyaratan
bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, dan terintegrasi dengan jaringan instalasi listrik
makro dari wilayah regional yang lebih luas.

(6) Sistem jaringan telepon, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan
kebutuhan sambungan dan jaringan telepon bagi penduduk suatu lingkungan yang memenuhi
persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, yang terintegrasi dengan jaringan
instalasi listrik makro dari wilayah regional yang lebih luas.

(7) Sistem jaringan pengamanan kebakaran, yaitu system jaringan pengamanan


lingkungan/kawasan untuk memperingatkan penduduk terhadap keadaan darurat, penyediaan
tempat penyelamatan, membatasi penyebaran kebakaran, dan/atau pemadaman kebakaran.
(8) Sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi, yaitu jalur perjalanan yang menerus
(termasuk jalan ke luar, koridor/selasar umum dan sejenis) dari setiap bagian bangunan gedung
termasuk di dalam unit hunian tunggal ke tempat aman, yang disediakan bagi suatu lingkungan/
kawasan sebagai tempat penyelamatan atau evakuasi.

BAB III

METODE

Metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah metode Kualitatif dengan


pendekatan deskriptif merupakan analisis yang paling mendasar dan menggambarkan baik
karakteristik maupun keadaan real sebuah obyek penelitian secara umum dengan lebih
terperinci dan detail. Penelitian dengan pendekatan deskriptif merupakan salah satu jenis
penelitian yang bertujuan untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting social tertentu
dengan nalisa variabel pembahasan yang telah dipilih berdasarkan fenomena yang diteliti. Jenis
peneltian Deskripstif ini berbentuk studi kasus. Yaitu peneltian yang memfokuskan pada studi
kasus pilihan yang dapat menjabarakan fenomena dan merumuskan masalah pada fenomen
terpilih. Sedangkan dalam pengolahan dan nalisa data yang telah dikumpukan dimaksudkan
untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan
mendiskripsikan sejumlah variabel yang telah ditentukan malalui studi literatur dan survei awal
pada studi kasus.

BAB IV

SURVEI DAN PEMBAHASAN

A. Tata Kualitas Lingkungan


a. Berdasarkan hasil survey lapangan, pada perempatan jl. Poros pattalassang
belum terdapat elemen-elemen penanda yang informatif untuk
memudahkan orientasi lintas kabupaten, seperti rambu-rambu, penunjuk
arah jalan, maupun informasi lainnya. Kualitas lingkungan yang kurang
informatif dapat menyebabkan pengguna mengalami disorientasi dalam
bersirkulasi.

Gambar 2. Kondisi eksisting jalan poros pattalassang

Sumber : penulis

b. terdapat elemen-elemen pembentuk wajah jalan atau perabot jalan yang


tidak estetis. Tempat duduk yang berada pada pedestrian bermaterial kayu
hanya sebagai fungsi praktis tidak berfungsi estetis. Semntara itu, tidak
terdapat Penyediaan elemen pendukung kegiatan seperti street furniture
lampu material perkerasan.

Gambar 3. perabot jalan yang tidak estetis

Sumber : penulis

c. Belum terdapat terdapat kejelasan identitas yang dapat membantu pengguna


mengenal karakter khas desa pattalassang. Eksistensi lapangan pemuda
pattalassang, kantor camat dan pasar burung-burng hanya sebagai penanda batas
desa namun belum dapat menggambarkan ciri khas dan karakteristik lingkungan
desa pattalassang.

Gambar 4. bangunan sebagai informasi eksistensi desa

Sumber : penulis

d. Lapangan pattalassang sebagai ruang publik dilengkapi kios dan tempat duduk yang
dapat mengadopsi dan mengadaptasi berbagai interaksi sosial, namun elemen
pendukung tersebut belum memadai dan belum menonjolkan karakter setempat.
Gambar 5. Kondisi eksisting lapangan pattalassang dan kios sebagai ruang publik

Sumber : penulis

e. Penciptaan keseimbang lingkungan fisik yang lebih berorientasi pada kendaraan


daripada pejalan kaki dapat dilihat dari ketidaktersediaan area pedestrian pada
sepanjang jalan poros patalassang .

Gambar 6. ketidaktersediaan area pedestrian untuk mewadahi pejalan kaki

Sumber : penulis
B. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan

a. jaringan drainase
Keberadaan Jaringan drainase tergolong masih sangat minim. lapak pedagang kaki lima
didirikan diatas jaringan drainase dan menutupi jarin. Beberapa spot koridor jalan
bahkan tidak memiliki jaringan drainase.

Gambar 7. Eksisting jaringan drainase

Sumber : penulis

b. jaringan persampahan
belum terdapat jaringan persampahan yang memadai. Fasilitas Jaringan persampahan
murni disediakan oleh masyarakat setempat dan pada spot area permukiman, komersial,
perkantoran, dan bangunan umum lainnya. ketidaktersediaan Fasilitas Jaringan
persampahan padan ruas jalan poros menyebabkan sampah berserahkan dan
mencemari lingkungan.
Gambar 8. Eksisting jaringan persampahan

Sumber : penulis

c. jaringan listrik dan jaringan telepon


sistem jaringan listrik dan jaringan telepon terdistribusi melalui sistem jaringan kabel
udara. Sistem kerapihan pengaturan jaringan kabel baik jaringan listrik maupun telepon
tergolong sedang.

Gambar 7. Eksisting jaringan listrik dan jaringan telepon

Sumber : penulis

d. sistem jaringan pengamanan kebakaran, jalur penyelamatan atau evakuasi


tidak terdapat jaringan kebakaran, jalur atau penunjuk arah atau hunian tunggal yang
disediakan bagi lingkungan/ Kawasan setempat tempat penyelamatan dan evakuasi.
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tata kualitas lingkungan, prasarana dan utilitas lingkungan di desa pattalassang


masih belum sesuai jika ditinjau dari PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR 06/PRT/M/2007. Perlu adanya perencanaan yang baik agar produk RTBL
dapat berjalan sesuai fungsinya. Perlu dibentuk kelembagaan yang bertugas
mengawasi pembangunan agar sesuai dengan rencana dan panduan kawasan
yang telah disusun.
DAFTAR PUSTAKA

Permen PU. No. 06/PRT/M/2007. Tentang Pedoman Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan
Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Salfira, A. 1995. Feel Of the Land Part Two Urban Design Elements, A point of view.

Suriandjo,S. 2019. kajian rencana tata bangunan dan lingkungan (rtbl) kawasan pusat kota
tilamuta

Anda mungkin juga menyukai