Sumber : Penulis
Tata kualitas lingkungan merupakan salah satu aspek pedoman umum rencana tata
bangunan dan lingkungan yang perlu dikaji ddalam perancangan publik. Penataan Kualitas
Lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen publik yang sedemikian rupa
sehingga tercipta suatu publik atau subarea dengan publik lingkungan yang informatif,
berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan
adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu
lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana semestinya.
2. Rumusan Masalah
a. Apakah tata kualitas lingkungan desa Pattalassang telah sesuai menurut PERATURAN
MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 06/PRT/M/2007 tentang pedoman umum
rencana tata bangunan dan lingkungan?
b. Apakah prasarana dan utilitas lingkungan desa Pattalassang telah sesuai menurut
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 06/PRT/M/2007 tentang pedoman
umum rencana tata bangunan dan lingkungan ?
3. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk menggambarkan fenomena kondisi
eksisting tata kualitas lingkungan, sistem prasarana dan utilitas desa Pattalassang ,
kesesuaiannya dengan menurut PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR
06/PRT/M/2007 tentang pedoman umum rencana tata bangunan dan lingkungan
setempat, serta dapat memberi rekomendasi atas permasalahan lingkungan yang ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tata Bangunan dan Lingkungan
3. Tata bangunan;
7. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan. Bentuk, arus sirkulasi dan pola aktifitasnya harus
dipadukan dengan ublic transportasi seperti jalan ublic, pedestrian dan system transportasi
yang menghubungkan pergerakan manusia (Salfira, 1995); dan
Penataan Kualitas Lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen-elemen nalis yang
sedemikian rupa sehingga tercipta suatu publik atau subarea dengan publik lingkungan yang
informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu.
2. Manfaat
(1) Mencapai kualitas lingkungan kehidupan manusia yang aman, nyaman, sehat dan menarik,
serta berorientasi kepada lingkungan mikro.
(2) Menyatukan nalis sebagai publik lingkungan yang berkualitas dengan pembentukan karakter
dan identitas lingkungan yang spesifik.
(3) Mengoptimalkan kegiatan publik yang diwadahinya sehingga tercipta integrasi ruang sosial
antarpenggunanya, serta menciptakan lingkungan yang berkarakter dan berjatidiri.
(4) Menciptakan estetika, karakter, dan orientasi visual, dari suatu lingkungan.
(5) Menciptakan iklim mikro lingkungan yang berorientasi kepada kepentingan pejalan kaki.
(i) Penciptaan suatu analis kualitas lingkungan yang informatif sehingga memudahkan pengguna
( I I ) Perancangan tata visual yang menuntun dan memudahkan arah orientasi bagi pemakainya.
Penciptaan nalis dan kualitas lingkungan yang memudahkan pengguna mengenal karakter khas
lingkungannya.
(i) Pengembangan kualitas lingkungan dengan mengintegrasikan analis makro dan mikro yang
( I I ) Penetapan konsep kegiatan yang dapat mengangkat dan mewadahi kegiatan berkarakter
nali atau pun kegiatan eksisting ke dalam nalisa pendukung kegiatan baru yang akan diusulkan,
namun tetap terintegrasi dengan kegiatan formal berskala wilayah/nasional.
sosial, sebagai pembentuk wajah jalan, baik di dalam nalisa maupun lahan di luar nalisa;
( I I ) Penempatan berbagai kegiatan pendukung pada ruang nalis sebagai bagian dari elemen
( I I I ) Perancangan elemen pembentuk wajah jalan yang efektif agar memudahkan pemakai
untuk
(e) Konsistensi
(i) Perancangan yang konsisten dan komprehensif antarpenanda dalam satu analisa;
(b) Pengendalian berbagai pendukung kegiatan yang terpadu dan saling melengkapi antara
kegiatan nalis formal dan kegiatan nalis informal pada berbagai ruang nalis;
( I I ) Penciptaan ruang yang mengadaptasi dan mengadopsi berbagai aktivitas interaksi sosial
yang direncanakan dengan tetap mengacu pada ketentuan rencana tata ruang wilayah;
( I I I ) Penetapan kualitas ruang melalui penyediaan lingkungan yang aman, nyaman, sehat dan
(g) Skala dan proporsi pembentukan ruang yang berorientasi pada pejalan kaki
Penciptaan keseimbangan lingkungan fisik yang lebih berorientasi pada pejalan kaki daripada
kendaraan, sehingga tercipta lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki seraya menghidupkan
ruang kota melalui berbagai aktivitas pada area pejalan kaki.
(h) Perencanaan tepat bagi pemakai yang tepat
Perencanaan penanda informasi/orientasi visual yang jelas dan tepat peletakannya, dan
diperuntukkan bagi jenis pengguna yang tepat juga, yaitu antara pejalan kaki, pengendara
sepeda dan pengendara kendaraan bermotor.
(i) Penempatan elemen harus mengupayakan keseimbangan, kaitan, keterpaduan dari semua
jenis elemen pembentuk wajah jalan atau perabot jalan dalam hal fungsi, estetis dan sosial;
(ii) Bila diperlukan, dapat diatur dengan pembatasan-pembatasan ukuran, material, motif,
(iii) Penetapan lokasi bebas papan reklame yaitu pada nalisa permukiman, cagar budaya/alam,
pantai, kepulauan, penyangga lapangan udara, permakaman umum, damija dan jalur kereta api,
jalur utilitas di bawah dan di atas permukaan gedung, serta gedung dan halaman sarana
nalisaan, sosial, ibadah, cagar budaya, pemerintahan, energi dan utilitas, serta taman
(iv) Penetapan area pada detail bangunan yang bebas dari papan reklame seperti atap
bangunan,
(i) Penataan elemen yang terpenting seperti penanda dan rambu sebagai bagian dari perabot
jalan (street furniture), yang harus saling terintegrasi dengan elemen wajah jalan lainnya untuk
menghindari ketidakteraturan dan ketidakterpaduan lingkungan;
(ii) Pola, dimensi, dan standar umum penataan penanda dan rambu atau pun elemen lainnya,
yang merujuk pada peraturan yang berlaku.
(b) Perpaduan berbagai karakter subarea dengan karakter analisa yang lebih luas;
(iii) Penataan dan desain harus dapat menggabungkan beberapa elemen perabot jalan menjadi
kesatuan fungsi dan estetika sehingga membentuk karakter lingkungan dan mencerminkan citra
analisa.
Penciptaan suatu elemen dapat dianggap sebagai suatu seni untuk analis, sehingga
memerlukan perencanaan yang komprehensif dan kontekstual antara desain elemen perabot
jalan dan tata lansekap, serta antara tata bangunan dan lingkungan.
I Kualitas fisik
Penetapan desain yang memenuhi kenyamanan pemakai dan pejalan kaki, kenyamanan sirkulasi
udara, sinar matahari, dan klimatologi.
Penyediaan elemen pendukung kegiatan seperti street furniture (kios, tempat duduk, lampu,
material perkerasan, dan lain-lain).
(i) Pendekatan penataan kegiatan khusus seperti PKL melalui prinsip kemitraan dan
pemberdayaan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan serta forum warga PKL;
(ii) Implementasi berbagai ide kemitraan dan pemberdayaan dari berbagai pelaku secara
bersama dalam manajemen pengelolaan bersama ruang analis, atau pun elemen rancang kota
lain.
Sistem prasarana dan utilitas lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik suatu lingkungan yang
pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi dan berfungsi sebagaimana
semestinya. Sistem prasarana dan utilitas lingkungan mencakup jaringan air bersih dan air
limbah, jaringan drainase, jaringan persampahan, jaringan gas dan listrik, serta jaringan telepon,
sistem jaringan pengamanan kebakaran, dan sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi.
2. Manfaat
(1) Meningkatkan kualitas kawasan perencanaan yang menjamin tersedianya dukungan konkret
terhadap kegiatan-kegiatan fisik yang ada.
(2) Mencapai keseimbangan antara kebutuhan dan daya dukung lingkungan sehingga terwujud
sistem keberlanjutan (sustainability) pada lingkungan.
3. Komponen Penataan
(1) Sistem jaringan air bersih, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan air bagi
penduduk suatu lingkungan, yang memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau
lingkungan, dan terintegrasi dengan jaringan air bersih secara makro dari wilayah regional yang
lebih luas.
(2) Sistem jaringan air limbah dan air kotor, yaitu system jaringan dan distribusi pelayanan
pembuangan/pengolahan air buangan rumah tangga, lingkungan komersial, perkantoran, dan
bangunan umum lainnya, yang berasal dari manusia, binatang atau tumbuh-tumbuhan, untuk
diolah dan kemudian dibuang dengan cara-cara sedemikian rupa sehingga aman bagi
lingkungan, termasuk di dalamnya buangan industri dan buangan kimia.
(3) Sistem jaringan drainase, yaitu sistem jaringan dan distribusi drainase suatu lingkungan yang
berfungsi sebagai pematus bagi lingkungan, yang terintegrasi dengan system jaringan drainase
makro dari wilayah regional yang lebih luas.
(4) Sistem jaringan persampahan, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan
pembuangan/pengolahan sampah rumah tangga, lingkungan komersial, perkantoran dan
bangunan umum lainnya, yang terintegrasi dengan system jaringan pembuangan sampah makro
dari wilayah regional yang lebih luas.
(5) Sistem jaringan listrik, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan daya listrik
dan jaringan sambungan listrik bagi penduduk suatu lingkungan, yang memenuhi persyaratan
bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, dan terintegrasi dengan jaringan instalasi listrik
makro dari wilayah regional yang lebih luas.
(6) Sistem jaringan telepon, yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan
kebutuhan sambungan dan jaringan telepon bagi penduduk suatu lingkungan yang memenuhi
persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan, yang terintegrasi dengan jaringan
instalasi listrik makro dari wilayah regional yang lebih luas.
BAB III
METODE
BAB IV
Sumber : penulis
Sumber : penulis
Sumber : penulis
d. Lapangan pattalassang sebagai ruang publik dilengkapi kios dan tempat duduk yang
dapat mengadopsi dan mengadaptasi berbagai interaksi sosial, namun elemen
pendukung tersebut belum memadai dan belum menonjolkan karakter setempat.
Gambar 5. Kondisi eksisting lapangan pattalassang dan kios sebagai ruang publik
Sumber : penulis
Sumber : penulis
B. Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan
a. jaringan drainase
Keberadaan Jaringan drainase tergolong masih sangat minim. lapak pedagang kaki lima
didirikan diatas jaringan drainase dan menutupi jarin. Beberapa spot koridor jalan
bahkan tidak memiliki jaringan drainase.
Sumber : penulis
b. jaringan persampahan
belum terdapat jaringan persampahan yang memadai. Fasilitas Jaringan persampahan
murni disediakan oleh masyarakat setempat dan pada spot area permukiman, komersial,
perkantoran, dan bangunan umum lainnya. ketidaktersediaan Fasilitas Jaringan
persampahan padan ruas jalan poros menyebabkan sampah berserahkan dan
mencemari lingkungan.
Gambar 8. Eksisting jaringan persampahan
Sumber : penulis
Sumber : penulis
A. KESIMPULAN
Permen PU. No. 06/PRT/M/2007. Tentang Pedoman Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan
Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Salfira, A. 1995. Feel Of the Land Part Two Urban Design Elements, A point of view.
Suriandjo,S. 2019. kajian rencana tata bangunan dan lingkungan (rtbl) kawasan pusat kota
tilamuta