Anda di halaman 1dari 10

KERUANGAN DAN KONEKTIVITAS ANTAR RUANG DAN

WAKTU

Suatu peristiwa dapat dikaji berdasarkan aspek ruang, waktu, kebutuhan,


kemasyarakatan, dan budaya. Memahami keadaan alam dan aktivitas penduduk
kita awali dengan memahami konsep keterkaitan (konektivitas) antara ruang dan
waktu.
A. RUANG
Ruang adalah tempat di permukaan bumi, baik secara keseluruhan maupun
hanya sebagian (Sumaatmadja, 1981). Ruang atau tempat digunakan manusia
sebagai tempat tinggal dan tempat melakukan interaksi antara satu dan yang
lainnya.
Setiap ruang di permukaan bumi memiliki karakteristik yang berbeda antara
satu dengan lainnya. Tidak ada satu ruang atau satu tempat pun yang persis sama
dengan tempat lainnya. Perhatikanlah sekeliling kamu dan bandingkan dengan
tempat lainnya dilihat dari keadaan fisiknya (tanah, air, batuan, tumbuhan dan
hewan) maupun keadaan masyarakatnya. Masing-masing memiliki perbedaan.
1. KARAKTERISTIK BENTUK MUKA BUMI

Bentuk muka bumi Indonesia dapat dibedakan menjadi dataran rendah,


dataran tinggi, bukit, gunung, dan pegunungan.
a. Dataran Rendah
Di dataran rendah, aktivitas yang dominan adalah aktivitas pertanian.
Di daerah ini biasanya terjadi aktivitas pertanian menanam padi. Pulau
Jawa menjadi sentra penghasil padi terbesar di Indonesia. Ada beberapa
alasan terjadinya aktivitas pertanian dan permukiman di daerah dataran
rendah, yaitu seperti berikut.
1) Di daerah dataran rendah, penduduk mudah
melakukan pergerakan atau mobilitas dari satu tempat ke tempat
lainnya.
2) Dataran rendah dekat dengan pantai sehingga banyak penduduk
yang bekerja sebagai nelayan.
3) Memudahkan penduduk untuk berhubungan dengan dunia luar
melalui jalur laut.
Pemusatan penduduk di dataran rendah kemudian berkembang
menjadi daerah perkotaan. Aktivitas pertanian di dataran rendah
umumnya adalah aktivitas pertanian lahan basah. Aktivitas pertanian lahan
basah dilakukan di daerah yang sumber airnya cukup tersedia untuk
mengairi lahan pertanian. Lahan basah umumnya dimanfaatkan untuk
tanaman padi yang dikenal dengan pertanian sawah.

Selain memiliki aktivitas penduduk tertentu yang dominan


berkembang, dataran rendah juga memiliki potensi bencana alam. Bencana
alam yang berpotensi terjadi di dataran rendah adalah banjir, tsunami, dan
gempa. Banjir di dataran rendah terjadi karena aliran air sungai yang tidak
mampu lagi ditampung oleh alur sungai.

Pantai merupakan bagian dari dataran rendah yang berbatasan


dengan laut. Di daerah pantai, ancaman bencana yang mengancam
penduduk adalah tsunami. Potensi bencana yang juga mengancam daerah
pantai adalah gempa.
b. Bukit dan Perbukitan
Perbukitan berarti kumpulan dari sejumlah bukit pada suatu wilayah
tertentu. Di daerah perbukitan, aktivitas permukiman tidak seperti di dataran
rendah. Permukiman tersebar pada daerah-daerah tertentu atau
membentuk kelompok-kelompok kecil. Penduduk memanfaatkan lahan
datar yang luasnya terbatas di antara perbukitan. Permukiman umumnya
dibangun di kaki atau lembah perbukitan karena biasanya di tempat
tersebut ditemukan sumber air berupa mata air atau sungai.

Aktivitas ekonomi, khususnya pertanian, dilakukan dengan


memanfaatkan lahan-lahan dengan kemiringan lereng tertentu. Untuk
memudahkan penanaman, penduduk menggunakan teknik sengkedan
dengan memotong bagian lereng tertentu agar menjadi datar. Teknik ini
kemudian juga bermanfaat mengurangi erosi atau pengikisan oleh air.

Di daerah perbukitan, pada umumnya aktivitas pertanian adalah


pertanian lahan kering. Pertanian lahan kering merupakan pertanian yang
dilakukan di wilayah yang pasokan airnya terbatas atau hanya
mengandalkan air hujan. Tanaman yang ditanam umumnya adalah umbi-
umbian atau palawija dan tanaman tahunan (kayu dan buah-buahan).
Pada bagian lereng yang masih landai dan lembah perbukitan, sebagian
penduduk juga memanfaatkan lahannya untuk tanaman padi.
c. Dataran Tinggi
Di daerah Dataran tinggi, aktivitas pertanian yang berkembang adalah
menanam padi dan beberapa jenis sayuran. Sejumlah dataran tinggi
menjadi daerah tujuan wisata. Udaranya yang sejuk dan pemandangan
alamnya yang indah menjadi daya tarik penduduk untuk berwisata ke
daerah dataran tinggi. Beberapa dataran tinggi di Indonesia menjadi daerah
tujuan wisata misalnya Dieng.
d. Gunung dan Pegunungan
Penduduk yang tinggal di gunung atau pegunungan memanfaatkan
lahan yang terbatas untuk pertanian. Lahan-lahan dengan kemiringan yang
cukup besar masih dimanfaatkan penduduk. Komoditas yang
dikembangkan biasanya adalah sayuran dan buah-buahan. Sebagian
penduduk memanfaatkan lahan yang miring dengan menanam beberapa
jenis kayu untuk dijual. Seperti halnya di daerah perbukitan, aktivitas
permukiman sulit dilakukan secara luas. Hanya pada bagian tertentu saja
yang relatif datar dimanfaatkan untuk permukiman. Permukiman dibangun
di daerah yang dekat dengan sumber air, terutama di lereng bawah atau di
kaki gunung. Daerah ini memasok kebutuhan penduduk di daerah dataran
yang umumnya merupakan pusat-pusat permukiman penduduk.
Sebaliknya, daerah dataran menghasilkan banyak produk industri yang
dikonsumsi oleh daerah lainnya. Mobilitas penduduk dan barang terjadi di
antara daerah-daerah tersebut karena perbedaan aktivitas penduduk dan
komoditas yang dihasilkannya. Potensi bencana alam di daerah
pegunungan adalah longsor dan letusan gunung berapi.

2. POLA KERUANGAN DESA DAN KOTA

Pola keruangan adalah bentuk penyusunan rencana penggunaan


lahan di suatu wilayah. Biasanya penyusunan itu mempertimbangkan
kondisi lahan untuk pemanfaatan tertentu. Pola keruangan dapat
teridentifikasi dari struktur ruang suatu wilayah. Struktur ruang meliputi
susunan pemukiman, lahan pertanian, ruang publik, serta fasilitas yang ada.
Setiap wilayah memiliki ciri dan karakteristik pola keruangan tersendiri.
Wilayah perdesaan maupun perkotaan memperlihatkan penggunaan lahan
sebagai tujuan tertentu yang berbeda dari kota. Dari struktur ruang desa
dan kota, kita dapat mengetahui bagaimana pola penggunaan lahan yang
berbeda antara desa dengan kota.

a. Struktur ruang desa

Merujuk Geografi (2009) yang ditulis oleh Eko Titis Prasongko dan Rudi
Hendrawansyah, secara umum pola persebaran perkampungan di desa
terdiri atas 4 jenis, yaitu:

1. Bentuk Perkampungan Linier

Bentuk perkampungan linier merupakan bentuk perkampungan


yang memanjang, mengikuti jalan raya, alur sungai, dan garis
pantai. Pola perkampungan seperti ini banyak ditemui di daerah
dataran rendah. Pola ini digunakan masyarakat dengan maksud
untuk mendekati prasarana transportasi (jalan dan sungai). Selain
itu, pola pemukiman seperti ini dekat dengan tempat bekerja,
terutama penduduk desa yang bekerja sebagai nelayan di kawasan
pesisir.

2. Perkampungan Memusat

Bentuk perkampungan memusat merupakan bentuk perkampungan


yang mengelompok (agglomerated rural settlement). Pola ini banyak
ditemui di daerah pegunungan yang umumnya dihuni oleh
penduduk yang berasal dari satu keturunan. Dengan demikian,
keluarga atau kerabat tinggal mengelompok dalam satu lingkup
yang tidak berjauhan. Jumlah rumah yang kurang dari 40 rumah
yang disebut dusun (hamlet). Sementara itu, jumlah yang lebih dari
40 rumah hingga ratusan dinamakan kampung (village).

3. Perkampungan Terpencar

Bentuk perkampungan terpencar merupakan bentuk perkampungan


yang menyendiri (disseminated rural settlement). Biasanya,
perkampungan seperti ini hanya merupakan farmstead, yaitu
sebuah rumah petani yang terpencil, tetapi lengkap dengan gudang
alat mesin, penggilingan gandum, lumbung, kandang ternak, dan
rumah petani. Perkampungan terpencar di Indonesia jarang ditemui.
Pola seperti ini umumnya terdapat di negara Eropa Barat, Amerika
Serikat, Kanada, Australia, dan sebagainya.

4. Perkampungan yang Mengelilingi Fasilitas Tertentu

Bentuk perkampungan seperti ini umumnya ditemui di daerah


dataran rendah, yang di dalamnya banyak terdapat fasilitas-fasilitas
umum. Fasilitas publik itu kerap dimanfaatkan penduduk setempat
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, contohnya mata air, danau,
waduk, atau fasilitas lain.

b. Struktur ruang kota

Struktur ruang wilayah perkotaan, secara umum, memperlihatkan


bentuk-bentuk tertentu. Setidaknya, ada 3 teori yang menjelaskan
struktur ruang kota seperti dikutip dari Memahami Geografi (2009) yang
ditulis Bagja Waluya Tiga teori terkait model struktur ruang kota
tersebut adalah teori memusat (konsentris), sektoral, dan inti berganda
(multiple nuclei).

1. Teori Konsentris

Teori ini dicetuskan oleh Ernest W. Burgess (1929) yang meneliti


struktur kota Chicago. Teori ini menjelaskan bahwa pusat kota
terdapat bangunan-bangunan vital seperti bank, museum, pusat
pemerintahan, dan lain-lain. Daerah yang memuat bangunan-
bangunan vital tersebut dikenal sebagai zona inti. Sementara itu, di
luar zona inti terdapat zona transisi yang biasa digunakan untuk
tempat industri, apartemen, hotel, dan fasilitas penunjang lainnya.
Tidak jarang, di zona ini sering terdapat daerah slum. Daerah slum
ialah tempat pemukiman penduduk yang kumuh. Di luar zona
transisi, ada zona pemukiman kelas proletar. Pemukimannya sedikit
lebih baik ketimbang daerah slum. Biasanya, zona ini dihuni oleh
para pekerja kelas bawah. Ernest W. Burgess menyebut zona ini
sebagai workingmen’s homes. Lebih luar lagi, ada zona pemukiman
kelas menengah (residential zone). Zona ini adalah kompleks
karyawan kelas menengah. Sementera itu, di bagian paling luar dari
pola konsentris ada commuter zone. Zona ini biasa disebut sebagai
daerah hinterland atau batas desa-kota. Lazimnya, daerah ini
adalah tempat orang-orang yang bekerja di kota namun bermukim
dan mencari ketenangan di desa.

2. Teori Sektoral

Menurut teori ini, struktur ruang kota cenderung berkembang


berdasarkan sektor-sektor tertentu daripada berdasarkan lingkaran-
lingkaran konsentrik. Sebagai misal, suatu wilayah yang memiliki
potensi industri garmen. Selanjutnya, perkembangan kota pada
kawasan tersebut akan mengikuti sektor ekonomi garmen yang
paling memungkinkan untuk berkembang. Teori ini dikemukakan
oleh Homer Hoyt (1930) yang menyatakan bahwa faktor geografi,
seperti bentuk lahan dan pengembangan jalan adalah sarana
komunikasi dan transportasi. Keduanya dapat menjadi sektor yang
mendasari perkembangan kota.

3. Teori Inti Berganda

Teori lainnya mengenai struktur ruang kota ialah Teori Inti Berganda
(multiple nuclei) dari C.D Harris dan E.L. Ullman (1945). Menurut
dua ahli ini, struktur ruang kota tidak sesederhana dalam teori
konsentris karena sebenarnya tidak ada urutan-urutan yang teratur.
Dalam suatu kota, terdapat tempat-tempat tertentu yang berfungsi
sebagai inti kota dan pusat pertumbuhan baru. Keadaan tersebut
menyebabkan hadirnya beberapa inti dalam suatu wilayah
perkotaan.

B. KONEKTIVITAS ANTAR RUANG


Perbedaan karakteristik ruang biasanya juga diikuti oleh perbedaan sumber
daya yang dihasilkannya. Karena itu, tidak ada satu ruang pun yang mampu
memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri. Setiap ruang atau tempat memerlukan
sumber daya dari tempat atau ruang lainnya.
Dari sini, terjadilah keterhubungan/konektivitas antara satu ruang dengan
ruang lainnya. Manusia yang tinggal di suatu ruang saling mengenal, saling
berkomunikasi, dan saling memerlukan dengan manusia yang tinggal di ruang
lainnya. Agar kamu mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang konektivitas
antar ruang, perhatikanlah contoh-contoh berikut ini.

 Salah satu kebutuhan hidup yang mendasar pada saat ini adalah kebutuhan
bahan bakar minyak. Tidak semua daerah di Indonesia menghasilkan bahan
bakar minyak. Agar kebutuhan tersebut terpenuhi, bahan bakar minyak
didatangkan dari daerah penghasil minyak ke daerah lain yang tidak
menghasilkannya, maka terjadilah konektivitas dan kesalingtergantungan
antara daerah penghasil bahan bakar minyak dan daerah lain yang
membutuhkannya.
 Penduduk kota menghasilkan berbagai produk industri, seperti pakaian,
kendaraan, barang-barang elektronik, dan lain-lain. Penduduk desa tidak
menghasilkan produk-produk tersebut sehingga mereka pergi ke kota untuk
memperoleh barang-barang tersebut. Sebaliknya, penduduk kota tidak
menghasilkan bahan pangan sehingga mereka memperolehnya dari
penduduk desa. Akibatnya, ada aliran barang dari kota ke desa dan aliran
bahan makanan dari desa ke kota.
 Lapangan pekerjaan banyak tersedia di kota, sedangkan di desa hanya
terbatas pada sektor pertanian. Akibatnya, banyak penduduk desa yang
bepergian ke kota untuk bekerja atau mencari pekerjaan. Konektivitas antar
ruang mencangkup seluruh aspek dan bidang kehidupan seperti ekonomi,
sosial, budaya, pendidikan, dan politik. Hal ini terjadi karena manusia selalu
memerlukan manusia lainnya untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya.

1. SYARAT INTERAKSI ANTAR RUANG

Syarat-syarat interaksi antar ruang ada beberapa kondisi saling bergantung


yang diperlukan untuk terjadinya interaksi antar ruang atau interaksi keruangan,
yaitu:

a. Saling melengkapi (complementarity)


Antara ruang satu dengan ruang yang lain saling membutuhkan
sehingga saling membutuhkan sehingga saling melengkapi dapat terjadi
bila antar satu daerah dengan daerah lain menghasilkan komoditas
yang berbeda.
b. Kesempatan antara
Kesempatan antara maksudnya adalah penawaran alternatif, dimana
sebuah ruang menawarkan pilihan yang lebih baik dari ruang asal atau
ruang tujuannya.
c. Kemudahan Transfer (Transferbility)
Transferbiliti dapat diartikan sebagai keadaan yang dapat diserahkan
atau dipindahkan

Syarat interaksi antarruang ini sangat penting dalam menciptakan interaksi


antarruang. Banyak cara untuk berpindah atau bergeser ke suatu ruang. Syarat
ini juga memerlukan biaya.

2. BENTUK INTERAKSI ANTAR RUANG

Terdapat tiga bentuk interaksi antarruang, yaitu:


a. Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk adalah bentuk interaksi antarruang dalm bentuk
pergerakkan dan perpindahan manusia dari satu ruang ke ruang yang
lainnya. Contoh : urbanisasi, imigrasi, transmigrasi, perjalanan ke sekolah
dll
b. Komunikasi
Komunikasi adalah bentuk interaksi antarruang melalui perpindahan ide,
gagasan, informasi, visi misi, cita-cita dan sejenisnya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Contoh : melihat tayangan berita, melihat tayangan
televisi, membaca buku dll
c. Transportasi
Transportasi adalah bentuk interaksi antarruang melalui perpindahan
barang dari satu tempat ke tempat lain. Contoh: pengangkutan barang,
perdagangan, dll

3. DAMPAK INTERAKSI ANTAR RUANG


a. Berkembangnya Pusat-Pusat Pertumbuhan
b. Perubahan Penggunaan Lahan
c. Perubahan Orientasi Mata Pencaharian
d. Berkembangnya Sarana dan Prasarana
e. Perubahan Komposisi Penduduk
f. Perubahan Sosial Budaya

C. KONEKTIVITAS ANTAR RUANG DAN WAKTU


Waktu dapat dipahami sebagai kesatuan waktu seperti, detik, menit, jam, hari,
minggu, bulan, abad, dan seterusnya. Waktu terus bergerak maju yaitu dari masa
lalu ke masa depan. Kita tidak dapat mengendalikan waktu karena tidak ada
manusia yang dapat melangkah mundur ke masa lalu atau melompat maju ke masa
depan.

Hal-hal yang sudah terjadi di masa lalu tidak dapat diubah kembali karena kita
tidak bisa pergi ke masa lalu untuk mengubahnya. Demikian pula hal-hal yang akan
terjadi di masa mendatang, tidak dapat diketahui dengan pasti karena kita tidak
dapat melompat ke masa depan. Dalam sejarah, konsep waktu sangat penting
untuk mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi pada masa lalu dan
perkembangannya hingga saat ini. Terutama mengenai konektivitas antara ruang
dan waktu. Konsep waktu dalam sejarah mempunyai arti masa atau periode
berlangsungnya perjalanan kisah kehidupan manusia. Waktu dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu waktu lampau, waktu sekarang, dan waktu yang akan datang.

Pengetahuan tentang berbagai peristiwa yang terjadi pada masa lampau


membantu kita memahami perubahan dan perkembangan masyarakat baik dari
aspek ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan politik hingga kita memperoleh
pelajaran tentang sebab-akibat, baik-buruk, atau benar-salah yang dapat dijadikan
sebagai pedoman hidup pada masa mendatang Peristiwa yang terjadi dalam suatu
ruang sering kali tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa
yang terjadi sebelumnya.

Sebagai contoh, kemerdekaan yang kita nikmati saat ini merupakan hasil dari
perjuangan para pahlawan kita dulu. Oleh karena itu, kita harus menghargai jasa
para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk kemerdekaan
yang kita nikmati saat ini. Peristiwa yang terjadi di dalam suatu ruang tidak hanya
dapat diamati dari ruang kecil saja seperti lingkungan sekitar rumah atau sekolah,
namun juga dapat diamati dari ruang yang lebih besar seperti kota, provinsi, atau
negara.

D. PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM KONEKTIVITAS ANTAR RUANG


DAN WAKTU
Berkembangnya teknologi komunikasi memungkinkan manusia untuk
berinteraksi dan menyalurkan informasi secara cepat dan tidak terbatas ruang dan
waktu. Itu karena teknologi komunikasi sudah mengalami kemajuan yang begitu
signifikan dewasa ini. Peran dari teknologi informasi dalam interaksi antar ruang :

1. Membuat interaksi antar ruang menjadi semakin mudah


2. Membuat biaya interaksi antar ruang semakin murah dan terjangkau
3. Memudahkan pertukaran informasi dalam interaksi antar ruang
4. Mempercepat proses perdagangan barang dan jasa antar wilayah
5. Mempermudah kerjasama antar wilayah

Anda mungkin juga menyukai