2.
Pejabat publik, baik berasal
dari politik ataupun independen,
tidak seharusnya menempatkan
ASN sebagai alat untuk
mempertahankan kekuasaannya.
Lembaga baru Komisi Aparatur
Sipil Negara (KASN) diharapkan
mampu menjaga kualitas
pelaksanaan sistem merit.
Selanjutnya, diperlukan regulasi
dalam rangka pengetatan akses
pejabat publik untuk
menyalahgunakan kewenangan,
serta memberikan akses
pengawasan yang ketat dari para
pihak termasuk internal ASN
untuk dapat melaporkan segala
bentuk intervensi.
Note: Heutagogy (berdasarkan Yunani untuk "diri") didefinisikan oleh Hase dan
Kenyon pada tahun 2000 sebagai studi pembelajaran yang ditentukan sendiri
(mandiri). Heutagogy menerapkan pendekatan holistik untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik, dengan belajar sebagai proses aktif dan proaktif, dan
peserta didik melayani sebagai "agen utama dalam pembelajaran mereka sendiri,
yang terjadi sebagai akibat dari pengalaman pribadi".
Istilah andragogi seringkali dijumpai dalam proses pembelajaran orang dewasa
(adult learning), baik dalam proses pendidikan nonformal (pendidikan luar sekolah)
maupun dalam proses pembelajaran pendidikan formal. Pada pendidikan nonformal
teori dan prinsip andragogi digunakan sebagai landasan proses pembelajaran pada
berbagai satuan, bentuk dan tingkatan (level) penyelenggaraan pendidikan
nonformal. Pada pendidikan formal andragogi seringkali digunakan pada proses
pembelajaran pada tingkat atau level pendidikan menengah ke atas. Berdasar pada
kesiapan peserta didik untuk belajar. Kondisi itu terjadi karena kita menganggap
bahwa semua murid, peserta didik (warga belajar) itu adalah sebagai orang dewasa
yang diasumsikan memiliki kemampuan yang aktif dalam merencanakan arah
belajar, memiliki bahan, memikirkan cara terbaik untuk belajar, menganlisis dan
menyimpulkan serta mampu mengambil manfaat dari belajar atau dari sebuah
proses pendidikan. Fungsi guru dalam hal ini hanya sebagai fasilitator, bukan
menggurui, sehingga relasi antara guru dan peserta didik (murid, warga belajar) lebih
bersifat multicomunication. PEDAGOGI, ANDRAGOGI DAN HEUTAGOGI SERTA
IMPLIKASINYA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, Hiryanto, Dinamika
Pendidikan Vol XXII No 1 Mei 2017
Disarankan kepada pihak yang terkait pengembangan kompetensi Pegawai
untuk menyiapkan kebijakan dan fasilitasi pemenuhan hak untuk mendapatkan
pengembangan kompetensi minimal 20 jam pelajaran pertahun.
Pembinaan kompetensi ASN berdasarkan amanat UU Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017
tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang diperbaharui dengan PP Nomor 17
Tahun 2020. Dalam aturan ini menyatakan bahwa ASN berhak mendapatkan
pengembangan kompetensi SDM minimal 20 Jam Pelajaran (JP) per tahun, dan
salah satu upaya mengembangkan kompetensi tersebut melalui pembelajaran
terintegrasi (corporate university).
Pembelajaran terintegrasi (corporate university), Michael Lombardo dan Robert
Eichinger (1996) yang membagi proses pengembangan SDM di tempat kerja dengan
konsep 70% experiental learning (belajar saat bekerja), 20% social learning (belajar
dari rekan dan lingkungan sekitar) dan 10% learning (belajar terstruktur melalui
pelatihan). Konsep ini dikenal dengan konsep 70-20-10 dalam pengembangan
kompetensi SDM. Melalui aktivitas 70% aktivitas bekerja menjadi bagian dari SDM
belajar. Secara nyata kegiatan ini berupa mengaplikasikan pengetahuan/
keterampilan (hasil membaca/ ikut pelatihan); merubah proses kerja menjadi lebih
baik; membuat inovasi (proyek perubahan); ekspanding tugas saat ini; bergabung
dengan komunitas pengetahuan (seperti English club, HR Communities dll); ikut
program rotasi/pertukaran pegawai dll.
Aktivitas belajar lainnya dari corporate university adalah 20% belajar sosial
(social learning) yaitu belajar di tempat tugas (berbagi ilmu). Bentuk nyata aktivitas
iniberupa melatih bawahan melalui coaching dan conseling; melatih rekan kerja
(mentoring); diskusi dengan bawahan (brainstorming, team discussion); diskusi
dengan rekan kerja; membuat artikel (opini); diskusi dengan para ahli (subject mater
expert); membuat modul/tutorial pelatihan; share pengalaman di media sosial dan
aktif di
Networking. Selain aktivitas 70-20 terdapat aktivitas terkahir dalam pembelajaran
terintegrasi yaitu kegiatan belajar 10% sebagai belajar dari pelatihan. Bentuk konkrit
pelatihan adalah mengikuti pelatihan langsung, pelatihan tidak lansung (dengan
membaca buku/modul, menonton video tutorial, mendengarkan/menonton rekaman
seminar dan lainnya.
Berdasarkan PerLAN no 10 Tahun 2018, aktivitas pelatihan dibagi menjadi:
● pelatihan klasikal berupa 1) pelatihan struktural kepemimpinan; manajerial;
teknis; fungsional; dan sosial kultural; 2) seminar/konferensi/sarasehan; 3)
workshop atau lokakarya; 4) kursus; 5) penataran; 6) bimbingan teknis; 7)
sosialisasi; dan/atau 8) jalur Pengembangan Kompetensi dalam bentuk pelatihan
klasikal lainnya. Pada bagian ini bila disandingkan dengan konsep pembelajaran
terintegrasi (corporate university) maka termasuk bagian 10% (mengikuti
pelatihaan yang diselenggarakan oleh Lembaga pelatihan atau mengundang
narasumber ke tempat kerja).
● pelatihan non-klasikal berupa: 1) coaching; 2) mentoring; 3) e-learning; 4)
pelatihan jarak jauh; 5) detasering (secondment); 6) pembelajaran alam terbuka
(outbond); 7) patok banding (benchmarking); 8) pertukaran antara PNS dengan
pegawai swasta/badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah; 9) belajar
mandiri (selfdevelopment); 10) komunitas belajar (community of practices); 11)
bimbingan di tempat kerja; 12) magang/praktik kerja; dan 13) jalur
Pengembangan Kompetensi dalam bentuk pelatihan nonklasikal lainnya. Bila
bagian ini disandingkan dengan konsep corporate university, maka ini adalah
bagian dari 20% (belajar di tempat kerja – sharing pengetahuan/keterampilan)
dan 70% belajar saat bekerja (menerapkan pengetahuan/keahlian).
Lebih jauh, PerLAN nomor 10 Tahun 2018 telah secara tegas menetapkan
aktivitas belajar (baik mengikuti Pendidikan dalam rangka tugas belajar ataupun
mengikuti pelatihan yang klasikal maupun nonklasikal) kedalam jam pelajaran.
● Untuk aktivitas mengikuti Pendidikan terhitung setiap semester setara dengan 20 JP,
● pelatihan dalam negeri terhitung sebanyak JP yang diikuti dihitung sebagai JP
mengikuti pengembangan kompetensi. Adapun untuk pelatihan internasioal setiap JP
yang diikuti ditambahkan 20% dalam perhitungannya.
● aktivitas pelatihan ataupun non pelatihan dengan hitungan hari, berupa
seminar/konferensi/sarasehan/sosialisasi dihitung sebanyak 4 JP kecuali mengikuti
workshop/lokakarya dihitung sebanyak 5 JP.
● Kegiatan pertukaran pegawai dan magang setiap kegiatan dihitung sebagai 20 JP
kegiatan pengambangan kompetensi, sementara untuk kegiatan patok banding
(benchmarking) dihitung 10 JP.
● Kegiatan coaching dan mentoring, setiap kali kegiatan terhitung 2 JP dan maksimal
terhitung 2 JP setiap kali kegiatan.
● Kegiatan belajar e-learning setiap hari maksimal 3 JP dan untuk kegiatan detasering
terhitung 10 JP setiap kegiatan.
3. Masalah dan peningkatan kompetensi dengan adanya covid, berdasar SMART ASN (4 digital)
- Digital safety
Dampak pandemi Covid-19 sangat multidimensional, termasuk dalam
pemerintahan. Diperlukan strategi pelaksanaan transformasi penyelenggaraan
pemerintahan dalam hal pelayanan publik dalam kenormalan baru. Penguatan
dan pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka pelaksaaan transformasi
penyelenggaraan pemerintahan, salah satunya adalah reformasi pelayanan yang
semula dilakukan secara tatap muka bertranformasi menjadi layanan online.
(Jalan Menuju ASN Unggul Pasca Pandemi, Jakarta, LAN RI Makarti Bhakti
Nagari https://lan.go.id/?p=2523)