Anda di halaman 1dari 15

AKUNTANSI MURABAHAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:


Manajemen Keuangan UMKM

Dosen Pengampu:
Isyrohil Muyassaroh, SE., MSA.

Disusun oleh:

Nuril Fadilatul Chabibah 20401034


Laela Nurul Aini Putri 20401037
Anisahab 20401039

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat rahmat-Nya yang selalu menyertai dalam setiap aktivitas, sehingga penulis
dapat menyelesaiakan makalah yang berjudul “Akuntansi Murabahah”. Makalah
ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai akuntansi murabahah,
Kami selaku penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu
Isyrohil Muyassaroh, SE., MSA., selaku dosen pengampu dan semua pihak yang
telah ikut berpartisipasi dalam memberikan semangat, motivasi dan bimbingan
dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa di dalam penyusunan Makalah ini masih jauh dari
kata sempurna serta banyak kekurangannya, untuk itu kritik dan saran membangun
sangat diperlukan bagi kami. Terima kasih atas perhatiannya, semoga dapat
bermanfaat dan dapat dijadikan bahan keilmuwan bagi pembaca.

Kediri, 26 September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................1
C. Tujuan ...........................................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN......................................................................................2
A. Konsep Dasar Murabahah .............................................................................2
B. Cakupan Akuntansi Murabahah ....................................................................2
C. Akuntansi Penjual .........................................................................................4
BAB III : PENUTUP............................................................................................11
A. Kesimpulan .................................................................................................11
B. Saran ............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan usaha pada jasa keuangan syariah mengalami
kemajuan maupun perkembangan yang begitu pesat. Bank berfungsi
sebagai mengatur dan menghimpun dana dari masyarajat yang kemudian
disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit, pembiayaan
dan lain sebagainya. Dengan adanya bank, masyarakat atau nasabah akan
mudah untuk menabung ataupun menggunakan jasa yang ada dalam bank
tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia yang ada di muka bumi
pasti memerlukan aktivitas sehari-hari baik dalam usahanya, pinjaman dana,
maupun jual beli yang dilakukan antara satu orang dengan yang lainnya.
Jual beli sendiri sering diartikan sebagai murabahah. Murabahah diartikan
sebagai bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan
barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk
memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan yang diinginkan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar murabahah?
2. Bagaimana cakupan akuntansi murabahah?
3. Bagaimana akuntansi penjual?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar murabahah.
2. Untuk mengetahui cakupan akuntansi murabahah.
3. Untuk mengetahui akuntansi penjual.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Murabahah


Murabahah adalah suatu akad jual beli barang dengan harga jual
sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati antara
penjual dengan pembeli, dan dalam penjualan harus mengungkapkan harga
perolehan barang tersebut kepada pembeli. Dalam dunia perdagangan di
Indonesia, akad murabahah merupakan akad perdagangan yang lebih sering
digunakan, apabila dibandingkan dengan akad-akad yang lainnya.
Perbedaan mendasar transaksi perdagangan antara murabahah dengan
perdagangan konvensional yang ada terletak pada proses penjualannya.
Perbedaannya yaitu dalam akad murabahah penjual dengan jelas
memberitahukan mengenai harga pokok barang dagangan dan
keuntungannya yang dia inginkan kepada pembeli, sedangkan pada
perdagangan konvensional penjual merahasiakan harga pokok dan
keuntungan yang diambilnya. Harga pokok merupakan jumlah kas atau
setara kas yang dibayarkan untuk memperoleh suatu asset hingga asset
tersebut dalam tempat dan kondisi yang siap digunakan/dijual (PSAK 102).
Sehingga di dalam akad murabahah yang dimaksud dengan harga pokok
barang dagangan adalah harga beli dikurangi dengan diskon dan ditambah
dengan biaya-biaya lain yang diperlukan hingga barang dagangan tersebut
siap untuk dijual.1

B. Cakupan Akuntansi Murabahah


Penggunaan standar akuntansi murabahah bergantung pada metode
pengakuan pendapatan murabahah. Menurut PAPSI 2013, untuk pengakuan
murabahah yang menggunakan metode anuitas wajib menggunakan PSAK
55 (2011), tentang instrumen keuangan pengakuan dan pengukuran dan
PSAK lain yang relevan, sepanjang tidak bertentanngan prinsip Syariah. Hal

1
Andri Eko Prabowo, Pengantar Akuntansi Syariah: Pendekatan Praktis, (Riau: CV. Bina Karya
Utama, 2014), hlm.59-60

2
ini dikarenakan metode anuitas didasarkan pada asumsi pembiayaan
(financing). Adapaun jika bank memilih untuk menggunakan metode
proporsional (flat) maka pencatatan transaksi murabahah wajib
menggunakan PSAK 102 tentang akuntansi murabahah. Standar ini mulai
berlaku efektif sejak 1 Januari 2008.
PSAK ini menggantikan PSAK 59 yaitu berhubungan dengan
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan murabahah. PSAK
102 dapat diterapkan untuk Lembaga Keuangan Syariah seperti bank,
asuransi, lembaga pembiayaan, dana pension, koperasi, dan lainnya yang
menjalankan transaksi murabahah. Di samping itu, PSAK 102 juga
diterapkan oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi murabahah dengan
Lembaga Keuangan Syariah tersebut.
Akan tetapi, secara eksplisit disebutkan oleh IAI, Standar ini tidak
mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi Syariah yang
menggunakan akad murabahah. Standar ini juga membuat berbagai definisi
terkait transaksi murabahah dan memberikan penjelasan tentang
karakteristik transaksi murabahah sebagaimana yang terdapat pada fatwa
DSN.
Berbagai transaksi yang perlu diakui dalam transaksi ini oleh penjual
antara lain penerimaan uang muka murabahah, pengakuan dan pengukuran
terkait aset murabahah pada saat perolehan, aset murabahah setelah
perolehan jika terjadi penurunan nilai atau aset diskon pembelian. Adapun
pada saat akad dilakukan, standar ini memberikan panduan tentang
pengakuan dan pengukuran piutang murabahah, keuntungan murabahah,
denda jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya, potongan
pelunasan piutang murabahah, dan potongan angsuran murabahah.
PSAK 102 juga memberikan panduan bagi pembeli akhir. Beberapa
hal secara khusus diatur dalam standar ini antara lain adalah utang yang
timbul dari transaksi, aset yang diperoleh, beban murabahah, diskon

3
pembelian yang diterima dari penjual, denda yang dibayar akibat kelalaian,
dan potongan uang muka akibat pembatalan pemebelian.2

C. Akuntansi Penjual
Pada PSAK 102 Pada PSAK 102 diatur tentang pembiayaan murabahah
mengenai pengakuan dan pengukuran akuntansi untuk penjual. Yaitu, pada saat
perolehan aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan.
1. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:
a. Jika murabahah pesanan (mengikat), maka:
1) Dinilai sebesar biaya perolehan;
2) Jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak, atau
kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai
tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
Berikut jurnalnya:
Beban Penurunan Nilai Persediaan xxx
Persediaan Murabahah xxx
b. Jika murabahah tanpa pesanan (tidak mengikat), maka:
1) Dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat
direalisasikan, diambil mana yang lebih rendah;
2) Jika nilai bersih yang dapat direalisasikan lebih rendah dari
biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
Berikut jurnalnya:
Kerugian Penurunan Nilai Persediaan xxx
Persediaan Murabahah xxx

2. Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai:


a. Pengurangan biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum
akad murabahah;
b. Kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan
sesuai akad yang disepakati menjadi hak pembeli;

2
Windari dan Sry lestari, Akuntansi Bank Syariah, (Medan: Merdeka Kreasi,2021),38.

4
c. Tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad
murabahah dan sesuai akad menjadi hak penjual;
d. Menambah pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad
murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad.

3. Pengakuan dan pengukuran uang muka, yaitu:


a. Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang
diterima;
b. Jika barang jadi dibeli oleh pembeli, maka uang muka diakui sebagai
pembayaran piutang (merupakan bagian pokok);
c. Jika barnag batal dibeli oleh pembeli, maka uang muka dikembalikan
kepada pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah
dikeluarkan oleh penjual.3

1. Uang Muka Murabahah


Uang muka dalam pembiayaan murabahah merupakan sebagai
bentuk kehati-hatian perbankan syariah untuk meminimalkan risiko
penyaluran dana kepada pihak ketiga sesuai dengan arah pengembangan
konsep pengaturan yang semakin komperehensif. Uang muka dalam
pembiayaan murabahah merupakan aplikasi dari manajemen risiko.
Dengan adanya penerapan manajemen risiko dapat meningkatkan
stakeholder value, memberikan gambaran kepada pengelola
kemungkinan kerugian di kemudian hari, meningkatkan metode dan
proses pengambilan keputusan yang sistematis didasarkan atas
ketersediaan informasi.
Risiko ini ditunjukkan oleh fakta bahwa dalam suatu kontrak murabahah,
pembeli tidak bias dipaksa untuk membeli barang yang telah dipesannya.
Pembeli bisa saja berubah pikiran ketika tiba saat pengambilan barang
yang telah dipesannya meskipun barang tersebut telah memenuhi semua
syarat dan standard yang diminta. Menghilangkan suatu risiko adalah

3
Muzayyidatul Habibah dan Alfu Nikmah, Analisis Penerapan Akuntansi Syariah Berdasarkan
Psak 102 Pada Pembiayaan Murabahah Di BMT Se-Kabupaten Pati, Jurnal Ekonomi Syariah,
Vol. 4(1) (2016): 120 – 121.

5
suatu keniscayaan. Apalagi untuk tetap eksisnya suatu institusi yang
mengakses dan melayani kepentingan public untuk kesejahteraan dan
kebahagiaannya. Melindungi atau menghindar dari segala kerusakan
sebagai bentuk maslahat merupakan aplikasi dari konsep maqashid
syariah untuk memenuhi kepentingan semua orang dari hal-hal yang
tidak diinginkan.
Uang muka yang diharamkan dalam jual beli disebabkan apabila
tidak terjadinya pembelian, uang muka itu hangus dan menjadi milik
penjual sehingga para fukaha mengkategorikan sebagai makan harta
secara batil, gharar. Sedangkan uang muka dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 13/DSN-MUI/IX/2000 adalah sebagai upaya antisipasi
resiko atau kerugian yang akan ditanggung oleh lembaga keuangan
syariah, artinya uang muka tersebut tidak serta merta menjadi milik bank
syariah ketika nasabah membatalkan pemelian suatu produk, tetapi
tergantung kepada jumlah kerugian yang diderita oleh lembaga keuangan
syariah, yaitu apabila kerugian itu lebih kecil dari uang muka, kelebihan
uang muka itu akan kembali kepada nasabah. Sebaliknya apabila
kerugian itu lebih besar dari uang muka, maka nasabah harus menambah
dari uang muka.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa uang muka tidak
mengandung unsur memakan harta orang lain secara batil, gharar
maupun maisir, tetapi uang muka merupakan upaya saling
menguntungkan kedua belah pihak dan komitmen atau muamalah atau
transaksi yang dilaksanakan. Inilah salah satu prinsip hokum Islam yaitu
dalam transaksi muamalah tidak boleh mendatangkan kerugian bagi diri
sendiri dan orang lain. Diperbolehkan meminta uang muka apabila kedua
belah pihak sepakat dengan besaran jumlah uang muka yang telah
ditentukan berdasarkan kesepakatan.4

4
Naimah, Down Payment (DP) Dalam Pembiayaan Murabahah (Perspektif Fikih Mu’amalah),
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari, Banjarmasin.

6
2. Penggandaan Aset Murabahah
Dalam transaksi murabahah yang diperjualbelikan adalah barang,
oleh karena itu pengadaan barang merupakan tanggung jawab penjual
sehingga penjual harus melakukan pencatatan penerimaan barang
(dagangan) tersebut. Sehubungan dengan penerimaan barang murabahah
dari pemasok PSAK 102 (paragraf 18) menetapkan ketentuan:
Pada saat perolehan aset murabahah diakui sebagai persediaan
sebesar biaya perolehan.
Pada prinsipnya pengadaan barang menjadi tanggung jawab LKS
sebagai penjual, sebelum dilakukan transaksi murabahah. Akun yang
dipergunakan oleh LKS sebagai penjual untuk mencatat barang yang
dibeli adalah “persediaan” diakui sebesar harga perolehan barang
tersebut. Berikut penulisan dalam jurnalnya:
Aset Murabahah xxx
Kas xxx
Piutang Murabahah xxx

3. Penjualan Barang Dan Pembayaran Harga Barang


Akad murabahah mempunyai dua jenis akad yang tersedia yaitu
akad murabahah dengan pesanan dan akad murabahah tanpa pesanan.
Transaksi menggunakan jenis murabahah dengan pesanan, maka penjual
melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Hal
ini dilakukan untuk menghindari persediaan barang yang menumpuk dan
tidak efisien, sehingga proses pengadaan barang dipengaruhi oleh proses
jual. Berbeda dengan akad murabahah dengan pesanan, maka penjual
dengan akad ini melakukan pengadaan barang tanpa adanya pesanan atau
pembelian dari pelanggan dan perhatian utama dari pengadaan
persediaan ini adalah pemenuhan nilai persediaan minimum sesuai

7
kebijakan perusahaan, dengan memperhatikan biaya pengiriman dan
termasuk kelangkaan barang.5
Harga jual akad murabahah terbentuk saat penjual dan pembeli
mencapai kesepakatan dan keduanya ikhlas untuk menerima laba yang
ditetapkan saat penjualan barang. Meskipun syariah tidak mengatur
ketentuan seberapa besar laba yang diperoleh penjual, namun Hadis
Riwayat Abu Hurairah menjelaskan bahwa Allah SWT mengasihi orang
yang memberikan kemudahan bila ia menjual dan membeli serta di dalam
menagih haknya.
Ada tiga cara penjual menentukan harga jual murabahah, yaitu:
1. Harga jual dihitung dari harga pokok barang ditambah dengan hasil
perkalian tingkat laba per tahun pelunasan.
2. Harga jual diperoleh dari harga pokok barang ditambah dengan
tingkat laba yang diinginkan penjual ditambah dengan tingkat inflasi
pertahun pelunasan.
3. Didapatkan dari harga perolehan barang ditambah dengan tingkat
laba ditambah cost recovery (biaya riil yang dikeluarkan oleh
penjual untuk menyimpan dan merawat persediaan yang nilainya
diperoleh dari harga pokok dikalikan estimasi biaya operasi satu
tahun).
Harga jual sejatinya dibentuk dari dua unsur yaitu harga perolehan
barang dan keuntungan penjualan. Kedua unsur tersebut harus
diinformasikan oleh penjual kepada pembeli, utamanya seberapa besaran
keuntungan penjual. Selanjutnya pihak pembeli dapat
mengkomunikasikan seberapa besaran keuntungan penjual sesuai
keinginannya. Mengenai kesepakatan harga jual barang murabahah
antara penjual dan pembeli, penjual sendiri mempunyai metode
penentuan angsuran pokok dan margin tersendiri.

5
NBD Ardha, ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI MURABAHAH PADA PT BANK RAKYAT
INDONESIA SYARIAH CABANG KOTA MALANG, Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas
Brawijaya, Vol 2.(2), (2013): 5.

8
4. Penjualan Dengan Pengakuan Keuntungan Saat Penyerahan
Barang
Saat penyerahan barang murabahah jika risiko penagihan kas dan
beban pengelolaan piutang serta penagihan relatif kecil. Jurnal
penyerahan aset adalah:
Kas/Piutang Murabahah xxx
Persediaan Murabahah xxx
Pendapatan Murabahah xxx

5. Penjualan Dengan Pengakuan Keuntungan Proporsional


Diakui proporsional sesuai besaran kas yang berhasil ditagih dari
piutang murabahah jika risisko piutang tidak tretagih relatif besar dan
atau beban pengelolaan piutang serta penagihannya relatif besar juga.
Pengukuran proporsional diperoleh dari persentase margin dan
persentase harga perolehan dikali kas yang berhasil ditagih. Jurnal
penyerahan aset dan pembayaran angsuran piutang adalah :
Piutang Murabahah xxx
Persediaan Murabahah xxx
Pendapatan Murabahah Tanggungan xxx

Kas xxx
Pendapatan Murabahah Tanggungan xxx
Piutang Murabahah xxx
Pendapatan Murabahah xxx

6. Penjualan Dengan Pengakuan Keuntungan Setelah Pelunasan


Pokok

Saat seluruh piutang murabahah lunas atau berhasil ditagih jika


risiko piutang tidak tertagih atau beban pengelolaan piutang besar.
Jurnal saat penyerahan aset dan pelunasan akhir piutang adalah:
Piutang Murabahah xxx
Persediaan Murabahah xxx
Pendapatan Murabahah Tanggungan xxx

9
Kas xxx
Pendapatan Murabahah Tanggungan xxx
Piutang Murabahah xxx
Pendapatan Murabahah xxx

7. Denda Kepada Pembeli


Apabila pembeli melanggar akad yakni lalai dalam melaksanakan
kewajibannya yaitu melunasi hutangnya, penjual dapat mengenakan
denda sesuai kesepakatan awal. Denda tersebut harus diakui sebagai
penambah dana sosial atau dana kebajikan. Jurnalnya adalah:
Kas – Dana Kebajikan xxx
Pendapatan Denda – Dana Kebajikan xxx

8. Pembentukan Cadangan
Dalam pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia menjelaskan
pencadangan kerugian piutang atau cadangan kerugian penurunan nilai
sebagai cadangan wajib atas penurunan nilai atas aset keuangan sebagai
akibat peristiwa masa depan yang dapat merugikan dan berdampak
pada estimasi arus kas masa depan. Jumlah cadangan tersebut diukur
dari selisih antara nilai tercatat dengan nilai masa kini yang
diestimasikan nilai masa depan menggunakan suku bunga efektif.6

6
Ibid, 8

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam dunia perdagangan di Indonesia, akad murabahah merupakan
akad perdagangan yang lebih sering digunakan, apabila dibandingkan dengan
akad-akad yang lainnya. Perbedaan mendasar transaksi perdagangan antara
murabahah dengan perdagangan konvensional yang ada terletak pada proses
penjualannya. Perbedaannya yaitu dalam akad murabahah penjual dengan jelas
memberitahukan mengenai harga pokok barang dagangan dan keuntungannya
yang dia inginkan kepada pembeli, sedangkan pada perdagangan konvensional
penjual merahasiakan harga pokok dan keuntungan yang diambilnya.
Berbagai transaksi yang perlu diakui dalam transaksi ini oleh penjual
antara lain penerimaan uang muka murabahah, pengakuan dan pengukuran
terkait aset murabahah pada saat perolehan, aset murabahah setelah perolehan
jika terjadi penurunan nilai atau aset diskon pembelian. Adapun pada saat akad
dilakukan, standar ini memberikan panduan tentang pengakuan dan
pengukuran piutang murabahah, keuntungan murabahah, denda jika pembeli
lalai dalam melakukan kewajibannya, potongan pelunasan piutang murabahah,
dan potongan angsuran murabahah.

B. Saran
Demikian makalah ini kami susun, semoga makalah ini dapat menambah
wawasan kita. Serta diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami
materi yang telah diuraikan. Dengan berbagai keterbatasan yang ada,kami
sebagai penulis meminta maaf dengan adanya kekurangan dalam makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, Andri, Eko. 2014. Pengantar Akuntansi Syariah: Pendekatan Praktis.


(Riau: CV. Bina Karya Utama)

Windari dan Lestari, Sry. 2021. Akuntansi Bank Syariah, (Medan: Merdeka Kreasi)

Habibah, Muzayyidatul dan Nikmah, Alfu. 2016. Analisis Penerapan Akuntansi


Syariah Berdasarkan Psak 102 Pada Pembiayaan Murabahah Di BMT Se-
Kabupaten Pati, Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 4(1)

Naimah. Down Payment (DP) Dalam Pembiayaan Murabahah (Perspektif Fikih


Mu’amalah). Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari,
Banjarmasin.

Ardha, NBD. 2013. ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI MURABAHAH PADA


PT BANK RAKYAT INDONESIA SYARIAH CABANG KOTA MALANG.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya, Vol 2.(2)

Anda mungkin juga menyukai